Ekspresi Amarah Epidemiologi TINJAUAN PUSTAKA

Cara alami untuk mengekspresikan amarah adalah dengan memberikan respon secara agresif. Namun para ahli percaya bahwa seseorang tidak dapat begitu saja menyerang atau mengekspresikan rasa amarahnya pada orang atau objek lain yang mengganggunya oleh karena adanya hukum, norma sosial dan tempat tertentu yang membatasi amarah seseorang untuk diekspresikan. Menurut Spielberger, ekspresi amarah terdiri dari tiga jenis, yaitu mengungkapkan keluar, menekanmenahan, dan mengontrol meredakan. Ekspresi amarah keluar anger-out merefleksikan kecendrungan sifat agresif di sekitar orang lain. Tipe lain dari ekspresi amarah adalah menekan anger-in, yaitu menyimpan rasa amarah atau mengabaikan atau menyangkalnya. Tetapi melakukan hal ini merupakan hal yang tidak sehat karena amarah dapat diarahkan ke dalam diri sendiri. Oleh karena itu, Spielberger merekomendasikan untuk mengubah rasa amarah tersebut dengan cara menahannya, memikirkannya dan kemudian memfokuskan pada sesuatu yang positif. Tujuannya adalah untuk mengubahnya menjadi sifat yang lebih membangun. Dan jenis ekspresi amarah yang terakhir adalah dimana seseorang dapat meredakan atau mengontrol rasa amarah baik keluar atau ke dalam dengan merelakskan dan membiarkan perasaan tersebut untuk surut. Keskin dkk, 2011; Cayubit, 2013

II.1.2. Ekspresi Amarah

Ekspresi amarah terbagi atas tiga jenis utama. Jenis pertama adalah ekspresi amarah yang dikeluarkan ke orang lain atau lingkungan luar anger- out. Jenis kedua adalah amarah yang diarahkan ke dalam, dimana Universitas Sumatera Utara menahan atau menekan perasaan marah anger-in. Individu yang berusaha mengontrol ekspresi amarah anger-control merupakan komponen ketiga dari ekspresi amarah Howell dkk, 2007; Palaparthi Rani, 2012. Komponen anger-out dan anger-in bukan berarti berada pada dua kutub yang berlawanan namun bersifat orthogonal dan keduanya berpotensi untuk terdapat pada individu yang sama Stewart dkk, 2008. Sebagai tambahan terhadap kepribadian, terdapat beberapa perbedaan pada reaksi amarah berdasarkan jenis kelamin. Dikatakan bahwa pria mengekspresikan rasa amarahnya relatif secara langsung tidak seperti wanita yang mengekspresikan amarahnya secara tidak langsung. Dimana perlakuan yang tidak adil, disalahkan akibat kesalahan orang lain, keegoisan, kritik lebih menyebabkan amarah pada wanita daripada pria, dan negative self-perception lebih meningkatkan rasa amarah pada pria Keskin dkk, 2011. Di lain pihak, dilaporkan bahwa reaksi amarah menurun dengan meningkatnya usia. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan pada kelompok dewasa muda dan remaja, dimana didapatkan bahwa reaksi dan sifat amarah meningkat dengan bertambahnya usia. Pada penelitian mengenai pengaruh pendidikan terhadap reaksi amarah, didapatkan bahwa individu dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki level amarah yang lebih rendah karena kondisi kognitif yang nyaman dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang lebih baik. Keskin dkk, 2011 Universitas Sumatera Utara

II.1.3. Neurobiologi Anger

Hipotesis somatic marker yang diajukan oleh Damasio dan kolega merupakan konsep pendekatan yang berguna dalam memahami neurobiologi emosi pada umumnya, dan amarah pada khususnya. Kunci gagasan dalam hipotesa ini adalah sinyal petanda atau marker, dimana otak digambarkandiwakilkan dalam bentuk body states, yang memiliki pengaruh penting dalam menentukan bagaimana respon seseorang terhadap stimulus dari luar. Pengaruhnya berbeda-beda, dimana beberapa terjadi secara terbuka atau secara sadar dan beberapa terjadi secara tersamar atau secara tidak sadar. Sinyal petanda ini berasal dari proses bioregulasi, misalnya mengatasi perbedaan informasi mengenai body state dari sistem saraf perifer dan otak kemudian menghasilkan dugaan terhadap keadaannya saat itu. Penanda tersebut disebut dengan somatik karena hubungannya dengan struktur keadaan tubuh body-state dan pengaturan bahkan ketika mereka tidak timbul pada tubuh secara tepat namun lebih kepada perwakilan gambaran otak melalui tubuh Paulus dkk, 2004. Beberapa peneliti berpendapat bahwa amarah dan agresi timbul akibat kesalahan dalam meregulasi emosi. Perhatian khusus telah diberikan pada korteks prefrontal, cingulate anterior, korteks parietal, dan amigdala sebagai bagian penting dari sirkuit yang mungkin terganggu pada orang dengan masalah yang berkaitan dengan amarah. Pada pengamatan saat ini berdasarkan literatur neuroimejing fungsional, korteks prefrontal medial ditemukan memiliki peranan yang penting dalam proses emosi. Dimana rasa takut secara khusus berkaitan dengan amigdala, dan kesedihan berkaitan Universitas Sumatera Utara dengan aktivitas pada cingulate subkalosal. Emosi yang diinduksi oleh stimulus visual akan mengaktifkan korteks oksipital dan amigdala. Pada akhirnya, kebutuhan emosi berkaitan dengan keadaan kognitif melibatkan cingulate anterior dan insula. Dengan demikian, sirkuit yang terdiri dari amigdala, cingulate anterior dan insula mungkin merupakan struktur kunci dalam ekspresi amarah Paulus dkk, 2004. Amigdala berperan penting dalam mencetuskan pengetahuan terhadap adanya ancaman dan bahaya yang ditandai melalui ekspresi wajah. Diantara berbagai emosi dasar, kerusakan amigdala akan mengganggu proses amarah dan rasa takut, karena amigdala secara khusus penting dalam merespon emosi-emosi tersebut. Misalnya amigdala bersama dengan daerah otak lainnya, membantu memberikan respon yang tepat terhadap sinyal bahaya melalui fungsi auditori. Selain amigdala, daerah korteks lainnya akan memodulasi naik turunnya ekspresi dari amarah. Dalam keadaan cemas maupun marah ditemukan adanya peningkatan aliran darah ke otak pada regio frontal inferior kiri dan temporal kiri. Beberapa peneliti menyatakan terdapat peran penting bagian posterior dari girus singuli kanan dan girus temporal medial dari hemisfer kiri yang akan menimbulkan ekspresi wajah yang marah Paulus dkk, 2004. Namun demikian, peneliti lainnya menemukan bahwa amarah berkaitan dengan aktivasi korteks orbitofrontal kiri, korteks cingulate anterior kanan, dan daerah temporal anterior bilateral. Penemuan ini konsisten dengan aktivasi otak berkaitan dengan pelanggaran norma sosial yang melibatkan sistem yang sebelumnya ditemukan berkaitan dengan respon Universitas Sumatera Utara marah, yaitu korteks orbitofrontal lateral dan korteks prefrontal medial. Sebagai perbandingan, rasa bersalah yaitu emosi yang sering berkaitan dengan amarah akan meningkatkan aliran darah ke otak pada daerah paralimbik anterior, temporal anterior bilateral, girus cingulate anterior, korteks insular anterior kiri atau girus frontal inferior. Sebagai kesimpulan, ekspresi amarah melibatkan sistem saraf yang terdistribusi, dimana melibatkan limbik, para-limbik dan daerah kortikal. Namun lebih lanjut, belum diketahui secara pasti apakah sistem saraf yang tersebar ini terganggu pada individu yang bermasalah dalam hal amarah Paulus dkk, 2004. II.2. STROKE II.2.1. Definisi Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh iskemik atau perdarahan yang berlangsung 24 jam atau meninggal, tetapi tidak memiliki bukti yang cukup untuk diklasifikasikan Sacco dkk, 2013. Stroke iskemik adalah episode disfungsi neurologis yang disebabkan oleh infark fokal serebral, spinal dan infark retinal. Dimana infark susunan saraf pusat adalah kematian sel pada otak, medula spinalis, atau sel retina akibat iskemia, berdasarkan : - Patologi, pencitraan atau bukti objektif dari injury fokal iskemik pada serebral, medula spinalis atau retina pada suatu distribusi vaskular tertentu. Universitas Sumatera Utara - Atau bukti klinis dari injury fokal iskemk pada serebral, medula spinalis atau retina berdasarkan gejala yang bertahan ≥ 24 jam atau meninggal dan etiologi lainnya telah disingkirkan. Sacco dkk, 2013 Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis yang berkembang cepat yang disebabkan oleh kumpulan darah setempat pada parenkim otak atau sistem ventrikuler yang tidak disebabkan oleh adanya trauma Sacco dkk, 2013.

II.2.2. Epidemiologi

Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun Hacke dkk, 2003. Insiden stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia muda, namun tidak pada usia tua. Rasio insiden pria dan wanita adalah 1,25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1,50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1,07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0,76 pada kelompok usia diatas 85 tahun. Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4,8 juta penderita stroke yang bertahan hidup Goldstein dkk, 2006. Meskipun dapat mengenai semua usia, insiden stroke meningkat dengan bertambahnya usia dan terjadi lebih banyak pada wanita pada usia yang lebih muda tetapi tidak pada usia yang lebih tua. Perbandingan insidens pria dan wanita pada umur 55-64 tahun adalah 1,25; pada umur 65- 74 tahun adalah 1,50; 75-84 tahun adalah 1,07; dan pada umur ≥ 85 tahun adalah 0,76. Rosamond dkk, 2007 Universitas Sumatera Utara

II.2.3. Faktor Resiko