Kawasan Hutan Rakyat Lap KebijakanHR Jawa
5
Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II
penebangan kenampakan alur dan bercak bekas tebangan. Bekas tebangan
parah bukan areal HTI, perkebunan atau pertanian dimasukkan ke dalam
klasifikasi ini;
3. Hutan tanaman adalah seluruh kawasan hutan tanaman baik yang sudah di
tanami maupun yang belum masih berupa lahan kosong. Identifikasi lokasi
dapat diperoleh dengan Peta Persebaran Hutan Tanaman;
4. Perkebunan adalah seluruh kawasan perkebunan,baik yang sudah di tanami
maupun yang belummasih berupa lahan kosong. Identifikasi lokasi dapat
diperoleh dengan Peta Persebaran Perkebunan. Perkebunan rakyat yang
biasanya berukuran kecil akan sulit diidentifikasi dari citra maupun peta
persebaran,sehingga memerlukan informasi lain,termasuk data lapangan;
5. Pertanian lahan kering adalah semua aktifitas pertanian di lahan kering seperti
tegalan, kebun campuran, dan ladang;
6. Pertanian lahan kering campur semak adalah semua jenis pertanian lahan kering
yang berselang seling dengan semak, belukar dan hutan bekas tebangan. Sering
muncul pada areal perladangan berpindah, dan rotasi tanam lahan karst;
7. Semak belukar adalah kawasan bekas hutan lahan kering yang telah tumbuh
kembali atau kawasan dengan liputan pohon jarang alami atau kawasan
dengan dominasi vegetasi rendah alami. Kawasan ini biasanya tidak
menampakan lagi bekas bercak tebangan.
Atas dasar pengertian 6 klas klasifikasi penutupan lahan tersebut, maka
interpretasi dan checking lapangan dilakukan untuk menghitung luas kawasan
hutan rakyat indikatif di seluruh Pulau Jawa. Hasil perhitungan dijelaskan pada
Tabel 2.1.
Penggunaan klas klasifikasi pada Tabel 2.1 ditetapkan dengan maksud
menghitung luas hutan rakyat, potensi kayu, biomassa di atas permukaan tanah,
dan prediksi karbon tersimpan carbon sink dalam biomassa tersebut.
6
Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II
Tabel 2.1. Hasil Perhitungan Luas Kawasan Hutan Rakyat Di Jawa‐Madura
No Klas
Klasifikasi Penutupan
Lahan Periode
2006 ‐2008
Periode 2000
‐2003 Periode
1990 ‐1993
Perubah an
1 2
3 4
5 6
1 hutan
lahan kering sekunderprimer
107.706,97 65.961,24
45.572,19 136,34
2 hutan
tanaman 374.057,31
384.869,50 304.461,12
22,86 3
perkebunan 153.441,62
166.553,30 80.322,79
91,03 4
pertanian lahan
kering 935.069,26
1.098.215,20 837.379,82
11,67 5
pertanian lahan
kering campur
semak 977.796,44
984.066,80 601.042,74
62,68
6 semak
belukar 36.942,46
30.946,00 32.018,48
15,38 Total
2.585.014,06 2.730.612,04
1.900.797,14 35,99
Sumber : Laporan BPKH Wilayah XI Jawa‐Madura Tahun 2009
Informasi klas penutupan lahan hutan rakyat pada Tabel 2.1 perlu mendapat
penjelasan lebih lanjut. Jika kepentingan perhitungan biomass dan karbon
tersimpan di atas tanah tidak diperhitungkan, maka sesungguhnya klas penutupan
lahan hutan rakyat yang benar‐benar riil hanya 3 klas saja yaitu klas no 1, 2, dan
4. Jadi jumlah luas hutan rakyat yang didominasi oleh tanaman kayu hutan adalah
1.416.833,54 ha. Sementara itu klas penutupan lahan hutan rakyat di Pulau Jawa
jika dikaitkan dengan perhitungan biomass di atas permukaan tanah dan
perhitungan karbon tersimpan, total luas indikatifnya sampai tahun 2008 adalah
2.585.014,06 ha. Lebih rinci analisis luas penutupan lahan hutan rakyat ini akan
ditentukan oleh potensi kayu per ha dari masing‐masing klas penutupan lahan, yang
akan dibahas kemudian.
Dari Tabel 2.1 tersebut akan ada banyak informasi yang dapat dijelaskan,
terutama berkaitan dengan penjelasan seberapa besar sesungguhnya perubahan
penutupan lahan kawasan hutan rakyat indikatif dari waktu ke waktu telah terjadi di
7
Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II
Pulau Jawa. Analisis perubahan klas penutupan lahan dari penafsiran citra landsat di
uraikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Analisis Perubahan Penutupan Lahan Hutan Rakyat atas Dasar
Periode Perekaman Data
No Klas
Penutupan Lahan 1990
‐1993 2000
‐2003 1990
‐1993 2006
‐2008 2000
‐2003 2006
‐2008
1 2
3 4
5
1 Hutan
lahan kering primersekunder
44,74 136,34
63,29 2
Hutan tanaman
26,41 22,86
‐0,28 3
Perkebunan 107,35
91,03 ‐7,87
4 Pertanian
lahan kering 31,15
11,67 ‐14,86
5 Pertanian
lahan kering campur
semak 63,73
62,68 ‐0,64
6 Semak
belukar ‐3,35
15,38 19,38
Total 43,66
35,99 ‐5,33
Tabel 2.2 menunjukkan bahwa keberadaan hutan rakyat secara indikatif di
pulau Jawa tersebar dalam 6 klas penutupan lahan dari tahun 1990 sampai tahun
2008 telah meningkat sebesar 35,99 selama 18 tahun, atau meningkat sebesar
1,99 dibulatkan 2 per tahun. Jika perhitungan dasar luas kawasan hutan rakyat
merujuk pada data tahun 1990‐1993, maka kenaikan luas kawasan hutan rakyat
untuk 6 klas penutupan lahan adalah rata‐rata sebesar 38.015,9 ha per tahun.
Percepatan kenaikan luas kawasan hutan rakyat secara indikatif justru terjadi pada
antara periode 1990‐1993 –sampai periode 2000‐2003 yaitu sebesar 43,66
selama 13 tahun, atau luas kawasan hutan rakyat meningkat rata‐rata sebesar
3,36 per tahun. Dengan mengacu pada data kawasan hutan rakyat hasil
pemantauan periode 1990‐1993, maka laju pertambahan luas kawasan hutan
rakyat untuk 6 klas penutupan lahan adalah 63.866,78 ha per tahun pada periode
pemantauan spasial tahun 1990‐2003.
Peningkatan luas kawasan hutan rakyat secara komulatif memang terjadi
sebesar 35,99 selama 18 tahun. Tetapi pada periode tertentu data‐data
menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan perluasan kawasan hutan rakyat yang
negatif ‐. Pada periode kenaikan negatif ‐ tersebut, justru program pemerintah
8
Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II
GERHAN gencar dilaksanakan. Perhatikan perubahan luas kawasan pada periode
antara tahun 2000‐2003 dengan periode 2006‐2008. Perubahan negatif ‐ 0,28
pada klas penutupan lahan hutan tanaman menunjukkan bahwa ada sebanyak
0,28 luas hutan tanaman rakyat berubah menjadi penutupan lahan lainnya. Pada
klas penutupan lahan perkebunan kebun rakyat, seperti kelapa dan campuran
lainnya juga menunjukkan pertumbuhan negatif ‐ 7,87, yang berarti ada seluas
7,87 lahan perkebunan rakyat yang berubah menjadi penutupan lahan lainnya.
Demikian pula telah terjadi perubahan penutupan lahan klas pertanian lahan kering
sebesar 14,86 menjadu penutupan lahan lainnya.
Kesimpulan penting yang dapat diambil dari perubahan penutupan lahan
seperti yang diuraikan di atas adalah: 1 Pada 5 tahun terakhir ini telah terjadi
pengurangan luas klas penutupan lahan hutan rakyat di Pulau Jawa; 2 Kemana
arah kecenderungan perubahan penutupan lahan tersebut perlu penyelidikan lebih
lanjut; dan 3 Penyebab dari perubahan penutupan klas lahan hutan rakyat
tersebut adalah insentif yang sangat kurang dari semua pihak terhadap
pengembangan hutan rakyat di Jawa dan Madura baik insentif langsung maupun
insentif tidak langsung.