BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG HAK ASASI MANUSIA
A. Deklarasi Hak Asasi Manusia tahun 1948
Salah satu prestasi kemanusiaan terbesar setelah Perang Dunia ke II adalah konseptualisasi dan penyebaran Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada
tanggal 10 Desember 1948. Deklarasi ini bersamaan dengan dua Kovenan Internasional yaitu International Covenant on Civil and Political Rights dan
International Covenant on Economic, Social, Cultural Rights pada tahun 1966 yang secara umum kemudian dikenal dengan International Bill of Human Rights.
Hak asasi manusia telah disebut-sebut dalam Kovenan Liga Bangsa- Bangsa yang diantaranya , menuju pada pembentukan Organisasi Buruh
Internasional ILO. Pada Konferensi di San Fransisco 1945, yang diselenggarakakn untuk merancang piagam PBB, sebuah usulan tentang
“Deklarasi Tentang Hak Esential Manusia” telah diajukan namun tidak dibahas karena memerlukan pertimbangan yang lebih matang dari yang mungkin
dilakukan pada saat itu. Piagam itu secara jelas menyebutkan “memajukan dan mendorong penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi
semua orang tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama” pasal 1 ayat 3. Ide untuk membuat “Ketentuan Internasional tentang Hak Asasi Manusia”
juga dianggap oleh banyak pihak yang telah tersirat dalam Piagam tersebut. Komisi persiapan PBB yang segera melakukan pertemuan setelah
penutupan sidang Konferensi San Fransisco, merekomnedasikan agar Dewan
Universitas Sumatera Utara
Ekonomi dan Sosial dalam sidang pertamanya membentuk sebuah komisi untuk memajukan hak-hak asasi manusia sebagaimana telah digambarkan dalam Pasal
68 Piagam PBB. Berdasarkan hal ini Dewan membentuk Komisi Hak Asasi Manusia di awal 1946.
Pada sidang pertama di tahun 1946, Majelis Umum membahas sebuah rancangan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar dalam
persiapannya membuat ketentuan internasional tentang Hak Asasi Manusia resolusi 43 ayat 1. Pada sidang pertamanya di awal 1947, komisi meminta
pejabat-pejabatnya untuk merumuskan apa yang dinamakannya sebagai ”rancangan awal ketentuan Internasional tentang Hak Asasi Manusia”.
Kemmudian, buruh tersebut diambil alih oleh suatu komite perancang formal yang terdiri dari anggota komisi dari delapan negara yang dipilih dengan
memperhatikan letak geografisnya. Pada mulanya, muncul perbedaan pendapat tentang bentuk ketentuan
tentang hak asasi manusia. Komite perancang memutuskan untuk menyiapkan dua dokumen, yang pertama dibuat dalam bentuk deklarasi yang akan memuat prinsip-
prinsip atau standar-standar umum hak asasi manusia, yang lainnya dalam bentuk konvensi yang akan merumuskan secara khusus hak-hak dan batas-batasannya.
Sehubungan dengan itu, komisi menyampaikan rancangan pasal-pasal deklarasi internasional dan konvensi internasional tentang hak asasi manusia kepada Komisi
Hak Asasi Manusia. Pada sidang yang kedua pada Desember 1947, Komisi memutuskan menggunakan istilah “Ketentuan Internasional tentang Hak Asasi
Manusia” untuk rangkaian dokumen yang sedang dipersiapkan dan membentuk
Universitas Sumatera Utara
tiga kelompok kerja satu untuk deklarasi dan satu untuk konvensi yang kemudian diganti menjadi kovenan dan satu lagi untuk penerapan. Komisi merevisi
rancangan dekklarasi pada sidangnya yang ketiga pada Mei –Juni 1948 dengan memperhatikan komentar-komentar yang diterima dari berbagai pemerintah. Akan
tetapi, Komisi tidak memiliki waktu untuk membahas kovenan atau masalah penerapannya. Oleh karenanya Deklarasi disampaikan melalui Dewan Ekonomi
dan Sosial kepada Majelis Umum dalamm pertemuannnya di Paris. Dengan Resolusi 217 AIII tertanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum menetapkan
Dekalrasi Universal Hak Asasi Manusia DUHAM sebagai instrumen pertama dari sekian yang telah direncanakan. DUHAM ditetapkan dan dicanangkan oleh
Majelis Umum : Sebagai standar umum keberhasilan untuk semua bangsa dan semua
negara dengan tujuan agar setiap individu dan organ masyarakat, dengan selalu mengingat Deklarasi ini, harus mengupayakan melalui pengajaran dan pendidikan
uuntuk memajukan penghormatan terhadap hak dan kebebasan ini, dan melalui upaya-upaya yang progresif , baik di lingkup nasional maupun internasional,
untuk menjamin pengakuan dan pematuhannya secara universal dan efektif , baik di antara rakyat Negara Anggota sendiri, maupunn diantara rakyat yang berada di
wilayah yang berada dalam wilayah hukumnya.
Empat puluh delapan negara medukung deklarasi, tidak ada yang menentang dan delapan negara tidak memberi suara. Dalam pernyataan setelah
pemungutan suara, Presiden Majelis Umum mengemukakan bahwa penetapan Deklarasi ini merupakan suatu pencapaian yang luar biasa, sebuah langkah maju
Universitas Sumatera Utara
dalam proses revolusi yang besar. Peristiwa ini merupakan kesempatan pertama di mana komunitas bangsa-bangsa yang terorganisir telah membuat Deklarasi Hak
Asasi Manusia dan kebebasan dasar. Instrumen tersebut didukunng oleh otoritas pendapat PBB secara menyeluruh, dan jutaan manusia baik laki-laki maupun
perempuan dan anak-anak seluruh dunia akan merujuk padanya untuk bantuan, pedoman dan inspirasi.
Komisi Hak Asasi Manusia mempersiapkan sebuah pernyataan Internasional tentang Hak Asasi Manusia yang disetujui oleh Majelis Umum pada
tanggal 10 Desember 1948. Pernyataan ini, yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human Rights diumumkan sebagai suatu
standar pencapaian yang berlaku untuk semua rakyat dan semua negara. Hak-hak yang disuarakannya disebarkan lewat “pengajaran dan pendidikan” serta lewat
langkah-langkah progresif, secara nasional dan internasional, guna mnejamin pengakuan dan kepatuhan yang bersifat universal dan efektif terhadapnya.
54
Dua puluh satu pasal pertama Deklarasi tersebut menampilkan hak-hak yang sama dengan yang terdapat di dalam Pernyataan Hak Asasi Manusia Bill of
Rights yang termasuk di dalam Konstitusi Amerika Serikat sebagaimana yang telah diperbaharui saat ini. Hak-hak sipil dan politik ini meliputi hak atas
perlindungan yang sama dan tidak pandang bulu, perlindungan hukum dalam proses peradilan, privasi dan integritas pribadi, serta partisipasi politik. Namun
pasal 22 sampai 27 menciptakan kebiasaan baru. Pasal-pasal ini mengemukakan hak atas tunjangan sosial seperti jaminan sosial suatu standarbagi suatu kehidupan
54
Ian Bromnlie,ed., Basic Documents on Human Rights Oxford: Clarendon Press,1971,93-105
Universitas Sumatera Utara
yang layak serta pendidikan. Hak-hak ini menegaskan bahwa sesungguhnya, semua orang memiliki hak atas pelayanan-pelayanan dari negara kesejahteraan.
55
Suasana Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur mewarnai penurunan DUHAM kedalam instrumen hukum HAM internasional. Pertarungan
antara ide sosialisme Blok Timur dan individualisme liberal Blok Barat menjadikan instrumen hukum sebagai turunan DUHAM dalam bentuk kovenan
yang menjadi Kovenan Sipil dan Kovenan Ekosoc. Kovenan Sipil dan Politik Deklarasi hak asasi manusia menggantikan tiga hak umum ynag diajukan
oleh Locke yaitu hak atas kehidupan, kebebasan dan kekayaan pribadi. Di antara hak sipil dan politik yang dicanangkan adalah hak untuk bebas dari diskriminasi
untuk memilki kehidupan, kebebasan dan keamanan utnuk bebas beragama, untuk bebas berpikir dan berekspresi, untuk bebas berkumpul dan berserikat
B. Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik International Covenant on Civil and Political Rights
Pada tanggal 10 Desember 1948 Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa MU PBB mengeluarkan Universal Declaration of Human Rights. Pada
tanggal 16 Desember 1966 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Resolusi MU PBB No.2200 A XXI mengesahkan International Covenant on
Civil and Political Rights Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik pada tanggal 23 Maret 1976.
55
. James, Refleksi Filosofis atas Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996, hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
pada dasarnya memuat ketentuan mengenai pembatasan penggunaan kewenangan oleh aparatur represif negara. Sehingga dalam hal ini hak-hak yang diatur di
dalamnya disebut juga hak-hak negatif negatif rights. Artinya, hak-hak dan kebebasan yang diatur dijamin di dalamnya akan dapat terpenuhi apabila peran
negara terbatasi atau terlihat minus. Sedangkan kovenan Ekonomi, Sosial dan Budayya justru menuntut peran maksimal negara. Negara justru melanggar hak-
hak yang dijamin di dalamnya apabila negara tidak berperan aktif atau menunjukkan peran minus. Sehingga hak-hak di dalam kovenan Ekonomi, Sosial
dan Budaya disebut juga sebagai hak-hak positif positif rights
56
Hak-hak yang termuat dalam Kovenan Sipil dan Politik dibagi atas hak- hak dalam jenis hak-hak yang tidak boleh dibatasi non-derogable rights dan
hak-hak yang boleh dibatasi derogable rights. Non- derogable rights terdiri dari : a hak untuk hidup rights to life, b hak untuk bebas dari penyiksaan rights
to be free from torture, c hak untuk bebas dari perbudakan rights to be free from slavery, d hak bebas dari pemindanaan yang berlaku surut, e hak bebas
dari penahanan karena gagal memenuhi perjanjian utang, f hak sebagai subjek hukum, g hak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan agama.
Ekosob justru menuntut peran maksimal negara. Negara justru melanggar hak-hak yang dijamin
di dalamnya apabila negara tidak berperan secara aktif atau menunjukkan peran minus. Sehingga hak-hak di dalam kovenan EKOSOC disebut juga hak-hak
positif positif rights.
56
www.elsam.or.id
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan hak-hak yang boleh dibatasi derogable rights antara lain : a hak atas kebebasan berkumpul secara damai, b hak atas kebebasan berserikat
termasuk membentuk dan menjadi anggota serikat buruh, dan c hak untuk menyatakan kebebasan menyatakan pendapat atau berekspresi, termasuk
kebebasan mnecari, menerima dan memberikan informasi dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan batas baik melalui lisan maupun tulisan. Hak-hak
ini hanya dapat dibatasi tanpa diskriminasi dengan alasan : a Menjaga ketertiban umum, moralitas umum, kesehatan atau keamanan nasional dan b menghormati
hak atau kebebasan orang lain. Negara bertanggungjawab penuh menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak sipil dan politik secara mutlak dan harus
segara dilaksanakan immediately, tidak dapat ditunda-tunda. Disamping itu, negara juga harus melakukan tindakan pemulihan bagi para korban pelanggaran
hak atau kebebasan dalam Kovenan Sipil dan Politik secara efektif.
C. Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Hak Sosial dan Hak Budaya International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights
Economic Social and Culture Rights, atau lebih dikenal sebagai ECOSOC, adalah salah satu kovenan Hak Asasi Manusia HAM yang memuat penegasan
hak-hak dasar ekonomi, sosial dan budaya setiap manusia dibentuk pada tanggal 3 Januari 1976. Hak-hak dasar tersebut diantaranya adalah hak untuk memperoleh
pekerjaan hak untuk mencapai taraf kesehatan yang tinggi dan sebagainya.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia telah diterima oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 dengan pemungutan suara 48
Universitas Sumatera Utara
menyetujui, 0 menolak dan 8 abstain. DUHAM memuat pokok-pokok hak asasi dan kebebasan fundamnetal manusia sebagai standart acuan pencapaian bersama
bagi semua rakyat dan bangsa. Dokumen tersebut merupakan kesempatan bersama yang merujuk sebagai Magna Charta Internasional dalam hak-hak asasi
manusia.
Mengklaim suatu hak sebagai hak asasi manusia sama artinya dengan menegaskan bahwa orang memiliki hak itu sebagai pribadi bukan sebagai warga
negara. Sejumlah besar hak yang umumnya tidak diklasifikasikan sebagai hak ekonomi memang dapat mendatangkan implikasi-implikasi bagi apa yang
diperbolehkan atau yang diharuskan dalamm bidang ekonomi. Misalnya hak atas kebebasan berkumpul akan melindungi pertemuan-pertemuan untuk membahas
rencana pendirian serikat buruh baru, dan hak atas pendidikan.
57
Protokol Opsional Pertama Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan
Politik memungkinkan Komite Hak Asasi Manusia, yang didirikan berdasarkan Kovenan tersebut, menerima dan membahas komunikasi dari para individu yang
menyatakan dirinya korban pelanggaran hak apapun dalam kovenan ini. Berdasarkan Pasal 1 Protokol Opsional, Negara Kovenan yang juga menjadi
Negara Pihak Protokol, mengakui kompetensi Komite Hak Asasi Manusia utnuk menerima dan membahas komunikasi dari individu yang berada di bawah wilayah
hukumnya, yang menyatakan dirinya korban pelanggaran hak oleh Negara yang
D. Protokol Opsional Pertama dan Protokol Opsional Kedua