Ruang Lingkup Pembahasan Metode Penelitian Definisi Kebudayaan

6

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan-permasalahan yang ada, perlu adanya ruang lingkup dalam pembatasan masalah tersebut. Hal ini bertujuan agar penelitian ini tidak menjadi luas dan tetap terfokus pada masalah yang ingin diteliti. Dalam analisis ini, penulis hanya fokus pada fungsi pendidikan dalam keluarga dan nilai moral yang terkandung dalam perayaan hinamatsuri bagi masyarakat Jepang. Penulis menganalisis penelitian ini dengan menggunakan pendekatan fungsional dari teori Bronislaw Malinowski dan teori orientasi nilai budaya sebagai acuan.

1.4 Tinjauan Pustaka

dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Inti dari teori fungsional Malinowski adalah bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Menurut Malinowski dalam Ihromi 2006:60, fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para warga suatu masyarakat. Kebutuhan pokok adalah seperti makanan, reproduksi melahirkan keturunan, merasa enak badan bodily comfort, kemanan, kesantaian, gerak dan Universitas Sumatera Utara 7 pertumbuhan. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu, muncul kebutuhan jenis kedua, kebutuhan sekunder yang juga harus dipenuhi oleh kebudayaan. Contohnya: unsur kebudayaan yang memenuhi kebutuhan akan makanan menimbulkan kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan untuk kerjasama dalam pengumpulan makanan atau untuk produksi; untuk ini masyarakat mengadakan bentuk-bentuk organisasi politik dan pengawasan sosial yang akan menjamin kelangsungan kewajiban kerjasama tersebut. Jadi menurut pandangan Malinowski tentang kebudayaan, semua unsur kebudayaan akhirnya dapat dipandang sebagai hal yang memenuhi kebutuhan dasar para masyarakat. Kesenian misalnya yang merupakan salah satu unsur kebudayaan, terjadi karena mula-mula manusia ingin memuaskan kebutuhan nalurinya akan keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena kebutuhan naluri manusia untuk tahu. Di samping itu, masih banyak aktivitas kebudayaan terjadi karena kombinasi dari beberapa kebutuhan masyarakat. Misalnya budaya yang muncul akibat kepentingan kelompok masyarakat tertentu, umpamanya kelompok masyarakat petani, nelayan, atau para politikus, akademisi dan lain-lain. Masing-masing dari kelompok tersebut akan selalu berusaha menjaga eksistensinya agar dapat menjalankan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan dari kelompoknya sendiri. http:teologihindu.blogspot.com201103aplikasi-teori-pungsional- struktural.html Manusia, melalui instrumentalisasi kebudayaan, maka di dalam mengembangkan maupun memenuhi kebutuhannya, ia harus mengorganisasi peralatan, artefak, dan kegiatan menghasilkan makna melalui bimbingan Universitas Sumatera Utara 8 pengetahuan, dengan kata lain yaitu melalui proses belajar manusia dapat meningkatkan eksistensinya. Jadi kebutuhan akan ilmu dalam proses belajar adalah mutlak. Dan di samping itu tindakan manusia juga harus dibimbing oleh keyakinan, demikian pula magik. Karena tatkala manusia mengembangkan sistem pengetahuan ia akan terikat dan dituntut untuk meneliti asal mula kemanusiaan, nasib, kehidupan, kematian dan alam semesta. Jadi, sebagai hasil langsung kebutuhan manusia untuk membangun sistem dan mengorganisasi pengetahuan, timbul pula kebutuhan akan agama. Konsep kebudayaan terintegarasi secara menyeluruh dalam upaya pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan sebagai seperangkat sarana adalah masalah mendasar. Kepercayaan, dan magik sekalipun, harus mengandung inti utilitarian, karena ia memenuhi fungsi psikologis. Aturan-aturan dan ritual magik dan agama tertentu dapat memantapkan kerjasama yang diperlukan, di samping juga untuk memenuhi kepuasan pribadi sesorang. Magik bagi sebagian masyarakat manusia di dunia ini diyakini memiliki daya kerja, meredam kecemasan terhadap masa depan yang tak dikendalikan. Dan dengan agama, magik dikembangkan dan berfungsi dalam situasi-situasi stress emosional, dan fungsi magik adalah “ritualisasi optimisme manusia, melancarkan keyakinannya dalam kemenangan harapan atas ketakutan”, dan ketakutan manusia itu meliputi ketakutan akan bencana alam, akan penyakit dan lain-lain, dan semua ketakutan itu berpangkal dari ketakutan manusia akan kematian. Apa yang diuraikan di atas adalah teori fungsional kebudayaan sesuai dengan pemikiran Bronislaw Malinowski tentang kebutuhan manusia yang terdiri Universitas Sumatera Utara 9 dari kebutuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan sampingan. Sedangkan menurut Maslows Hierarchy of Needs http:teologihindu.blogspot.com201103aplikasi- teori-pungsional-struktural.html , menguraikan tingkat kebutuhan yang dibutuhkan manusia ada lima tingkatan yaitu dari kebutuhan tingkat terendah sampai tingkat kebutuhan tertinggi meliputi : 1. Physiologi, kebutuhan faal tubuh meliputi pemenuhan kebutuhan akan rasa haus, lapar, istirahat dan aktivitas. 2. Safety –Scurity, yaitu kebutuhan akan rasa aman yang bebas dari takut dan cemas atau kekhawatiran. 3. Belongings and love, manusia membutuhkan harta benda dan kasih sayang untuk mendukung eksistensinya 4. Esteem – self and others, kebutuhan manusia akan penghargaan pribadi dan orang lain. 5. Self actualization, personal self fulfillment, kebutuhan akan aktualisasi diri, pemenuhan diri pribadi. Teori orientasi nilai budaya atau theory oreantation value of culture menurut Kluckhon dan Strodberck, soal-soal yang paling tinggi nilainya dalam kehidupan manusia dan yang ada dalam tiap kebudayaan di dunia ini menyangkut paling sedikit lima hal, yakni: 1. Human nature atau makna hidup manusia; Universitas Sumatera Utara 10 2. Man nature atau persoalan hubungan manusia dengan alam sekitarnya; 3. Persoalan waktu, atau persepsepsi manusia terhadap waktu; 4. Persoalan aktivitas ‘activity’, persoalan mengenai pekerjaan, karya dan amal perbuatan manusia; dan 5. Persoalan relasi ‘relationality’ atau hubungan manusia dengan manusia lainnya. http:walidrahmanto.blogspot.com201106teori-teori-budaya-perspektif- dampak.html .

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam meneliti suatu kebudayaan diperlukan suatu pendekatan yang berfungsi sebagai titik tolak atau acuan penulis dalam menganalisis karya tersebut. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan pendekatan fungsional karena hinamatsuri adalah kebutuhan sekunder yang timbul dari kebutuhan dasar dan pendekatan nilai orientasi karena hinamatsuri mengandung nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat Jepang. Menurut Malinowski dalam Ihromi 2006:59 pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan bersangkutan. Fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para warga suatu masyarakat. Universitas Sumatera Utara 11 Pendekatan yang fungsional mempunyai suatu nilai praktis yang penting. Pendekatan teori fungsionalisme dapat secara bermanfaat diterapkan dalam analisa mekanisme-mekanisme kebudayaan-kebudayaan secara tersendiri. Menurut Kluckhohn yang menentukan perilaku individu bukan dari faktor genetik, namun pengaruh budaya dalam pola pengasuhan. Kluckhohn berpendapat bahwa mengapa suatu individu berperilaku demikian karena “mereka dibesarkan seperti itu”. Budaya di tempat seseorang dibesarkan mencerminkan nilai-nilai mereka, sikap dan perilaku. Memahami akar dari psikologi manusia adalah kunci untuk memahami mengapa manusia menampilkan perilaku tertentu, sikap tertentu, dan bereaksi terhadap situasi dengan emosi tertentu. Kluckhohn menggunakan beberapa paradigma untuk menggambarkan pengaruh budaya terhadap perilaku. http:kedaibunga.wordpress.com20100318teori-clyde-kluckhohn-kay-maben .

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis merangkum tujuan dari penelitian sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui fungsi perayaan hinamatsuri bagi masyarakat Jepang 2. Untuk mengetahui nilai-nilai moral yang terdapat dalam hinamatsuri Universitas Sumatera Utara 12

1.5.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini: 1. Bagi peneliti dan pembaca, dapat menambah wawasan mengenai fungsi dan nilai hinamatsuri bagi masyarakat modern. 2. Bagi pembaca, dapat menambah bahan bacaan dan sumber penelitian untuk Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya.

1.6 Metode Penelitian

Dalam penelitian sangat dibutuhkan metode penelitian sebagai bahan penunjang dalam penulisan. Metode adalah cara pelaksanaan penelitian. Di dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif analisis. Menurut Nyoman Kutha Ratna 2003:53 metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan, dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya, kemudian dianalisis, bahkan juga diperbandingkan. Di dalam metode ini, penulis tidak hanya menguraikan, namun juga memberikan pemahaman dan penjelasan. Dalam penulisan ini, penulis menjelaskan dengan secermat mungkin apa saja yang menjadi fungsi dan nilai yang terdapat pada hinamatsuri bagi masyarakat Jepang modern dengan menggunakan teori yang ada. Teori tersebut adalah teori fungsional kebudayaan dan teori orientasi nilai budaya. Universitas Sumatera Utara 13 Teknik pengumpulan data menggunakan metode pustaka library research. Untuk mengumpulkan data-data yang berguna untuk mendukung teori, penulis mengumpulkannya dari kepustakaan yang berhubungan dengan penelitian. Sumber-sumber kepustakaan tersebut bersumber dari buku, majalah, hasil-hasil penelitian skripsi dan sumber-sumber lainnya yang sesuai internet. Universitas Sumatera Utara 14 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERAYAAN HINAMATSURI BAGI MASYARAKAT JEPANG MODERN

2.1 Definisi Kebudayaan

Kata kebudayaan berasal dari kata budh dalam bahasa sanskerta yang bararti akal, kemudian menjadi kata budhi tunggal atau budhaya majemuk, sehingga kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Ada pendapat mengatakan bahwa kebudayaan berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar sebagai unsur jasmani, sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia. Supartono, 2001:34 Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Supartono 2001:34 berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman kodrat dan masyarakat yang merupakan bukti kejayaan hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada akhirya bersifat tertib dan damai. Koentjaraningrat dalam Supartono 2001:35 mengatakan bahwa kebudayaan berarti keseluruan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi pekertinya. Universitas Sumatera Utara 15 Malinowski dalam Supartono 2001:35 menyebutkan bahwa kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atas berbagai sistem kebutuhan manusia. Tiap tingkat kebutuhan itu menghadirkan corak budaya yang khas. Misalnya, guna memenuhi kebutuhan manusia akan keselamatannya maka timbul kebudayaan yang berupa perlindungan, yakni seperangkat budaya dalam bentuk tertentu seperti lembaga kemasyarakatan. Terjadinya suatu kebudayaan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu hal- hal yang menggerakkan manusia untuk melakukan kebudayaan. Oleh karena itu, kebudayaan merupakan produk kekuatan jiwa manusia sebagai mahluk Tuhan yang tertinggi. Walaupun manusia memiliki tubuh yang lemah jika dibandingkan dengan binatang seperti gajah, harimau dan kerbau, tetapi dengan akalnya manusia mampu menciptakan alat sebagai homo faber sehingga akhirnya dapat menjadi penguasa dunia. Oleh karena itu, manusia dikatakan sebagai insan budaya Supartono, 2001:35. Kebudayaan selalu dibedakan dengan budaya. Kalau ditanya apa contoh kebudayaan Jepang, maka mungkin akan dijawab dengan Chanoyu, ikebana, masakan sukiyaki atau pakaian kimono. Tetapi kalau ditanya apa contoh budaya Jepang, maka akan dijawab dengan budaya rasa malu, budaya kelompok atau budaya menkoujoretsu senioritas dan sebagainya. Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa kebudayaan adalah suatu yang konkrit. Sedangkan budaya adalah suatu yang semiotik, tidak nampak atau bersifat laten Situmorang, 2009:2. Ienaga Saburo dalam Situmorang 2009:2 membedakan pengertian kebudayaan bunka dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas kebudayaan Universitas Sumatera Utara 16 adalah seluruh cara hidup manusia. Dia juga menjelaskan bahwa kebudayaan ialah keseluruhan hal yang bukan alamiah. Misalnya ikan adalah suatu benda alamiah, tetapi dalam suatu masyarakat ikan tersebut dibakar atau dipepes atau shashimi tersebut adalah kebudayaan. Sedangkan pengertian kebudayaan dalam arti sempit menurut Ienaga dalam Situmorang 2009:3 adalah terdiri dari ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni. Oleh karena itu Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas adalah segala sesuatu yang bersifat konkrit yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit adalah sama dengan pengertian budaya yang diuraikan di atas. Yaitu kebudayaan dalam arti sempit menurut Ienaga Saburo adalah sama dengan budaya yang berisikan sesuatu yang tidak nampak atau yang bersifat semiotik. Kemudian hubungan dari kebudayaan yang bersifat semiotikabstrak atau yang bersifat ideologi dengan kebudayaan yang bersifat konkrit adalah berada dalam satu lapisan struktur. Kebudayaan dalam arti konkrit berada dalam struktur luar dan budaya, yang bersifat semiotik berada dalam struktur dalam. Dalam mempelajari kebudayaan, ada tiga poin yang menjadi pusat perhatian kita, yaitu masyarakat penghasil kebudayaan tersebut sejarah lahirnya kebudayaan tersebut, objek kebudayaan itu sendiri dan masyarakat pengguna kebudayaan atau fungsi kebudayaan tersebut dalam masyarakat pengguna. Universitas Sumatera Utara 17

2.2 Definisi Matsuri