Peran Tanaman Sengon dan Usahatani Rakyat
27
Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II
Profil Pola Usaha Tani
Kalkulasi kuantitatif atas usahatani, baik dalam arti menetapkan input biaya
usahatani maupun dalam kaitan dengan pendapatan usahatani, tentu memerlukan
informasi awal tentang arena yang akan menjadi analisis. Seperti yang diuraikan
pada bab terdahulu bahwa ada empat pola usahatani hutan rakyat yang menjadi
basis analisis dalam buku ini. Bentuk dan susunan pola usahatani hutan rakyat
yang diusahakan petani menurut lokasi desa dan kelompok komoditinya dapat
diklasifikasikan menjadi 4 pola seperti yang diuraikan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Profil Komposisi dan pola Hutan Rakyat di Lokasi Peneltian
Desa Komposisi Pola I
Pola II Pola III
Pola IV
Desa Pacekelan a. Jenis kayu
b. Jumlah sengon sampai akhir daur
c. Jenis perkebunan d. Jenis buah
e. tanm. Semusim Sengon,
mahoni,suren 140 pohon ha
Kelapa, kopi -
Ketela, pisang, cabe
Sengon, mahoni
243 pohon ha Kopi, kelapa.
Pete, jengkol, Durian,
nangka, jambu .
- Sengon
272 pohon ha Kopi, kelapa,
cengkeh
- -
Sengon, suren, mahoni.
263 pohon ha. Kopi, kelapa,
Cengkeh,kapulaga Nangka, jengkol,
durian, pete, mlinjo
- Desa Jonggolsari
a. Jenis kayu b. Jumlah sengon
sampai akhir daur c. Jenis perkebunan
d. Jenis buah e. tanm. Semusim
Sengon, mahoni, suren
147 phn ha Kopi, kelapa
- Ketela, pisang,
cabe
Sengon, mahoni
256 phn ha Kopi, kelapa
Pete, jengkol, Durian,
nangka, jambu Pisang, ketela
Sengon 277 phn ha
Kopi, kelapa, cengkeh
- -
Sengon, suren, mahoni
276 phn ha Kopi, kelapa,
cengkeh, kapulaga. Nangka, jengkol,
durian, pete, mlinjo -
28
Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II
Desa Komposisi Pola I
Pola II Pola III
Pola IV
Desa Ngalian a. Jenis kayu
b. Jumlah sengon sampai akhir daur
c. Jenis perkebunan d. Jenis buah
e. tanm. Semusim Sengon,
mahoni suren 340 phn ha
Kopi, kelapa
- Ketela,pisang,
cabe Sengon,
mahoni 335 phn ha
Kopi, kelapa Pete, jengkol,
durian, nangka, jambu.
Pisang, ketela Sengon,
633 phn ha Kopi, kelapa,
cengkeh
-
- Sengon, suren,
mahoni 471 phn ha
Kopi, kelapa, cengkeh, kapulaga
Nangka, jengkol, durian, pete, mlinjo
-
Sumber:
Pusat Kajian Hutan Rakyat UGM, 2001
Analisis Biaya Usahatani
Biaya usahatani adalah jumlah keseluruhan biaya input yang dipergunakan
untuk membiayai kegiatan usahatani, termasuk didalamnya pembangunan hutan
rakyat sengon. Keseluruhan biaya ini meliputi biaya langsung dan tidak langsung.
Sesuai dengan sifatnya, biaya usahatani terdiri atas biaya investasi dan biaya
operasional operating cost. Lebih lanjut, biaya usahatani dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
• Biaya yang hanya sekali terjadi dan tidak akan terjadi lagi selamanya, misalnya biaya
pembuatan teras yang hanya dilakukan pada awal kegiatan usahatani. • Biaya yang hanya sekali terjadi dalam satu periode siklus regulation. Biaya ini
akan muncul pada setiap siklus daur berikutnya. Contohnya adalah : biaya
penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tegakan pada tahun‐tahun yang
diperlukan. • Biaya yang berulang terjadi pada setiap akhir masa life time suatu jenis faktor
produksi, misalnya cangkul, sabit, dsb.
29
Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II
• Biaya yang pasti terjadi sepanjang tahun. Dalam hal ini bisa juga disebut sebagai biaya
operasional atau biaya pengelolaan. Misalnya pajak tanah, biaya operasi dan
pemeliharaan operation and maintenance peralatan.
Biaya investasi adalah seluruh pengeluaran untuk belanja input usahatani. Biaya
investasi ini dipisahkan menjadi biaya investasi tetap dan investasi langsung. Biaya
Investasi tetap adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh volume pekerjaan
lapangan dalam hal ini volume pekerjaan penanaman. Biaya investasi tetap bisa
terjadi hanya sekali tidak terjadi lagi selamanya, misalnya biaya pembuatan teras,
serta dapat berulang menurut umur penggunannya pemakaiannya. Contoh biaya
investasi tetap yang berulang menurut umur pemakaiannya life time adalah biaya
pengadaan peralatan.Biaya investasi langsung adalah biaya investasi yang besarnya
berhubungan dengan volume pekerjaan tanaman, misalnya biaya penanaman,
pemupukan, penjarangan, dsb.
Total biaya usahatani TBU yang dianalisis dalam studi ini hanyalah merupakan
biaya pengusahaan hutan rakyat sengon. TBU yang ditemukan adalah merupakan
biaya total pada saat tegakan siap ditebang atau disebut sebagai stumpage cost
SC. Total biaya nominal masing‐masing kegiatan pola usahatani di lokasi sampel
disajikan pada tabel 2.5 di bawah ini.
Tabel 2.5 Total Biaya Nominal Usaha Tani Sengon Selama Daur
No Desa
Pola Rp.hadaur
I II
III IV
1 Pecekelan
5,502,964.21 4,185,217.36 5,780,475.00 3,165,831.75
2 Jonggolsari 8,114,056.97 3,475,999.75 8,002,971.17
5,659,650.25
3 Ngaliyan
6,799,428.65 4,112,127.81 2,586,023.89 7,278,576.19
Sumber : Pusat Kajian Hutan Rakyat UGM Yogyakarta, 2001
30
Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II
Dari Tabel 2.5 tersebut dapat dilihat bahwa biaya pengusahaan hutan rakyat
sengon di desa Ngaliyan, Kecamatan Wadaslintang adalah relatif tinggi
dibandingkan dengan dua desa lainnya, kecuali pada pola III. Hal ini terjadi karena
didesa Ngaliyan, pengusahaan hutan tanaman sengon baru pada tahap pra kondisi
dan tahap awal pengusahaan. Oleh karena itu, pengusahaan hutan rakyat sengon
pada lokasi ini memang memerlukan nilai input yang lebih tinggi dibanding dengan
pola lainnya, karena adanya curahan tenaga kerja dan sarana produksi yang tinggi
sehubungan dengan adanya intensifikasi dan pemeliharaan tegakan pada tahap‐
tahap awal tersebut. Selain itu kondisi fisik di wilayah desa Ngaliyan ini berupa
tanah yang marjinal sehingga untuk dapat memperoleh output yang relatif sama
dengan wilayah lainnya, diperlukan nilai input yang relatif lebih tinggi. Khusus pada
pola III, nilai inputnya relatif kecil dibandingkan dengan dua desa lainnya karena
pada pola ini jenis tanaman pencampurnya yaitu kopi, baru pada tahap
pengembangan dan uji coba. Tanaman pencampur yang utama dan telah lama
diusahakan adalah berupa kelapa deres, dimana sifat tanaman ini adalah tidak
banyak memerlukan input, sehingga hal ini berkorelasi positif dengan input
tanaman sengon yaitu nilai input yang rendah.
Pendapatan Usaha
Pendapatan usaha dinilai pada tempat dan bentuk produk output yang sama,
berkesesuaian dengan biaya untuk menghasilkan output dimaksud. Dalam hal ini
output dinilai di hutan pada saat tegakan sengon telah masak tebang. Nilai output
tegakan sengon ini disebut stumpage sales price SSP. Dalam studi ini, yang
dimaksudkan dengan pendapatan usaha tani hanyalah berupa nilai output kayu
sengon dari kegiatan usaha tani. Nilai pendapatan nominal usaha tani dari kayu
sengon pada masing‐masing lokasi desa dan pola di atas disajikan pada Tabel 2.6.
31
Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II
Tabel 2.6 Pendapatan Nominal Usaha Tani Sengon
No Desa
Pola Rp.hadaur
I II
III IV
1 Pecekelan
14,298,356.46 24,734,349.16 26,755,906.55 26,755,906.55
2 Jonggolsari
14,836,574.70 25,665,398.68
27,763,051.46 27,763,051.46
3 Ngaliyan
8,473,178.11 8,356,288.36
15,786,737.96 11,743,117.36
Dari Tabel 2.6 dapat dilihat bahwa pendapatan usaha di wilayah Ngaliyan
adalah lebih rendah dibandingkan dengan dua wilayah lainnya yaitu Pecekelan dan
Jonggolsari. Perbedaaan nilai pendapatan ini disebabkan oleh adanya penggunaan
daur yang berbeda yaitu pada Desa Ngaliyan adalah 5 tahun, Desa Jonggolsari 10
tahun, dan Desa Pecekelan 8 tahun, sehingga perolehan sortimen atau komposisi
kelas diameter di Desa Ngaliyan lebih kecil dibandingkan dengan dua wilayah
lainnya. Untuk wilayah Desa Jonggolsari dan Pecekelan, nilai pendapatan usaha
yang diperoleh adalah relatif sama, karena pada daur 8 atau 10 tahun diperoleh
komposisi kelas diameter yang relatif sama.
Analisis Keuntungan
Analisis untuk mengetahui profitabilitas finansial disajikan cashflow yang
terpisah untuk masing‐masing lokasi dan pola.
Kriteria evaluasi yang dipilih
dalam analisis ini adalah berupa angka nilai sekarang netto NPV yakni keuntungan
dalam nilai rupiah dengan memasukkan biaya oportunitas modal bunga, rasio
pendapatan biaya terdiskon BC Ratio yakni tingkat keuntungan relatip terhadap
biaya termasuk biaya bunga, serta prosentase keuntungan internal
internalfinancial rate of return atau IRRFRR yakni tingkat keuntungan mutlak
dinyatakan dalam prosentase biaya dengan tidak memasukkan unsur biaya bunga.
Seperti telah diuraikan di muka perhitungan besarnya NPV dan BCR didasarkan
biaya suku bunga riil sebesar bunga modal yang menjadi beban investor kepada
kreditur seluruh biaya proyek dianggap berasal dari pinjaman yakni sebesar 9 .
32
Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II
Demikian juga halnya dengan tingkat keuntungan yang digunakan sebagai angka
pembanding IRR yang ditemukan.
Cashflow untuk memperkirakan harapan NPV, BCR, dan IRR usaha secara
rinci disajikan dalam cashflow Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 12. Pada
lampiran tersebut dapat ditemukan tingkat keuntungan proyek diukur dari kriteria
yang digunakan, seperti bisa dilihat pada Tabel 2.7 sd 2.9.
Tabel 2.7 Nilai NPV, BCR, dan IRR Usahatani Sengon di Desa Pecekelan
Pola NPV
BCR IRR
Rp. Riel
Pasar I
3,235,830.93 1.82
23.66 32.66
II 9,227,729.69
3.90 39.12
48.12 III
9,285,129.02 3.24
38.42 47.42
IV 11,020,001.60
5.58 49.86
58.86 Tabel
2.8 Nilai NPV, BCR, dan IRR Usahatani Sengon Di Desa Jonggolsari Pola
NPV BCR
IRR Rp.
Riel Pasar
I 204,469.53
1.03 9.53
18.53 II
8,305,651.78 4.23
34.54 43.54
III 6,006,697.34
2.05 21.48
30.48 IV
7,482,965.05 2.76
25.73 34.73
Tabel 2.9 Nilai NPV, BCR, dan IRR Usahatani Sengon di Desa Ngaliyan
Pola NPV
BCR IRR
Rp. Riel
Pasar I
7,026.73 1.0013 9.05
18.05 II
2,066,087.15 1.6140
30.81 39.81
III 8,117,649.36 4.7886
77.94 86.94
IV 1,500,112.50 1.2450
16.94 25.94
Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa pada tingkat suku
bunga konstan yang menjadi beban proyek ini 9 riel atau 17 pasar, pada
semua pola di masing‐masing lokasi desa menunjukkan keuntungan relatif NPV
positif, dan rasio pendapatan biaya BCR yang lebih besar dari satu. Keadaan
tersebut sejalan dengan nilai NPV dan BCR, dan demikian pula halnya pada sisi IRR‐
33
Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II
nya. Angka harapan IRR untuk proyek ini lebih besar dari nilai oportunitas kapital
bagi proyek ini 9 konstan atau 17 per tahun. Berdasarkan hasil analisis ini,
dapat disimpulkan bahwa prospek finansial strategi pengelolaan hutan yang
diusulkan ini, menurut kriteria harapan keuntungan finansialnya adalah layak untuk
diteruskan. Apabila dilakukan analisis biaya dan pendapatan nominal dari rencana
pembangunan hutan tanaman sengon tidak memasukkan unsur biaya bunga
modal, dapat dikatakan bahwa proyek tersebut cukup prospektif. Hal ini
ditunjukkan dari nilai keuntungan nominal yang positif.
Tingkat keuntungan nominal usaha tani dengan berbagai pola dimasing‐
masing lokasi studi disajikan pada Tabel 2.10 sd Tabel 2.12.
Tabel 2.10 Biaya, Pendapatan dan Keuntungan Nominal Usahatani Desa Pecekelan
Pola Biaya
Nominal Rp.Ha
Pendapatan Nominal
Rp.Ha Keuntungan
Rp.Ha I
5,502,964.21 14,298,356.46
8,795,392.25 II
4,185,217.36 24,734,349.16
20,549,131.80 III
5,780,475.00 26,755,906.55
20,975,431.55 IV
3,165,831.75 26,755,906.55
23,590,074.80 Tabel
2.11 Biaya, Pendapatan dan Keuntungan Nominal Usahatani Desa Jonggolsari Pola
Biaya Nominal
Rp.Ha Pendapatan
Nominal Rp.Ha
Keuntungan Rp.Ha
I 8,114,056.97
14,836,574.70 6,722,517.73
II 3,475,999.75
25,665,398.68 22,189,398.94
III 8,002,971.17
27,763,051.46 19,740,080.29
IV 5,659,650.25
27,763,051.46 22,103,401.21
Tabel 2.12. Biaya, Pendapatan dan Keuntungan Nominal Usahatani Desa Ngaliyan
Pola Biaya
Nominal Rp.Ha
Pendapatan Nominal
Rp.Ha Keuntungan
Rp.Ha I
6,799,428.65 8,473,178.11
1,673,749.46 II
4,112,127.81 8,356,288.36
4,244,160.55 III
2,586,023.89 15,786,737.96
13,200,714.07 IV
7,278,576.19 11,743,117.36
4,464,541.17
34
Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II
Analisis Prospek Usahatani
Dari hasil analisis finansial seperti dikemukakan dalam tabel‐tabel di atas,
diharapkan bisa diketahui tentang prospek finansial bagi petani apabila yang
bersangkutan mengusahakan komoditas sengon sebagai salah satu jenis komoditi
komersial yang diusahakan secara bersama‐sama dengan jenis komoditi komersial
lain, dalam satu hamparan lahan usaha yang dimiliki. Prospek dimaksud dijelaskan
sebagai berikut :