Kebijakan Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan
10.Peraturan Pemerintah Ri No. 68 Tahun 1998, tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawsan Pelestarian Alam.
11. Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1999, tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
12. Peraturan Pemerintah RI No. 8 Tahun 1999, tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
13. Peraturan Pemerintah RI No. 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
14. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2001, tentang Rencana Pembangunan Tahunan Daerah Repetada Propinsi Jawa Tengah Tahun 2002.
15. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2001, tentang Program Pembangunan Daerah Propeda Propinsi Jawa Tengah Tahun 2001 – 2005.
16. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 21 Tahun 2003, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Tengah.
17. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 22 Tahun 2003, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung di Propinsi Jawa Tengah.
18. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6186Kpts-II2002, tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional Karimunjawa.
Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa ke depan ditujukan untuk dapat menanggulangi persoalan dengan mempe rtimbangkan pelestarian SDA E
sehingga terwujud pengelolaan yang lestari dengan tetap dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat sesuai dengan perubahan dinamika masyarakat.
Tantangan yang dihadapi dalam upaya pembangunan di bidang sumber daya ala m adalah menciptakan suatu kondisi yang serasi antara ketersediaan sumber daya
alam dengan dinamika penduduk Propeda Kabupaten Jepara Tahun 2001-2005. Pengelolaan ekosistem kawasan Taman Nasional Karimunjawa
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 6186Kpts-II2002. Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa yang menyangkut pemantapan kawasan
dilaksanakan yaitu dengan dilakukannya penataan batas kawasan konservasi perairan Taman Nasional Karimunjawa pada tahun 2000 oleh panitia tata batas
yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Bupati Jepara No. 660.160 tahun 2000 tanggal 29 Pebruari 2000. Berita acara tata batas kawasan pelestarian alam
perairan Taman Nasional Karimunjawa sampai dengan tahun 2002 sudah dapat diselesaikan. Penataan luar batas kawasan perairan dilaksanakan pada tahun 2000
yaitu dengan dipasangnya 2 buah rambu suar masing-masing di Pulau Sintok di sebelah Timur dan Pulau Bengkoang di sebelah Utara kawasan dan 4 titik
referensi masing-masing di Tanjung Pudak Pulau Karimunjawa sebelah Selatan, Pulau Bengkoang di sebelah Utara, Pulau Nyamuk dan P. Kembar di sebelah
Barat. Selain itu untuk kawasan darat hutan dan sebagian Pulau Kemujan, telah dilaksanakan tata batasnya pada tahun 1998 dan telah dikukuhkan berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 72Kpts-II1998. Penataan mintakat yang ditetapkan tahun 1988, karena perkembangan
kerusakan sumber daya alam dan perkembangan dinamika masyarakat di sekitar kawasan, perlu ditinjau ulang. Dasar pertimbangan revisi zona antara la in adalah
adanya kerusakan ekosistem pada kawasan zona inti perairan. Disamping itu penetapan zona belum mengakomodasikan keperluan masyarakat.
Penetapan lokasi zonasi yang telah ada 1988 dan yang direvisi telah melalui beberapa proses kajian ekologis, sosekbud dan konsultasi publik. Proses
penataan zonasi baru dilakukan melalui koordinasi berbagai instansi yang terkait dengan pengelolaan Kawasan Karimunjawa yaitu Balai Taman Nasional
Karimunjawa dan Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara dan dalam pelaksanaannya melibatkan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat diantaranya
WCS Wildlife Conservation Society dan Yayasan TAKA. Proses yang dilalui dalam penataan zonasi ini antara lain:
•
Identifikasi Isu
Proses ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi yang ada dan mungkin timbul di Karimunjawa yang berkaitan dengan sumberdaya alam, kelembagaan,
masyarakat dan pola pemanfaatan perikanan. •
Pengumpulan Data
Proses ini dilaksanakan untuk mengetahui kondisi kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Kegiatan yang dilaksanakan adalah:
1. Survei ekologi Survey ekologi dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu: 1
Terumbu karang, 2 invertebrata, dan 3 Ikan karang. Survei ini bertujuan untuk mengetahui kondisi ekosistem terumbu karang. Hasil survei digunakan sebagai
input data dan informasi dalam penataan zonasi di kawasan taman nasional. 2. Sosial ekonomi
Survei ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat tentang zonasi yang ada. Survei ini dilakukan dengan menggunakan metode
quisioner dan wawancara la ngsung terhadap responden yang dipilih secara acak. 3. Studi alat tangkap muroami
Penelitian mengenai alat tangkap muroami dilakukan untuk mengetahui dampak aktifitas ditinjau dari aspek sosial ekonomi dan ekologis
•
Proses Penyusunan Zonasi
Proses ini dilaksanakan dengan mengumpulkan informasi serta mencari masukan dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan terhadap pengelolaan
kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Wujud nyata dari proses ini adalah:
1. Lokakarya Kabupaten Jepara I Lokakarya ini dilaksa nakan pada tanggal 24 Juni 2004. Lokakarya ini
menghasilkan 2 rekomendsi yang berkaitan dengan Balai Taman Nasional Karimunjawa BTNKJ yaitu:
a. BTNKJ segera menyelesaikan penyusunan rencana pengelolaan TN Karimunjawa serta rencana teknis terkait antara lain rencana pengembangan
zonasi dan pariwisata alam laut secara terpadu melalui forum koordinasi yang efektif dengan memperhatikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial.
b. Khusus untuk penyusunan rencana pengembangan zonasi yang merupakan inti dari pengelolaan taman nasional, data dan informasi yang berkaitan dengan
kondisi potensi dan sosek perlu di cermati dengan menganalisa data tersebut.
Data dan informasi tersebut bersumber dari pihak-pihak yang telah melakukan penelitian di Karimunjawa. Pembahasan dilakukan secara bertahap lokal,
kabupaten, propinsi dan konsisten dengan partisipasi pihak-pihak terkait. 2. Lokakarya Desa
Lokakarya dilaksanakan pada tanggal 8 – 10 Januari 2004 yang bertujuan untuk menggali pemikiran masyarakat mengenai zonasi Taman Nasional
Karimunjawa. Lokakarya desa dihadiri oleh perwakilan dari masing-masing desa dan menghasilkan beberapa usulan masyarakat mengenai zonasi.
3. Lokakarya Kabupaten Jepara II Lokakarya ini dilaksanakan pada tanggal 20 - 21 Januari 2004 untuk
menindaklanjuti hasil dari lokakarya Jepara I dan Lokakarya desa. Kegiatan ini bertujuan untuk menampung aspirasi semua pihak yang terkait dalam rangka
penyusunan naskah zonasi. Hasil dari lokakarya ini adalah 1 Rumusan rancangan naskah zonasi, 2 Membentuk tim teknis yang bertugas menyusun
naskah zonasi Taman Nasional Karimunjawa dan melakukan konsultasi public.
4. Kelompok Kerja Kajian zonasi Kelompok kerja ini merupakan penjelmaan dari tim teknis yang bertugas
melakukan pembahasan draft zonasi dan sosialisasi dalam rangka mencari masukan dari semua pihak yang terkait.
5. Lokakarya Kabupaten Jepara III Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2004 yang bertujuan
untuk membahas dan menyetujui draft terakhir kajian zonasi Taman Nasional Karimunjawa.
Zonasi yang sebelumnya berlaku di Taman Nasional Karimunjawa dan usulan zonasi hasil kompromikonsultasi publik masyarakat desa dan kabupaten
Jepara lengkapnya kami tampilkan dalam lampiran.
Kawasan konservasi Laut Taman Nasional Karimunjawa merupakan salah satu perwakilan tipe pulau-pulau kecil, yang walaupun cukup potensial namun
memiliki berbagai keterbatasan, sehingga pemanfaatannya seoptimal mungkin tidaklah semudah kawasan lain. Menurut Fauzi dan Anna 2005, diantara
batasan-batasan optimalisasi pemanfaatan pulau-pulau kecil tersebut adalah kondisi keterpencilan, terbatasnya luasan lahan, terbatasnya sumberdaya manusia
dan berbagai keterbatasan lainnya. Menurut Purwanto 1999 ekosistem Kepulauan Karimunjawa menggambarkan ‘keunikan habitat’ sebagai akibat
isolasi geografis dari Gunung Muria P. Jawa dengan terdapatnya berbagai jenis biota dilindungi dan vegetasi endemik, sebagai akibat keragaan ukuran pulau.
Kedua ciri diatas memiliki makna ekologis: kerentananfragilitas akan pemanfaatan yang sangat berlebihan, keterbatasan sumberdaya air tawar, dan
kecenderungan percepatan kerusakan bila terjadi perubahan yang berlebihanbencana alam Elnino, pencemaran. Namun hal tersebut bukanlah
menjadi halangan untuk memanfaatkan potensi-potensi lainnya, khususnya yang dapat bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan penghuninya.
Selain potensi utama sebagai penyumbang stok sumberdaya ikan di laut utara jawa, salah satu potensi kepulauan Karimunjawa yang diperkirakan dapat
menjadi salah satu penggerak ekonomi baik bagi masyarakat setempat maupun bagi ekonomi wilayah adalah kegiatan pariwisata. Tipe kepulauan yang unik
dengan berbagai tipe ekosistem baik di darat yaitu berupa hutan hujan dataran rendah, hutan pantai, hingga ke lepas pantai yaitu hutan mangrove, padang lamun
dan terumbu karang yang relatif masih alami, merupakan potensi wisata yang sangat potensial.
Sebagai salah satu perwakilan tipe pulau-pulau kecil, pembangunan Kep. Karimunjawa yang juga merupakan sebuah kawasan konservasi harus mampu
mengakomodir dua hal penting, yaitu peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Balai Taman Nasional Karimunjawa BTNKJ merupakan penanggungjawab pengelolaan ekosistem kawasan Taman Nasional Karimunjawa
dalam rangka konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu pemerintah daerah juga
berkepentingan untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya di Karimunjawa sebagai salah satu roda penggerak perekonomian wilayah. Sistem pengelolaan
kawasan karimunjawa selama ini masih berbagai kelemahan khususnya keterpaduan kegiatan diantara instansi dan lembaga yang berkaitan didalamnya.
Penegakan peraturan dan kebijakan yang berlaku cenderung dianggap hanya merupakan tanggung jawab pihak Balai Taman Nasional, sementara konsep
pengembangan ekonomi wilayah dianggap sebagai sesuatu yang terpisah. Permasalahan yang terjadi di Karimunjawa sudah sangat kompleks dan
merupakan hasil rangkaian proses yang telah berlangsung lama. Dibutuhkan suatu paradigma baru untuk melakukan perubahan dalam sistem pengelolaan Taman
Nasional Karimunjawa yang lebih baik. Paradigma ini harus mencakup aspek sosial ekonomi, ekologi, dan kebijakan.
Secara global, terdapat pergeseran paradigma konsep konservasi dari titik berat perlindungan kawasan kearah pemanfaatan yang lestari. Keberadaan
kawasan konservasi diharapkan dapat secara optimal bermanfaat bagi masyarakat secara berkelanjutan.
Sementara itu dalam rangka otonomi daerah, UU No.22 tahun 1999 merupakan rujukan utama bagi pemerintah baik pusat maupun daerah yang
berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Dalam pasal 10 antara lain dijelaskan:
1. Daerah berwenang mengelola sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggungjawab memelihara pelestarian lingkungan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 2. Kewenangan daerah di wilayah laut sebagaimana dimaksud dalam pasal 3,
meliputi: a. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut
sebatas wilayah tersebut b. Pengaturan kepentingan administratif
c. Pengaturan tata ruang d. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah
atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah dan bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan.
Dimana dalam pasal 3 UU tersebut dinyatakan bahwa wilaya h daerah propinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 1 terdiri atas wilayah darat dan
wilayah laut sejauh 12 mil yang diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan atau kearah perairan kepulauan.
Kewenangan yang lebih besar bagi pemerintah daerah dalam mengelola kawasan lautnya termasuk usaha pelestariannya dan pergeseran paradigma
konservasi dari perlindungan kearah pemanfaatan yang lestari memunculkan peluang dibentuknya sebuah konsep pengelolaan bersama Colaborative
management .
Dalam sistem pengelolaan bersama, semua pihak yang berkepentingan di Karimunjawa dapat duduk bersama dan melihat kawasan Karimunjawa sebagai
asset yang perlu dikelola secara benar dan lebih baik, dengan mempertimbangkan berbagai dimensi. Usaha pengelolaan dan pelestarian ini harus melibatkan semua
pihak yang memiliki kepentingan di Karimunjawa, seperti Pemerintah Daerah, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, lembaga penelitian, masyarakat,
sektor swasta dan pihak-pihak lain. Diperlukan suatu pendekatan yang menyeluruh dengan visi bersama dan satu proses koordinasi yang terencana, agar
mekanisme kerjasama dapat berjalan sebagaimana mestinya, disamping diperlukan komitmen kelembagaan yang kuat dari masing-masing stakeholder
yang terlibat. Sementara itu untuk menjaga pemba ngunan di Karimunjawa secara
berkelanjutan, maka hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan adalah membangun kemandirian dari masyarakat setempat, sebagai pihak yang
merasakan dampak langsung dari suatu kegiatan pembangunan. Kemandirian dapat dirangsang dengan serangkaian program pemberdayaan masyarakat,
diantaranya yang bisa diterapkan untuk daerah kepulauan seperti Karimunjawa adalah:
• Penguatan kelembagaan dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat dan
pelestarian sumberdaya alam, yang diantaranya dapat dilakukan dengan optimalisasi fungsi koperasi yang telah ada
• Pemberdayaan berbasis perikanan tangkap
• Pemberdayaan berbasis budidaya, seperti keramba jaring apung, rumput laut
dan lain-lain •
Pemberdayaan pariwisata berbasis konservasi •
Pemberdayaan istri-istri nelayan dengan memberikan alternatif kegiatan untuk penguatan ekonomi rumah tangga
Untuk menjamin kesinambungan program-program pemberdayaan masyarakat, perlu dilengkapi dengan suatu struktur insentif. Berbagai fasilitas
yang mendukung keber lanjutan suatu program yang dilaksanakan diantaranya sengan fungsi fasilitas kredit mikro serta didukung oleh fungsi-fungsi lembaga
pemasaran