Kontemplasi VISI SPIRITUAL PENDIDIKAN ISLAM: Pengembangan Implementatif Kepribadian Muslim.
- 178 -
bersifat melihat, memikirkan tentang sesuatu yang ada hubungannya agama.
15
Secara terminologi kon –
templasi berarti menghadirkan dua pengenalan da –
lam hati untuk mencari pengenalan ketiga.
16
Secara sederhana tafakkur itu adalah menghubung sesua
– tu dengan yang lain dan kemudian mengambil
kesimpulan. Tafakkur dapat berfungsi sebagai sa –
rana atau cermin yang dapat memperlihatkan ih –
wal yang ada pada dirinya.
17
Kontemplasi salah satu cara yang sering dipraktik –
kan banyak orang dalam mencapai ketinggian spiritual supaya ia mendapat akses ke dalamnya.
Kontemplasi ر تلاberpikir pada dasarnya adalah
kegiatan dengan pengamatan ke dalam. Kegiatan berpikir memang dapat diarahkan kepada objek
eksternal, yaitu terhadap eksistensi empirik melalui pengamatan; dan berpikir terhadap objek internal
adalah berpikir tentang dirinya sendiri sebagai subjek yang dapat membangun hubungan dengan
berbagai situasi dan kondisi. Dengan kontemplasi
14
Hans Wehr, a Dictionary of Modern Written Arabic, London: McDonald, 1960, hlm. 725.
15
William Little, dkk. The Shorter Oxford English Dictionary, London: Oxford University, 1959, hlm. 380.
16
Al-Ghazali, Abu H}amid Muh}ammad bin Muh}ammad, Ihya Ulum al-
Din, Juz IV, Birut: Dar al-Fikr, 1980, hlm. 81.
17
Yusuf Qardlawi, al-Quran Berbicara tentang Akal dan Ilmu, Penterj.: Abdul Hayyie al-Kattanie, dkk. Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hlm.
59.
- 179 -
seseorang mengadakan introgasi dan investigasi terhadap dirinya sendiri, oleh dirinya sendiri dan
dalam dirinya, kemudian mempersempit sudut pandangnya hanya tertuju pada Tuhan semata.
Berpikir tentang sesuatu yang eksternal dan internal sama pentingnya terhadap perkembangan
pikiran namun hasil pemikirannya memberikan implikasi yang berbeda.
Berpikir terhadap objek eksternal akan menghasil –
kan pengetahuan empirik dan rasional sedangkan berpikir ke dalam objek internal akan menghasil
– kan pengetahuan yang berhubungan dengan fakta-
fakta yang bersifat intuitif, yaitu pengalaman esoterik yang personal. Berpikir adalah sarana un
– tuk mendapatkan salah satu dan atau kedua-
duanya; yaitu objek empirik dan rasional maupun objek spiritual. Kontemplasi terhadap objek inter
– nal pada hakikatnya melatih kemampuan berpikir
secara jernih dengan pengamatan ke dalam diri sendiri serta memilah dan mimilih objek-objek ter
– tentu. Dengan berpikir sebagai kegiatan mental
perlu dilatih supaya dapat dipergunakan untuk ke –
pentingan perjalanan spiritual ketika seseorang mengarahkan langkahnya ke arah sana.
Kontemplasi dalam mencari akses ke alam spiritual bukanlah semata kegiatan mental yang berupa
respon terhadap objek yang dipikirkan, bukan pula sebagai emosi yang pasif, tetapi juga melibatkan
- 180 -
daya nalar yang tinggi yang disimbolkan dengan mata hati. Mata hati yang dapat melihat dunia
spiritual secara langsung, seperti mata fisik yang mempunyai kemampuan sama dalam menyaksikan
sesuatu yang empirik.
18
Walau demikian kontem –
plasi pada mulanya bergantung kepada fungsi- fungsi daya pikir, seperti mata fisik bergantung
kepada kemampuan fungsi-fungsi organiknya.
Kontemplasi sebagai kegiatan mental yang tinggi memungkinkan aspek spiritual secara langsung
menangkap berbagai kebenaran secara intuitif. Da –
lam kontemplasi seseorang dapat menemukan rea –
litas apabila ia secara mendasar menata dirinya dan menjalani penyuciannya. Kontemplasi sebagai sa
– rana menghilangkan kesadaran dalam rangka m
– enuju alam supra natural dimulai dengan usaha
yang disengaja untuk berbuat sesuatu yang me –
ngantarkan pada jalannya pengosongan diri kemu –
dian ia berganti dengan kesadaran batin yang me –
nyadari akan Tuhan. Ide dan gambaran atau bayangan yang mengikat seseorang pada alam du
– niawi di sini dan saat ini harus ditenangkan melalui
teknik-teknik kontemplasi sehingga seseorang me –
numbuhkan keheningan dalam penantian. Sesudah itu, pikiran diharapkan mampu memahami realitas
18
Hosen Nasr, An Introduction to Islamic Ontological Doctrines, New York: State University, 1993, hlm. 67.
- 181 -
yang melampaui segala sesuatu yang mungkin bisa dieksplorasi dan dikonsepsikan oleh pikirannya.
Tujuan kontemplasi adalah melangkah melampaui gagasan apapun kemudian seseorang merasakan
kahadiran sesuatu yang sulit bahkan tak dapat didefinisikan; dan sugguh-sungguh berada di atas
pengalaman seseorang dalam kesadaran biasanya. Hal ini sebagai hasil hubungan seseorang dengan
alam suprarasional. Walaupun kontemplasi pada mulanya memandang kebenaran dan pengetahuan
melalui proses identifikasi namun pada akhirnya melalui realisasi yang efektif dengan kebenaran
atau melalui
ma rifah maka pengetahuannya men– jadi sempurna karena penglihatannya didasarkan
pada esensinya. Kontemplasi -
yang dapat mengantarkan pada ma rifah- menjadikan pandangan terhadap alam tidak
mempunyai jarak yang pasti antara ada dan tidak ada. Seseorang lebih mudah berziarah secara spiri
– tual dalam kontemplasi dengan memasuki dunia
metaempirik. Dalam kontemplasi seperti keheni –
ngan dalam shalat, tafakur atau berdiam diri ka- dang-kadang komunikasi dengan Tuhan lebih da
– pat dilaksanakan; dan atau paling tidak merasakan
sebagai pihak yang lemah dibanding keperkasaan dan kekuasaan Tuhan sehingga siap menyambut
pertolongan, rahmat, karunia dan petunjuk-Nya. Kondisinya memang berada dalam kebebasan ter
–
- 182 -
hadap ketergantungan kepada alam. Bila kebeba –
san itu menjadi suatu kenyataan maka yang akan terjadi ialah bisa membaca dan mengetahui hal-hal
yang tidak lahir secara fisik sekalipun tetapi se –
suatu yang eksis dalam tataran alam supranatural sebagai tempat
cetak biru alam al- mitsal ملبعلا
بثملاalam ide segala sesuatu yang mawjud وجوملاada.
Sungguhpun kontemplasi bukanlah langkah akhir pencapaian pengalaman spiritual namun hal itu
perlu dilakukan karena dalam banyak hal penga –
laman itu dimulai dengan kontemplasi. Nabi Mu –
h}ammad sebelum menjadi rasul sudah terbiasa berkontemplasi dalam menemukan inspirasi dan
pengalaman baru dan mendapatkan pemecahan- pemecahan persoalan yang sulit ditangani secara
fisik dan nalar.
Ada orang yang mengkhayalkan dapat melihat segala yang mawjud dalam dirinya namun ia tidak
bisa melihatnya dengan pandangan mata. Maka kontemplasi dilakukan untuk mereduksi kemaje
– mukan dan kegiatan mental menuju konsentrasi
pada Tuhan. Bila bersamaan dengan kehendak-Nya mulailah terungkapnya peristiwa mukasyafah
ة شب ملاtersingkap sehingga akhirnya dalam ke– adaan jagapun
dapat berhubungan dengan alam al-amr
رماا ملبعلا alam perintah dan berdialog dengan para penghuninya.
- 183 -
Kontemplasi dapat dilakukan di tempat sepi dan tenang guna menambah kekhusyu an dan supaya
hati tak mudah dipengaruhi situasi luar. Sebenar –
nya kontemplasi dapat dilakukan kapan dan dima- na saja namun kebanyakan orang melakukannya
dengan cara uzlah ةلزعلاmenyingkir dan menyen– diri dari keramaian, seperti di tempat-tempat sepi
dan di tengah malam sekedar menghindari gang- guan yang bersifat fisik. Sebagian yang lain dapat
melakukannya di tempat yang tidak seperti itu. Namun gangguan yang bersifat non fisik akan te
– tap selalu ada karena faktor gangguan non fisik tak
bergantung pada tempat dan waktu. Namun kon –
templasi harus dapat mereduksi gangguan itu de –
ngan berbagai cara, seperti konsentrasi, penuh per –
hatian pada objeknya, dan lain sebagainya. Bagi orang yang sudah terbiasa melakukan kontemplasi
pengaruh luar tak banyak menghalangi.
Pencapaian pengalaman spiritual tak ditentukan banyaknya kontemplasi
–dari segi jumlah hitungan maupun frekuensi kegiatannya-, tetapi kesiapan
dan persiapan seseorang yang ditopang oleh ke –
hendak Tuhan. Sungguhpun demikian banyak orang melakukan kontemplasi berbarengan dengan
atau setelah kegiatan dzikir. Kadang-kadang dimu –
lai dengan menyebut asma al-h}usna ىنسحلاءبمساا
nama-nama-Nya yang baik walaupun tidak secara jahr
ر جلا nyaring; bahkan cenderung hanya ber
– bisik dalam hati sampai hilangnya nama dalam
- 184 -
bentuk huruf maupun ucapan dalam kegiatan fisik dan mental. Dzikr
ركولا mengingat atau menyebut
pada mulanya mengucapkan dengan lidah, kemu –
dian berkembang hanya mengingat. Mengingat se –
suatu sering kali mengantarkan seseorang untuk menyebut namanya. Menyebut dengan lidah dapat
mengantarkan hati utuk mengingat lebih banyak apa yang disebut-disebut itu. Dzikir dapat pula
mengantarkan kententraman jiwa apabila dimaks
– udkan untuk mendorong hati menuju kesadaran
tentang kebesaran dan kekuasaan Allah dan bukan sekedar ucapan lisan
19
sehingga di dalam hatinya terbentuk suatu nama Tuhan yang diilhamkan da
– lam keabstrakan mutlaknya.
Kadang-kadang dzikir harus dihentikan agar per –
hatian terpusat dan hanya berkonsentrasi pada yang dituju karena tak jarang dijumpai bahwa se
– seorang melakukannya dengan berdiam diri. Diam
dianggap sebagai ekspresi, eksternalisasi pikiran dan sikap; dan sebagai alat mereduksi kegiatan dan
pengalaman menjadi wujud tunggal sehingga ba
– hasa diam sebagai simbol tiadanya
–hampanya- se– suatu yang perlu dieksternalisasikan. Diam mem
– punyai makna, dan diampun perlu dipelajari ka
– rena tak semua orang dapat berbuat diam. Kadang-
kadang orang harus tertunduk dalam keheningan membisu tanpa sepatah katapun sebagai ekspresi
19
M. Quraish Shihab, Tafsir...; hlm. 588.
- 185 -
ketidakmampuannya untuk mengatakan sesuatu perasaan dengan bahasa yang ia kuasai.
Ketidakmampuan seseorang kadang-kadang diref –
leksikan dengan diam diri sebagai komunikasi non verbal bahwa ia ingin disapa. Diam dianggap se
– bagai komunikasi yang lembut silent comunica
– tion dengan pihak yang dituju dalam suasana
yang hening. Komunikasi di sini tidak harus diarti –
kan dengan menyatakan ungkapan-ungkapan de –
ngan bahasa yang familiar tetapi lebih ditekankan pada usaha memutus hubungan dengan dunia luar
dan masuk ke dalam dirinya sendiri tanpa melalui perangkat dan alat apapun. Dalam keadaan diam ia
aktif menyiapkan diri untuk menerima dan men
– cerap pancaran cahaya Tuhan sebagai bentuk
komunikasi yang lain dengan-Nya. Oleh karena itu dalam kontemplasi seseorang terlihat dalam ke
– adaan diam. Cara untuk mengaktifkan kontemplasi
adalah melalui meditasi, shalat dan dzikir yang khusyu sehingga pada saat tertentu dapat mele–
paskan diri dari dominasi pikiran dan pemikiran terhadap alam empirik dan hanya Tuhan semata
yang mawjud dalam pikiran dan pemikirannya. Ketunggalan wujud ini mengatasi semua wujud
mumkin yang mempunyai ketergantungan mutlak terhadap Wajib al-Wujud. Wujud mumkin menjadi
hilang karena pada hakikatnya yang ada hanya Wajib al-Wujud. Wujud mumkin ada karena Wajib
al-Wujud. Kesadaran terhadap Wajib al-Wujud
- 186 -
menghilangkan kesadaran terhadap wujud mum –
kin sehingga tidak satupun bersama-Nya. Dalam keadaan demikian hanya satu pengalaman, yaitu
pengalaman yang diperoleh dari Wajib al-Wujud satu-satunya. Tidak ada yang bisa diperserikatkan
dengan-Nya siapapun dan apapun.