Hukum nasional Dasar Hukum Pengelolaan Perikanan Tangkap .1 Hukum internasional

59 4 IPOA to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated IUU Fishing. Tujuan IPOA ini untuk memberantas praktik perikanan yang illegal seperti pencurian ikan, dan kegiatan melawan hukum lainnya, unreported mencakup unreported, misreported, atau under-reported, dan unregulated yakni tidak diatur pengelolaannya.

3.8.2 Hukum nasional

Undang-undang tentang perlindungan sumber daya ikan di Indonesia telah diterbitkan pada tahun 1914 tentang kerang mutiara, teripang dan bunga karang pada perairan di dalam batas tiga mil dari garis pantai Monintja, 2006. Pada tanggal 14 September 2004, Undang-undang No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan diganti oleh Undang-undang No. 31 Tahun 2004. Beberapa alasan dilakukan perubahan diantaranya, yaitu: 1 Menyesuaikan dengan perkembangan ketersediaan, kelestarian dan perkembangan sistem manajemen perikanan nasional dan internasional. 2 Menyesuaikan dengan ketentuan baru peraturan perundang-undangan nasional, seperti Undang-undang No. 22 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti oleh Undang-undang No. 32 Tahun 2004. 3 Penyeimbangan orientasi perikanan tangkap dengan perikanan budidaya. 4 Terdapatnya sejumlah materi penting yang belum terjamah pengaturan, untuk efisiensi pengelolaan perikanan, seperti penelitian dan pengembangan, data dan informasi, pengadilan perikanan, sanksi hukum dan lain-lain. 5 Penyeimbangan sektor perikanan dangan sektor lain yang telah mapan, seperti halnya sektor pertanian, sektor kehutanan, dan lain-lain. 60 Namun demikian, pada intinya, dilakukannya perubahan pada Undang- undang No. 9 Tahun 1985 disebabkan masih banyaknya permasalahan yang belum tertampung. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang tertuang dalam konsideran menimbang butir c, bahwa Undang-undang No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan yang berlaku hingga sekarang belum menampung semua aspek pengelolaan sumber daya ikan dan kurang mampu mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum serta perkembangan teknologi dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan dan oleh karena itu perlu diganti. Ketentuan yang diatur dalam Undang-undang No. 31 Tahun 2004 lebih banyak, dari pada yang tertuang dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1985. Pada Undang-undang No. 31 Tahun 2004 terdapat 17 bab dan 111 pasal, sedangkan pada Undang-undang No. 9 Tahun 1985 hanya terdapat 11 bab dan 35 pasal. Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang No. 31 Tahun 2004, pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan. Sedangkan tujuan pengelolaan perikanan yang tertuang dalam Pasal 3, yaitu: 1 Meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil. 2 Meningkatkan penerimaan dan devisa negara. 3 Mendorong perluasan dan kesempatan kerja. 4 Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan. 5 Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan. 6 Meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing. 7 Meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan. 8 Mencapai pemanfaatan sumber daya ikan secara optimal; dan 9 Menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan tata ruang. 61 Sementara itu, jauh sebelum Undang-undang No. 31 Tahun 2004 ditetapkan, Pemerintah Indonesia banyak mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan beserta turunannya yang mengatur pengelolaan sumber daya ikan. Peraturan perundang-undangan tersebut, meliputi yaitu: 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia. 2 Undang-undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. 3 Undang-undang No. 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi Konvensi Hukum Laut 1982. 4 Undang-undang No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan. 5 Undang-undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia Selanjutnya kebijakan pelaksanaan dari undang-undang diatur dalam empat Peraturan Pemerintah PP, dimana tiga diantaranya mengatur mengenai usaha perikanan dan sisanya mengatur pengelolaan sumber kekayaan hayati di ZEEI. Keempat PP tersebut, yaitu: 1 Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Kekayaan Hayati di ZEEI. 2 Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan. 3 Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 1993 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan. 4 Peraturan Pemerintah No. 141 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan. 5 Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan. Selain itu, juga terdapat dua kebijakan umum yang berbentuk Keputusan Presiden Keppres, yaitu: 1 Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl. 2 Keputusan Presiden No. 85 Tahun 1982 tentang Penggunaan Pukat Udang. 62 Kebijakan pelaksanaan juga tersedia dalam bentuk Keputusan Menteri SK Menteri yang mencapai 39 buah, yaitu: 1 SK Menteri Pertanian No. 01KptsUm11975 tentang Pembinaan Kelestarian Kakayaan yang Terdapat dalam Sumber Daya Perikanan Indonesia. 2 SK Menteri Pertanian No. 503KptsUm91980 tentang Langkah-langkah Penghapusan Jaring Trawl Tahap Pertama. 3 SK Menteri Pertanian No. 123KptsUm31975 tentang Ketentuan Lebar Mata Jaring Purse Seine untuk Penangkapan Ikan Kembung, Layang, Selar, Lemuru, dan Ikan Pelagis Sejenisnya. 4 SK Menteri Pertanian No. 769KptsHK210101988 tentang Penggunaan Jaring Lampara Dasar. 5 SK Menteri Pertanian No. 473aKptsIK.25061985 tentang Penetapan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. 6 SK Menteri Pertanian No. 607KptsUm91976 tentang Jalur-jalur Penangkapan Ikan. 7 SK Menteri Pertanian No. 608KptsUm91976 tentang Penetapan Jalur Penangkapan Bagi Kapal-kapal Ikan Milik Perusahaan Perikanan Negara. 8 SK Menteri Pertanian No. 609KptsUm91976 tentang Daerah Penangkapan Kapal Trawl. 9 SK Menteri Pertanian No. 300KptsUm51978 tentang Pemasangan Tanda Pengenal Jalur Penangkapan Ikan Pada Kapal-kapal Ikan. 10 SK Menteri Pertanian No. 475 KptsIK12071985 tentang Izin Penangkapan Ikan oleh Nelayan Asing atau Badan Kebijakan Asing yang Beroperasi di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. 63 11 SK Menteri Pertanian No. 476KptsIK.12071985 tentang Penetapan Tempat Melapor Bagi Kapal Perikanan yang Beroperasi di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. 12 SK Menteri Pertanian No. 477KptsIK12071985 tentang Pungutan Perikanan yang Dikenakan Kepada Orang atau Badan Kebijakan Asing yang Melakukan Penangkapan Ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. 13 SK Menteri Pertanian No. 438KptsIK12071986 tentang Tambahan terhadap SK Mentan No.477KptsIK12071985 tentang Pungutan Perikanan yang Dikenakan kepada Orang atau Badan Kebijakan Asing yang Melakukan Penangkapan Ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. 14 SK Menteri Pertanian No. 277KptsIK12051987 tentang Perizinan Usaha dibidang Penangkapan Ikan di Perairan Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. 15 SK Menteri Pertanian No. 417KptsIK.25061988 tentang Pengawasan Pemanfaatan Sumber daya Ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. 16 SK Menteri Pertanian No. 477KptsIK12071988 tentang Perubahan Besarnya Pungutan Penangkapan Ikan Bagi Orang atau Badan Kebijakan Asing yang Melakukan Penangkapan Ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. 17 SK Menteri Pertanian No. 900KptsIK.250121988 tentang Kewajiban Mengekspor atau Menjual Hasil Tangkapan Kapal Perikanan Asing di Pasar Dalam Negeri. 18 SK Menteri Pertanian No. 815KptsIK 120111990 tentang Perizinan Usaha Perikanan. 19 SK Menteri Pertanian No. 816KptsK 120111990 tentang Penggunaan Kapal Perikanan Asing dengan Cara Disewa untuk Penangkapan Ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. 64 20 SK Menteri Pertanian No. 144KptsIK 41021993 tentang Penetapan Pelabuhan sebagai Pangkalan Bagi Kapal Perikanan Asing yang Disewa Perusahaan Indonesia untuk Menangkap. 21 SK Menteri Pertanian No. 57KptsIK.41011995 tentang Perubahan SK Mentan No. 144KptsIK.41021993 tentang Penetapan Pelabuhan sebagai Pangkalan Bagi Kapal Perikanan Asing yang Disewa Perusahaan Indonesia untuk Menangkap. 22 SK Menteri Pertanian No. 805KptsIK.120121995 tentang Ketentuan Penggunaan Kapal Pengangkut Ikan. 23 SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 45 Tahun 2000 tentang Perizinan Usaha Perikanan. 24 SK Menteri Kelautan dan Perikanan No.Kep.84 Men2000 tentang Pedoman Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu. 25 SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 23MEN2001 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan. 26 SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.45Men2001 tentang Pendaftaran Ulang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. 27 SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.46Men2001 tentang Pendaftaran Ulang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. 28 SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.47Me n2001 tentang Format Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. 29 SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.46Men2001 tentang Pendaftaran Ulang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. 30 SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.60 Men2001 tentang Penataan Penyusunan Kapal Perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. 65 31 SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep 58Men2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Siswasmas dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. 32 SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.2Men2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan. 33 SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.3Men2002 tentang Log Book Penangkapan dan Pengangkutan Ikan. 34 SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.10 Men2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan PPT. 35 SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.12 Men2002 tentang Pendaftaran Ulang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan Tahap Kedua. 36 SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep 62 Men2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. 37 SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.10Men2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Selanjutnya juga terdapat kebijakan yang bersifat teknis, sebagai kelanjutan dari kebijakan pelaksanaan diatas, yaitu Keputusan Dirjen Perikanan No.IK 210DJ.5691993 tentang Forum Koordinasi Pengendalian dan Pengawasan Pemanfaatan Sumber daya Ikan. 38 SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 38Men2003 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan. 39 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per 06Men2005 tentang Penggantian Bentuk dan Format Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Seiring dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian digantikan oleh Undang-undang No. 32 Tahun 2004, maka terjadi perubahan kewenangan dalam pengelolaan sumber 66 daya perikanan tangkap, yaitu daerah memiliki kewenangan dalam mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Disamping itu, daerah juga memiliki beberapa kewenangan pengelolaan di wilayah laut, yaitu sepanjang 12 mil untuk provinsi dan 3 mil untuk kabupatenkota yang meliputi: 1 eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut; 2 pengaturan kepentingan administratif; 3 pengaturan tata ruang; 4 penegakan kebijakan terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah; dan 5 bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom yang dijelaskan pada Pasal 2 ayat 3, pemerintah pusat memiliki beberapa kewenangan, meliputi: 1 penetapan kebijakan dan pengaturan eksplorasi, konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam perairan di wilayah laut di luar perairan 12 mil, termasuk perairan nusantara dan dasar lautnya serta zona ekonomi ekslusif Indonesia dan landas kontinen Indonesia; 2 penetapan kebijakan dan pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan benda berharga dari kapal tenggelam di luar perairan laut 12 mil; 3 penetapan kebijakan dan pengaturan batas-batas maritim yang meliputi batas-batas daerah otonom di laut dan batas-batas ketentuan kebijakan laut internasional; 4 penetapan standar pengelolaan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil; dan 5 penegakan kebijakan di wilayah laut di luar perairan 12 mil dan di dalam perairan 12 mil yang menyangkut hal spesifik serta berhubungan dengan internasional. 67 Sementara itu, kewenangan provinsi di wilayah laut sebagaimana dijelaskan pada Pasal 3 ayat 5, meliputi: 1 penataan dan pengelolaan perairan di wilayah laut provinsi; 2 eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut kewenangan provinsi; 3 konservasi dan pengelolaan plasma nuftah spesifik lokasi serta suaka perikanan di wilayah laut kewenangan provinsi; 4 pelayanan izin usaha pembudidayaan dan penangkapan ikan pada perairan laut di wilayah laut kewenangan provinsi; dan 5 pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah laut kewenangan provinsi.

3.8.3 Kebijakan daerah