Pada tahun 2008 didapatkan prevalensi obesitas di Asia selain India, Bangladesh, Pakistan sekitar 12,5 untuk laki-laki dan 8,8 untuk
perempuan Gatineau, 2011.
Sedangkan menurut Riskesdas tahun 2007 prevalensi obesitas pada
penduduk dewasa di atas 15 tahun di beberapa kota besar di Indonesa cukup tinggi seperti di Sumatera utara 20.9 dengan 17.7 pria dan
23.8 wanita, di DKI Jakarta 26.9 dengan 22.7 pria dan 30.7 wanita, Jawa Barat 17.0 dengan 14.4 pria dan 29.2 wanita, Jawa
tengah 17.0 dengan 11.6 pria dan 22.0 wanita, DI Yogyakarta 18.7 dengan 14.6 pria dan 22.5 wanita, Jawa timur 20.4 dengan
15.2 pria dan 25.5 wanita. Sedangkan di Indonesia adalah 19.1
dengan wanita 23.8 dan pria 13.9 Depkes, 2007.
2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab obesitas sangatlah kompleks. Meskipun gen berperan penting dalam menentukan asupan makanan dan metabolisme energi,
gaya hidup dan faktor lingkungan dapat berperan dominan pada banyak orang dengan obesitas. Diduga bahwa sebagian besar
obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi
dan nutrisional Guyton, 2007.
2.1.3.1 Genetik Obesitas jelas menurun dalam keluarga. Namun peran genetik
yang pasti untuk menimbulkan obesitas masih sulit
ditentukan, karena anggota keluarga umumnya memiliki kebiasaan makan dan pola aktivitas fisik yang sama. Akan
tetapi, bukti terkini menunjukkan bahwa 20-25 kasus obesitas dapat disebabkan faktor genetik.
Gen dapat berperan dalam obesitas dengan menyebabkan
kelainan satu atau lebih jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi serta penyimpanan lemak. Penyebab
monogenik gen tunggal dari obesitas adalah mutasi MCR-4, yaitu penyebab monogenik tersering untuk obesitas yang
ditemukan sejauh ini, defisiensi leptin kongenital, yang diakibatkan mutasi gen, yang sangat jarang dijumpai dan
mutasi reseptor leptin, yang juga jarang ditemui. Semua bentuk penyebab monogenik tersebut hanya terjadi
pada sejumlah kecil persentase dari seluruh kasus obesitas. Banyak variasi gen sepertinya berinterakasi dengan faktor
lingkungan untuk mempengaruhi jumlah dan distribusi lemak Guyton, 2007.
2.1.3.2 Aktivitas fisik Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab
utama obesitas. Hal ini didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan
mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa
otot dan peningkatan adipositas. Oleh karena itu pada orang obesitas, peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat
meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang berimbas penurunan berat badan.
Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap
pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor yaitu tingkat aktivitas dan olahraga secara umum
serta angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh.
Dari kedua faktor tersebut metabolisme basal memiliki tanggung jawab dua pertiga dari pengeluaran energi orang
normal. Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi sepertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi
orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting Guyton, 2007.
Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak
berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme
basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunan metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas
gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olahraga menjadi sangat sulit dan kurang
dapat dinikmati dan kurangnya olahraga secara tidak langsung
akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olahraga sangat penting dalam penurunan berat
badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya
metabolisme normal Guyton, 2007.
2.1.3.3 Perilaku makan Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang
tidak baik. Perilaku makan yang tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah karena lingkungan dan
sosial. Hal ini terbukti dengan meningkatnya prevalensi obesitas di negara maju. Sebab lain yang menyebabkan
perilaku makan tidak baik adalah psikologis, dimana perilaku makan agaknya dijadikan sebagai sarana penyaluran stress.
Perilaku makan yang tidak baik pada masa kanak-kanak sehingga terjadi kelebihan nutrisi juga memiliki kontribusi
dalam obesitas, hal ini didasarkan karena kecepatan pembentukan sel-sel lemak yang baru terutama meningkat
pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan makin besar kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah sel
lemak. Oleh karena itu, obesitas pada kanak-kanak cenderung mengakibatkan obesitas pada dewasanya nanti
Guyton, 2007.
2.1.3.4 Neurogenik Telah dibuktikan bahwa lesi di nukleus ventromedial
hipotalamus dapat menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan menjadi obesitas. Orang dengan tumor
hipofisis yang menginvasi hipotalamus seringkali mengalami obesitas yang progresif. Hal ini memperlihatkan bahwa,
obesitas pada manusia juga dapat timbul akibat kerusakan pada
hipotalamus. Dua
bagian hipotalamus
yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral
HL yang menggerakkan nafsu makan awal atau pusat makan dan hipotalamus ventromedial HVM yang bertugas
merintangi nafsu makan pemberhentian atau pusat kenyang. Dibuktikan bahwa lesi pada hipotalamus bagian ventromedial
dapat menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan obesitas, serta terjadi perubahan yang nyata pada
neurotransmiter di
hipotalamus berupa
peningkatan oreksigenik seperti orexigenic substance neuropeptide Y
NPY dan penurunan pembentukan zat anoreksigenik seperti leptin dan
α-MSH pada hewan obesitas yang dibatasi makannya Guyton, 2007 .
2.1.3.5 Hormonal Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan
peptida usus. Leptin adalah sitokin yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit yang bekerja
melalui aktivasi reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi.
Insulin adalah anabolik hormon, insulin diketahui dapat berhubungan langsung dalam penyimpanan dan penggunaan
energi pada sel adiposa. Kortisol merupakan glukokortikoid yang bekerja dalam mobilisasi asam lemak yang tersimpan
pada trigliserida, hepatic glukoneogenesis, dan proteolisis Wilborn et al, 2005.
2.1.3.6 Dampak penyakit lain
Faktor terakhir
penyebab obesitas
adalah karena
dampaksindroma dari penyakit lain. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan obesitas adalah hypogonadism, Cushing
syndrome, hypothyroidism, insulinoma, craniophryngioma dan gangguan lain pada hipotalamus. Beberapa anggapan
menyatakan bahwa berat badan seseorang diregulasi baik oleh endokrin dan komponen neural. Berdasarkan anggapan
tersebut, maka sedikit saja kekacauan pada regulasi ini akan mempunyai efek pada berat badan Flier, 2012.
2.1.4 Klasifikasi
2.1.4.1 Obesitas Sentral Obesitas sentral didefinisikan sebagai penumpukan lemak
dalam tubuh bagian perut. Penumpukan lemak ini diakibatkan oleh jumlah lemak berlebih pada jaringan lemak subkutan dan
lemak visceral perut. Penumpukan lemak pada jaringan lemak visceral merupakan bentuk dari tidak berfungsinya jaringan
lemak subkutan dalam menghadapi ketidakseimbangan energi pada tubuh. Ketidakseimbangan energi pada tubuh disebabkan
antara lain terjadinya peningkatan asupan gizi dan kurangnya aktivitas fisik Tchernof, 2013.
Penting mempertimbangkan usia dan jenis kelamin untuk mengetahui interpretasi perkembangan otot atau distribusi
lemak tubuh serta klasifikasi obesitas. Misalnya adipositas pusat yaitu penumpukan lemak terutama pada bagian
abdomen lebih menunjukkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Hal ini dapat ditentukan berdasarkan
pengukuran lingkar pinggang La Morte, 2013.
Tabel 1. Interpretasi Lingkar Pinggang LP dan Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul RLPP WHO, 2008
Obesitas sentral
merupakan obesitas
yang didominasi
penimbunan lemak tubuh di trunkal. Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada trunkal, yaitu trunkal
subkutaneus yang merupakan kompartemen paling umum, intraperitoneal abdominal, dan retroperitoneal. Tipe obesitas ini
berhubungan lebih kuat dengan diabetes, hipertensi, dan penyakit
Jenis pemeriksaan Klasifikasi
Laki-laki Perempuan
Lingkar pinggang
Normal 94-102 cm
80-88 cm Tinggi
102cm 88 cm
Rasio lingkar pinggang panggul
Normal 0,90
0,85 Tinggi
90 85
kardiovaskuler daripada obesitas tubuh bagian bawah Sugianti, 2009.
Mortalitas yang berkaitan dengan obesitas, terutama obesitas sentral, sangat erat hubungannya dengan sindrom metabolik.
Sindrom metabolik merupakan satu kelompok kelainan metabolik selain obesitas, meliputi resistensi insulin, gangguan toleransi
glukosa, abnormalitas lipid dan hemostasis, disfungsi endotel dan hipertensi yang kesemuanya secara sendiri-sendiri atau bersama-
sama merupakan faktor resiko terjadinya aterosklerosis dengan manifestasi penyakit jantung koroner danatau stroke Soegondo,
2007.
Seibert 2013 melaporkan korelasi pengukuran lemak viseral dengan risiko penyakit kardiovaskular. Dalam studi pada orang
dewasa, peneliti ini melaporkan bahwa penanda risiko kardiovaskular digunakan untuk mengklasifikasikan sindrom
metabolik. Jumlah lemak viseral yang meningkat akan memobilisasi asam lemak bebas. Aktivitas lipolitik yang
terjadi pada orang obesitas sentral menghasilkan mediator pro- inflamasi spesifik yang meningkatkan tonus vasomotor endotel
dengan mengeluarkan renin, angiotensinogen, dan angiotensin II yang mirip dengan sistem renin angiotensin aldosteron pada
ginjal sehingga dapat meningkatkan hipertensi pada pasien obesitas Redinger, 2007.
2.1.4.2 Obesitas General Obesitas dapat diartikan sebagai kelebihan lemak tubuh.
Penanda kandungan lemak tubuh yang digunakan adalah indeks massa tubuh IMT. Ketika kuantitas energi dalam bentuk
makanan yang masuk dalam tubuh lebih besar dari pada yang dikeluarkan, maka akan mengakibatkan berat badan meningkat
dan sebagian besar dari kelebihan energi ini disimpan dalam bentuk lemak. Obesitas biasanya di nyatakan dengan adanya
25 lemak tubuh total atau lebih pada pria dan sebanyak 35 atau lebih pada wanita Guyton and Hall, 2007. Cara yang biasa
digunakan untuk menghitung IMT adalah LaMorte, 2013:
Tabel 2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT WHO, 2006
Klasifikasi IMT kgm
2
Berat badan kurang 18,5
Kisaran normal 18,5
– 22,9 Berat badan lebih
23,0 Berisiko
23,0 – 24,9
Obesitas I 25,0
– 29,9 Obesitas II
30,0 Keterangan : IMT : Indeks Masa Tubuh
Indeks massa tubuh IMT adalah ukuran yang menyatakan komposisi tubuh, perimbangan antara berat badan dengan tinggi
Berat badan kg [Tinggi m]
2
badan. IMT digunakan untuk mengukur kegemukan, sebagai dampak dari perubahan pola hidup, kebiasaan mengkonsumsi
makanan siap saji yang tinggi lemak dan protein, serta rendah karbohidrat. IMT tidak dapat membedakan otot dengan lemak,
selain itu pula tidak memberikan distribusi lemak di dalam tubuh yang merupakan faktor penentu utama risiko gangguan
metabolisme yang dikaitkan dengan kelebihan berat badan. Pola penyebaran lemak tubuh tersebut dapat ditentukan oleh rasio
lingkar pinggang dan pinggul atau mengukur lingkar pinggang. Pinggang diukur pada titik yang tersempit, sedangkan pinggul
diukur pada titik yang terlebar, lalu ukuran pinggang dibagi dengan ukuran pinggul Arora, 2007.
2.1.5 Patofisiologi Obesitas
Pusat pengaturan asupan makan ada pada hipotalamus. Nukleus lateral dari hipotalamus sebagai pusat makan dan nukleus
ventromedial merupakan pusat kenyang. Nukleus paraventrikular, dorsomedial, dan arkuata juga turut berpengaruh pada regulasi
makan. Nukleus arkuata memiliki dua macam neuron yang penting dalam nafsu makan dan penggunaan energi antara lain neuron pro-
opiomelanocortin POMC yang memproduksi α-melanocyte
stimulating hormone α-MSH dan cocaine-and-amphetamine
transcript CART serta neuron yang memproduksi orexigenic substance neuropeptide Y NPY dan agouti-related protein
AGRP Fauci, 2008.
Regulasi kuantitas asupan makan di bagi menjadi regulasi jangka
pendek yang mencegah makan berlebihan setiap kali makan dan regulasi jangka panjang yang menjaga kuantitas dari energi yang di
simpan di dalam tubuh. Regulasi jangka pendek di inisiasi ketika traktus digestif terutama lambung dan duodenum terdistensi yang
akan mengirimkan sinyal inhibisi ke pusat makan. Salah satu contohnya adalah kolesistokinin CCK yang berespon ketika
lemak memasuki duodenum dan memberi sinyal untuk menekan asupan makan. Regulasi jangka panjang berupa pelepasan hormon
peptida dari adiposit yaitu hormone leptin. Ketika jumlah adiposit banyak, maka pelepasan leptin pun akan banyak. Leptin akan
bersirkulasi ke otak dan melewati sawar darah otak dan bertemu reseptor dari neuron pro-opiomelanocortin POMC Fauci, 2008.
Stimulasi ini akan menimbulkan beberapa efek yaitu : 1.
Penurunan produksi stimulator nafsu makan seperti orexigenic substance neuropeptide Y NPY dan agouti-related protein
AGRP di hipotalamus 2.
Aktivasi neuron pro-opiomelanocortin POMC yang akan melepaska
n α-MSH dan aktivasi reseptor melanokortin 3.
Peningkatan produksi CRH di hipotalamus yang dapat menurunkan nafsu makan
4. Peningkatan aktivitas saraf simpatis yang menyebabkan
peningkatkan laju metabolism dan penggunaan energi
5. Penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, di mana akan
menurunkan penyimpanan energi Fauci, 2008.
2.2 Tekanan Darah 2.2.1 Definisi
Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Peningkatan curah jantung dan atau resistensi vaskuler
perifer menyebabkan peningkatan tekanan darah. Jika jantung meningkat sementara resistensi vaskuler perifer menurun dan
sebaliknya, maka tekanan darah tidak akan meninggi Ganong, 2005.
2.2.2 Fisiologi Tekanan Darah
Curah jantung dapat berubah-ubah oleh perubahan pada kecepatan denyut jantung atau isi sekuncup. Kecepatan jantung terutama
dikontrol oleh persarafan jantung, stimulasi simpatis meningkatkan kecepatan dan stimulasi parasimpatis menurunkannya. Isi sekuncup
sebagian juga ditentukan oleh input saraf, rangsang simpatis menyebabkan serat otot miokardium berkontraksi lebih kuat untuk
setiap panjang sedangkan rangsang parasimpatis menimbulkan efek sebaliknya. Kekuatan kontraksi otot jantung bergantung pada
preload dan afterload-nya. Preload adalah derajat peregangan miokardium sebelum miokardium berkontraksi dan afterload
adalah resistensi yang dihadapi darah sewaktu dikeluarkan Ganong, 2005.
Tekanan di dalam aorta dan dalam arteri brakialis dan arteri besar
lain pada orang dewasa muda meningkatkan mencapai nilai puncak tekanan sistolik kira-kira 120 mmHg selama tiap siklus
jantung dan turun ke nilai minimal tekanan diastolik sekitar 70 mmHg. Tekanan ini didapat pada posisi duduk istirahat atau
berbaring. Cukup kelihatan lebih rendah pada malam hari dan pada perempuan lebih rendah dibanding dengan laki-laki. Secara umum,
peningkatan curah jantung meningkatkan tekanan sistolik, sedangkan peningkatan tahanan perifer meningkatkan
tekanan diastolik Ganong, 2005.
2.2.3 Klasifikasi Tekanan Darah
Menurut The Seventh Report Of The Joint National Committee On Prevention, Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood
Pressure JNC 7, tekanan darah dibagi menjadi normal, prehipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2.
Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7 Lilly, 2011
SBPDBP Kategori
12080 Normal
120-13980-89 Prehipertensi
≥14090 Hipertensi
140-15990-99 ≥160100
Hipertensi stage 1 Hipertensi stage 2
Keterangan: SBP: Systolic Blood Pressure DBP: Diastolic Blood Pressure
2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Menurut Kozier 2009, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tekanan darah, diantaranya adalah:
2.2.5.1 Umur
Bayi yang baru lahir memiliki tekanan sistolik rata-rata 73 mmHg. Tekanan sistolik dan diastolik meningkat secara
bertahap sesuai usia hingga dewasa. Pada orang lanjut usia, arterinya lebih keras dan kurang fleksibel terhadap darah. Hal
ini mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat karena dinding pembuluh darah tidak
lagi retraksi secara fleksibel pada penurunan tekanan darah.
2.2.5.2 Jenis Kelamin
Berdasarkan Journal of Clinical Hypertension, Oparil menyatakan bahwa perubahan hormonal yang sering terjadi
pada wanita menyebabkan wanita lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini juga menyebabkan risiko wanita
untuk terkena penyakit jantung menjadi lebih tinggi.
2.2.5.3 Olahraga
Aktivitas fisik dapat meningkatkan tekanan darah.
2.2.5.4 Obat-obatan
Banyak obat-obatan
yang dapat
meningkatkan atau
menurunkan tekanan darah.
2.2.5.5 Ras
Pria Amerika Afrika berusia di atas 35 tahun memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari pada pria Amerika Eropa dengan
usia yang sama.
2.2.5.6 Obesitas
Obesitas, baik pada masa anak-anak maupun dewasa merupakan faktor predisposisi hipertensi.
2.2.5 Tekanan Arteri Rerata Mean Arterial Pressure
Tekanan arteri rerata adalah gaya pendorong utama yang mengalirkan darah ke jaringan. Tekanan ini dipantau dan diatur di
tubuh, bukan tekanan sistolik atau diastolik arteri atau tekanan nadi dan juga bukan tekanan di bagian lain pohon vaskular Sherwood,
2011.
Tekanan ini harus diatur secara ketat karena dua alasan. Pertama, tekanan ini harus cukup tinggi untuk menjamin tekanan pendorong
yang optimal, tanpa tekanan ini, otak dan jaringan lainnya tidak akan menerima aliran yang memadai. Kedua, tekanan harus tidak terlalu
tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah serta kemungkinan pecahnya pembuluh darah halus. Oleh karena itu,
peningkatan atau penurunan tekanan ini akan berpengaruh kepada homeostatis tubuh Sherwood, 2011.
Tekanan arteri rerata sedikit kurang daripada nilai-nilai tengah antara tekanan sistole dan diastole. Besar nilai pada orang dewasa sekitar 90
mmHg yang sedikit lebih kecil dari rata-rata tekanan sistol dan diastol. Tekanan arteri rerata dapat ditentukan dengan rumus berikut
Sherwood, 2011: Rumus Perhitungan MAP
2.3 Hubungan Obesitas dengan Tekanan Darah
Mekanisme terjadinya hipertensi pada obesitas telah lama diketahui. Sebagian besar penelitian memfokuskan pada beberapa hal seperti: a efek
langsung obesitas terhadap hemodinamik meliputi peningkatan volume darah, peningkatan curah jantung dan peningkatan isi sekuncup stroke volume; b
adanya mekanisme yang menghubungkan obesitas dengan peningkatan resistensi perifer seperti disfungsi endotel, resistensi insulin, aktivitas saraf
simpatis, adanya subtansi yang dikeluarkan oleh adiposa seperti Interleukin-6 IL-6 dan TNF-
α Poirir, 2006.
Pada obesitas, pertambahan ukuran dan jumlah sel adiposa dapat
menyebabkan dan menimbulkan gangguan metabolisme. Selain sebagai tempat penyimpanan lemak, sel adiposa merupakan organ yang memproduksi
molekul biologi aktif adipokin seperti sitokin proinflamasi, hormon anti inflamasi dan substansi biologi lain. Obesitas menyebabkan ekspresi sitokin
proinflamasi dapat meningkat di dalam sirkulasi sehingga menyebabkan Tekanan arteri rerata mmHg = tekanan sistol + 2 tekanan diastol
3
inflamasi dinding vaskular. Mekanisme inflamasi pada hipertensi diduga melalui peningkatan beberapa mediator, termasuk molekul adhesi lekosit,
kemokin, faktor pertumbuhan spesifik, heat shock protein, endotelin-1 dan
angiotensin Gantini, 2005.
Selain itu, pada obesitas yang diikuti dengan peningkatan metabolisme
lemak, akan menyebabkan peningkatan produksi Reactive Oxygen Species ROS di sirkulasi maupun di sel adiposa. ROS akan merangsang mediator
inflamasi, mengaktivasi matriks metaloproteinase, menginduksi apoptosis, menyebabkan agregrasi trombosit, dan menstimulasi otot polos. ROS juga
berperan dalam memodulasi tonus pertumbuhan dan remodeling vaskular. Peningkatan ROS dalam sel adiposa akan menyebabkan terganggunya
keseimbangan reaksi reduksi oksidasi, sehingga terjadi penurunan enzim antioksidan dalam sirkulasi. Keadaan ini disebut stres oksidatif Furukawa,
2004.
Stres oksidatif diyakini memiliki peran penting dalam patofisiologi terjadinya
hipertensi, sindroma metabolik, maupun aterosklesrosis. Stres oksidatif dapat menyebabkan disfungsi endotel dan hipertensi, melalui perangsangan
inaktivasi Nitric oxide NO yang dimediasi oleh ROS. Nitric oxide merupakan senyawa endothelium derived relaxing factor yang berperan
penting dalam pengaturan homeostasis vaskular. Penurunan NO berhubungan
dengan disfungsi endotel Stern, 2004.
Pada obesitas juga terjadi peningkatan Free Fatty Acid FFA, peningkatan
insulin, peningkatan leptin, aldosteron, dan peningkatan aktivitas renin
angiotensin akan menstimulasi peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis. Peningkatan sistem saraf simpatis, leptin, aldosteron, dan peningkat an
aktivitas Renin Angiotensin System RAS yang kemudian akan menyebabkan retensi cairan dan natrium sehingga akan menyebabkan hipertensi.
Peningkatan aldosteron dan aktivasi Renin Angiotensin RA, serta peningkatan Endotelin-1 dan penurunan aktivitas NO akan menimbulkan
vasokontriksi yang kemudian akan mempredisposisi terjadinya hipertensi
Aneja, 2004.
Obesitas diketahui berhubungan dengan hiperleptinemia sirkulasi. Leptin
merupakan sebuah protein yang dikoding oleh gen obesitas yang akan memodulasi metabolisme lipid, hemopoesis, fungsi se
l β pankreas, dan angiogenesis. Secara langsung leptin akan menurunkan distensibilitas arteri,
mempengaruhi tonus dan pertumbuhan pembuluh darah serta menstimulasi proliferasi sel otot polos vaskular. Selain itu leptin juga akan meregulasi
aktivitas saraf simpatis dan vasomotion termasuk mekanisme dependen dan independen Nitric oxide NO. Stimulasi simpatis renal jangka panjang
oleh leptin mengakibatkan peningkatan tekanan darah, melalui aktivitas vasokonstriksi dan peningkatan reabsorbsi natrium di tubulus ginjal. Leptin
akan menstimulasi sitokin profibriogenik di ginjal yang akan diaugmentasi oleh faktor pertumbuhan lain seperti angiotensin II. Semua hal tersebut
mempunyai peran dalam peningkatan tekanan darah Rahmouni, 2004.
2.4 Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori Poirir, 2006 dan Gantini, 2005
Obesitas
Obesitas Sentral Obesitas General
Peningkatan asam lemak bebas Free Fatty Acid
Peningkatan Mean Arterial Pressure MAP
Faktor Genetik Faktor Lingkungan
Faktor Diet
Langsung Tidak Langsung
Kompresi ginjal, vena renalis,
dan sistem
limfatik sekitar ginjal oleh jaringan lemak
Aktivasi Renin Angiotensin Aldosteron
System RAAS Peningkatan
Mediator inflamasi dan zat oksidan
Vasokontriksi pembuluh darah
- Inflamasi dinding vaskuler
- Disfungsi endotel pada struktur arteri
- Peningkatan resistensi perifer
- Aktivasi saraf simpatis
Penurunan GFR
- Gangguan reabsobsi Natrium ke tubulus
- Peningkatan Cardiac Output
- Peningkatan volume darah
2.5 Kerangka Konsep Variabel Independen
Variabel dependen
Gambar 2. Kerangka konsep
2.6 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah “terdapat perbandingan rerata Mean
Arterial Pressure MAP antara obesitas general dengan obesitas sentral pada pegawai laki-laki dewasa di lingkungan Universitas Lampung tahun 2016
”.
Obesitas 1. Obesitas general
2. Obesitas sentral Perbedaan mean
arterial presure MAP
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik kuantitatif komparatif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara obesitas
general dengan obesitas sentral terhadap mean arterial pressure MAP pada pegawai laki-laki dewasa di lingkungan Universitas Lampung.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Universitas Lampung
3.2.2 Waktu
Waktu penelitian dilakukan pada bulan September sampai Desember 2016.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
3.3.1.1 Populasi Target
Populasi target adalah seluruh populasi yang diinginkan oleh peneliti yang berkaitan dengan penelitiannya yaitu seluruh
civitas akademik di Universitas Lampung.
3.3.1.2
Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah populasi yang dapat di gunakan peneliti dalam penelitiannya yang memenuhi kriteria inklusi.
Pada penelitian ini populasi terjangkau yang digunakan peneliti adalah pegawai laki-laki dewasa di lingkungan
Universitas Lampung.
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini ditentukan dengan rumus besar sampel analitik komparatif tidak berpasangan variabel numerik yaitu:
n1 = n2 =
[ ]
Keterangan :
n = Besar sampel minimal Za = deviat baku alfa. Nilai standar normal yang merupakan besarnya
peluang untuk menolak atau menerima Ho, bergantung pada besarnya kesalahan.
Z β = Nilai standar normal yang merupakan besarnya peluang untuk
menerima Ho : bergantung dari power penelitian. S = Simpang baku dari selisih nilai antar kelompok.
X
1
-X
2
= Selisih minimal rerata yang dianggap bermakna Dahlan, 2013