Kegiatan Sosial dan Intelektual Tahapan Evaluasi Fungsional

Disabilitas dan Rehabilitasi Nancy Sujono, S. Ked 406071030 Untuk menghindari ketergantungan dependency, pasien harus melakukan aktivitas sehari-hari sampai batas-batas yang memang dapat ditoleransi oleh tubuh seorang lanjut usia.

2. Kegiatan Sosial dan Intelektual

Mendorong pasien untuk bertemu dengan orang-orang di sekitarnya, berbicara dengan mereka, melakukan aktifitas bersama-sama dan menikmati kegiatan tersebut menjadi salah satu pencegahan dari keadaan disabilitas. Kegiatan-kegiatan yang sederhana seperti halnya diatas dapat bermanfaat dan dapat dilakukan bersama-sama untuk mencegah penurunan daya intelektual yang cepat. Kegiatan- kegiatan seperti bermain catur, monopoli, bridge, scrabble, mengisi teka-teki silang ataupun membaca koran merupakan kegiatan sederhana namun bermanfaat bagi kehidupan seorang lanjut usia.

3. Latihan Teratur Mencegah Disabilitas

Program latihan harus disesuaikan pada masing-masing individu sesuai dengan kondisi umum dan tingkat disabilitasnya. Pasien yang sudah sembuh dari sakit yang akut namun masih terikat, tidak diperbolehkan untuk melakukan latihan exercise yang berat, pasien harus diperingatkan akan resiko-resikonya. Namun latihan yang progesif pun harus dipikirkan pada pasien lanjut usia yang keadaannya semakin membaik. Terdapat banyak latihan yang cocok untuk seorang lanjut usia, tetapi jalan cepat adalah jenis latihan yang paling dianjurkan. Latihan jalan cepat ini lebih aman dan mudah untuk dilakukan oleh seorang lanjut usia. Salah satu prinsip latihan yang baik dan bermanfaat adalah berlatih mulai dari tingkat yang teringan dan semakin lama ditingkatkan yang harus dilakukan secara teratur. Apapun bentuk latihan yang dipilih, latihan tersebut harus dilakukan setidaknya 3 kali seminggu, lebih baik lagi jika dapat dilakukan 4 atau 5 kali seminggu. Manfaat latihan yang teratur dapat meningkatkan densitas mineral tulang, menurunkan konsentrasi low density lipoprotein LDL dan menaikkan high density lipoprotein HDL dan yang umum diketahui masyarakat adalah menurunkan berat badan bagi seorang lanjut usia yang mengalami obesitas.

V. PENGANTAR REHABILITASI

Secara singkat dapat dikatakan bahwa proses rehabilitasi pada kelompok lanjut usia terdiri dari evaluasi terhadap pasien, formula dari tujuan-tujuan fungsional dan rencana perawatan yang disertai dengan perkiraan waktu dalam mencapai tujuan. Rehabilitasi dimulai oleh tim medik yang terdiri dari dokter, psikolog, fisioterapis dan perawat yang bekerja bersama-sama. Pasien sedapat mungkin di ikutsertakan dalam setiap pengambilan keputusan. Selalu harus diingat untuk mengutamakan keselamatan dalam setiap fase-fase terapi dalam rehabilitasi ini hingga tidak terjadi keadaan yang justru bertambah buruk selepas dari proses rehabilitasi. Masalah yang umum terjadi pada tahapan rehabilitasi ini adalah proses ini cenderung masih dilakukan dengan pendekatan fisik dan aturan rumah yang kaku, misalnya pasien harus mandi, makan dan tidur pada waktu yang sama sesuai dengan aturan rumah sakit dan penyelesaian suatu tugas menjadi tujuan perawatan. Tindakan- tindakan yang dilakukan juga cenderung sama dan rutin pada semua pasien rawat tanpa melihat dan menilai status fungsional pasien. Hal ini menyebabkan pasien yang pada awalnya mandiri menjadi berkurang kemandiriannya dan menjadi tergantung Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009 153 Disabilitas dan Rehabilitasi Nancy Sujono, S. Ked 406071030 pada lingkungan sekitarnya sedangkan bagi mereka yang justru membutuhkan pertolongan justru dibiarkan mandiri, seperti pada mereka yang mengalami instabilitas justru dibiarkan pergi sendiri ke kamar mandi sehingga terjatuh dan mengalami fraktur. Jadi dalam hal ini diperlukan asuhan keperawatan dan upaya rehabilitasi yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan pasien geriatri. Perlu diingat bahwa proses penuaan atau penurunan fungsional tubuh berbeda untuk tiap individu.

VI. PELAKSANAAN REHABILITASI MEDIK

Program rehabilitasi medik pada lanjut usia membutuhkan perhatian khusus karena selain dari keadaan disabilitasnya terdapat juga hal-hal lain yang terjadi yang disebabkan oleh bertambahnya usia seperti rawan terhadap pengobatan farmakologis, perubahan kepribadian karena bertambahnya usia dan pada beberapa keadaan di dapatkan adanya kesulitan bersosialisasi dengan tenaga medis yang umumnya berusia lebih muda. Sehingga dalam melakukan program rehabilitasi medik perlu diketahui kondisi lanjut usia terutama seperti yang telah ditekankan di atas mengenai status fungsionalnya. Karena tujuan dari rehabilitasi medik adalah mempertahankan atau jika mungkin memperbaiki status fungsional lanjut usia. Diharapkan selepas rehabilitasi medik ini, seorang lanjut usia mempunyai status fungsional yang cukup mandiri hingga dapat menjalani kehidupan dengan baik. Hingga terdapat tahapan- tahapan dalam rehabilitasi medik yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tahapan Evaluasi Fungsional

Pemeriksaan kemampuan fungsional merupakan proses untuk mengetahui kemampuan seorang lanjut usia dalam melakukan aktivitas sehari-hari atau waktu senggangnya yang berintegrasi dengan lingkungan sekitarnya. Cara yang sederhana namun bermakna adalah dengan Functional Assessment Instrument oleh Katz. Dengan metode ini dapat digolongkan kemandirian pada seorang lanjut usia. Evaluasi dengan metode ini dapat dilakukan oleh tim medis yaitu dokter, psikolog, fisioterapis ataupun perawat geriati. Adapun parameter yang dinilai pada metode ini adalah aktivitas mandi bathing, berpakaian dressing, aktivitas saat defekasi atau mictio toileting sekaligus continence, berpindah tempat transferring dan aktivitas makan feeding. Selain dari metode Katz Indeks Katz seperti tersebut di atas, metode lain dapat digunakan. Salah satunya adalah Indeks Barthel ADL Activity of Daily Living dan Indeks Barthel yang dimodifikasi. Evaluasi lain dapat dilakukan dengan metode yang dikenal sebagai Timed Manual Performance TMP. Tujuan test ini adalah membuat prognosis mengenai keadaan seorang lanjut usia, apakah memerlukan perawatan jangka panjang dalam 1 tahun ke depan. Test ini umumnya membutuhkan waktu sekitar 15 menit yang dibagi dalam 2 bagian besar, yaitu : 1. Membuka dan menutup kunci pintu. Dilakukan pada sebuah papan berukuran 2 x 3 feet yang berisi 9 macam bentuk kunci. Sebelumnya pasien diberi contoh dahulu bagaimana membuka dan mengunci kunci-kunci tersebut. Setelah dijelaskan dan pasien merasa jelas maka dipersilahkan pasien melakukan hal yang sama yaitu membuka dan mengunci kunci-kunci tersebut. Hitung waktu yang dihabiskan mulai dari Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 06 April 2009 – 09 Mei 2009 154 Penilaian dengan test ini berkenaan dengan waktu yang dihabiskan pasien untuk melakukan 2 kegiatan di atas. Sebagai patokannya adalah 350 detik.  Bila waktu yang dihabiskan 350 detik  dianggap kemungkinan pasien ini untuk mendapatkan perawatan jangka panjang dalam 1 tahun ke depan sangat kecil.  Bila waktu yang dibutuhkan 350 detik  menandakan pasien ini membutuhkan perawatan jangka panjang. Disabilitas dan Rehabilitasi Nancy Sujono, S. Ked 406071030 penguji memberikan aba-aba mulai, pasien membuka kunci sampai akhirnya pasien mengunci kembali kunci-kunci tersebut. 2. Simulasi kegiatan sehari-hari, baik dengan tangan yang dominan ataupun tidak dominan. Kegiatan yang dinilai adalah menulis kata yang pendek, membalikkan kartu, mengambil 2 klip kertas, uang logam berukuran kecil, tutup botol dan memasukkan ke dalam boks, juga memindahkan 4 buah kacang tanah dari satu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan sendok. Hitung waktu yang diperlukan pasien dalam melakukan semua kegiatan tersebut. Dalam mengukur kemampuan fungsional ini tim medis perlu memperhatikan hal-hal berikut: 1. Kondisi fisik dan emosi pasien, misalnya pasien yang baru masuk rumah sakit maka kondisi fisik dan emosinya masih labil. 2. Adanya peraturan dari lingkungannya, misalnya pasien yang tinggal di panti yang mengharuskan pasien dimandikan. 3. Motivasi dari pasien sendiri. Status fungsional yang telah tim medis nilai dapat digunakan untuk menentukan rehabilitasi apa yang dibutuhkan, bagaimana pasien keadaan saat ini dan prognosis dari pasien itu sendiri. Jika pada pasien berusia muda, dimana yang lebih ditekankan adalah prognosis yang berkaitan dengan ad vitam kehidupan dan ad sanationam perjalanan penyakit maka pada pasien lanjut usia yang lebih ditekankan adalah pada ad functionam fungsi tubuh, yaitu apakah pasien lanjut usia ini dapat mempertahankan status fungsionam yang mandiri atau tidak.

2. Tahap Evaluasi Medik