I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga anggrek mempunyai lebih banyak spesiesnya daripada keluarga tumbuhan bunga-bungaan lainnya. Para ahli tumbuh-tumbuhan berkeyakinan
anggrek mempunyai kurang lebih 25.000-43.000 spesies dari 750 genus yang berbeda yang tersebar di seluruh dunia, dan sekitar 5000 spesies terdapat di
hampir semua pulau di Indonesia. Kalimantan, Papua, Sumatera, dan Jawa termasuk pulau-pulau yang terkenal di dunia karena kekayaan anggreknya
Darmono 2003; Rudhy 2006.
Kalimantan memiliki kawasan hutan sangat luas dan berpotensi sebagai tempat tersebarnya plasma nutfah. Salah satu potensi plasma nutfah yang tidak
ternilai harganya adalah anggrek. Berbagai spesies anggrek dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di hamparan belantara khatulistiwa ini. Diperkirakan
hutan Kalimantan menyimpan 2.500 – 3.000 spesies anggrek. Khususnya yang tumbuh di Kalimantan Barat diantaranya dari genus Dimorphorchis,
Paphiopedillum, Phalaenopsis, Dendrobium, Ceologyne, Eria, Grammatophyllum, Aerides dan spesies Bulbophyllum beccarii Rchb.f. Equator
Online Development Team 2002. Genus Dendrobium dan Phalaenopsis merupakan anggrek komersial yang menguasai pasar anggrek lebih dari 80
Setiawan 2005. Di antara spesies-spesies anggrek yang ada, anggota Bulbophyllum merupakan genus yang paling besar Hawkes 1965. Namun, di
Kalimantan Barat spesies B. beccarii atau nama lokalnya anggrek kuping gajah merupakan salah satu anggrek alam yang sekarang terancam punah dan spesies
ini sudah masuk dalam CITES Apendiks II Soehartono dan Mardiastuti 2003. Kekayaan spesies anggrek yang dimiliki ini merupakan potensi yang
sangat berharga bagi keanekaragaman sumber daya genetik anggrek di Indonesia. Namun sangat disayangkan, keanekaragaman anggrek tersebut terancam
kelestariannya karena maraknya penebangan hutan dan konversi hutan. Penyebab lain adalah banyaknya pencurian terselubung oleh orang asing terhadap anggrek-
anggrek asli alam dengan dalih kerjasama dan sumbangan dana penelitian. Sementara itu, hanya sebagian kecil pihak yang mampu melakukan
pengembangan dan pemanfaatan spesies anggrek alam. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka tidak mustahil spesies anggrek alam Indonesia lambat laun akan
punah. Salah satu alternatif untuk melestarikan keanekaragaman anggrek alam adalah melakukan perbanyakan melalui kultur jaringan. Dengan kultur jaringan,
dapat melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan pelestarian anggrek yang tidak dapat dilakukan secara konvensional. Dengan kultur jaringan juga dapat
dilakukan perbanyakan anggrek dengan jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, bisa dihasilkan anggrek yang memiliki sifat sama
dengan induknya dan pertumbuhannya relatif seragam Sandra 2003. Dalam pelaksanaan kegiatan kultur jaringan tumbuhan, banyak sekali
masalah-masalah yang muncul sebagai pengganggu dan bahkan menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan kegiatan kultur yang dilakukan. Salah satu
gangguan yang sering terjadi dalam kegiatan kultur adalah berasal dari bahan tumbuhan. Misalnya, tumbuhan berasal dari alamlapang, kondisi tumbuhan yang
terserang penyakit, dan bahan yang tersedia terbatas. Tumbuhan yang berasal dari lapang sudah pasti mengandung debu, kotoran, dan berbagai kontaminan hidup
pada permukaannya dan bahkan bisa pada bagian dalam jaringan. Kontaminan yang berasal dari lingkungan tersebut bisa mengakibatkan tumbuhan terserang
penyakit. Kondisi tumbuhan yang terserang penyakit atau terkontaminasi mikroorganisme baik eksternal permukaan maupun internal bagian dalam
jaringan, tidak mudah untuk dilakukan pengkulturan. Kesulitan perbanyakan tumbuhan yang terkontaminasi mikroorganisme dengan kultur jaringan, yaitu
bagaimana mematikan atau menghilangkan mikroorganisme dengan bahan sterilian tanpa mematikan tumbuhan eksplan Darmono 2003; Santoso dan
Nursandi 2002. Menurut Gunawan 1987 bahan-bahan sterilisasi yang biasa digunakan umumnya bersifat toksik terhadap jaringan. Permasalahan lain yang
sering terjadi pada kegiatan kultur jaringan adalah peristiwa browning pencoklatan. Menurut Sandra 2003, setiap tumbuhan akan mengeluarkan
larutan fenol yang akan bereaksi dengan udara oksigen sehingga menghasilkan larutan berwarna coklat yang disebut quinon. Larutan yang berwarna coklat
tersebut jika terakumulasi pada media akan meracuni eksplan.
Di Indonesia perbanyakan anggrek kuping gajah belum pernah dilakukan, khususnya dengan teknik kultur jaringan. Sehingga, berbagai informasi mengenai
perbanyakan anggrek dengan kultur jaringan ini belum ada. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan penelitian awal dalam upaya memperbanyak anggrek
kuping gajah melalui kultur jaringan. Menurut Wetherell 1982, tahap awal yang harus dilakukan dalam kegiatan kultur jaringan adalah sterilisasi eksplan.
Sterilisasi ini dilakukan untuk mensucihamakan dan membebaskan eksplan dari mikroorganisme, sehingga bisa ditumbuhkan dalam media kultur dengan kondisi
yang aseptik. Menurut Sandra dan Medi 2002, sterilisasi merupakan permasalahan
utama yang menentukan keberhasilan kultur jaringan, terutama sterilisasi eksplan yang berasal dari luar atau lapang. Jika sterilisasi gagal maka kegiatan selanjutnya
tidak bermanfaat.
1
1.2 Tujuan Penelitian