Pembagian Peran Aspek Manajemen dan Upaya Sinergi Antar Pihak Dalam
55
Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II
menyelesaikan konflik antar departemen terkait dengan kepastian kawasan.
Dengan tetap mengacu pada UU 26 tahun 2007 tentang penataan ruang.
Pemerintah juga perlu memfasilitasi unit manajemen bukan hanya dari sisi
menanam pohon saja; tetapi juga mulai mengenalkan ke wirausahaan berbasis
kehutanan ke petani UM. Dan fasilitasi ke arah industrialisasi harus dilakukan
secara sistematis sehingga bisa berdampak lebih luas dan memberi nilai tambah
dan maksimal benefit ke petani hutan rakyat. Hal penting lain yang harus segera di
mulai adalah membangun atmosfer untuk investasi di kehutanan dan industri
kehutanan. Sekarang ini banyak perusahaan perkayuan melakukan kerja kemitraan
dengan warga dan organisasi masyarakat pengelola hutan rakyat, karena
mengharapkan bahan baku dari hutan alam sudah sangat kecil. Pemerintah harus
memberikan insentif kepada para pihak dengan menyiapkan peraturan bagi hasil
yang berkeadilan untuk semua pihak.
Regulasi yang cukup penting yang terkait dengan potensi hutan rakyat di
Jawa 75 juta m3 adalah mengatur tata usaha hasil hutan yang tidak merugikan
petani hutan rakyat. Misalnya memberi support ke unit manajemen untuk
mendapatkan sertifikasi SFM; proteksi unit manajemen dari industri vakum cleaner.
Sesuai UU no 32 2004 jo. UU no 8 2005 tentang pemerintah daerah;
pemda mempunyai kewenangan untuk mengatur sumber daya alam –termasuk
hutan rakyat‐ yang ada di wilayahnya. Untuk itu pemda harus bisa memfasilitasi
kegiatan pengelolaan hutan secara utuh ruang lingkup yang meliputi; 1
perencanaan hutan rakyat; 2 tata kelola hutan rakyat; 3 kelembagaan; 4
pembiayaan; 5 penelitian dan pengembangan; serta 6 pengendalian.
Kementrian Kehutanan dan atau pemda dapat memfasilitasi pembentukan
unit manajemen mulai dari perencanaan hutan yang meliputi; 1 Penyiapan
organisasi pengelola hutan rakyat; 2 Penetapan dan pengukuhan kawasan hutan
rakyat; dan 3 Penyusunan rencana pengelolaan hutan rakyat, dan 4 menyiapkan
anggaran dari APBD untuk pemantapan kawasan kawasan dan pengelolaan hutan
rakyat yang berkelanjutan. Hal ini sangat penting karena dalam perencanaan ini
56
Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II
akan memberi pedoman dan arahan pembangunan hutan rakyat. Perencanaan yang
difasilitasi pemerintah ini juga akan meningkatkan partisipasi masyarakat dan
sinergis dengan pengembangan wilayah dan pembangunan ekonomi kerakyatan.
Pengelola hutan rakyat harus mendapatkan kepastian wilayah kelola, untuk
hal ini perlu adanya mekanisme yang periodik untuk selalu melihat tata guna lahan
yang di tuangkan dalam rencana tata ruang daerah. Kepastian ini penting karena
akan berguna bagi pemerintah terutama terkait dengan penghargaan reward bagi
pengelola hutan rakyat,; misalnya terkait dengan pajak bumi dan bangunan PBB,
distribusi pupuk, pendampingan dll.
Berbagai reward kepada pengelola hutan rakyat bisa di berikan mulai
dengan pemuliaan bibit, peningkatan kapasitas petani dalam pengelolaan hutan,
dan yang tidak kalah penting adalah mendorong investasi sehingga masyarakat bisa
menikmati bukan hanya menjual pohon, tetapi bisa mendapatkan nilai tambah juga
dari mengolah kayu.
Sementara untuk wilayah yang mempunyai fungsi ekologis, harus ada
inisiatif skema reward untuk jasa lingkungan. Fasilitasi antara daerah hulu – tengah
– hilir oleh BP DAS, bukan hanya terkait dengan reboisasi dan pembagian bibit,
tetapi sudah bisa ke arah transaksi hulu‐hilir. Skema yang lebih luas sebenarnya bisa
menjadi peluang semisal antara negara maju dengan Indonesia seperti skema
karbon trade, REDD, dan juga skema yang lain. Dalam rangka penurunan emisi
karbon sebesar 26 yang dicanangkan oleh Presiden SBY pada tahun 2020, peran
sektir kehutanan akan menyumbang 14 penurunan emisi tersebut, dan tentu saja
peran hutan rakyat akan sangat signifikan. Karenanya upaya penambahan
penanaman kawasan hutan rakyat, baik pengkayaan jenis dan jumlah tanaman
maupun tanaman baru di areal lahan kritis di Jawa dan Madura menjadi sangat
strtategis dan penting.
Peran swasta sebagai pasar atau pengguna bahan baku hasil hutan seperti
perusahaan meubel, perusahaan air mineral, ekowisata dll. Harus ada proses
membangun kesadaran swasta tentang keberlanjutan hutan rakyat. Swasta juga
57
Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II
wajib mengeluarkan dana CSR untuk di gunakan dalam pemberdayaan pengelola
hutan maupun untuk perbaikan kondisi hutan.
Swasta di beri tanggung jawab untuk memajukan pembangunan wilayah
melaui investasi. Swasta di harapkan tidak hanya berpihak ke pasar, tetapi mulai
berpihak kepada sumber daya hutan sehingga upaya mempromosikan pengelolaan
hutan lestari harus mulai dilakukan secara bersama‐sama antara pemerintah, petani
pengelola dan swasta.
Untuk mencapai kemanfaatan bersama, pemerintah harus memfasilitasi
pemasaran hasil hutan rakyat. Pemasaran hasil hutan rakyat harus diarahkan untuk
menciptakan keadilan fair trade, transparan dan bisa memberi nilai tambah bagi
pengelola hutan rakyat.