Sedangkan batal demi hukum artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
30
C. Asas-Asas Perjanjian
Asas hukum adalah pikiran dasar yang umum dan abstrak atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam setiap sistem hukum yang
terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau
ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut. Dengan demikian, asas hukum merupakan pikiran dasar yang bersifat umum dan terdapat dalam hukum
positif atau keseluruhan peraturan perundang-undangan atau putusan-putusan hakim yang merupakan ciri-ciri umum dari peraturan konkrit tersebut.
Dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata, dinyatakan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Jadi, dalam pasal ini terkandung 3 macam asas utama dalam perjanjian,
yaitu: asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, dan asas pacta sunt- servanda. Di samping asas-asas itu, masih terdapat asas itikad baik dan asas
kepribadian. Di dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas sebagai berikut:
31
30
Diana Kusumasari, Pembatalan Perjanjian yang Batal demi Hukum, diakses dari http:www.hukumonline.comklinikdetail
cl4141 pembatalan-perjanjian-yang-batal-demi- hukum, pada tanggal 21 Juni 2013.
31
Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Penerbit Alumni, Bandung, 1983, hlm. 108-119.
1. Asas konsensualisme persesuaian kehendak, artinya dengan adanya kata
sepakat antara kedua belah pihak, perjanjian sudah mengikat. Jadi perikatan lahir sejak detik tercapinya kesepakatan. Terhadap asas ini
terdapat pengecualian, yakni adanya perjanjian riil misalnya perjanjian penitipan barang Pasal 1694 KUHPerdata, perjanjian pinjam pakai Pasal
1740 KUHPerdata, perjanjian pinjam pakai sampai habis Pasal 1754 KUHPerdata.
2. Kebebasan berkontrak partij otonomi Kebebasan berkontrak adalah salah
satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia. Asas
kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menentukan : “semua perjanjian yang dibuat sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dengan menekankan kata “semua”, Pasal tersebut berisikan suatu pernyataan
kepada masyarakat bahwa setiap orang diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja, dan perjanjian itu akan mengikat para
pihak yang membuatnya seperti suatu undang-undang. Asas kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para
pihak yang membuat persetujuan harus menaati hukum yang sifatnya memaksa tersebut. Selain itu, meskipun setiap orang bebas untuk membuat
perjanjian yang berupa dan berisi apa saja, namun isi perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan
ketertiban umum.
3. Asas kepercayaan. Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak
lain, menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi janjinya, dengan kata lain akan memenuhi
prestasinya. Tanpa ada kepercayaan pada kedua belah pihak maka perjanjian itu tidak mungkin diadakan oleh para pihak.
4. Asas kekuatan mengikat. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat
1 KUHPerdata. Mengikat artinya masing-masing para pihak dalam perjanjian tersebut harus menghormati dan melaksanakan isi perjanjian,
serta tidak boleh melakukan perbuatan yang bertentangan dengan isi perjanjian. Terikatnya para pihak pada perjanjian tidak semata-mata
terbatas pada apa yang diperjanjikan, tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral.
5. Asas persamaan hukum. Asas ini menempatkan para pihak di dalam
persamaan derajat dan tidak ada perbedaan di hadapan hukum. Masing- masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan
kedua belah pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan.
6. Asas Keseimbangan. Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi
dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan.
7. Asas kepastian hukum. Menurut asas ini perjanjian harus mengandung
kepastian hukum bagi para pihak yang mengadakan perjanjian. Kepastian
ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang- undang bagi para pihak.
8. Asas moral. Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu
perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari pihak debitur. Faktor-faktor yang
memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan moral, sebagi panggilan dari hati
nuraninya. 9.
Asas kepatutan. Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian, melalui asas ini
ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.
10. Asas kebiasaan. Asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo. 1347 KUHPerdata.
Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim
diikuti. Menurut Komariah :“Setiap perjanjian dinyatakan sudah sah atau
mengikat apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian itu. Isi perjanjian yang mengikat tersebut kemudian akan berfungsi
sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.”
32
D. Akibat Hukum Dalam Perjanjian