Tempat dan Waktu Penelitian Analisa Data Pengaruh Perlakuan Sterilisasi Eksplan

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan data primer dilakukan selama enam bulan dari bulan September 2006 sampai Februari 2007. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1 Bahan a. Bahan Media Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media MS lengkap Murashige dan Skoog dan 12MS yang telah dimodifikasi dengan penambahan vitamin, asam amino dan sukrosa. Media 12MS adalah media MS yang jumlah konsentrasi penggunaanya setengah dari jumlah konsentrasi yang sebenarnya, kecuali jumlah agar dan gula sukrosa dalam satu liter. b. Bahan Eksplan Bahan eksplan yang digunakan adalah daun tumbuhan anggrek kuping gajah Bulbophyllum beccarii Rchb.f dari tanaman koleksi pribadi Bapak Ir. Edhi Sandra, MSi. c. Bahan Sterilisasi Bahan sterilisasi yang digunakan adalah alkohol 70, HgCl 2 0,01, bayclin 25, 15, 10, 5, bakterisida, fungisida, antibiotik, betadin, dan air steril.

3.2.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi botol kultur, alumunium foil, petridish, pembakar spiritus, pisau, scalpel, pinset, gelas piala, erlenmayer, pipet, Ph meter, autoklaf, neraca analitik, stirer, laminar air flow cabinet, oven, plastik, sprayer, karet, dan ruang kultur. 3.3 Jenis Data 3.3.1 Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini didapatkan melalui studi pustaka dari berbagai literatur. Data sekunder tersebut meliputi data sosok anggrek kuping gajah, kultur jaringan, bahan sterilisasi, dan zat pengatur tumbuh.

3.3.2 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini yaitu pengaruh perlakuan sterilisasi terhadap eksplan dan pertumbuhan eksplan. 3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Sterilisasi a. Sterilisasi Lingkungan Kerja Alat Penabur Sebelum digunakan, laminar air flow cabinet harus disterilkan dengan menggunakan hand sprayer berisi alkohol 70. Setelah laminar air flow cabinet disemprot, kemudian dibiarkan terlebih dahulu ± 10 menit, baru kemudian boleh digunakan. b. Sterilisasi Alat-alat dan Media Kultur Alat-alat dissecting-set dan glass ware yang akan digunakan untuk kultur jaringan, setelah dicuci dan dikeringkan kemudian dibungkus dengan kertas koran dan disterilisasi di dalam autoklaf dengan suhu 121 C, tekanan 17.5-20.0 psi, lama sterilisasi 45-60 menit. Botol-botol eksplan yang sudah berisi media kemudian disterilisasi. Sterilisasi media lebih sedikit waktunya, yaitu 20-30 menit tetapi suhu dan tekanannya sama. c. Sterilisasi Air Air steril berasal dari air ledeng, tetapi harus diendapkan kotorannya terlebih dahulu. Kemudian air tersebut dimasukkan kedalam botol kultur kosong sesuai kebutuhan dan ditutup. Setelah itu diautoklaf dengan suhu 121 C, tekanan 17.5-20.0 psi, lama sterilisasi 30-45 menit. d. Sterilisasi eksplan Perlakuan sterilisasi eksplan yang digunakan terdiri dari 11 macam. Sebelum dilakukan perlakuan sterilisasi, bahan eksplan dicuci bersih dengan air ledeng. Kemudian dibersihkan dengan deterjen rinso sambil digosok menggunakan spon, lalu dicuci lagi dengan air ledeng. Setelah itu daun dibilas lagi dengan air steril satu kali. Pencucian ini dilakukan diluar laminar air flow cabinet. Selanjutnya, dilakukan sterilisasi pada eksplan menggunakan bahan sterilan di dalam laminar air flow cabinet dengan macam perlakuan sebagai berikut: 1. Pada perlakuan ini eksplan yang sudah dicuci kemudian langsung dilakukan proses penanaman. Hal ini dilakukan sebagai kontrol atau perbandingan hasil dengan perlakuan sterilsasi menggunakam bahan kimia sterilan. 2. Daun direndam dalam larutan bakterisida + fungisida 500 mgl selama 30 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Kemudian daun direndam dalam larutan bayclin 10 selama 10 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Terakhir, daun direndam dalam larutan alkohol 70 selama 5 menit, lalu dibilas dengan air steril empat kali. 3. Daun direndam dalam larutan bakterisida + fungisida 500 mgl selama 30 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Kemudian daun direndam dalam larutan bayclin 10 selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Terakhir, daun direndam dalam larutan alkohol 70 selama 1 menit, lalu dibilas dengan air steril empat kali 4. Daun direndam dalam larutan antibiotik sebanyak 500 mgl selama 4 jam, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Kemudian daun direndam dalam larutan alkohol 70 selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril empat kali. 5. Daun direndam dalam larutan bayclin 25 selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Kemudian daun direndam dalam larutan bayclin 20 selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Terakhir, daun direndam dalam larutan bayclin 10 selama 7 menit, lalu dibilas air steril empat kali. 6. Daun direndam dalam larutan bayclin 25 selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Kemudian daun direndam dalam larutan bayclin 20 selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Terakhir, daun direndam dalam larutan bayclin 5 selama 7 menit, lalu dibilas air steril empat kali. 7. Daun direndam dalam larutan HgCl 2 0.01 selama 10 menit, lalu dibilas dengan air steril empat kali. 8. Daun direndam dalam larutan HgCl 2 0.01 selama 5 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Kemudian daun direndam dalam larutan bayclin 10 selama 10 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Terakhir, daun direndam dalam larutan bayclin 10 selama 5 menit, lalu dibilas air steril empat kali. 9. Daun direndam dalam larutan HgCl 2 0.01 selama 5 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Kemudian daun direndam dalam larutan bayclin 10 selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Terakhir, daun direndam dalam larutan bayclin 10 selama 5 menit, lalu dibilas air steril empat kali. 10. Daun direndam dalam larutan HgCl 2 0.01 selama 1 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Kemudian daun direndam dalam larutan bayclin 10 selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril satu kali. Terakhir, daun direndam dalam larutan bayclin 10 selama 2 menit, lalu dibilas air steril empat kali. 11. Daun direndam dalam larutan HgCl 2 0.01 selama 1 menit, lalu dibilas dengan air steril tiga kali. Kemudian daun direndam dalam larutan bayclin 10 selama 7 menit, lalu dibilas dengan air steril tiga kali. Terakhir, daun direndam dalam larutan bayclin 10 selama 5 menit, lalu dibilas air steril tiga kali. Dari ke sebelas perlakuan sterilisasi tersebut, beberapa perlakuan sterilisasi dilakukan dalam waktu yang tidak serentak atau terpisah. Hal ini berkaitan dengan proses penanaman yang tidak mungkin dilakukan semuanya dalam satu waktu.

3.4.2 Pembuatan Media

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media MS lengkap dan 12MS Murashige dan Skoog dengan ZPT dan tanpa ZPT. Langkah awal adalah dengan pembuatan larutan induk stok yang terdiri dari larutan induk makro, larutan induk mikro, larutan vitamin dan larutan induk Fe-EDTA lampiran 2. Pembuatan larutan induk stok bertujuan untuk efisiensi waktu dan kemudahan pekerjan. Adapun tahapan dalam pembuatan media MS lengkap dalam satu liter air adalah sebagai berikut : 1. Menyiapkan air 500 ml dalam gelas piala volume 1000 ml. 2. Menambahkan larutan stock yang sudah disiapkan ke dalam gelas piala. Terdiri dari larutan A sebanyak 20 ml, larutan B sebanyak 20 ml, larutan C sebanyak 5 ml, larutan D sebanyak 5 ml, larutan E sebanyak 5 ml, larutan F sebanyak 5 ml, vitamin sebanyak 5 ml, dan Myo-inositol sebanyak 10 ml. Sedangkan untuk media 12MS, terdiri dari larutan A sebanyak 10 ml, larutan B sebanyak 10 ml, larutan C sebanyak 2.5 ml, larutan D sebanyak 2.5 ml, larutan E sebanyak 2.5 ml, larutan F sebanyak 2.5 ml, vitamin sebanyak 2.5 ml, dan Myo-inositol sebanyak 5 ml. Media 12MS hanya berbeda dalam jumlah larutan stock yang dimasukan. 3. Menimbang dan memasukkan 30 gram gula pasir. 4. Menambahkan volume larutan mendekati 1000 ml. Kemudian mengukur pH pada kisaran 5.8-6.0, bila terlalu asam ditambah NaOH dan bila terlalu basa ditambah HCl. 5. Menimbang dan memasukankan agar-agar sebanyak 7 gram, lalu dipanaskan sambil diaduk dengan stirer. 6. Menuangkan media ke dalam botol sebanyak ± 20 ml, kemudian tutup dengan tutup botol plastik. 7. Tahapan terakhir adalah mensterilkan media dalam autoklaf dengan suhu 121 C, tekanan 17.5-20.0 psi selama 20 menit. Lalu, media didinginkan dan disimpan dalam ruangan inkubasi. Media baru bisa dipakai minimal setelah 3 hari untuk mengetahui ada tidaknya kontaminansi. Skema pembuatan media MS dapat dilihat di lampiran 3. 8. Untuk media yang menggunakan zat pengatur tumbuh sebelum dituangkan ke dalam botol, media ditambahkan 2.4-D sebanyak 2 mgl dan NAA sebanyak 0.5 mgl.

3.4.3 Penanaman

Penanaman eksplan dilakukan di dalam laminar air flow cabinet. Eksplan daun anggrek yang sudah disteriliasi, lalu dipindahkan ke dalam cawan petri yang sudah berisi air steril dan dicampur dengan tiga tetes betadin. Kemudian, daun diiris bagian pinggirnya atau bagian tepinya. Setelah itu, daun dipotong-potong persegi empat dengan ukuran 0.5 x 0.5 cm dan eksplan siap untuk ditanam pada media. Penanaman ini dilakukan secara bertahap, karena untuk mengetahui pengaruh bahan sterilisasi yang digunakan agar nantinya bisa dilakukan evaluasi.

3.4.4 Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada seluruh eksplan yang ditanam dalam setiap satuan perlakukan, meliputi : a. Kecepatan kontaminasi terhadap eksplan b. Jumlah eksplan yang hidup dalam prosentase c. Jumlah jenis kontaminan jamur dan bakteri dalam prosentase d. Jumlah sumber kontaminan eksplan atau media dalam prosentase e. Jumlah eksplan browning dan bukan karena browning dalam prosentase f. Jumlah jenis jamur jamur putih, merah, dan hitam dalam prosentase.

3.5 Analisa Data

Penelitian dilakukan secara bertahap dan bersifat eksplorasi. Oleh karena itu, analisa data dilakukan dalam dua cara yaitu secara kualitatif dan secara kuantitatif. Analisa data secara kualitatif yaitu dengan deskriptif. Sedangkan secara kuantitatif, data dianalisa dengan tabel, grafik, dan rumus. Untuk menghitung prosentase dan total prosentase menggunakan rumus: 100 X N eksplan i kontaminas E eksplan pada i kontaminas sumber Prosentase d. 100 X N bakteri kontaminan B bakteri i kontaminas jenis Prosentase c. 100 X N jamur kontaminan J jamur i kontaminas jenis Prosentase b. 100 X N hidup eksplan Eh hidup yang eksplan osentase Pr a. ∑ = ∑ = ∑ = ∑ = 100 X N media i kontaminas M media pada i kontaminas sumber Prosentase e. ∑ = 100 X N bukan mati BBr bukan mati eksplan Prosentase g. 100 X N Br yang eksplan Prosentase f. browning browning browning browning ∑ = ∑ = h.Total prosentase = Eh+E+M+Br+BBr atau = Eh+J+B+Br+BBr Keterangan : N = jumlah keseluruhan eksplan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Perlakuan Sterilisasi Eksplan

Sterilisasi eksplan anggrek kuping gajah Bulbophyllum beccarii Rchb.f yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara kimia. Banyak bahan kimia yang biasanya digunakan untuk sterilisasi eksplan dalam kegiatan kultur jaringan, dan kesemuanya memerlukan konsentrasi dan waktu perendaman yang tepat agar sterilisasi dapat berhasil dengan baik Dari beberapa bahan kimia yang biasanya digunakan tersebut, maka dipilih bahan kimia fungisida, bakterisida, bayclin, HgCl 2 , antibiotik, dan alkohol. Percobaan dilakukan sebanyak 11 kali perlakuan dengan jumlah eksplan tiap perlakuan sebanyak 30 ulangan atau 30 botol kecuali pada perlakuan yang ke-11, jumlah eksplan sebanyak 70 ulangan. Percobaan pertama yang dilakukan adalah perlakuan pada eksplan anggrek kuping gajah tanpa menggunakan bahan kimia di dalam laminar air flow kontrol. Perlakuan hanya berupa penyemprotan dengan campuran fungisida, bakterisida, dan antibiotik 0.5 gl pada tanaman induk sebanyak 2 kali selama 5 hari serta menggunakan deterjen pada saat pencucian. Media yang digunakan 12MS tanpa ZPT. Hasil dari percobaan tersebut adalah eksplan mengalami awal kontaminasi jamur sebanyak 27 dan bakteri sebanyak 3 pada 4 HSI Hari Setelah Inokulasi. Hari Setelah Inokulasi maksudnya adalah hari dimana eksplan mengalami kontaminasi jamur dan bakteri atau browning setelah proses inokulasi penanaman. Kontaminasi jamur terus berlanjut mencapai puncaknya pada 11 HSI sebanyak 80. Menurut Wudianto 2002 jamurcendawan pada umumnya berbentuk seperti benang halus yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Namun, kumpulan dari benang halus ini yang disebut miselium bisa dilihat dengan jelas. Menurut Darmono 2003 kontaminasi bakteri yang menyerang eksplan umumnya ditandai dengan keluarnya cairan warna putih keruh seperti susu dan berbau busuk. Sandra 2002 juga menyebutkan kontaminsi oleh bakteri menyebabkan pembusukan, biasanya ditandai dengan keluarnya lendir dan bau busuk. Sisanya eksplan mati karena kontaminasi jamur dan bakteri yang disertai terjadinya browning pencoklatan sebanyak 17 pada 7 HSI. Menurut Sandra 2003 eksplan yang berasal dari bagian tanaman anggrek yang sudah tua biasanya akan mengeluarkan larutan fenol yang akan bereaksi dengan udara oksigen sehingga menghasilkan larutan yang berwarna coklat yang disebut quinon, peristiwa ini disebut browning. Namun, browning tidak hanya terjadi pada tanaman tua saja tetapi juga terjadi pada tanaman muda, hanya tanaman muda sedikit mengalami pencoklatan dibandingkan tanaman yang sudah tua. Menurut Darmono 2003 senyawa fenol berwarna coklat atau hitam terjadi pada bekas potongan eksplan yang akan ditanam. Untuk sumber kontaminan banyak terjadi pada eksplan sebanyak 77 dan media sebanyak 7. Secara kuantitatif data tersebut bisa dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Eksplan tanpa perlakuan sterilisasi di laminar air flow cabinet Kontrol. Jenis kontaminan Sumber kontaminan HSI Jamur Bakteri Eksplan Media Browning Jumlah jenis jamur 4 27 3 23 6 7 7 73 - 70 - 17 11 80 - 77 - - Didominasi oleh jp 50 Total prosentase = 77 + 6 + 17 = 100 Keterangan : HSI : Hari Setelah Inokulasi penanaman : Waktu awal terjadinya kontaminasi : Waktu puncak terjadinya kontaminasi : Waktu awal terjadinya browning - : Tidak terjadi kontaminasi atau browning jp : Jamur berwarna putih Berdasarkan hasil percobaan tersebut, sangat wajar apabila deterjen tidak bisa menghilangkan kontaminan yang terdapat pada eksplan. Menurut Wetherell 1982, hal tersebut terjadi karena deterjen hanya berfungsi membuang lapisan lilin pada permukaan jaringan untuk mempermudah penetrasi desinfektan dan mencegah terbentuknya gelembung-gelembung udara yang menutupi permukaan jaringan. Berbeda dengan perlakuan sterilisasi yang menggunakan fungisida dan bakterisida 5 gl selama 30 menit, bayclin 10 selama 10 menit, dan alkohol 70 selama 5 menit dengan media MS lengkap tanpa ZPT. Hasil dari percobaan tersebut menunjukkan eskplan mulai terkontaminasi jamur pada 6 HSI sebanyak 13. Kontaminasi ini terus bertambah secara bertahap hingga mencapai 100 dalam waktu 30 HSI. Dalam waktu 1 bulan tersebut kontaminasi oleh jamur mencapai 97, sedangkan kontaminasi oleh bakteri hanya sebanyak 3 pada hari ke 18 setelah inokulasi penanaman. Pada percobaan ini tidak terjadi browning. Menurut Santoso dan Nursandi 2002 bahwa kontaminasi secara bertahap tersebut membuktikan sumber kontaminan tidak hanya berada pada bagian permukaan eksplan saja tetapi juga berada pada bagian dalam eksplan. Biasanya sumber kontaminan yang hanya berada pada bagian permukaan saja respon kontaminasi sangat cepat, dalam tempo 2 x 24 jam sudah bisa nampak. Tetapi bila bersifat internal respon muncul setelah beberapa hari bahkan kadang bisa sampai 1 bulan. Menurut Darmono 2003 respon kontaminasi internal yang agak lama disebabkan oleh mikroorganisme yang terdapat dalam ruang antar sel memerlukan waktu untuk keluar dari dalam ruang antar sel. Setelah keluar, mikroorganisme akan menginfeksi semua bagian eksplan. Sumber kontaminan yang paling banyak terjadi yaitu pada eksplan sebanyak 90 dan media hanya sebanyak 10. Secara kuantitatif data tersebut bisa dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan fungisida dan bakterisida 5 gl selama 30 menit, bayclin 10 selama 10 menit, dan alkohol 70 selama 5 menit FBByA 1. Jenis kontaminan Sumber kontaminan HSI Jamur Bakteri Eksplan Media Jumlah jenis jamur 6 13 - 10 3 18 50 3 46 7 30 97 - 90 10 Didominasi oleh jp 57 Total prosentase = 90 + 10 = 100 Keterangan : HSI : Hari Setelah Inokulasi penanaman : Waktu awal terjadinya kontaminasi : Waktu puncak terjadinya kontaminasi - : Tidak terjadi kontaminasi jp : Jamur berwarna putih Besarnya sumber kontaminasi pada eksplan dan tidak terjadinya browning, menunjukkan kegagalan sterilisasi terletak pada ketidakmampuan bahan yang dipakai untuk menghilangkan kontaminan jamur dan bakteri. Padahal jumlah konsentrasi perendaman fungisida sudah cukup tinggi. Menurut Gunawan 1987 kisaran konsentrasi dan lama waktu perendaman untuk fungisida sebanyak 2 gl selama 20-30 menit. Sedangkan konsentrasi alkohol 70 yang digunakan sudah cukup baik. Menurut Hendaryono dan Wijayani 1994 jamur biasanya mati dengan alkohol 70, sedangkan dengan alkohol 95 masih tetap hidup. Setelah melihat hasil yang didapatkan dari perlakuan menggunakan fungisida dan bakterisida, bayclin, dan alkohol, maka dilakukan evaluasi dengan menggunakan bahan yang sama tetapi tanaman induk mendapat perlakuan penyemprotan campuran fungisida, bakterisida, dan antibiotik 0.5 gl. Selain itu, lama perendamannya juga dikurangi dengan alasan tanaman induk telah dilakukan penyemprotan 2 kali dalam 5 hari, diharapkan kontaminasi internal tidak ada. Konsentrasi dan lama perendamannya adalah fungisida dan bakterisida 5 gl selama 30 menit, bayclin 10 selama 7 menit, dan alkohol 70 selama 1 menit. Media yang digunakan untuk percobaan ini adalah 12MS tanpa ZPT. Hasil dari percobaan tersebut adalah kontaminasi jamur sebanyak 67 dan bakteri sebanyak 23, dimana puncak dari kontaminasi jamur dan bakteri yaitu pada 17 HSI. Untuk sumber kontaminan masih terjadi pada eksplan sebanyak 90, sedangkan pada media tidak ada. Secara kuantitatif data tersebut bisa dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan fungisida dan bakterisida 5 gl selama 30 menit, bayclin 10 selama 7 menit, dan alkohol 70 selama 1 menit FBByA 2. Jenis kontaminan Sumber kontaminan HSI Jamur Bakteri Eksplan Media Browning Jumlah jenis jamur 4 20 7 27 - - 9 60 20 86 - 10 17 67 23 90 - - Didominasi oleh jp 50 Total prosentase = 90 + 10 = 100 Keterangan : HSI : Hari Setelah Inokulasi penanaman : Waktu awal terjadinya kontaminasi : Waktu puncak terjadinya kontaminasi : Waktu awal terjadinya browning - : Tidak terjadi kontaminasi atau browning jp : Jamur berwarna putih Perbedaan signifikan hasil perlakuan ini terletak pada kecepatan awal kontaminasi terjadinya pada 4 HSI, puncak kontaminasi pada 17 HSI, kontaminasi bakteri terjadi hingga puncak kontaminasi jamur, dan terjadi browning. Hal tersebut menunjukkan perlakuan penyemprotan pada tanaman induk tidak berpengaruh besar pada eksplan dan penurunan lama perendaman malah memperburuk kontaminasi. Kalau sebelumnya antibiotik digunakan untuk penyemprotan tanaman induk, pada percobaan ini juga menggunakan antibiotik sebagai bagian sterilisasi permukaan di dalam laminar air flow cabinet. Selain antibiotik, percobaan ini juga menggunakan alkohol. Konsentrasi dan lama perendaman yang digunakan adalah antibiotik 5 gl selama 4 jam dan alkohol 70 selama 7 menit. Media yang digunakan adalah MS lengkap tanpa ZPT. Hasil dari percobaan ini adalah kontaminasi jamur mulai terjadi pada 4 HSI sebanyak 7 dan bakteri sebanyak 3. Puncak kontaminasi jamur terjadi pada 20 HSI sebanyak 90 dan bakteri 10. Untuk sumber kontaminasi masih didominasi oleh eksplan, dimana pada puncaknya sebanyak 87, sedangkan pada media sebanyak 13. Secara kuantitatif data tersebut bisa dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan antibiotik 5 gl selama 4 jam dan alkohol 70 selama 7 menit AnAl. Jenis kontaminan Sumber kontaminan HSI Jamur Bakteri Eksplan Media Jumlah jenis jamur 4 7 3 23 - 20 90 10 87 13 Didominasi oleh jp 50 Total prosentase = 87 + 13 = 100 Keterangan : HSI : Hari Setelah Inokulasi penanaman : Waktu awal terjadinya kontaminasi : Waktu puncak terjadinya kontaminasi - : Tidak terjadi kontaminasi jp : Jamur berwarna putih Berdasarkan hasil percobaan tersebut, maka pemakaian antibiotik dan alkohol masih belum bisa menghilangkan kontaminasi jamur dan bakteri. Pada perlakuan sterilisasi ini tidak dilakukan pengulangan atau evaluasi. Hal ini dilakukan karena berdasarkan pengamatan, percobaan tersebut tidak memberikan harapan yang baik. Sebenarnya kisaran konsentrasi dan lama perendaman yang dipakai sudah cukup tinggi bila dibandingkan dengan Gunawan 1987, bahwa pemakaian antibiotik sebanyak 50 mgl selama 1 jam. Namun, menurut Darmono 2003 penggunaan konsentrasi antibiotik yang tinggi dapat mengakibatkan efek fitotoksik pada tanaman. Pada perlakuan sterilisasi berikutnya, percobaan hanya menggunakan satu jenis bahan kimia dengan konsentrasi bertingkat yaitu menggunakan bayclin 25 selama 7 menit, bayclin 20 selama 7 menit, dan bayclin 10 selama 7 menit. Media yang digunakan adalah media MS lengkap tanpa ZPT. Hasil dari percobaan ini adalah eksplan mengalami awal kontaminasi pada 6 HSI yaitu jamur sebanyak 3 dan bakteri sebanyak 23. Puncak kontaminasi jamur yaitu pada 20 HSI sebanyak 73 dan puncak kontaminasi bakteri pada 7 HSI sebanyak 27. Untuk sumber kontaminasi masih banyak terjadi pada eksplan, dimana mencapai puncaknya pada 20 HSI sebanyak 100. Sedangkan pada media tidak terjadi kontaminasi sama sekali. Pada percobaan ini sisi-sisi eksplan sedikit terlihat mengalami pencoklatan, namun tidak begitu buruk. Secara kuantitatif data tersebut bisa dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan bayclin 25, 20, dan 10 masing-masing selama 7 menit 3By 1. Jenis kontaminan Sumber kontaminan HSI Jamur Bakteri Eksplan Media Jumlah jenis jamur 6 3 23 27 - 7 - 27 30 - 20 73 - 100 - Didominasi oleh jp 60 Total prosentase = 100 Keterangan : HSI : Hari Setelah Inokulasi penanaman : Waktu awal terjadinya kontaminasi : Waktu puncak terjadinya kontaminasi - : Tidak terjadi kontaminasi jp : Jamur berwarna putih Berdasarkan hasil percobaan, menunjukkan bayclin dengan konsentrasi tersebut belum bisa menghilangkan kontaminasi jamur dan bakteri. Padahal konsentrasi bertingkat yang digunakan tersebut sudah cukup tinggi, karena konsentrasi dan lama perendaman bayclin menurut Darmono 2003 sebanyak 1- 10 selama 5-30 menit, menurut Gunawan 1987 1-2 selama 7-15 menit, serta menurut Hendaryono dan Wijayani 1994 5-10 selama 5-10 menit. Kegagalan sterilisasi ini bisa dikarenakan jamur dan bakteri telah menyerang bagian dalam jaringan tanaman. Setelah melihat hasil tersebut maka dilakukan evaluasi dengan melakukan penyemprotan pada tanaman induk menggunakan fungisida, bakterisida, dan antibiotik 0.5 gl sebanyak 2 kali selama 5 hari. Hal ini dilakukan untuk mengatasi serangan jamur dan bakteri yang telah menyerang ke bagian dalam jaringan tanaman. Media yang digunakan adalah 12MS tanpa ZPT. Pada percobaan ini sedikit dilakukan perubahan konsentrasi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kerusakan jaringan eksplan. Hasil dari percobaan ini adalah kontaminasi awal terjadi pada 3 HSI yaitu jamur sebanyak 3 dan bakteri 7. Puncak kontaminsi jamur terjadi pada 7 HSI sebanyak 90. Perbedaan hasil dari perlakuan sebelumnya adalah terjadinya browning sebanyak 3. Secara kuantitatif data tersebut bisa dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan bayclin 25, 20, dan 5 masing-masing selama 7 menit 3By 2. Jenis kontaminan Sumber kontaminan HSI Jamur Bakteri Eksplan Media Browning Jumlah jenis jamur 3 3 7 7 3 3 7 90 - 87 10 - Didominasi oleh jp 74 Total prosentase = 87 + 10 + 3 = 100 Keterangan : HSI : Hari Setelah Inokulasi penanaman : Waktu awal terjadinya kontaminasi : Waktu puncak terjadinya kontaminasi : Waktu awal terjadinya browning - : Tidak terjadi kontaminasi atau browning jp : Jamur berwarna putih Berdasarkan hasil tersebut ternyata penyemprotan sebelumnya pada tanaman induk tidak berpengaruh besar bagi keberhasilan sterilisasi. Kegagalan sterilisasi ini bisa dikarenakan kontaminan yang menyerang bagian dalam jaringan tanaman sudah cukup tinggi, sehingga sulit untuk dihilangkan. Pada perlakuan sterilisasi lainnya yaitu hanya dengan menggunakan HgCl 2 0.01 selama 10 menit. Media yang digunakan MS lengkap dan tanpa ZPT. Hasil dari percobaan tersebut adalah kontaminasi awal terjadi setelah 6 HSI yaitu jamur sebanyak 33 dan bakteri sebanyak 3. Kontaminasi jamur terus berlanjut hingga mencapai puncaknya pada 30 HSI sebanyak 90. Untuk sumber kontaminasi masih didominasi oleh eksplan, dimana waktu puncak kontaminasi sebanyak 87. Seperti pada perlakuan sebelumnya kontaminasi terus terjadi secara bertahap dan jamur masih merupakan jenis kontaminan yang paling banyak. Secara kuantitatif data tersebut bisa dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan HgCl 2 0.01 selama 10 menit HgCl. Jenis kontaminan Sumber kontaminan HSI Jamur Bakteri Eksplan Media Jumlah jenis jamur 6 33 3 36 - 8 - 10 - - 21 70 - 67 13 30 90 - 87 - Didominasi oleh jp 60 Total prosentase = 87 + 13 = 100 Keterangan : HSI : Hari Setelah Inokulasi penanaman : Waktu awal terjadinya kontaminasi : Waktu puncak terjadinya kontaminasi - : Tidak terjadi kontaminasi jp : Jamur berwarna putih Menurut Hendaryono dan Wijayani 1994 HgCl 2 merupakan bahan kimia yang bersifat keras dan beracun. Bila sterilisasi terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan pada eksplan berwarna coklat. Namun, berdasarkan hasil percobaan tersebut sifat bahan kimia ini masih belum mampu mematikanmenghilangkan kontaminasi jamur dan bakteri. Kegagalan sterilisasi ini bisa dikarenakan konsentrasi yang digunakan masih rendah. Menurut Gunawan 1987 serta Santoso dan Nursandi 2002 kisaran konsentrasi dan lama waktu perendaman adalah 0.1-0.2 selama 10-20 menit. Percobaan berikutnya yaitu dengan menggunakan HgCl 2 dan bayclin, merupakan percobaan yang mempunyai harapan yang paling baik dalam mengatasi kontaminan. Percobaan pertama yang dilakukan adalah menggunakan HgCl 2 0.01 selama 5 menit, bayclin 10 selama 10 menit, dan bayclin 10 selama 5 menit. Media yang digunakan adalah media MS lengkap tanpa ZPT. Hasil dari percobaan ini adalah awal kontaminasi jamur terjadi pada 6 HSI sebanyak 13 dan bakteri sebanyak 10. Secara bertahap puncak kontaminasi jamur terjadi pada 18 HSI sebanyak 83. Eksplan masih merupakan sumber kontaminan yang paling banyak, dimana puncak kontaminan pada 18 HSI sebanyak 93. Hasil dari percobaan ini masih seperti percobaan-percobaan sebelumnya, namun pada percobaan selanjutnya yang memakai bahan yang sama memberikan pengaruh yang besar terhadap pengurangan kontaminasi jamur dan bakteri. Secara kuantitatif data tersebut bisa dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan HgCl 2 0.01 selama 5 menit, bayclin 10 selama 10 menit, dan bayclin 10 selama 5 menit HByBy 1. Jenis kontaminan Sumber kontaminan HSI Jamur Bakteri Eksplan Media Jumlah jenis jamur 6 13 10 17 7 8 - 17 23 - 18 83 - 93 - Didominasi oleh jp 43 Total prosentase = 93 + 7 = 100 Keterangan : HSI : Hari Setelah Inokulasi penanaman : Waktu awal terjadinya kontaminasi : Waktu puncak terjadinya kontaminasi - : Tidak terjadi kontaminasi jp : Jamur berwarna putih Kegagalan pada percobaan pertama disebabkan oleh besarnya kontaminasi jamur dan bakteri yang menyerang bagian dalam jaringan tanaman kontaminasi internal. Hal ini terlihat pada saat sterilisasi eksplan di dalam laminar air flow cabinet, dimana bintik-bintik hitam yang ada pada eksplan sangat banyak. Selain itu, tanaman yang digunakan belum dilakukan penyemprotan dengan fungisida dan bakterisida sistemik serta antibiotik. Setelah dilakukan evaluasi dari hasil percobaan HByBy 1, maka dilakukan percobaan kedua dengan bahan yang sama dan dilakukan penyemprotan pada tanaman induk menggunakan fungisida, bakterisida, dan antibiotik 0.5 gl sebanyak 2 kali selama 5 hari. Hal ini dilakukan untuk mengatasi serangan jamur dan bakteri yang telah menyerang ke bagian dalam jaringan tanaman. Media yang digunakan adalah media MS lengkap tanpa ZPT. Hasil dari percobaan menggunakan HgCl 2 0.01 selama 2 menit, bayclin 10 selama 7 menit, dan bayclin 10 selama 5 menit adalah awal kontaminasi jamur terjadi pada 7 HSI sebanyak 3 dan bakteri sebanyak 3. Perbedaaan dari percobaan sebelumnya adalah terjadinya kematian eksplan bukan karena browning, tetapi diperkirakan akibat pemakaian konsentrasi bahan sterilan yang tinggi sehingga merusak jaringan eksplan sebanyak 84 pada 28 HSI. Secara kuantitatif data tersebut bisa dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan HgCl 2 0.01 selama 5 menit, bayclin 10 selama 7 menit, dan bayclin 10 selama 5 menit HByBy 2. Jenis kontaminan Sumber kontaminan HSI Jamur Bakteri Eksplan Media Mati bukan karena browning Jumlah jenis jamur 7 10 3 13 - - 12 13 - 16 - - 17 - - - - 13 28 - - - - 84 Didominasi oleh jp 13 Total prosentase = 16 + 84 = 100 Keterangan : HSI : Hari Setelah Inokulasi penanaman : Waktu awal terjadinya kontaminasi : Waktu puncak terjadinya kontaminasi : Waktu awal terjadinya kematian bukan karena browning : Waktu puncak terjadinya kematian bukan karena browning - : Tidak terjadi kontaminasi jp : Jamur berwarna putih Dari data tersebut menunjukkan konsentrasi dan lama perendaman dari bahan kimia yang dipakai sudah mampu mematikan kontaminasi jamur dan bakteri. Selain itu penyemprotan yang dilakukan sebelumnya pada tanaman induk memberikan pengaruh yang besar dalam menghilangkan kontaminasi internal. Namun, sterilisasi ini masih belum berhasil karena eksplan yang ditanam mati. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar sterilisasi yang disampaikan oleh Sandra 2003 dan Gunawan 1987 yaitu bagaimana caranya mematikan kontaminan, tapi eksplannya tidak ikut mati. Setelah melihat hasil dari percobaan tersebut, maka dilakukan evaluasi kembali dengan menurunkan konsentrasi dan lama perendamannya. Untuk perlakuan pada tanaman induk masih sama seperti yang sebelumnya. Jadi, perlakuan yang digunakan untuk percobaan berikutnya adalah menggunakan HgCl 2 0.01 selama 1 menit, bayclin 10 selama 7 menit, dan bayclin 10 selama 2 menit. Penurunan ini diharapkan bisa meminimaliasi terjadinya kematian pada eksplan. Media yang digunakan adalah 12MS tanpa ZPT. Hasil dari percobaan ini adalah awal kontaminasi jamur terjadi pada 9 HSI sebanyak 3 dan bakteri pada 7 HSI sebanyak 3. Ada perbedaan pada percobaan ini dengan sebelumnya yaitu eksplan mengalami kontaminasi jamur dan bakteri sekaligus mengalami browning. Antara eksplan terlebih dahulu kontaminan atau browning, berdasarkan pengamatan kadang eksplan terlebih dahulu browning kemudian disusul kontaminasi atau sebaliknya. Secara kuantitatif data tersebut bisa dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan HgCl 2 0.01 selama 1 menit, bayclin 10 selama 7 menit, dan bayclin 10 selama 2 menit HByBy 3. Jenis kontaminan Sumber kontaminan HSI Jamur Bakteri Eksplan Media Browning Mati bukan karena browning Jumlah jenis jamur 7 - 3 3 - 7 - 9 3 - 7 - 13 - 15 - 7 17 - 23 - 26 - - - - - 60 Didominasi oleh jp 10 Total prosentase = 17 + 23 + 60 = 100 Keterangan : HSI : Hari Setelah Inokulasi penanaman : Waktu awal terjadinya kontaminasi : Waktu puncak terjadinya kontaminasi : Waktu awal terjadinya browning : Waktu puncak terjadinya browning : Waktu puncak terjadinya kematian bukan karena browning - : Tidak terjadi kontaminasi atau browning jp : Jamur berwarna putih Berdasarkan hasil percobaan tersebut, kematian eksplan masih terjadi akibat bahan sterilan, walaupun konsentrasi dan lama perendamannya sudah diturunkan. Kematian eksplan pada percobaan ini diperkirakan karena bahan sterilisasi yang masih menempel pada bagian dalam jaringan eksplan, artinya pembilasan yang dilakukan belum bersih. Sehingga dari waktu ke waktu bahan kimia tersebut merusak jaringan eksplan dan akhirnya eksplan mati, seperti terlihat pada Gambar 3. Gambar 3 Eksplan mati karena bahan sterilan Menurut Gunawan 1987 bahan-bahan sterilisasi yang biasa digunakan umumnya bersifat toksik terhadap jaringan. Pembilasan yang berkali-kali sesudah perendaman dalam larutan bahan sterilisasi sangat diperlukan untuk menghilangkan sisa-sisa bahan aktif yang masih menempel pada eksplan. Berdasarkan anggapan bahwa pada percobaan HbyBy 3, eksplan mati karena bahan sterilisasi yang masih tersisa dalam jaringan eksplan, maka dilakukan evaluasi kembali dengan perlakuan sterilisasi menggunakan HgCl 2 0.01 selama 1 menit, bayclin 10 selama 7 menit, dan bayclin 10 selama 5 menit, tetapi dengan pembilasan berkali-kali sesudah perendaman dalam larutan bahan sterilisasi. Pada percobaan ini media yang digunakan adalah media 12MS dengan ZPT 2.4-D sebanyak 2 mgl dan NAA sebanyak 0.5 mgl. Pemakaian ZPT 2.4-D dan NAA ini untuk membantu merangsang pertumbuhan kalus pada eksplan karena berdasarkan pengamatan pada media MS tanpa ZPT, eksplan ini sulit untuk tumbuh. Selain itu, penggunaan ZPT ini untuk mengantisipasi terjadinya stagnasi pertumbuhan eksplan. Jumlah eksplan yang digunakan dalam percobaan ini sebanyak 70 ulangan atau 70 botol. Hasil dari percobaan tersebut adalah awal kontaminasi jamur terjadi pada 4 HSI sebanyak 17, sedangkan awal kontaminasi bakteri terjadi pada 7 HSI sebanyak 3. Untuk sumber kontaminasi masih banyak terjadi pada eksplan sebanyak 54, sedangkan pada media sebanyak 7. Namun, dalam percobaan ini ada perbedaan hasil yang sangat signifikan yaitu sebanyak 41 eksplan masih bertahan hidup. Dengan adanya jumlah eksplan yang hidup tersebut, menunjukkan perlakuan sterilisasi yang dilakukan mengalami kemajuan yang besar. Selain itu, evaluasi yang dilakukan dengan membilas eksplan berkali-kali, memberikan dampak yang besar terhadap keberhasilan sterilisasi. Secara kuantitatif data tersebut bisa dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Perlakuan sterilisasi eksplan menggunakan HgCl 2 0.01 selama 1 menit, bayclin 10 selama 7 menit, dan bayclin 10 selama 5 menit HByBy 4 Jenis kontaminan Sumber kontaminan HSI Jamur Bakteri Eksplan Media Eksplan hidup Jumlah jenis jamur 4 17 - 17 - 83 7 41 3 44 - 56 11 48 4 52 - 48 22 54 - - 7 41 Didominasi oleh Jp 46 Total prosentase = 52 + 7 + 41 = 100 Keterangan : HSI : Hari Setelah Inokulasi penanaman : Waktu awal terjadinya kontaminasi : Waktu puncak terjadinya kontaminasi - : Tidak terjadi kontaminasi jp : Jamur berwarna putih Dari ke sebelas perlakuan sterilisasi yang dilakukan dan hanya perlakuan terakhir yang berhasil, membuktikan bahwa banyak faktor penyebab suatu tingkat kontaminasi pada eksplan, terutama eksplan yang berasal dari lapang. Menurut Gunawan 1987, hal ini menyulitkan penentuan suatu prosedur sterilisasi standar yang berlaku untuk semua tanaman dan menyulitkan untuk menentukan prosedur standar yang dapat dipergunakan untuk satu jenis tanaman yang berasal dari tempat yang berbeda. Setiap bahan tanaman harus ditentukan melalui percobaan pendahuluan.

4.2 Pembentukan kalus