Signifikansi Pengalaman Spiritual dalam

- 2 - Selama ini proses pendidikan Islam bergerak dari interaksi antara murid, guru, materi dan lingkungan – nya 2 sehingga lebih mengutamakan pengalaman empi – rik, pengetahuan rasional, dan prilaku etis yang diper – oleh seorang murid dari persepsi inderawi dan pena – laran rasional terhadap objek terpisah dan temporal. Bi- la seorang murid disebut sebagai subjek atau objek ko – notasinya lebih cenderung sebagai subjek terhadap, atau objek oleh dunia eksternalnya yang berdiri secara saling eksklusif. Teori-teori pendidikan tidak memberi – kan peluang secara memadai pada murid untuk meli – hat dirinya sebagai subjek dan objek; yang dalam hu – bungan terletak nilai-nilai pendidikan. Konseptualisasi maupun operasionalisasinya lebih banyak menekankan pada pengembangan fisik dan pe – nalaran dan mengorbankan intuisi. Agar pendidikan Islam dapat menjalankan fungsinya yang lebih kom- prehensif dengan mengupayakan pemberian pengeta – huan dan pengalaman keagamaan sebagai sesuatu yang dikehendaki oleh murid 3 maka pendidikan Islam seharusnya memproyeksikan produk -mendekati pri – badi Nabi Muh}ammad sebagai model; seperti dikehen – daki oleh al-Attas, Abdurrahman Shaleh, Sayyid 2 Francis de Vesta dan George G. Tompson, Educational Psychology, Instructional and Behavior Change, New York: Meredith Corporation, 1970, hlm. 70. 3 Nelson B. Henry, ed., Modern Philosophies and Education, Chicago: NSSE, 1955, hlm. 343. - 3 - Quthb;- yang penuh dan pengalaman empirik, penge – tahuan rasional, prilaku etis, dan pengalaman spiritual. Pengetahuan dan pengalaman spiritual yang ber – sifat immanen, -karena berada dalam diri murid dan dari dirinya- perlu mendapatkan perhatian agar murid mendapatkan pengalaman langsung yang bersandar pada aktivitas spiritual bahkan sampai pada penge – tahuan dan pengalaman supranatural, yaitu penga– laman atau pengetahuan secara performatif dan lang – sung tanpa perantaraan representasi mental atau sim- bolisme kebahasaan apapun 4 Dengan memperhatikan potensialitas seorang murid yang mampu membangun hubungan dengan dirinya dan mengambil pendidikan dari hubungan itu maka pendidikan Islam tidak semata berorientasi pada aspek fisikal dan intelektual tetapi ju- ga pada aspek spiritual; sebagai satu kesatuan yang integral dari pribadi seorang murid. Penyerapan dan perenungan seorang murid terhadap dirinya sebagai subjek dan sekaligus objek pendidikan disamping pe- ngetahuan dan pengalamannya dari dunia supranatu – ral sebenarnya memuat nilai-nilai pendidikan. Barangkali tidak diragukan lagi bahwa sebagian orang memerlukan orientasi yang segar tentang kebe – ragamaan terutama yang berhubungan dengan keima – nan; dengan cara membangunkan dan membangkitkan 4 Mehdi Ha iri Yazdi, Ilmu Hudhuri, penterj.: Ahsin Muhammad, Bandung: Mizan, 1994, hlm. 18. - 4 - aspek spiritualnya. Hal semacam ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan pengalaman kebe – ragamaan yang bukan semata dari domein psikomo – torik maupun kognitif, atau amal dan niat, melainkan juga dari penghayatan yang paling dalam melalui as – pek spiritualnya. Banyak orang secara terang-terangan mengakui perlunya nilai spiritual karena betapa ke – ringnya kehidupan jika tidak disertai nuansa nilai spi – ritual. Hilangnya cita rasa itu berarti lenyapnya keba – hagiaan, dan barangkali menekan kecerdasan batin; dan lebih-lebih lagi mungkin berbahaya bagi perkem – bangan moralitas karena hal itu bisa melemahkan as – pek terpenting dalam struktur kepribadian. Bahkan ke- keringan spiritual sulit disirami dan ditumbuhkan tan – pa memperbaiki dan membuka akses ke alam spiritual. Seperti disinyalir banyak orang hilangnya kekayaan ruhaniyah menyebabkan kurangnya apresiasi tentang manusia dan kemanusiaan. Berbagai macam ilmu pe – ngetahuan dan teknologi yang menjadi materi pendidi – kan aspek fisik dan psikis tidak saling mengenal dan cenderung mengeksploitasi murid menuju kehidupan material secara berlebihan. Perubahan orientasi ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan manusia ba- nyak yang membingungkan dan tidak jelas bahkan me- ngaburkan konsepsi tentang manusia. Dengan berke – ping-kepingnya ilmu yang dikuasai seseorang -karena ia terpinggirkan bersamaan spesialisasinya- apabila tanpa ada kendali dan tali pengikat yang kuat me – mungkinkan kian jauhnya seorang murid dari ke – - 5 - arifan, mereduksi kesatuan pandangannya dengan alam semesta, dan hanya akan mendatangkan ketidak – harmonian antara satu sama lain. Salah satu penyebab- nya ditengarai karena seorang murid hanya mempu- nyai pengetahuan dan pengalaman yang terpecah- pecah fragmented knowledge and experience sesuai de- ngan bidang dan sektor tempat ia berada. Dari penga – laman dan pengetahuan yang tidak utuh ini tidak bisa diharapkan suatu apapun kecuali seseorang yang ke – hilangan orientasi masa depan bahkan masa kini. Untuk mendatangkan kearifan dalam melihat hakikat alam semesta sebagai suatu kesatuan yang integral dan sebagai cermin kemahakuasaan dan kemahaesaan Tu- han diperlukan pendidikan yang mengarah dan berasal dari segala sumber yang ada. Latihan dan pendidikan yang hanya melingkar pada orbit fisikal dan rasional tak pernah menyentuh hakikat yang sebenarnya ten- tang manusia dan kemanusian serta segala yang ber – hubungan dengannya. Latihan dan pendidikan yang bersifat material maupun yang bersifat spiritual bekerja secara sistemik dan sinergik. Intensitas pendidikan Islam yang hanya ditujukan pada salah satu aspek akan menyebabkan keadaan berat sebelah yang mengandung resiko pada keutuhan hidup; kecuali ada usaha harmonisasi antara aspek-aspek pribadi murid itu dalam formulasi yang tepat sehingga pendidikan Islam perlu diformulasikan sedemikian rupa, dalam rangka menbentuk pribadi murid yang harmonis. Agar pendidikan Islam dapat - 6 - menghasilkan pribadi muslim yang seimbang maka mempertimbangkan latihan dan pendidikan aspek spi – ritual menjadi hal yang tak kalah penting dan tak perlu dikesampingkan. Studi ini mencoba mengungkap konsep dan opera- sionalisasi pendidikan Islam yang integral dengan fokus pada aspek spiritual –yang sebenarnya tidak me– rupakan bagian terpisah dari aspek yang lain- dalam hubungannya dengan diri seorang murid. Implikasi dan siginifikansinya adalah menentukan standar mini – mal pendidikan Islam yang tidak hanya memberikan pengetahuan dan pengalaman empirik sensual, dan logis semata.

B. Aspek Spiritual

5 Aspek spiritual dalam kajian ini merujuk pada bagian dalam pandangan dualisme manusia. Kawasan semantik kata ini meliputi beberapa term yang berbeda 5 Secara etimologis spiritual berarti jiwa, sesuatu yang immaterial, supra material. Hornby, AS., Oxford Advancer Dictionary of Current English, New York: Oxford University, 1983, hlm. 831. Makna etimologis semacam ini meliputi atau mengandung term al-ruh} رلاspirit, soul, al-nafs سف لا mind, soul, psyche, spirit, al-qalb ب قلاmind, soul, spirit dan al- aql لقعلاreason, insight, mind, intelect, intelegence. Hans Wehr, a Dictionary of Modern Written Arabic, London: McDonald, 1960, hlm. 365, 630, 784, dan 986. Al- aqal masuk dalam makna spirit atas padanan kata dari istilah al-nafs yang diberikan oleh para filosof. Penggunaan arti spiritual bisa terjadi tumpang tindih atau bergeser dari makna yang satu ke makna yang lain sesuai dengan fungsi dan kedudukannya, karena ia mewakili banyak term. - 7 - walaupun kadang-kadang mengacu pada makna yang sama. Dalam pandangan al-Ghazali, aspek spiritual diwakili oleh term al-ru h } حورلاruh al-qalb رلقلا hati, al-nafs سفرلا jiwa, dan al- aql رقعلا akal dan semuanya merupakan sinonim تافداوتملا اسلاا. 6 Dua term pertama sering dipergunakan dalam wacana sufisme dan lain – nya dalam filsafat. Aspek spiritual sebagai lathi fat rabba niya t تارسي للا تاينابولا kelembutan Tuhan adalah esensi manusia dan merupakan aspek immaterial, terpisah dari fisik dan mempunyai potensi untuk mengetahui dan mengalami, serta sebagai subjek penerima informasi dari dalam 6 Abu H}amid Muh}}ammad bin Muh}}ammad al-Ghazali, Ma arij al-Quds fi Mada rij Ma rifah al-Nafs, Kair: Maktabah al-Jundi, 1970, hlm. 19; Misykah al-Anwar, Kairo: Dar al-Qudsiyah, 1969, hlm. 43; dan Harun Nasution, Akal dan Wahyu, Jakarta: UI Press, 1986, hlm. 6; Syed Muh}}ammad Nuqaib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, penterj.: Haidar ”aqir, ”andung: Mizan, 1992 , hlm. 8 dan Ibn Arabi mempergunakan 22 term untuk masalah ini. E. A. Afifi, Filsafat Mistis Ibn Arabi, pentrj.: Syahrir Mawi dan Nandi Rahman, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1995, hlm. 100. Nama-nama itu antara lain, al-Haqiqah al- Muh}}ammadiyah Hakikat Kemuh}}am –madan atau the Reality of Muh}}ammad, Haqiqah al-Haqaiq Esensi dari HakikatThe Reality of Reality, Ruh Muh}}ammad the Spirit of Muh}}ammad, al- Aql al-Awwal Akal Perrtamathe First Intelect, al- Arasy the Trone al-Ruh al- A dham Ruh Agungthe Most Might Spirit, al-Qalam al-A la Pena yang Tertinggithe Most Exalted, al-Khalifah the Vicegerent, al-Insan al- Kamil Maunsia Sempurnathe Perfect Man, Azl al- Alam the Origin of Universe, Adam al-H}aqiqi Adam yang Hakikithe Real Adam al- Barzakh Perantarathe Intermidiary Falaq al-Hayah the Sphere of Life al-Haqq al-Makhluq bih the Real who is the Instrument of Creation, al- Hayula the Prime Matter al-Ruh the Spirit al-Quthb Pusatthe Pole, Abd al-Jami the Servant of the Embracing.