dalam Wattimena et al.1992 menjadi 5 tahap, yaitu: 1 Seleksi tanaman induk, 2 Pemantapan kultur aseptik, 3 Produksi propagul, 4 Persiapan planlet sebelum
diaklimatisasi, dan 5 Aklimatisasi planlet. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis
tanaman dalam kultur jaringan dapat digolongkan menjadi 4 golongan utama, yaitu:
1. Genotipe dari sumber bahan tanaman yang digunakan 2. Media, mencakup tentang komponen penyusun media dan juga zat
pengatur tumbuh tanaman yang digunakan 3. Lingkungan tumbuh tanaman yaitu keadaan fisik tempat kultur
ditumbuhkan 4. Fisiologi jaringan tanaman sebagai eksplan.
Kempat faktor tersebut dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya Wattimena et al. 1992.
2.2.2 Kultur Jaringan Anggrek
Penelitian kultur jaringan anggrek yang pertama kali dipublikasikan adalah hasil percobaan George Morel pada tahun 1960 yang dilakukan untuk
mendapatkan tanaman Cymbidium bebas virus Bergman 1972 dalam Wattimena et al.1986. Sejak dipublikasikannya percobaan tersebut, pemakain kultur jaringan
untuk perbanyakan vegetatif anggrek semakin pesat perkembangannya Wattimena et al.1986.
Pada tahun 1964, sebuah perusahaan anggrek di Perancis berhasil memproduksi klon-klon anggrek secara komersial. Perusahaan tersebut juga
menggunakan istilah mericlon bagi tanaman anggrek hasil perbanyakan lewat kultur jaringan seperti yang disarankan oleh Gordon Dilon sebelumnya Bertsch
1967 dalam Wattimena et al.1986.
2.2.3 Media Kultur
Keberhasilan dalam teknologi serta penggunaan metode in vitro terutama disebabkan pengetahuan yang lebih baik tentang kebutuhan hara sel dan jaringan
yang dikulturkan. Hara terdiri dari komponen yang utama dan komponen tambahan. Komponen utama meliputi garam mineral, sumber karbon gula,
vitamin dan pengatur tumbuh. Komponen lain seperti senyawa nitrogen organik, berbagai asam organik, metabolit dan ekstrak tambahan tidak mutlak, tetapi dapat
menguntungkan ketahanan sel dan perbanyakannya Wetter dan Constabel 1991. Media hara dapat berbentuk padat, semi padat dan cair Wattimena et al. 1992.
Komposisi formulasi dari suatu media, harus mengandung nutrien esensial makro dan mikro serta sumber tenaga. Zat-zat tersebut bisa dicampur sendiri dari
bahan dasarnya atau diperoleh sudah dalam bentuk campuran. Biasanya ditambah zat pengatur tumbuh, seperti hormon-hormon dan penyangga misalnya agar.
Banyak formulasi media yang ada, masing-masing berbeda dalam hal kuantitas maupun kualitas komponennya. Dari sekian banyak formulasi yang ada, beberapa
buah diantaranya telah sering dipakai. Antara lain seperti yang telah dikemukakan oleh Toshio Murashige dan dipublikasikan oleh Murashige dan Skoog pada tahun
1962 Wetherell 1982. Media yang dipakai dalam kultur jaringan telah banyak dikembangkan
oleh beberapa peneliti. Di dalam media tersebut biasanya terkandung senyawa- senyawa kimia yang diperlukan oleh jaringan tanaman Drew 1980 dalam
Wattimena et al.1986. Senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam media disusun dalam perimbangan tertentu. Perimbangan yang tepat dari senyawa
penyusun tersebut perlu dan menentukan tipe pertumbuhan yang akan terbentuk dari eksplan yang ditanam Drew 1980; Murashige 1977a dalam Wattimena et
al.1986. Setiap media kultur mempunyai kespesifikan yang tertentu. Media
Murashige dan Skoog MS merupakan media kultur yang umum digunakan para ahli karena dapat dipakai untuk mengulturkan berbagai macam tanaman, termasuk
anggrek. Sementara itu, media Vacin dan Went VW merupakan media kultur yang khusus dipergunakan untuk anggrek Sandra 2003. Keistimewaan medium
MS adalah kandungan nitrat, kalium, dan amoniumnya yang tinggi Wetter dan Constabel 1991.
Dewasa ini beberapa media kultur jaringan dapat dibeli dalam bentuk bubuk yang telah dipersiapkan. Tergantung dari jenisnya, media kultur jaringan
ada yang hanya mengandung garam mikro serta vitamin, ada juga yang lengkap sampai hormon dan gula Nugroho dan Sugito 2002.
2.2.4 Lingkungan Tumbuh dalam Kultur Jaringan