Resiko Kejadian Hipertensi Dan Stroke Berdasarkan Perbedaan Ekspresi Amarah (Anger-In, Anger-Out, Atau Anger-Control

(1)

RESIKO KEJADIAN HIPERTENSI DAN STROKE

BERDASARKAN PERBEDAAN EKSPRESI AMARAH

(

ANGER-IN, ANGER-OUT,

ATAU

ANGER-CONTROL

)

TESIS

Oleh

MARIA THESSARINA SITEPU

Nomor Register CHS : 19817

PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN USU /

RSUP.H. ADAM MALIK

MEDAN


(2)

RESIKO KEJADIAN HIPERTENSI DAN STROKE

BERDASARKAN PERBEDAAN EKSPRESI AMARAH

(

ANGER-IN, ANGER-OUT,

ATAU

ANGER-CONTROL

)

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Dokter Spesialis Saraf pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf pada

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

MARIA THESSARINA SITEPU Nomor Register CHS : 19817

PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN USU /

RSUP.H. ADAM MALIK

MEDAN


(3)

PERNYATAAN

RESIKO KEJADIAN HIPERTENSI DAN STROKE

BERDASARKAN PERBEDAAN EKSPRESI AMARAH

(

ANGER-IN, ANGER-OUT,

ATAU

ANGER-CONTROL

)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Mei 2014


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : RESIKO KEJADIAN HIPERTENSI DAN STROKE BERDASARKAN PERBEDAAN EKSPRESI AMARAH (ANGER-IN, ANGER-OUT, ATAU ANGER- CONTROL) Nama : Maria Thessarina Sitepu

Nomor Register CHS : 19817

Program Studi : Ilmu Penyakit Saraf Menyetujui Pembimbing I

NIP. 19660524 199203 1 002 dr. Aldy S. Rambe, SpS(K)

Pembimbing II Pembimbing III

dr. Cut Aria Arina, Sp.S dr. Iskandar Nasution, Sp.S, FINS NIP. 19771020 200212 2 001 NIP. 19690110 199903 1 002

Mengetahui / mengesahkan

Ketua Departemen Studi / SMF Ketua Program Studi / SMF Ilmu Penyakit Saraf Ilmu Penyakit Saraf

FK-USU/ RSUP HAM Medan FK-USU/ RSUP HAM Medan

dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K)

NIP. 19530916 198203 1 003 NIP. 19530601 198103 1 004 dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K)


(5)

Telah diuji pada Tanggal: 6 Mei 2014

PANITIA TESIS

1. Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) 2. Prof. Dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K) 3. Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S

4. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K)

5. Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) (Penguji) 6. Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K)

7. Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K) 8. Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S 9. Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S 10. Dr. Cut Aria Arina, Sp.S 11. Dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S 12. Dr. Alfansuri Kadri, Sp.S 13. Dr. Aida Fitri, Sp.S

14. Dr. Irina Kemala Nasution, Sp.S 15. Dr. Haflin Soraya Hutagalung, Sp.S 16. Dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked(Neu), Sp.S 17. Dr. Iskandar Nasution, Sp.S, FINS


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala berkat, rahmat dan kasihNya yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan penulisan tesis akhir program studi ilmu penyakit saraf ini.

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan penyelesaian program studi pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya, kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), selaku Guru Besar Tetap Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H.Adam Malik Medan yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

3. Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K), Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara disaat penulis melakukan penelitian dan sebagai Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan saat tesis ini selesai disusun yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K), Ketua Program Studi Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara disaat penulis melakukan penelitian dan saat tesis ini selesai disusun yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K) dan dr. Cut Aria Arina,Sp.S, serta dr. Iskandar Nasution, Sp.S, FINS selaku pembimbing penulis yang dengan sepenuh hati


(7)

telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

6. Guru-guru penulis: Prof Dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K); dr. Darlan Djali Chan, Sp.S; dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K); dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S; dr. Arif Simatupang, Sp.S; dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S; dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S; dr. S. Irwansyah, Sp.S (alm); dr. Kiki M.Iqbal, Sp.S; dr.Alfansuri Kadri, Sp.S; dr. Aida Fitri, Sp.S; dr.Haflin Soraya Hutagalung, Sp.S, dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked(Neu), Sp.S; dr. RA Dwi Pujiastuti, M.Ked(Neu), Sp.S dan guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.

7. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.

8. Direktur Rumah Sakit Umum Ferdinand Lumban Tobing Sibolga yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang nyaman dan baik sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

9. DR. Ir. Erna Mutiara, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam pembuatan tesis ini.

10. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, teristimewa kepada teman–teman seangkatan (dr. Adikia Andreas Sitepu, dr. Neni Nurchalida, dr. Lisbeth Meilina Sitanggang, dr. Siska Imelda Tambunan, dr. Azwita Effrina Hasibuan), yang banyak memberikan masukan berharga kepada penulis melalui diskusi-diskusi kritis dalam berbagai pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.

11. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.


(8)

12. Semua pasien yang berobat ke Departemen Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU FL. Tobing Sibolga yang telah bersedia berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini.

13. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada kedua orang tua saya, dr. Ngg. Sitepu dan Adelina br Ginting yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang, dan senantiasa memberi dukungan moril dan materi, bimbingan dan nasehat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan ini sampai selesai. 14. Ucapan terima kasih kepada kedua Bapak/Ibu mertua saya, Drs. S.J. Tarigan

dan Purnama br Purba, yang selalu memberikan dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.

15. Teristimewa kepada suamiku tercinta Rudy H. Tarigan, BA, MIB yang selalu dengan sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka, saya ucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya.

16. Kepada seluruh keluarga yang senantiasa membantu, memberi dorongan, pengertian, kasih sayang dan doa dalam menyelesaikan pendidikan ini, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

17. Kepada semua rekan dan sahabat yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmat dan kasihnya kepada kita semua. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita penulis. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2014


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : dr. Maria Thessarina Sitepu Tempat / tanggal lahir : Kabanjahe, 5 Januari 1985 Agama : Katolik

Nama Ayah : dr. Ngguntur Sitepu Nama Ibu : Adelina br Ginting

Nama Suami : Rudy Hartanta Tarigan, BA, MIB Riwayat Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD. St. Yoseph Kabanjahe tamat tahun 1997.

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Santa Maria Kabanjahe tamat tahun 2000. 3. Sekolah Menengah Umum di SMU. Negeri 1 Medan tamat tahun 2003.

4. Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara tamat tahun 2008. Riwayat Pekerjaan

Juni – Desember 2008 : Dokter Jaga di RSU Prof. Boloni Medan Tahun 2009 – 2010 : Dokter honorer full timer di RS Laras PTPN IV


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

DAFTAR ISI i

DAFTAR SINGKATAN v

DAFTAR ISTILAH/LAMBANG vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

ABSTRAK x

ABSRACT xi

BAB I. PENDAHULUAN 1

I.1. Latar Belakang 1

I.2. Perumusan Masalah 6

I.3. Tujuan Penulisan 7

I.3.1. Tujuan Umum 7

I.3.2. Tujuan Khusus 7

I.4. Hipotesis 8

I.5. Manfaat Penelitian 8

I.5.1. Manfaat Penelitian untuk Peneliti 8

I.5.2. Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan 8

I.5.3. Manfaat Penelitian untuk Masyarakat 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 10

II.1. AMARAH 10

II.1.1. Definisi amarah (anger) 10

II.1.2. Ekspresi Amarah 10

II.1.3. Neurobiologi Anger 13

II.2. STROKE 15

II.2.1. Definisi 15

II.2.2. Epidemiologi 16

II.2.3. Faktor Resiko 17

II.2.4. Klasifikasi 18

II.2.5. Patofisiologi 20

II.3. HIPERTENSI 21

II.3.1 Definisi 24

II.3.2. Klasifikasi 24

II.3.3. Epidemiologi 25

II.3.4. Etiologi 26

II.3.5. Patofisiologi 26

II.4. EKSPRESI AMARAH DAN HIPERTENSI 28

II.4.1. The Hypothalamic-Pituitary-Adrenocortical Axis 31


(11)

II.5. EKSPRESI AMARAH DAN STROKE 36

II.6. KERANGKA TEORI 38

II.7. KERANGKA KONSEP 39

BAB III. METODE PENELITIAN 40

III.1. TEMPAT DAN WAKTU 40

III.2. SUBJEK PENELITIAN 40

III.2.1. Populasi Sasaran 40

III.2.2. Populasi Terjangkau 40

III.2.3. Besar Sampel 41

III.2.4. Kriteria Inklusi Kelompok Kasus Hipertensi 42

III.2.5. Kriteria Inklusi Kelompok Kasus Stroke dengan Hipertensi 42

III.2.6. Kriteria Inklusi Kelompok Kasus Stroke tanpa Hipertensi 43

III.2.7. Kriteria Inklusi Kelompok Kontrol 43

III.2.8. Kriteria Eksklusi Kelompok Kasus dan Kontrol 44

III.3. BATASAN OPERASIONAL 44

III.4. INSTRUMEN PENELITIAN 47

III.4.1. Spielberger Trait Anger Expression Scale (STAXI) 47

III.4.2. Computed Tomography (CT) Scan 50

III.5. RANCANGAN PENELITIAN 51

III.6. PELAKSANAAN PENELITIAN 51

III.6.1. Instrumen 51

III.6.2. Pengambilan Sampel 52

III.6.3. Kerangka Operasional 53

III.6.4. Variabel yang diamati 54

III.6.5. Analisa Statistik 54

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 56

IV.1. HASIL PENELITIAN 56

IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian 56

IV.1.2. Besar Resiko Ekspresi Amarah terhadap Kejadian Hipertensi 68

IV.1.2.1. Besar Resiko Ekspresi Amarah Anger-In terhadap Kejadian Hipertensi 68

IV.1.2.2. Besar Resiko Ekspresi Amarah Anger-Out terhadap Kejadian Hipertensi 69

IV.1.2.3. Besar Resiko Ekspresi Amarah Anger-Control terhadap Kejadian Hipertensi 70

IV.1.3. Besar Resiko Ekspresi Amarah terhadap Kejadian Stroke tanpa Hipertensi 70 IV.1.3.1. Besar Resiko Ekspresi Amarah Anger-In


(12)

terhadap Kejadian Stroke tanpa Hipertensi 70

IV.1.3.2. Besar Resiko Ekspresi Amarah Anger-Out terhadap Kejadian Stroke tanpa Hipertensi 72

IV.1.3.3. Besar Resiko Ekspresi Amarah Anger-Control terhadap Kejadian Stroke tanpa Hipertensi 72

IV.1.4. Besar Resiko Ekspresi Amarah terhadap Kejadian Stroke dengan Hipertensi 73

IV.1.4.1. Besar Resiko Ekspresi Amarah Anger-In dengan Kejadian Stroke dengan Hipertensi 73

IV.1.4.2. Besar Resiko Ekspresi Amarah Anger-Out dengan Kejadian Stroke dengan Hipertensi 75

IV.1.4.3. Besar Resiko Ekspresi Amarah Anger-Control dengan Kejadian Stroke dengan Hipertensi 75

IV.2.2 PEMBAHASAN 76

IV.2.1. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian 77

IV.2.1.1. Karakteristik Demografi Penderita Hipertensi berdasarkan Ekspresi Amarah 77

IV.2.1.2. Karakteristik Demografi Penderita Stroke dengan Hipertensi berdasarkan Ekspresi Amarah 78

IV.2.1.3. Karakteristik Demografi Penderita Stroke tanpa Hipertensi berdasarkan Ekspresi Amarah 79

IV.2.2. Besar Resiko Kejadian Hipertensi Berdasarkan Perbedaan Ekspresi Amarah (Anger-In, Anger-Out, dan Anger-Control) 81

IV.2.3. Besar Resiko Kejadian Stroke dengan Hipertensi Berdasarkan Perbedaan Ekspresi Amarah (Anger-In, Anger-Out, dan Anger-Control) 83

IV.2.4. Besar Resiko Kejadian Stroke tanpa Hipertensi Berdasarkan Perbedaan Ekspresi Amarah (Anger-In, Anger-Out, dan Anger-Control) 85

IV.2.5. Keterbatasan Penelitian 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 88

V.1. KESIMPULAN 88

V.2. SARAN 90

DAFTAR PUSTAKA 91 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR SINGKATAN

ACTH : adrenocorticotropic hormone

ARIC : Atherosclerosis Risk in Communities

ASNA : ASEAN Neurological Association

AVP : Arginine Vasopressin

CI : Confidence Interval

CRF : corticotropin-releasing factor

CT : Computed Tomography

dkk : dan kawan kawan

FK USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara HPA : Hypothalamic-Pituitary-Adrenocortical

HR : Hazard Ratio

IMT : intimal-medial thickness

JNC : Joint National Committee

LACI : Lacunar Infarct

NCCT : Non-Contrast Computed Tomography

OR : Odds Ratio

PACI : Partial Anterior Circulation Infarct

POCI : Posterior Circulation Infarct

POMC : proopiomelanocortin RH : Relative Hazard

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat SD : Standar Deviasi

TACI : Total Anterior Circulation Infarct

TD : Tekanan darah

TIA : Transient Ischemic Attack

TOAST : Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment

t-PA : tissue-type Plasminogen Activator


(14)

DAFTAR ISTILAH / LAMBANG

α : alfa

β : beta

n : Besar sampel p : Tingkat kemaknaan

Zα : Nilai baku normal berdasarkan nilai α (0,05) yang telah ditentukan  1,96

Zβ : Nilai baku berdasarkan nilai β (0,20) yang ditentukan oleh peneliti  0,842


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Kriteria

The Seventh Joint National Committee (JNC VII) 25 Tabel 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas STAXI 50 Tabel 3. Karakteristik demografi subjek penelitian kelompok

kasus hipertensi dengan kelompok kontrol 59 Tabel 4. Karakteristik demografi subjek penelitian kelompok

kasus stroke dengan hipertensi dengan kelompok

kontrol 60

Tabel 5. Karakteristik demografi subjek penelitian kelompok

kasus stroke tanpa hipertensi dengan kelompok kontrol 61 Tabel 6. Karakteristik demografi subjek penelitian penderita

hipertensi berdasarkan ekspresi amarah 63 Tabel 7. Karakteristik demografi subjek penelitian penderita

stroke tanpa hipertensi berdasarkan ekspresi amarah 65 Tabel 8. Karakteristik demografi subjek penelitian penderita

stroke dengan hipertensi berdasarkan ekspresi amarah 67 Tabel 9. Besar Resiko (OR) Ekspresi Amarah terhadap

Kejadian Hipertensi 68 Tabel 10. Besar Resiko (OR) Ekspresi Amarah Anger-Control

dengan Kejadian Hipertensi 70 Tabel 11. Besar Resiko (OR) Ekspresi Amarah terhadap

Kejadian Stroke tanpa Hipertensi 71 Tabel 12. Besar Resiko (OR) Ekspresi Amarah Anger-Control

terhadap Kejadian Stroke tanpa Hipertensi 73 Tabel 13. Besar Resiko (OR) Ekspresi Amarah

terhadap Kejadian Stroke dengan Hipertensi 74 Tabel 14. Besar Resiko (OR) Ekspresi Amarah Anger-Control


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram hypothalamic-pituitary-adrenocortical axis 32 Gambar 2. Grafik Besar Resiko (OR) Ekspresi Amarah terhadap

Kejadian Hipertensi 69 Gambar 3. Grafik Besar Resiko (OR) Ekspresi Amarah terhadap

Kejadian Stroke tanpa Hipertensi 71 Gambar 4. Grafik Besar Resiko (OR) Ekspresi Amarah terhadap


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN LAMPIRAN 2 PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

LAMPIRAN 3 LEMBAR PENGUMPULAN DATA LAMPIRAN 4 Spielberger Trait Anger Expression Scale

LAMPIRAN 5 Surat Komite Etik Bidang Kesehatan LAMPIRAN 6 Data Dasar Penelitian


(18)

ABSTRAK

Latar Belakang : Ekspresi amarah merupakan salah satu dimensi dari amarah yang mungkin berkaitan dengan hipertensi dan stroke. Sampai saat ini masih sedikit penelitian yang mengevaluasi hubungan antara ekspresi amarah dengan resiko kejadian hipertensi dan stroke. Penelitian ini secara retrospektif meneliti besar resiko kejadian hipertensi dan stroke berdasarkan perbedaan ekspresi amarah. Metode : Penelitian ini merupakan studi kasus kontrol pada 104 pasien, yang diambil dari januari 2014 hingga April 2014. Terdapat empat kelompok dalam studi ini, yaitu tiga kelompok kasus dan satu kelompok kontrol. Kelompok kasus merupakan pasien dengan hipertensi, stroke dengan hipertensi dan stroke tanpa hipertensi. Kelompok kontrol merupakan pasien yang tidak menderita stroke maupun hipertensi, yang disesuaikan berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pada kelompok kasus maupun kontrol diwawancara mengenai jenis ekspresi amarahnya menggunakan pertanyaan yang terstruktur. Data dianalisa menggunakan menggunakan uji regresi logistik kondisional. Hubungan dinyatakan sebagai OR (odds ratio) dengan confidence interval (CI) 95%.

Hasil : Jumlah total adalah 104 subjek yang memenuhi kriteria, masing-masing kelompok terdiri dari 26 pasien. Laki-laki memiliki jumlah yang sama dengan perempuan, masing-masing berjumlah 13 orang. Besar resiko kejadian hipertensi meningkat baik pada penderita dengan ekspresi anger-in maupun anger-out, namun hal ini bersifat tidak signifikan, dengan nilai berturut-turut adalah OR 2,44 (95% CI 0,572-10,450) dan OR 2,44 (95% CI 0,655-9,130), bila dibandingkan dengan anger-control. Besar resiko kejadian stroke dengan hipertensi secara signifikan berhubungan dengan ekspresi amarah anger-in maupun anger-out dengan nilai berturut-turut OR 5,5 (95% CI 0,065-28,416) and OR 5,7 (95% CI 1,239-26,256), bila dibandingkan dengan anger-control. Besar resiko kejadian stroke tanpa hipertensi secara signifikan meningkat pada penderita dengan ekspresi anger-in

dibandingkan dengan anger-control (OR 5,13; 95% CI 1,234-21,356.

Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan bahwa anger-in dan anger-out

meningkatkan resiko kejadian hipertensi, namun tidak signifikan. Ekspresi anger-in

dan anger-out secara signifikan meningkatkan resiko kejadian stroke dengan hipertensi. Ekspresi anger-in secara signifikan meningkatkan resiko kejadian stroke tanpa hipertensi.


(19)

ABSTRACT

Background: Anger expression is a dimension of anger that may be strongly related to hypertension and stroke. To date few studies have evaluated the relationship between anger expression with the risk of hypertension and stroke. This study retrospectively examined the risk of hypertension and stroke based on anger expression style.

Methods : This was a case control study of 104 patients, conducted from January 2014 to April 2014. There were 4 groups in this study, three case groups and one control group. Case groups were patients with hypertension, stroke with hypertension and stroke without hypertension. Control subjects were patients other than hypertension and stroke, matching individually based on age and gender. Both case and control subjects were asked about anger expression style using a structured questionnaire. Data were analyzed with conditional logistic regression. Associations are presented as odds ratio (OR) with 95% confidence intervals (CI). Results : A total of 104 subjects were eligible, each group consisted of 26 subjects. Men were the same number as women, 13 (50%) for each gender. Odds ratio for hypertension were increased with both anger-in and anger-out, but not significantly, with OR 2,44 (95% CI 0,572-10,450) and OR 2,44 (95% CI 0,655-9,130), respectively, if compared with anger-control. Odds ratio for stroke with hypertension were significantly associated with anger-in and anger-out with OR 5,5 (95% CI 0,065-28,416) and OR 5,7 (95% CI 1,239-26,256), respectively, if compared with anger-control. Odds ratio for stroke without hypertension were significantly associated with anger-in if compared with anger-control (OR 5,13; 95% CI 1,234-21,356).

Conclusion : This study showed that anger-in and anger-out increased the risk of hypertension, but not significantly. Anger-in and anger-out was significantly increasing the risk of stroke with hypertension. Anger-in was significantly increasing the risk of stroke without hypertension.

Keywords : hypertension, stroke, anger expression, in, out, anger-control


(20)

ABSTRAK

Latar Belakang : Ekspresi amarah merupakan salah satu dimensi dari amarah yang mungkin berkaitan dengan hipertensi dan stroke. Sampai saat ini masih sedikit penelitian yang mengevaluasi hubungan antara ekspresi amarah dengan resiko kejadian hipertensi dan stroke. Penelitian ini secara retrospektif meneliti besar resiko kejadian hipertensi dan stroke berdasarkan perbedaan ekspresi amarah. Metode : Penelitian ini merupakan studi kasus kontrol pada 104 pasien, yang diambil dari januari 2014 hingga April 2014. Terdapat empat kelompok dalam studi ini, yaitu tiga kelompok kasus dan satu kelompok kontrol. Kelompok kasus merupakan pasien dengan hipertensi, stroke dengan hipertensi dan stroke tanpa hipertensi. Kelompok kontrol merupakan pasien yang tidak menderita stroke maupun hipertensi, yang disesuaikan berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pada kelompok kasus maupun kontrol diwawancara mengenai jenis ekspresi amarahnya menggunakan pertanyaan yang terstruktur. Data dianalisa menggunakan menggunakan uji regresi logistik kondisional. Hubungan dinyatakan sebagai OR (odds ratio) dengan confidence interval (CI) 95%.

Hasil : Jumlah total adalah 104 subjek yang memenuhi kriteria, masing-masing kelompok terdiri dari 26 pasien. Laki-laki memiliki jumlah yang sama dengan perempuan, masing-masing berjumlah 13 orang. Besar resiko kejadian hipertensi meningkat baik pada penderita dengan ekspresi anger-in maupun anger-out, namun hal ini bersifat tidak signifikan, dengan nilai berturut-turut adalah OR 2,44 (95% CI 0,572-10,450) dan OR 2,44 (95% CI 0,655-9,130), bila dibandingkan dengan anger-control. Besar resiko kejadian stroke dengan hipertensi secara signifikan berhubungan dengan ekspresi amarah anger-in maupun anger-out dengan nilai berturut-turut OR 5,5 (95% CI 0,065-28,416) and OR 5,7 (95% CI 1,239-26,256), bila dibandingkan dengan anger-control. Besar resiko kejadian stroke tanpa hipertensi secara signifikan meningkat pada penderita dengan ekspresi anger-in

dibandingkan dengan anger-control (OR 5,13; 95% CI 1,234-21,356.

Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan bahwa anger-in dan anger-out

meningkatkan resiko kejadian hipertensi, namun tidak signifikan. Ekspresi anger-in

dan anger-out secara signifikan meningkatkan resiko kejadian stroke dengan hipertensi. Ekspresi anger-in secara signifikan meningkatkan resiko kejadian stroke tanpa hipertensi.


(21)

ABSTRACT

Background: Anger expression is a dimension of anger that may be strongly related to hypertension and stroke. To date few studies have evaluated the relationship between anger expression with the risk of hypertension and stroke. This study retrospectively examined the risk of hypertension and stroke based on anger expression style.

Methods : This was a case control study of 104 patients, conducted from January 2014 to April 2014. There were 4 groups in this study, three case groups and one control group. Case groups were patients with hypertension, stroke with hypertension and stroke without hypertension. Control subjects were patients other than hypertension and stroke, matching individually based on age and gender. Both case and control subjects were asked about anger expression style using a structured questionnaire. Data were analyzed with conditional logistic regression. Associations are presented as odds ratio (OR) with 95% confidence intervals (CI). Results : A total of 104 subjects were eligible, each group consisted of 26 subjects. Men were the same number as women, 13 (50%) for each gender. Odds ratio for hypertension were increased with both anger-in and anger-out, but not significantly, with OR 2,44 (95% CI 0,572-10,450) and OR 2,44 (95% CI 0,655-9,130), respectively, if compared with anger-control. Odds ratio for stroke with hypertension were significantly associated with anger-in and anger-out with OR 5,5 (95% CI 0,065-28,416) and OR 5,7 (95% CI 1,239-26,256), respectively, if compared with anger-control. Odds ratio for stroke without hypertension were significantly associated with anger-in if compared with anger-control (OR 5,13; 95% CI 1,234-21,356).

Conclusion : This study showed that anger-in and anger-out increased the risk of hypertension, but not significantly. Anger-in and anger-out was significantly increasing the risk of stroke with hypertension. Anger-in was significantly increasing the risk of stroke without hypertension.

Keywords : hypertension, stroke, anger expression, in, out, anger-control


(22)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit jantung, kanker dan stroke menggantikan penyakit menular dan malnutrisi sebagai penyebab kematian dan disabilitas. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian tertinggi adalah penyakit kardiovaskular (31,9%) termasuk hipertensi (6,8%) dan stroke (15,4%). Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi (Rahajeng, 2009).

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke diperkirakan menjadi 1 dari 16 penyebab kematian di Amerika Serikat pada tahun 2004. Setiap tahun sekitar 700.000 orang mengalami serangan stroke baru maupun berulang. Kira-kira 500.000 merupakan serangan pertama dan 200.000 merupakan serangan berulang. Dan dari seluruh kasus stroke, sekitar 87% merupakan stroke iskemik dan sisanya merupakan perdarahan. (Hacke dkk, 2003; Rosamond dkk, 2007)

Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia, pada penderita stroke akut yang dirawat di rumah sakit, dan dilakukan survei mengenai faktor-faktor resiko, lama perawatan, mortalitas dan morbiditasnya. Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil


(23)

usia di bawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7% dan di atas usia 65 tahun 33,5%. (Misbach, 2007)

Amarah (anger) merupakan emosi yang dapat memberikan konsekuensi besar dalam hal kesehatan berdasarkan kompleksitas sirkuit neuron. Beberapa penelitian yang dilakukan pada akhir tahun 1970-an yang mencari hubungan antara derajat amarah dengan hipertensi menemukan bahwa pengaruh amarah khususnya terlihat sebagai tekanan darah yang labil. Dibandingkan dengan individu yang jarang marah, orang yang dengan tingkat amarah yang tinggi menunjukkan tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih tinggi. Bahkan pada anak-anak, analisis multivariat menunjukkan tingkat amarah berkorelasi positif dengan tekanan darah (Paulus dkk, 2004).

Individu yang mengeluarkan ekspresi amarahnya menunjukkan tekanan darah diastolik yang tinggi, berbeda dengan individu yang menahan rasa amarahnya (p<0,04) (Suchday and Larkin, 2001). Penelitian oleh Ohira, dkk pada tahun 2000 di Jepang menunjukkan adanya hubungan terbalik yang signifikan antara anger-out dengan tekanan darah sistolik pada pekerja pria. Sebagai kesimpulan, penelitian tersebut menyatakan pekerja pria di Jepang yang tidak mengekspresikan amarahnya memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mengalami hipertensi (Ohira dkk, 2000).

Pada satu studi meta-analisis yang meneliti tekanan darah, ekspresi amarah berhubungan positif dengan tekanan darah sistolik (Schum dkk, 2003), dan pengamatan belakangan ini menunjukkan adanya hubungan antara ekspresi amarah dengan terjadinya hipertensi esensial (Jorgensen dkk, 1996).


(24)

Everson dkk pada tahun 1998 melakukan penelitian yang mencari hubungan antara ekspresi amarah dengan kejadian hipertensi, didapatkan bahwa pria yang sering mengeluarkan ekspresi amarahnya memiliki lebih dari 2,5 kali resiko lebih tinggi untuk mengalami hipertensi (OR = 2.61, 95% CI 1.38-4.97; p<0,003) bila dibandingkan dengan pria yang tidak menunjukkan ekspresi amarahnya setelah dilakukan penyesuaian terhadap usia dan faktor resiko lainnya.

Everson dkk (1998) meneliti hubungan antara jenis ekspresi amarah dan insiden hipertensi pada populasi berjumlah 537 pria dengan keadaan normotensi pada awalnya. Ekspresi amarah diukur menggunakan

Spielberger’s Anger-out and Anger-in scales. Hasil dari empat tahun pengamatan dan menggunakan analisis regresi dengan penyesuaian terhadap usia, menunjukkan bahwa peningkatan satu poin pada skor anger-out akan meningkatkan 12% besar resiko terjadinya hipertensi. Selain itu, peningkatan satu poin pada skor anger-in juga berkaitan dengan 12% peningkatan resiko terjadinya hipertensi. Hasil tersebut membuktikan adanya hubungan antara jenis ekspresi amarah dengan resiko terjadinya hipertensi sehingga menunjukkan bahwa skor anger-in dan anger-out yang tinggi dapat menjadi faktor resiko terjadinya hipertensi (Everson dkk, 1998).

Namun demikian, beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda. Dimana ekspresi amarah yang rendah berhubungan dengan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular (Suls and Wan, 1993), dan menekan ekspresi amarah (anger-in) berkaitan dengan tingginya tekanan


(25)

darah dan terjadinya aterosklerosis (Everson dkk, 1998; Matthews dkk, 1998).

Amarah dapat memberikan efek negatif terhadap kesehatan fisik, sebagian besar merupakan penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular atau stroke. Walaupun data epidemiologi dan penelitian klinis menunjukkan adanya hubungan yang positif antara amarah dengan penyakit kardiovaskular, sedikit data yang ada menjelaskan kaitannya dengan stroke (Williams dkk, 2002).

Adler dkk pada suatu penelitian retrospektif, melaporkan bahwa pada subjek penelitiannya, stroke sebagian besar didahului oleh keadaan yang cenderung negatif, terutama keputusasaan dan amarah. Sama halnya dengan Gianturco dkk, melaporkan bahwa bila dibandingkan dengan subjek kontrol yang diopname, sebagian besar penderita stroke baru saja mengekspresikan amarahnya keluar sesaat sebelum mendapatkan serangan stroke. Walaupun laporan penuh dari Framingham Heart Study tidak didapat, dari abstrak disimpulkan bahwa insiden stroke dalam 10 tahun penelitian berhubungan signifikan dengan amarah pada wanita dan secara garis besar berkaitan dengan amarah pada pria, namun hubungan ini secara statistik tidak signifikan setelah penyesuaian terhadap faktor resiko. (Williams dkk, 2002)

Beberapa penelitian saat ini menunjukkan hubungan yang sangat signifikan antara amarah dengan kejadian stroke. Contohnya adalah orang yang mengekspresikan amarahnya bila dibandingkan dengan orang yang menahan rasa amarahnya memiliki resiko dua kali lebih besar untuk


(26)

mengalami stroke (RH 2,03; 95% CI, 1,05-3,94) setelah menyesuaikan terhadap beberapa faktor seperti usia, merokok, kadar profil lipid, riwayat diabetes dan hipertensi. Analisis tambahan menunjukkan bahwa hubungan ini terutama terdapat pada orang yang memiliki riwayat penyakit jantung iskemik. Pada individu tersebut, amarah yang diekspresikan keluar dapat memprediksi lebih dari enam kali peningkatan resiko terjadinya stroke (RH 6,87; 95% CI, 1,50-31,4) setelah penyesuaian terhadap beberapa faktor resiko. Pada penelitian lain, orang dengan usia kurang dari 60 tahun dengan karakter yang mudah marah berkaitan dengan tiga kali peningkatan resiko terjadinya stroke hemoragik dan iskemik bila dibandingkan dengan orang dengan karakter yang tidak mudah marah. Selain itu, amarah juga dapat menjadi konsekuensi dari stroke. Khususnya, ketidakmampuan untuk mengontrol amarah atau agresi sangat berkaitan dengan lesi pada daerah frontal-lentikulokapsular-pontin. (Everson dkk, 1999; Kim JS, 2002; Paulus dkk, 2004). Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Angerer dkk pada tahun 2000, didapatkan bahwa orang dengan ekspresi amarah anger-out beresiko tiga kali lebih tinggi mengalami stroke dibandingkan dengan orang yang jarang menunjukkan amarahnya dengan nilai OR 3,19 (95% CI 2,5-16,6) (Angerer dkk, 2000).

Eng dkk (2003) yang meneliti tentang hubungan skor anger-out

dengan resiko kejadian stroke melaporkan bahwa dari hasil penelitian kohort selama 2 tahun (1996-1998) pada subjek pria sehat dengan usia 50-85 tahun tanpa riwayat penyakit kardiovaskular, didapatkan bahwa subjek dengan skor anger-out yang tinggi pada Spielberger anger-out scale hanya


(27)

setengahnya mengalami stroke (RR 0,56; 95% CI 0,32-0,97) dalam 2 tahun pengamatan bila dibandingkan dengan subjek yang skor anger-out nya lebih rendah setelah disesuaikan terhadap faktor resiko yang ada. Disimpulkan bahwa ekspresi amarah berhubungan terbalik dengan besar resiko terjadinya stroke.

Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Everson dkk (1999) didapatkan bahwa anger-in dan anger-control tidak berhubungan dengan resiko terjadinya stroke.

I.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti yang telah dirumuskan di atas dirumuskan masalah sebagai berikut :

Bagaimanakah besar resiko kejadian hipertensi dan stroke berdasarkan perbedaan ekspresi amarah (anger-in, anger-out, atau

anger-control) ?

I.3. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan :

I.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui besar kejadian hipertensi dan stroke berdasarkan perbedaan ekspresi amarah (anger-in, anger-out, atau anger-control).

I.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui besar resiko kejadian hipertensi pada individu dengan ekspresi amarah anger-in.


(28)

2. Untuk mengetahui besar resiko kejadian hipertensi pada individu dengan ekspresi amarah anger-out.

3. Untuk mengetahui besar resiko kejadian hipertensi pada individu dengan ekspresi amarah anger-control.

4. Untuk mengetahui besar resiko kejadian stroke (dengan atau tanpa hipertensi) pada individu dengan ekspresi amarah anger-in.

5. Untuk mengetahui besar resiko kejadian stroke (dengan atau tanpa hipertensi) pada individu dengan ekspresi amarah anger-out .

6. Untuk mengetahui besar resiko kejadian stroke (dengan atau tanpa hipertensi) pada individu dengan ekspresi amarah anger-control.

7. Untuk mengetahui karakteristik demografi penderita hipertensi dan stroke.

8. Untuk mengetahui karakteristik demografi penderita hipertensi berdasarkan ekspresi amarah.

9. Untuk mengetahui karakteristik demografi penderita stroke berdasarkan ekspresi amarah.

I.4. HIPOTESIS

Ada hubungan antara ekspresi amarah (anger-in, anger-out, dan


(29)

I.5. MANFAAT PENELITIAN

I.5.1. Manfaat Penelitian untuk Peneliti

Manfaat penelitian untuk peneliti adalah sebagai tugas dan persyaratan dalam pendidikan dokter spesialis ilmu penyakit saraf.

I.5.2. Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan

Dengan mengetahui adanya hubungan antara ekspresi amarah (anger-in, anger-out, dan anger-control) dengan kejadian hipertensi dan stroke, maka diketahui bahwa ekspresi amarah tertentu dapat meningkatkan resiko kejadian hipertensi dan stroke.

I.5.3. Manfaat Penelitian untuk Masyarakat

Dengan mengetahui adanya hubungan antara ekspresi amarah (anger-in, anger-out, dan anger-control) dengan kejadian hipertensi dan stroke, maka diharapkan kepada masyarakat agar dapat mengendalikan diri dalam hal ekspresi amarah dengan cara yang bijaksana, sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya hipertensi dan stroke.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. AMARAH

II.1.1. Definisi Amarah (Anger)

Menurut Spielberger (1999), amarah adalah keadaan psikobiologikal emosional yang pada umumnya disertai dengan ketegangan otot dan mengaktifkan sistem sistem saraf otonom dan neuroendokrin (Cayubit, 2013). Amarah merupakan reaksi emosional akut, yang dicetuskan oleh beberapa keadaan seperti adanya ancaman, agresi, terkekang, serangan verbal, kekecewaan atau kegagalan. Amarah merupakan keadaan emosi yang paling primitif, dialami pada seluruh tingkat usia, dan timbul secara teratur dalam kehidupan setiap orang dan merupakan keadaan emosi yang umum terjadi dalam keadaan inter-personal yang stressful. Menjadi marah diperkirakan adalah merupakan aksi agresif dan merasa marah diperkirakan merupakan kesadaran subjektif terhadap adanya impuls agresif. (Palaparthi & Rani, 2012)

Amarah merupakan emosi yang alami dan normal. Setiap orang mengalami sesuatu yang mereka tidak inginkan dan kekecewaan dapat menjadi cukup kuat untuk menyebabkan perasaan marah. Amarah juga merujuk pada keadaan emosi dengan intensitas yang bervariasi dari marah yang ringan (jengkel) hingga mengamuk. (Cayubit, 2013)


(31)

Cara alami untuk mengekspresikan amarah adalah dengan memberikan respon secara agresif. Namun para ahli percaya bahwa seseorang tidak dapat begitu saja menyerang atau mengekspresikan rasa amarahnya pada orang atau objek lain yang mengganggunya oleh karena adanya hukum, norma sosial dan tempat tertentu yang membatasi amarah seseorang untuk diekspresikan. Menurut Spielberger, ekspresi amarah terdiri dari tiga jenis, yaitu mengungkapkan keluar, menekan/menahan, dan mengontrol (meredakan). Ekspresi amarah keluar (anger-out) merefleksikan kecendrungan sifat agresif di sekitar orang lain. Tipe lain dari ekspresi amarah adalah menekan (anger-in), yaitu menyimpan rasa amarah atau mengabaikan atau menyangkalnya. Tetapi melakukan hal ini merupakan hal yang tidak sehat karena amarah dapat diarahkan ke dalam diri sendiri. Oleh karena itu, Spielberger merekomendasikan untuk mengubah rasa amarah tersebut dengan cara menahannya, memikirkannya dan kemudian memfokuskan pada sesuatu yang positif. Tujuannya adalah untuk mengubahnya menjadi sifat yang lebih membangun. Dan jenis ekspresi amarah yang terakhir adalah dimana seseorang dapat meredakan atau mengontrol rasa amarah baik keluar atau ke dalam dengan merelakskan dan membiarkan perasaan tersebut untuk surut. (Keskin dkk, 2011; Cayubit, 2013)

II.1.2. Ekspresi Amarah

Ekspresi amarah terbagi atas tiga jenis utama. Jenis pertama adalah ekspresi amarah yang dikeluarkan ke orang lain atau lingkungan luar ( anger-out). Jenis kedua adalah amarah yang diarahkan ke dalam, dimana


(32)

menahan atau menekan perasaan marah (anger-in). Individu yang berusaha mengontrol ekspresi amarah (anger-control) merupakan komponen ketiga dari ekspresi amarah (Howell dkk, 2007; Palaparthi & Rani, 2012). Komponen anger-out dan anger-in bukan berarti berada pada dua kutub yang berlawanan namun bersifat orthogonal dan keduanya berpotensi untuk terdapat pada individu yang sama (Stewart dkk, 2008).

Sebagai tambahan terhadap kepribadian, terdapat beberapa perbedaan pada reaksi amarah berdasarkan jenis kelamin. Dikatakan bahwa pria mengekspresikan rasa amarahnya relatif secara langsung tidak seperti wanita yang mengekspresikan amarahnya secara tidak langsung. Dimana perlakuan yang tidak adil, disalahkan akibat kesalahan orang lain, keegoisan, kritik lebih menyebabkan amarah pada wanita daripada pria, dan negative self-perception lebih meningkatkan rasa amarah pada pria (Keskin dkk, 2011).

Di lain pihak, dilaporkan bahwa reaksi amarah menurun dengan meningkatnya usia. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan pada kelompok dewasa muda dan remaja, dimana didapatkan bahwa reaksi dan sifat amarah meningkat dengan bertambahnya usia. Pada penelitian mengenai pengaruh pendidikan terhadap reaksi amarah, didapatkan bahwa individu dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki level amarah yang lebih rendah karena kondisi kognitif yang nyaman dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang lebih baik. (Keskin dkk, 2011)


(33)

II.1.3. Neurobiologi Anger

Hipotesis somatic marker yang diajukan oleh Damasio dan kolega merupakan konsep pendekatan yang berguna dalam memahami neurobiologi emosi pada umumnya, dan amarah pada khususnya. Kunci gagasan dalam hipotesa ini adalah sinyal petanda atau marker, dimana otak digambarkan/diwakilkan dalam bentuk body states, yang memiliki pengaruh penting dalam menentukan bagaimana respon seseorang terhadap stimulus dari luar. Pengaruhnya berbeda-beda, dimana beberapa terjadi secara terbuka atau secara sadar dan beberapa terjadi secara tersamar atau secara tidak sadar. Sinyal petanda ini berasal dari proses bioregulasi, misalnya mengatasi perbedaan informasi mengenai body state dari sistem saraf perifer dan otak kemudian menghasilkan dugaan terhadap keadaannya saat itu. Penanda tersebut disebut dengan somatik karena hubungannya dengan struktur keadaan tubuh (body-state) dan pengaturan bahkan ketika mereka tidak timbul pada tubuh secara tepat namun lebih kepada perwakilan gambaran otak melalui tubuh (Paulus dkk, 2004).

Beberapa peneliti berpendapat bahwa amarah dan agresi timbul akibat kesalahan dalam meregulasi emosi. Perhatian khusus telah diberikan pada korteks prefrontal, cingulate anterior, korteks parietal, dan amigdala sebagai bagian penting dari sirkuit yang mungkin terganggu pada orang dengan masalah yang berkaitan dengan amarah. Pada pengamatan saat ini berdasarkan literatur neuroimejing fungsional, korteks prefrontal medial ditemukan memiliki peranan yang penting dalam proses emosi. Dimana rasa takut secara khusus berkaitan dengan amigdala, dan kesedihan berkaitan


(34)

dengan aktivitas pada cingulate subkalosal. Emosi yang diinduksi oleh stimulus visual akan mengaktifkan korteks oksipital dan amigdala. Pada akhirnya, kebutuhan emosi berkaitan dengan keadaan kognitif melibatkan cingulate anterior dan insula. Dengan demikian, sirkuit yang terdiri dari amigdala, cingulate anterior dan insula mungkin merupakan struktur kunci dalam ekspresi amarah (Paulus dkk, 2004).

Amigdala berperan penting dalam mencetuskan pengetahuan terhadap adanya ancaman dan bahaya yang ditandai melalui ekspresi wajah.

Diantara berbagai emosi dasar, kerusakan amigdala akan mengganggu proses amarah dan rasa takut, karena amigdala secara khusus penting dalam merespon emosi-emosi tersebut. Misalnya amigdala bersama dengan daerah otak lainnya, membantu memberikan respon yang tepat terhadap sinyal bahaya melalui fungsi auditori. Selain amigdala, daerah korteks lainnya akan memodulasi naik turunnya ekspresi dari amarah. Dalam keadaan cemas maupun marah ditemukan adanya peningkatan aliran darah ke otak pada regio frontal inferior kiri dan temporal kiri. Beberapa peneliti menyatakan terdapat peran penting bagian posterior dari girus singuli kanan dan girus temporal medial dari hemisfer kiri yang akan menimbulkan ekspresi wajah yang marah (Paulus dkk, 2004).

Namun demikian, peneliti lainnya menemukan bahwa amarah berkaitan dengan aktivasi korteks orbitofrontal kiri, korteks cingulate anterior kanan, dan daerah temporal anterior bilateral. Penemuan ini konsisten dengan aktivasi otak berkaitan dengan pelanggaran norma sosial yang melibatkan sistem yang sebelumnya ditemukan berkaitan dengan respon


(35)

marah, yaitu korteks orbitofrontal lateral dan korteks prefrontal medial. Sebagai perbandingan, rasa bersalah yaitu emosi yang sering berkaitan dengan amarah akan meningkatkan aliran darah ke otak pada daerah paralimbik anterior, temporal anterior bilateral, girus cingulate anterior, korteks insular anterior kiri atau girus frontal inferior. Sebagai kesimpulan, ekspresi amarah melibatkan sistem saraf yang terdistribusi, dimana melibatkan limbik, para-limbik dan daerah kortikal. Namun lebih lanjut, belum diketahui secara pasti apakah sistem saraf yang tersebar ini terganggu pada individu yang bermasalah dalam hal amarah (Paulus dkk, 2004).

II.2. STROKE II.2.1. Definisi

Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh iskemik atau perdarahan yang berlangsung 24 jam atau meninggal, tetapi tidak memiliki bukti yang cukup untuk diklasifikasikan (Sacco dkk, 2013).

Stroke iskemik adalah episode disfungsi neurologis yang disebabkan oleh infark fokal serebral, spinal dan infark retinal. Dimana infark susunan saraf pusat adalah kematian sel pada otak, medula spinalis, atau sel retina akibat iskemia, berdasarkan :

- Patologi, pencitraan atau bukti objektif dari injury fokal iskemik pada serebral, medula spinalis atau retina pada suatu distribusi vaskular tertentu.


(36)

- Atau bukti klinis dari injury fokal iskemk pada serebral, medula spinalis atau retina berdasarkan gejala yang bertahan ≥ 24 jam atau meninggal dan etiologi lainnya telah disingkirkan. (Sacco dkk, 2013)

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis yang berkembang cepat yang disebabkan oleh kumpulan darah setempat pada parenkim otak atau sistem ventrikuler yang tidak disebabkan oleh adanya trauma (Sacco dkk, 2013).

II.2.2. Epidemiologi

Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Insiden stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia muda, namun tidak pada usia tua. Rasio insiden pria dan wanita adalah 1,25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1,50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1,07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0,76 pada kelompok usia diatas 85 tahun. Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4,8 juta penderita stroke yang bertahan hidup (Goldstein dkk, 2006).

Meskipun dapat mengenai semua usia, insiden stroke meningkat dengan bertambahnya usia dan terjadi lebih banyak pada wanita pada usia yang lebih muda tetapi tidak pada usia yang lebih tua. Perbandingan insidens pria dan wanita pada umur 55-64 tahun adalah 1,25; pada umur 65-74 tahun adalah 1,50; 75-84 tahun adalah 1,07; dan pada umur ≥ 85 tahun adalah 0,76. (Rosamond dkk, 2007)


(37)

II.2.3. Faktor Resiko

Faktor - faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (Sjahrir, 2003).

1. Non modifiable risk factors :

a. Usia

b. Jenis kelamin c. Keturunan / genetik 2. Modifiable risk factors a. Behavioral risk factors

1. Merokok

2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol,

low fruit diet

3. Alkoholik

4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoaguilansia, antiplatelet, obat kontrasepsi

b. Physiological risk factors

1. Penyakit hipertensi 2. Penyakit jantung 3. Diabetes mellitus

4.Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus 5. Gangguan ginjal

6. Kegemukan (obesitas)

7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan 8. Kelainan anatomi pembuluh darah


(38)

9. Dan lain-lain

II.2.4. Klasifikasi

Dasar klasifikasi yang berbeda – beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama (Misbach,1999)

I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya : 1. Stroke iskemik

a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Thrombosis serebri

c. Emboli serebri 2. Stroke Hemoragik

a. Perdarahan intraserebral b. Perdarahan subarachnoid

II. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu 1. Transient Ischemic Attack (TIA)

2. Stroke in evolution 3. Completed stroke

III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah 1. Sistem karotis

2. Sistem vertebrobasiler

IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007) : 1. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)

2. Total Anterior Circulation Infarct (TACI) 3. Lacunar Infarct (LACI)


(39)

4. Posterior Circulation Infarct (POCI)

V. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti TOAST (Sjahrir, 2003)

1. Aterosklerosis Arteri Besar

Gejala klinik dan penemuan imejing otak yang signifikan (>50%) stenosis atau oklusi arteri besar di otak atau cabang arteri di korteks disebabkan oleh proses aterosklerosis. Gambaran computed tomography (CT) scan kepala MRI menunjukkan adanya infark di kortikal, serebellum, batang otak, atau subkortikal yang berdiameter lebih dari 1,5 mm dan potensinya berasal dari aterosklerosis arteri besar.

2. Kardioembolisme

Oklusi arteri disebabkan oleh embolus dari jantung. Sumber embolus dari jantung terdiri dari :

a. Resiko tinggi

• Prostetik katub mekanik

• Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi

• Fibrilasi atrial (other than lone atrial fibrillation)

• Atrial kiri / atrial appendage thrombus

Sick sinus syndrome

• Miokard infark baru (<4 minggu) • Thrombus ventrikel kiri

• Kardiomiopati dilatasi

• Segmen ventricular kiri akinetik • Atrial myxoma


(40)

• Infeksi endokarditis b. Resiko sedang

• Prolapsus katub mitral • Kalsifikasi annulus mitral

• Mitral stenosis tanpa fibrilasi atrial • Turbulensi atrial kiri

• Aneurisma septal atrial • Paten foramen ovale • Atrial flutter

Lone atrial fibrillation

• Katub kardiak bioprostetik

• Trombotik endokarditis nonbacterial • Gagal jantung kongestif

• Segmen ventrikuler kiri hipokinetik • Miokard infark (> 4minggu, < 6 bulan) 3. Oklusi Arteri Kecil

Sering disebut juga infark lakunar, dimana pasien harus mempunya satu gejala klinis sindrom lakunar dan tidak mempunyai gejala gangguan disfungsi kortikal serebral. Pasien biasanya mempunyai gambaran CT Scan/MRI kepala normal atau infark lakunar dengan diameter <1,5 mm di daerah batang otak atau subkortikal.

4. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Menentukan a. Non-aterosklerosis Vaskulopati


(41)

• Inflamasi non infeksi • Infeksi

b. Kelainan Hematologi atau Koagulasi

5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Tidak Dapat Ditentukan

II.2.5. Patofisiologi

Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel – sel otak dan unsur–unsur pendukungnya (Misbach, 2007).

Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel – sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi– fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian. (Misbach, 2007)


(42)

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap, yaitu (Sjahrir, 2003):

Tahap 1 :

a. Penurunan aliran darah b. Pengurangan O

c. Kegagalan energi 2

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2 :

a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi Tahap 4 : Apoptosis

Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah infark otak, yaitu 20-30% dari semua stroke di Jepang dan Cina. Sedangkan di Asia Tenggara (ASEAN), pada penelitian stroke oleh Misbach (1997) menunjukkan stroke perdarahan sebesar 26%, terdiri dari lobus 10%, ganglionik 10%, serebellar 1%, batang otak 2% dan subarakhnoid 4%. (Misbach & Soertidewi, 2011)

Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya yaitu perdarahan intraserebral dan subarakhnoid. Sedangkan berdasarkan penyebabnya, perdarahan intraserebral dibagi menjadi perdarahan intraserebral primer dan sekunder. Perdarahan intraserebral primer (hipertensif) disebabkan oleh hipertensi kronis yang menyebabkan


(43)

vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder (bukan hipertensif) terjadi antara lain akibat anomali vaskular kongenital, koagulopati, atau obat anti koagulan. Diperkirakan hampir 50% penyebab perdarahan intraserebral adalah hipertensi kronis, 25% karena anomali kongenital dan sisanya adalah penyebab lain. (Misbach & Soertidewi, 2011)

Pada perdarahan intraserebral, pembuluh darah yang pecah terdapat di dalam otak atau massa pada otak, sedangkan pada perdarahan subarakhnoid, pembuluh darah yang pecah terdapat di ruang subarakhnoid, disekitar sirkulus arteriosus Willisi. Pecahnya pembuluh darah disebabkan oleh kerusakan dinding arteri (arteriosklerosis) atau karena kelainan kongenital atau trauma. (Misbach & Soertidewi, 2011)

II.3. HIPERTENSI II.3.1. Definisi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg (JNC VII, 2003; Shehata, 2010).

II.3.2. Klasifikasi

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

(JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Chobanian dkk, 2003).


(44)

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Kriteria The Seventh Joint National Committee (JNC VII).

Klasifikasi Tekanan Darah

Tekanan darah sistolik (mmHg)

Tekanan darah diastolik (mmHg)

Normal >120 dan < 80

Prahipertensi 120 – 139 atau 80-89

Hipertensi derajat I 140 – 159 atau 90-99

Hipertensi derajat II ≥ 160 atau ≥100

Dikutip dari : Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et al. 2003. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JAMA.

289;(19):2560-2572.

II.3.3. Epidemiologi

Hipertensi masih merupakan salah satu dari beberapa faktor resiko yang dapat dicegah terhadap timbulnya penyakit dan kematian (James dkk, 2013). Hipertensi telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawati dkk, 2007).


(45)

II.3.4. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.

1). Hipertensi esensial

Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan Resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 - 50 tahun (Braunwald, 2005).

2). Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain - lain (Braunwald, 2005).

II.3.5. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna


(46)

medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Braunwald, 2005).

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Braunwald, 2005)

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi (Braunwald, 2005).


(47)

II.4. EKSPRESI AMARAH DAN HIPERTENSI

Amarah diperkirakan dapat meningkatkan tekanan darah melalui efeknya pada sistem saraf simpatis (Meinginger dkk, 2004; Muller dkk, 2001). Episode ulangan dari amarah dapat menyebabkan keadaan kronis dari peningkatan tekanan darah atau hipertensi (Muller dkk, 2001). Beberapa peneliti telah menemukan adanya hubungan antara skor amarah dengan tekanan darah (Hauber dkk, 1998; Eng dkk, 2003).

Terdapat bukti yang kontroversial pada korelasi antara ekspresi amarah dengan tekanan darah saat ini. Beberapa peneliti mendapatkan bahwa amarah yang dikeluarkan dapat meningkatkan tekanan darah dan mengaktivasi sistem kardiovaskular, namun peneliti lainnya menemukan bahwa menekan rasa amarah justru dapat menginduksi peningkatan tekanan darah. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh variasi dalam konsep atau pengukuran yang menimbulkan hasil yang inkonsekuen. Amarah telah dikatakan dapat meningkatkan tekanan darah melalui pengaruh simpatis langsung dan episode yang berulang dari rasa marah dapat menyebabkan keadaan kronis dari peningkatan tekanan darah. Lebih lanjut, penelitian pada remaja didapatkan bahwa sifat amarah merupakan salah satu dari faktor psikologis yang berkaitan dengan peningkatan tekanan darah. Dimana ketika seorang yang sehat tidur (biasanya terjadi penurunan tekanan darah sebesar 10% dalam keadaan tidur), didapatkan bahwa amarah mencegah penurunan tekanan darah fisiologis tersebut (Shehata, 2010).

Secara sederhana, stres psikologikal atau emosional, seperti amarah, dapat menyebabkan impuls dilepaskan dari korteks serebri kemudian dikirim


(48)

melalui sistem limbik ke nukleus di hipotalamus dimana corticotropin-releasing factor (CRF) dan arginine vasopressin disintesa. Hormon CRF berjalan menuju kelenjar pituitari anterior yang kemudian memberi respon berupa pelepasan adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang kemudian menstimulasi korteks adrenal untuk memproduksi glukokortikosteroid. Glukokortikosteroid akan membebaskan katekolamin. Arginine vasopressin juga mengaktivasi sekresi ACTH dab dilepaskan oleh kelenjar pituitari posterior. Bersama dengan norepinefrin dan epinefrin yang dihasilkan oleh sistem saraf simpatis, bahan-bahan kimiawi tersebut merupakan hormon stres utama yang secara sistemik akan mengaktifkan sistem kardiovaskular. Stimulasi sistem saraf simpatis juga akan mengaktivasi aparatus juxtaglomerular di ginjal, sehingga merangsang respon dari sistem renin-angiotensin dimana timbul reaksi enzimatik yang selanjutnya terjadi vasokonstriksi sistemik dan peningkatan tekanan darah (Black & Garbutt, 2002).

Namun demikian, beberapa penelitian tidak mendukung adanya hubungan antara amarah dengan peningkatan tekanan darah. Hal ini mungkin disebabkan perbedaan secara individu seperti dalam hal reaksi fisiologikal, riwayat keluarga, ras dan jenis kelamin, tipe amarah tertentu, atau bagaimana seseorang mengatasi rasa amarah. Contohnya, bangsa Afrika Amerika bila dibandingkan dengan Kaukasia menunjukkan reaktivitas tekanan darah yang lebih lama terhadap amarah. Lebih lanjut pada subjek dengan riwayat orang tua dengan hipertensi, tekanan darah sistolik berkaitan dengan sifat mudah marah yang rendah, sedangkan pada orang dengan


(49)

riwayat orang tua tanpa hipertensi didapatkan tekanan darah sistolik berhubungan dengan sifat mudah marah (iritabilitas) yang tinggi (Paulus dkk, 2004).

Terdapat perkembangan yang signifikan pada penelitian klinis untuk menilai hubungan kardiovaskular dan neuroendokrin dengan regulasi emosi yang berkaitan dengan amarah. Penelitian tersebut menunjukkan bagaimana tipe ekspresi amarah tertentu mempengaruhi sistem saraf otonom dan fungsi neuroendokrin, khususnya yang berkaitan dengan respon stres pada individu yang berbeda (al’ Absi & Bongard, 2006).

Paparan berulang dan kronis terhadap amarah yang dicetuskan oleh keadaan stres dan ekspresi amarah secara terbuka sering berhubungan dengan stimulasi berulang terhadap HPA ( Hypothalamic-Pituitary-Adrenocortical) axis dan sistem sympatho-adrenomedullary. Sebagai tambahan, fungsinya dalam meregulasi respon adaptif ketika individu menghadapi keadaan emosional yang hebat, sistem ini akan berinteraksi secara bersama-sama (al’ Absi & Bongard, 2006).

II.4.I. The Hypothalamic-Pituitary-Adrenocortical Axis

Sistem ini melibatkan tiga struktur, yaitu hipotalamus, pituitari, dan korteks adrenal (Gambar 1). Aktivitas dari aksis ini diaktifkan oleh pelepasan CRF dari badan sel neuron pada nukleus paraventrikular hipotalamus. Pelepasan CRF menginisiasi kaskade aksis HPA. Hormon CRF berjalan menuju bagian anterior dari kelenjar pituitari, disana ia bekerja pada sel

corticotrope dan menstimulasi sintesis proopiomelanocortin (POMC), dan selanjutnya menyebabkan pelepasan ACTH dan β-endorphin menuju


(50)

sirkulasi sistemik. Selain CRF, vasopressin juga disintesa dan disekresikan di nukleus paraventrikular. Vasopressin juga berpartisipasi dalam menstimulasi pelepasan ACTH. Walaupun efek vasopressin lemah dalam mestimulasi sekresi ACTH, ketika dikombinasikan dengan CRF, vasopressin akan sangat meningkatkan pelepasan ACTH. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas aksis HPA sensitif terhadap pengaruh negative feedback dari glukokortikoid. Hormon ACTH berjalan melalui sirkulasi perifer untuk mencapai korteks adrenal sehingga menyebabkan sintesa dan pelepasan kortikosteroid, yang mana sebagian besar adalah kortisol pada manusia. Ketika dilepaskan ke sirkulasi, kortisol memberikan efek sentral dan perifer, seperti metabolik, imunitas dan kardiovaskular. Salah satu fungsi utamanya pada perifer adalah membuat cadangan energi untuk digunakan tubuh, dengan meningkatkan katabolisme protein dan glukoneogenesis, dan dengan menurunkan ambilan glukosa oleh sel sehingga menyebabkan peningkatan kadar asam amino dan glukosa pada plasma (al’ Absi & Bongard, 2006).


(51)

Gambar 1. Diagram hypothalamic-pituitary-adrenocortical axis.

Dikutip dari : al’ Absi M and Bongard S. Neuroendocrine and Behavioral Mechanisms Mediating the Relationship between Anger Expression and Cardiovascular Risk: Assessment Considerations and Improvements. Journal of Behavioral Medicine. 2006. 29;(6):573-91

Penelitian menunjukkan pengaruh kortisol yang signifikan secara luas pada fungsi sistem saraf pusat. Kortisol mempengaruhi kerja reseptor beta adrenergik dan oleh karena itu mengatur efek katekolamin yang akan berinteraksi dengan reseptor tersebut. Kortisol berperan penting dalam meregulasi sekresi hormonnya sendiri melalui efeknya pada pituitari, hipokampus, korteks frontal bagian medial dan amigdala sentral. Melalui ini, kortisol mempengaruhi pelepasan CRF, dan juga vasopressin. Kortisol juga


(52)

menurunkan sekresi ACTH dan POMC dari kelenjar pituitari (al’ Absi & Bongard, 2006).

Peningkatan kortisol dalam respon terhadap stres psikologis penting dalam memulihkan aktivasi imun yang diinduksi oleh stres. Hal ini konsisten dengan hipotesis yang menyatakan bahwa aktivitas glukokortikosteroid akibat stres akan membantu membatasi aktivasi sitokin dan fungsi imunitas lainnya yang reaktif terhadap stres. Mekanisme ini akan mencegah timbulnya efek negatif yang dapat dihasilkan oleh respon imun yang tidak terkendali. Walaupun respon kortisol terhadap stres akut memiliki efek pertahanan yang baik, peningkatan kortisol yang persisten akan menyebabkan beberapa efek terhadap metabolik dan sistem kardiovaskular. Oleh karena itu sangat mungkin bahwa keadaan kortisol tinggi yang disebabkan oleh paparan yang berulang kali akan menyebabkan peningkatan kadar hormon ini pada keadaan stres emosional akut menjadi faktor resiko terhadap berbagai masalah jantung dan pembuluh darah. Namun penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk menjawab hipotesis ini dan menilai akibat yang ditimbulkan oleh peningkatan intermiten aktivitas HPA dibandingkan dengan peningkatan yang persisten dari aktivasi sistem ini (al’ Absi & Bongard, 2006).

II.4.2. The Sympatho-Adrenomedullary System

Sistem ini melibatkan baik sentral (hipotalamus) maupun perifer. Sistem saraf simpatis memainkan peran penting pada tubuh dan mendasari respon fight-flight pada saat mengalami stres. Sistem saraf simpatis mengatur aktivitas otot polos dan otot jantung dengan mensekresikan norepinefrin. Norepinefrin meningkatkan kecepatan dan kekuatan kontraksi


(53)

otot polos yang diinervasi. Kemudian, sistem saraf simpatis secara umum meningkatkan aktivasi dan fungsi dari organ yang diinervasinya. Salah satu bagian penting dari sistem simpato-adrenomedular adalah saraf simpatis dari kelenjar medula adrenal. Medula adrenal ini menerima preganglion serabut saraf simpatis secara langsung dari medula spinalis. Serabut saraf ini mensekresikan asetilkolin sehingga menyebabkan medula adrenal melepaskan epinefrin dan norepinefrin menuju sirkulasi. Norepinefrin disekresikan pada saat yang bersamaan dengan epinefrin, namun efeknya pada jaringan melalui sirkulasi terbatas (al’ Absi & Bongard, 2006).

Locus coeruleus yang berada pada batang otak berperan penting dalam mengatur pelepasan katekolamin pada saat emosi. Locus coeruleus 90% terdiri dari badan sel yang mensintesa norepinefrin pada sistem saraf sentral dan diproyeksikan menuju medula spinalis dan beberapa daerah subkortikal dan kortikal. Ketika sistem ini diaktivasi akan menyebabkan pelepasan norepinefrin dari neuron-neuron noradrenergik pada beberapa lokasi di otak. Pelepasan norepinefrin ini memfasilitasi keadaan puncak dari perhatian dan kewaspadaan dan mungkin berkontribusi dalam meningkatkan ansietas. Proses ini mungkin ditingkatkan dalam keadaan marah atau keadaan emosional yang hebat yang diatur oleh amigdala dan korteks serebri. Terdapat interaksi yang kuat antara CRF dan sistem locus coeruleus-norepinefrin, dan dua sistem tersebut membentuk basic arousal unit yang memediasi respon behaviour terhadap keadaan stres, dan kerjasama kedua sistem tersebut berkontribusi pada koordinasi respon terhadap stres. Interaksi ini ditunjukkan dengan penemuan bahwa neuron


(54)

yang mensekresikan CRF diproyeksikan dari nukleus paraventrikuler menuju batang otak. Neuron katekolaminergik diproyeksikan dari locus coeruleus menuju nukleus paraventrikular, dan ambang rangsang neuron locus coeruleus ditingkatkan oleh adanya CRF (al’ Absi & Bongard, 2006).

Interaksi neuron antara locus coeruleus dan nukleus paraventrikuler juga ditingkatkan melaui proyeksi terpisah dari nukleus paraventrikuler dan locus coeruleus ke struktur otak lainnya yang terlibat dalam koordinasi emosional respon terhadap stres. Sebagai contoh, locus coeruleus diproyeksikan menuju hipotalamus, dimana akan memberikan kontribusi secara tidak langsung terhadap peningkatan kerja norepinefrin pada nukleus paraventrikuler, yang kemudian akan mengaktivasi aksis HPA. Di lain pihak CRF memfasilitasi proses sensoris dan perhatian selama keadaan stres melalui peningkatan input katekolamin menuju neuron CRF. Epinefrin dan norepinefrin memiliki efek stimulus terhadap ACTH; suatu efek yang diberikan melalui pelepasan katekolamin pada CRF. Penghambatan pelepasan CRF dapat mencegah efek tersebut. Perubahan katekolamin yang diinduksi oleh keadaan stres, oleh karena itu, berkontribusi terhadap pelepasan CRF dan ACTH, dan memberikan substrat yang mungkin mempengaruhi jenis ekspresi amarah (al’ Absi & Bongard, 2006).

II.5. EKSPRESI AMARAH DAN STROKE

Pada analisis penelitian Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC) sebelumnya, didapatkan bahwa sifat amarah berhubungan positif dengan insiden coronary artery disease pada individu yang normotensi; namun


(55)

demikian, mekanisme pasti hubungan amarah dengan coronary artery disease masih belum diketahui. Terdapat dua hipotesis : pertama yaitu secara tidak langsung, dimana memberikan efek negatif terhadap kesehatan

behaviour, dan yang kedua adalah secara langsung dimana mengakibatkan aktivasi sistem simpato-adrenomedular dan aksis HPA dan akibatnya terhadap hemodinamik dan neurohormonal. (Williams dkk, 2007; Eng dkk, 2003)

Sebagai respon terhadap stres psikososial, terdapat hormon stres yang bersirkulasi secara berlebihan, seperti katekolamin dan kortikosteroid, yang dapat memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap tekanan darah dan denyut jantung, menyebabkan agregasi platelet dan menyebabkan

endothelial injury pada dinding pembuluh darah serta pembentukan trombus. Respon yang berlebihan dari sistem simpato-adrenomedular dan aksis HPA juga dapat mengkatalisa kaskade kejadian proinflamasi, seperti aktivasi makrofag, produksi sitokin, aktivasi protein fase akut, serta aktivasi sel mast, dimana semua hal tersebut terlibat dalam proses aterogenesis. Selanjutnya, stres psikologis dapat membangkitkan respon stres dan inflamasi, dimana secara bersama-sama akan secara agresif menyebabkan aterosklerosis, suatu keadaan penyakit yang saat ini diperkirakan diakibatkan oleh proses inflamasi kronis. Peningkatan intimal-medial thickness (IMT) merupakan manifestasi subklinis dari aterosklerosis yang dapat diukur dengan menggunakan ultrasound. Analisis penelitian ARIC sebelumnya menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara IMT karotis dengan


(56)

prevalensi penyakit kardiovaskular, insiden coronary artery disease, dan insiden stroke (Williams dkk, 2007; Eng dkk, 2003).


(57)

(58)

II.7. KERANGKA KONSEP

Ekspresi amarah

Hipertensi

Non Stroke, Non HT Anger-In

Anger-Control

Retrospektif

Stroke dengan HT Anger-Out

Stroke tanpa HT


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan dan Rumah Sakit jejaring lainnya dari tanggal 29 Januari 2014 s/d 10 April 2014.

III.2. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit. Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling non random secara konsekutif.

III.2.1. Populasi Sasaran

Populasi kasus I adalah semua penderita hipertensi yang ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Populasi kasus II adalah semua penderita stroke dengan hipertensi yang ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan CT

scan. Populasi kasus III adalah penderita stroke tanpa hipertensi yang ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan CT scan. Populasi ke-IV adalah kelompok kontrol yang merupakan penderita yang tidak memiliki penyakit hipertensi maupun stroke.

III.2.2. Populasi Terjangkau

Semua penderita hipertensi, penderita stroke, serta penderita non hipertensi dan non stroke yang berobat jalan di Poliklinik Neurologi dan yang dirawat di Ruang Rindu A4 RSUP Haji Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Jejaring.


(60)

III.2.3. Besar Sampel

Besar sampel dihitung menurut rumus (Madiyono dkk, 2008)

(

)

(

)

2

2 2 / 1 2 / − + ≥ P PQ Z Z

n

α

β

P = R 1 + R

Dimana :

n = besar sampel minimum

Zα = nilai distribusi normal baku α (α=0,05)1,96 Zβ = nilai distribusi normal baku β

(β = 0,20)  0,842

P = Perkiraan proporsi paparan pada kasus Q = 1 - P

R = Odds Ratio

Penentuan besar sampel berdasarkan variabel paparan ekspresi amarah

anger-out terhadap kejadian stroke dengan OR = 3,19 (Angerer dkk, 2000).

Sehingga :

P = R = 3,19 = 0,761 1 + R 1 + 3,19

Q = 1 – P = 1-0,761 = 0,239

(

)

(

)

2

2 5 , 0 761 , 0 239 , 0 761 , 0 842 , 0 2 / 96 , 1 − + ≥ x n


(61)

n ≥ 26,3 26 orang

Sehingga jumlah sampel minimal yang dibutuhkan untuk masing-masing kelompok adalah sebanyak 26 orang, dengan perbandingan antara kelompok kasus hipertensi : kelompok kasus stroke dengan hipertensi : kelompok kasus stroke tanpa hipertensi : kelompok kontrol adalah 1 : 1 : 1 : 1. Dengan jumlah total minimal sampel adalah sebanyak 104 orang.

III.2.4. Kriteria Inklusi Kelompok Kasus Hipertensi

1. Semua penderita hipertensi yang berobat jalan di Poliklinik Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Penderita dengan hipertensi esensial/primer.

3. Pasien tanpa atau dengan satu atau lebih faktor resiko lain seperti : diabetes melitus, dislipidemia, merokok atau penyakit jantung.

4. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini.

III.2.5.Kriteria Inklusi Kelompok Kasus Stroke dengan Hipertensi

1. Semua penderita stroke dengan hipertensi yang berobat jalan di Poliklinik Neurologi dan yang dirawat di Bangsal Neurologi Rindu A4 RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Pasien tanpa atau dengan satu atau lebih faktor resiko lain seperti : diabetes melitus, dislipidemia, merokok atau penyakit jantung.


(1)

kejadian hipertensi dan stroke. Sementara manfaat dari penelitian ini adalah agar dengan hasil yang diperoleh dapat dilakukan pencegahan misalnya berupa kontrol dalam hal mengekspresikan amarah sehingga dapat menurunkan tingkat kecatatan atau kematian akibat penyakit hipertensi dan stroke.

Bapak/Ibu Yth. Bapak/Ibu/Keluarga Bapak/Ibu akan dijadikan sukarelawan dalam penelitian ini. Untuk lebih jelasnya, prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Pada saat berobat ke rumah sakit, Bapak/Ibu/Keluarga Bapak/Ibu akan menjalani pemeriksaan seluruh tubuh seperti tekanan darah, denyut nadi dan suhu tubuh serta pemeriksaan anggota gerak.

2. Kemudian Bapak/Ibu/Keluarga Bapak/Ibu diwawancara mengenai ekspresi amarah yang biasanya Bapak/Ibu/Keluarga Bapak/Ibu alami beserta faktor-faktor resiko yang ada selama ini seperti darah tinggi, penyakit kencing manis, kadar kolesterol yang tinggi, penyakit jantung, maupun merokok.

Pada lazimnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bapak/ibu sekalian. Namun, bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung, bapak/ibu dapat menghubungi dr. Maria Thessarina Sitepu (HP. 081370410400) untuk mendapat pertolongan.

Untuk penelitian ini, Bapak/Ibu/Keluarga Bapak/Ibu tidak dikenakan biaya apapun, karena biaya sepenuhnya ditanggung oleh peneliti yaitu saya. Saya menjamin kerahasiaan data Bapak/Ibu/Keluarga Bapak/Ibu dalam penelitian ini. Bila masih ada hal-hal yang belum jelas menyangkut penelitian ini, setiap saat dapat ditanyakan kepada saya : dr. Maria Thessarina Sitepu.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu/Keluarga Bapak/Ibu bersedia mengisi lembar persetujuan turut serta terhadap Bapak/Ibu/Keluarga Bapak/Ibu dalam penelitian yang telah disiapkan.

Akhirnya saya ucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu/Keluarga Bapak/Ibu atas partisipasinya dalam penelitian ini.

Medan, Februari 2014 Peneliti,

(dr. Maria Thessarina Sitepu)


(2)

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian yang berjudul “RESIKO KEJADIAN HIPERTENSI DAN STROKE BERDASARKAN PERBEDAAN EKSPRESI AMARAH (IN, OUT, ATAU ANGER-CONTROL” dan setelah mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan saya ikut dalam penelitian tersebut.

Medan, ... 2014

Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan


(3)

LAMPIRAN 3

LEMBAR PENGUMPULAN DATA

I. DATA PRIBADI PENDERITA

Nama : ... Umur : ...

Kelamin : Lk / Pr

Pendidikan : ... Pekerjaan : ... Suku : ... Alamat : ... Status Perkawinan : Kawin / Tidak kawin

Nomor MR : ... Tanggal Pemeriksaan : ...

II. ANAMNESA

1. Cara : □ Auto □ Allo

2. Faktor Resiko :

- Diabetes Melitus □ ada □ tidak ada

- Riwayat Hipertensi □ ada □ tidak ada

- Riwayat Dislipidemia □ ada □ tidak ada - Penyakit Jantung □ ada □ tidak ada

- Merokok □ ada □ tidak ada

II. HASIL PEMERIKSAAN FISIK Vital sign

Kesadaran : □ CM □ Apatis □ Somnolens □ Sopor □ Coma SKG : ...

Tekanan Darah : ... mmHg Nadi : ...x/ menit Pernafasan : ...x/ menit Temperatur : ...0C


(4)

A. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (sesuai hasil pemeriksaan pertama)

- Hb : ………gr/dl

- Ht : ………...%

- Leukosit : ………. /mm

- Trombosit : ………. /mm

3

- Eritrosit : ………. /mm 3

- KGD sewaktu : ………..mg/dl 3

puasa : ………..mg/dl

2 jam PP : ………..mg/dl - Kolesterol total : ………..mg/dl - Trigliserida : ...mg/dl - HDL kolesterol : ...mg/dl - LDL kolesterol : ...mg/dl

- SGOT : ……….U/L

- SGPT : ……….U/L

- Ureum : ...mg/dl - Kreatinin : ………..mg/dl

B. Hasil Pemeriksaan Head CT Scan Kepala :

... ………. ………. ………. ………..


(5)

LAMPIRAN 4 Nama Pasien :

Spielberger Trait Anger Expression Scale

PETUNJUK

Setiap orang pasti pernah merasa marah atau sangat marah dalam hidupnya, hanya saja ketika marah setiap orang bereaksi dengan cara yang berbeda. Pada daftar di bawah ini, tertulis beberapa pernyataan yang menggambarkan reaksi orang yang sedang marah atau sangat marah. Bacalah setiap pernyataan tersebut dengan baik dan lingkarilah nomor yang menunjukkan seberapa sering anda menunjukkan reaksi sebagaimana yang tergambar di dalam pernyataan dibawah in. Ingatlah bahwa dalam hal ini tidak ada jawaban yang salah maupun jawaban yang benar. Jangan menghabiskan waktu terlalu lama untuk membaca dan memilih jawaban untuk masing-masing pernyataan tersebut di bawah ini.

1 = Hampir Tidak Pernah 2 = Kadang-kadang 3 = Sering 4 = Hampir Selalu

Ketika marah atau sangat marah ...

1. Saya mengendalikan emosi saya 1....2....3....4...

2. Saya mengungkapkan kemarahan saya 1....2....3....4... 3. Saya menarik nafas dalam-dalam dan santai/rileks 1....2....3....4...

4. Saya pendam dalam hati 1....2....3....4...

5. Jika seseorang mengganggu saya, saya cenderung untuk

menyatakan bagaimana perasaan saya 1....2....3....4... 6. Saya berusaha untuk menenangkan diri saya secepat mungkin 1....2....3....4... 7. Saya cemberut atau merajuk (ngambek) 1....2....3....4... 8. Saya tidak cepat-cepat mengungkapkan rasa marah saya 1....2....3....4... 9. Saya emosi (kehilangan kesabaran saya) 1....2....3....4...

10. Saya (pergi) menghindar 1....2....3....4...

11. Saya melontarkan kata-kata sarkastis (tajam) kepada orang lain 1....2....3....4... 12. Saya berusaha menenangkan rasa marah saya 1....2....3....4... 13. Walaupun hati saya mendidih di dalam, namun saya tidak


(6)

14. Saya mengendalikan sikap/tingkah laku saya 1....2....3....4... 15. Saya melakukan sesuatu, misalnya membanting pintu 1....2....3....4... 16. Saya cenderung menyimpan rasa sakit hati saya tanpa

memberitahukannya kepada siapapun 1....2....3....4... 17. Saya berdebat dengan orang lain 1....2....3....4... 18. Diam-diam, saya sangat mengkritik orang lain 1....2....3....4... 19. Saya berusaha untuk bersikap toleran dan pengertian 1....2....3....4... 20. Saya menyerang/memukul apa/siapa saja yang membuat saya marah 1....2....3....4... 21. Saya sebenarnya lebih marah dari pada apa yang terlihat 1....2....3....4... 22. Saya mengendalikan perasaan marah saya 1....2....3....4... 23. Saya mengucapkan kata-kata yang tidak baik (kasar) 1....2....3....4... 24. Saya merasa lebih jengkel (kesal) dari pada apa yang terlihat 1....2....3....4...

Total Skor Anger-In = Total Skor Anger-Out = Total Skor Anger-Control =