Analisis Yuridis Terhadap Penahanan Aung San Suu Kyi oleh Junta Militer Myanmar ditinjau pada Instrumen Internasional tentang Hak Asasi Manusia

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENAHANAN AUNG SAN

SUU KYI OLEH JUNTA MILITER MYANMAR DITINJAU

PADA INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG HAK

ASASI MANUSIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

Nama : Ruth Yenny Febrianty Kudadiri NIM : 060200342

Departemen : Hukum Internasional

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENAHAN AUNG SAN SUU

KYI OLEH JUNTA MILITER MYANMAR DITINJAU PADA

INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG HAK ASASI

MANUSIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

DISUSUN OLEH :

RUTH YENNY FEBRIANTY KUDADIRI 060200342

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL DISETUJUI OLEH :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

Sutiarnoto, SH, M.Hum NIP.195610101986031003

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Rosmi Hasibuan,SH.M.H Arif, SH. M.H NIP.194710281980022001 NIP. 1971028219

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………. 1

B. Rumusan Permasalahan……… 9

C. Tujuan Penulisan……….. 10

D. Keaslian Penulisan……… 11

E. Metode Penulisan………. 11

F. Tinjauan Kepustakaan……….. 12

G. Sistematika Penulisan………... 13

BAB II PANDANGAN UMUM TENTANG HAK ASASI MANUSIA A. Pengertian HAM………16

B. 1. Sejarah Perkembangan HAM di Dunia……….20

2. Sejarah Perkembangan HAM di Indonesia………...30

C. Sejarah Myanmar dan Aung San Suu Kyi……….42

D. Bentuk-Bentuk Pelanggaran HAM………56

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG HAM A. Deklarasi HAM 1948………70

B. Kovenan Internasional Hak Sipil dan Hak Politik……….74


(4)

D. Protokol Opsional Pertama dan Kedua………..77 E. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Kekejaman Lainnya

Perlakuan atau Penghukuman yang Tidak Manusiawi atau

Yang Merendahkan Martabat Manusia……….79 F. Instrumen Internasional Lainnya tentang HAM………80

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENAHANAN AUNG SAN SUU KYI OLEH JUNTA MILITER MYANMAR DIDASARKAN INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG HAM

A. Bentuk-Bentuk Pelanggaran yang dilakukan oleh Junta Militer

Myanmar terhadap Aung San Suu Kyi………..84 B. Tanggung Jawab Negara Myanmar terhadap Penahanan Aung

San Suu Kyi………...87 C. Upaya Dunia Internasional dalam Perlindungan HAM Aung San

Suu Kyi sebagai Korban Pelanggaran HAM……….95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………..101

B. Saran………103


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan Yesus Kristus, karena berkat kasih dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul skripsi ini adalah : “Analisis Yuridis Terhadap Penahanan Aung San Suu Kyi oleh Junta Militer Myanmar ditinjau pada Instrumen Internasional tentang Hak Asasi Manusia”.

Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian penulsian ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi,S.H.,M.Hum selaku Pembantu Dekan I, Bapak Syarifuddin Hasibuan, S.H.,M.H,DFM selaku Pembantu Dekan II, Bapak M.Husni, S.H.,M.Hum, selaku Pembantu Dekan III.


(6)

3. Bapak Sutiarnoto, S.H.,M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Internasional.

4. Ibu Rosmi Hasibuan, S.H.,M.H selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberi bimbingan dan masukan selama penulisan skripsi.

5. Bapak Arif, S.H.,M.H selaku Dosen Pembimbing II yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

6. Bapak Ramli, S.H selaku Dosen Wali dan Dosen Penasihat Akademik. 7. Ibu Rafiqoh Lubis, S.H.,M.Hum yang memberikan semangat baru dan

dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini. Makasih ya,buuu…… Meskipun waktunya jauh dari perkiraan kan bu..hehehhe

8. Teristimewa buat keluargaku tercinta, mama yang telah membesarkan saya dengan selalu memberikan curahan kasih sayang dan perhatian. Ini salah satu cara yang dapat ku lakukan untuk berterima kasih dan membalas kasih sayangmu, ma (you’re my superwoman.….), saudara-saudaraku tercinta, Jan Wesly, Merry Christine, David Octavianus makasih juga selama ini sudah melakukan yang terbaik bagiku… luv u all.. Specially for my beloved daddy in heaven, I give it for you, dad. Ku harap aku dapat menjadi anak seperti yang Bapak cita-citakan…. Miss U so much!!!

9. Teman-temanku tercinta yang menemaniku selama 4 tahun di kampus tercinta Pauline, Jesica, Hanna, (banyak cerita yang udah kita miliki, banyak canda tawa yang telah kita bagi, begitu juga udah banyak air mata yang jatuh yang telah kita bagi bersama juga…terimakasih kita bisa


(7)

menjadi tempat berbagi selama 4 tahun ini) Sarah, April (ku harap pertemanan kita gak terhenti disini ya…keep on rollin, guys..)

10.Buat teman-teman menggila bersama Ferdy, Otniel, Jani, Babe (banyak hal yang telah kalian lakukan buatku selama ini, banyak nasihat terutama nasihat Ferdy yang membuatku terkadang menangis.. You are the craziest people in this world)), Mamad, Boboy, Topel, Hendry, Aulia, Andre….. makasih atas kebersamaan kita dan dorongan kalian untuk menyelesaikan skripsi ini secepat mungkin.., meskipun kita baru akrab belakangan ini tapi kalian punya tempat dalam hatiku, coba kalo dari awal kita akrab pasti gak bakalan tamat!!!!! Senang bisa menjadi bagian dari kalian, semoga pertemanan ini untuk selamanya….

11.Buat semua anggota K-FAMILY………. Makasiihhh atas perhatian kalian semua. Senang bisa menggila bareng kalian, …. Luv u all.

12.Buat semua anak angkatan 06 grup B terimakasih ya…..

13.Buat semua teman Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan semua teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih juga atas kebersamaan ini.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih atas perhatiannya. Segala kritik dan saran yang bersifat membangun atas bentuk dan substansi dari skripsi ini saya terima dengan senang hati, dan saya harap skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, Maret 2010, Penulis


(8)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hak-hak asasi itu merupakan hak dasar yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di bumi. Hak asasi manusia ini berlaku tanpa ada perbedaan atas dasar keyakinan agam atau kepercayaan , suku, bangsa, ras , jenis kelamin dan status sosial. Karena itu hak-hak asasi manusia itu mempunyai sifat yang suci, luhur dan universal.

Berbicara mengenai pelanggaran hak asasi manusia sangatlah luas cakupannya, karena jangkaunnya sangat luas, berkaitan dengan hak dan eksistensi manusia selaku ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa setiap manusaia yang dilahirkan bebas dan sama dalam hal derajat dan hak, tiada perbedaan kulit, ras dan keturunan serta golongan maupun kodrat manusia.

Hak itu di dalam ekonomi, sosial budaya dan dari kacamata hukum maupun pemerintahan yang berkuasa. Selagi manusia itu “living in the truth” manusia itu berhak mempertahankan hidupnya.

Akan tetapi manusia itu juga harus menyadari karena adanya proses interaksi antar manusia, hidup di dalam “human totaliy” kesatuan manusia, yang dalam hal ini harus diperhatikan juga hak-hak orang lain termasuk pemerintahan, sehingga diharapkan adanya keseimbangan antara masyarakat dan pemerintahan selaku pelindung atas hak-haknya masyarakatnya, sesuai dengan teori perjanjian


(9)

masyarakat dari John Locke yang mengatakan bahwa manusia itu lahir bebas dan mempunyai hak-hak yang kekal dan tidak dapat dicabut, yang tidak pernah ditinggalkan ketika umat manusia “dikontrak” untuk memasuki keadaan sosial dari keadaan primitif dan tidak pernah berkurang karena tuntutan ‘hak ilahi raja” atau pemerintah. Inilah suatu idealisme dari pelaksana hak-hak asasi manusia di setiap negara di atas permukaan bumi ini, tanpa ada pengecualiannya, sehingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengacu kepada Deklarasi Kemerdekaan yang diproklamirkan oleh ketiga belas koloni Amerika Serikat pada tanggal 4 Juli 1776 yang mengatakan bahwa :

“Kami beranggapan bahwa kebenaran ini sudah nyata dengan sendirinya, bahwa semua manusia diciptakan sederajat , bahwa mereka dikaruniai oleh Pencipta mereka dengan hak-hak asasi tertentu yang tidak dapat dicabut, bahwa diantara hak-hak ini adalah kehidupan , kebeasan serta mengajar kebahagiaan”.

Memandang perlu membuat pernyataan “The Universal Declaration of Human Rights”, yang terdiri dari Mukadimah dan 30 pasal operatif yang mencakup hak-hak sipil dan politik maupun ekonomi, sosial budaya yang didasari oleh pernyataan-pernyataan terdahulu, selain daripada Deklarasai Kemerdekaan yang diproklamirkan oleh ketiga belas koloni Amerika Serikat yaitu:

1. Magna Charta (Piagam Agung 1215) berupa dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh raja John di Inggris kepada beberapa bawahannya, atas adanya tuntutan mereka dan naskah ini dapat membatasi kekuasaan raja John terhadap kaum bangsawan tersebut yang ada di lingkungannya.


(10)

2. Bill of Right (Undang-Undang Hak 1689) yaitu sebuah undang-undang yang diterima oleh parlemen Inggris setelah berhasil dalam tahun sebelumnya yang mengadakan perlawanan terhadap raja John dalam revolusi berdarah (lebih dikenal dengan deglorius revolution of 1688)

3. Declaration des droit de I home et du citoyen (Pernyataan hak-hak manusia dan warga negara tahun 1789). Ini sebuah naskah yang dicetuskan pada permulaan revolusi Perancis sebagai perlawanan terhadap kesewenangan dari suatu rejim penguasa.

4. Bill of Right (Undang-Undang Hak), ini sebuah naskah yang disusun oleh rakyat Amerika tahun 1789, semua teksnya dengan Deklarasi Perancis yang menjadi bagian dari undang-undang dasar pada tahun 1791 di Amerika.1

Sebenarnya hak-hak yang dirumuskan pada abad ke-17 dan 18 sangat dipengaruhi oleh gagasan alam (natural law) seperti yang dirumuskan Jhon Locke (1632-1714), Jean Jaques Rooseau (1712) yang terbatas pada hak yang bersifat politik seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan, hak untuk memilih. Akan tetapi, pada abad ke-20 hak politik ini dianggap kurang sempurna dan mulailah dicetuskan beberapa hak lain yang lebih luas ruang lingkupnya, dan hak yang sangat terkenal seperti dirumuskan oleh presiden Amerika Serikat Franklin D.Rosefel pada permulaan perang dunia ke-2 sewaktu berhadapan dengan Nazi

1

Maryam Budihardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Penerbit: PT.Gramedia, Jakarta, tahun 2000: h1m20.


(11)

Jerman dan hak-hak yang dikatakan oleh Rosefel itu antara lain ada 4 kebebasan yaitu:

1. Freedom of speak (kebebasan untuk berbicara) 2. Freedom of fear (kebebasan dari ketakutan) 3. Freedom of religion (kebebasan beragama)

4. Freedom of from want (kebebasan dari kemelaratan)2

Pengalaman pahit dan getir dari umat manusia dari perang dunia yang telah terjadi, dimana harkat dan martabat manusia terinjak-injak, timbul kesadaran umat manusia ke dalam Piagam PBB yang sebagai realisasinya muncul kemudian The Universal Declaration of Human Rights yang diterima secara aklamasi oleh Sidang Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948.

Walaupun demikian pernyataan di atas bukan tidak mendapat pertentangan dari sarjana-sarjana lain seperti Jeremy Bentham seorang filsuf yang beraliran positivas yang mengatakan bahwa hak asasi manusia adalah anak hukum. Tidak ada hak asasi manusia tanpa hukum. Dari hukum yang imajiner seperti hukum alam (natural law) yang ada ialah hak-hak yang imajiner. Karena hak asasi manusia atas dasar hukum alam itu adalah kosong belaka.

Sejarah umat manusia telah mencatat bahwa setiap penindasan, pemerkosaan dan pelanggaran hukum atas hak-hak asasi manusia yang dilakukan oleh siapapun, ia akan menimbulkan akibat perlawanan dari berbagai pihak. Pengorbanan jiwa dan raga dari mereka yang tertindas membuat harkat dan

2


(12)

martabat manusia itu mnejadi kehilangan arti dan makna dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Oleh karena itu, setiap tindakan yang menindas dan memperkosa harkat dan martabat hak-hak asasi manusia perlu mendapat perhatian dan penanganan secara serius.

Pengalaman pahit dan getir dari umat manusia dari perang dunia yang telah dua kali terjadi, dimana harkat dan matabat hak-hak asasi manusia terinjak-injak, timbul kesadaran umat manusia menempatkan penghormatan dan penghargaan akan hak-hak asasi manusia ke dalam Piagam PBB yang sebagai realisasinya muncul kemudian The Universal Declaration of Human Rights (Penyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia) yang diterima secara aklamasi oleh Sidang Umum Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948.

Dengan memperhatikan besarnya perhatian PBB dan dunia internasional terhadap hak-hak asasi manusia sedunia tersebut, maka sudah sepantasnya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus menghormati dan memperlakukan setiap manusia sesuai dengan harkat dan martabat hak-hak asasinya.

Perkembangan progresif di bidang hak asasi manusia dewasa ini tidak terlepas dengan diterimanya suatu prinsip bahwa negara (pemerintah) mempunyai kewajiban untuk menjamin dan memberikan perlindungan HAM setiap warga negaranya dan pengawasan terhadap pelaksanaan HAM tersebut selain merupakan tanggung jawab negara yang bersangkutan juga merupakan tanggung jawab bersama masyarakat internasional.


(13)

Adanya instrumen-instrumen hukum internasional mengenai hak asasi manusia bukan berarti pelanggaran terhadap hak asasi manusia berkurang. Pelanggaran hak asasi manusia tetap ada bahkan korban berjatuhan. Misalnya di Yugoslavia dan Rwanda serta di wilayah Asia Tenggara yaitu Myanmar. Pada tahun 1988, di Myanmar terjadi demonstrasi berskala nasional yang dimulai sebagai bagian dari reaksi atas tekanan terhadap semua hak-hak sipil dan politik oleh pemerintah Myanmar dan atas kegagalan ekonomi sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah yaitu Burmese Way to Socialism.3

Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada pasal 9 disebutkan bahwa: “tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang”. Terlihat jelas bahwa pasal tersebut melarang setiap penahanan yang secara sewenang-wenang. Suatu penahan dapat dikatakan sewenang-wenang ketika tindakan penahanan tersebut melanggar prosedur hukum domestik dan tidak sesuai dengan standar-standar internasional yang relevan

Pada saat itu banyak terjadi demonstrasi-demonstrasi yang menuntut hak-hak atas kebebasan dan demokrasi tapi tentara menggunakan cara kekerasan untuk membubarkan demonstrasi tersebut. Ratusan warga sipil ditangkap dan banyak yang menderita cedera atau meninggal dalam perawatan di tahanan. Puncaknya ketika seorang politikus yang merupakan sekretaris jenderal Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy, NLD) yang ditangkap dan ditahan tanpa adanya proses pengadilan yang adil dan alasan ia ditangkap, yaitu Daw Aung San Suu Kyi.

3


(14)

seperti diatur dalam DUHAM dan instrumen-instrumen internasional yang relevan serta telah diterima oleh negara yang bersangkutan. Selain diatur dalam DUHAM, penahanan sewenag-wenang juga ada diatur dalam ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights), dan The Body of Principles. Dinyatakan dalam ICCPR pasal 9 ayat (1), bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi, tidak seorang pun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang, tidak seorang pun dapat dirampas kebebasannya kecuali berdasarkan alasan atau sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh hukum”. Namun pada kenyataannya, pemerintah Myanmar tidak memberi alasan ditahannya Aung San Suu Kyi tanpa prosedur yang jelas. Dalam peristiwa penahanan Aung San Suu Kyi pemerintah Myanmar terbukti banyak melakukan pelanggaran terhadap hak-hak individu Aung San Suu Kyi .

Selain diatur dalam dua konvensi di atas, penahanan sewenang-wenang juga diatur dalam The Body of Principles of All Persons under any Form of Detention or Imprisonment, yang selanjutnya disebut The Body of Principles. The Body of Principles menyatakan bahwa penangkapan, penahanan atau pemenjaraan hanya dapat dilaksanakan secara kaku sesuai dengan ketentuan hukum dan oleh para pejabat yang berwenang.

Dalam konstitusi Myanmar tidak disebutkan secara jelas bahwa penahanan secara sewenang-wenang dilarang. Namun hal tersebut tersirat dalam Pasal 159 huruf b yang menyatakan bahwa “no citizen shall be placed in custody for more thhan 24 hours without the sanction of competent judicial organ”. Isi dari pasal tersebut berarti bahwa setiap warga negara tidak boleh ditahan lebih dari 24 jam


(15)

tanpa adanya sanksi dari lembaga hukum yang berwenang. Terlihat jelas bahwa seseorang dapat ditahan apabila telah dikenai sanksi oleh lembaga hukum yang berwenang dan yang merupakan lembaga hukum yang berwenang di Myanmar adalah Council of People’s Justices.

Pada tertanggal 28 Mei 2004, United Working Group for Arbitrary Detention mengeluarkan opini (No.9/2004) bahwa penahanan atau pengurangan kebebasan Aung San Suu Kyi adalah sewenang-wenang, sebagaimana yang disebut pada pasal 9 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang berbunyi “tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang” dan meminta kepada pemerintah Myanmar untuk melepaskan Aung San Suu Kyi, tapi sampai sekarang pemerintah Myanmar tidak memperdulikan permintaan tersebut.

Penahanan Aung San Suu Kyi oleh pemerintah Myanmar berdasarkan Pasal 110/1975 State Protection Act4

4

Pasal 110/1975, State Protection Act

, yang menyebutkan bahwa: “untuk melindungi negara dari bahaya, the Central Board mempunyai hak untuk melakukan tindakan penahanan terhadap orang yang dianggap membahayakan negara selama 90 hari, dan bisa diperpanjang menjadi 180 hari dan apabila diangggap perlu orang tersebut bisa ditahan selama satu tahun”. State Protection Act diamandemen oleh State Law and Orde Restoration Council (SLROC) pada tanggal 9 Agustus 1991. Amandemen ini mengubah maksimum masa penahanan pada Pasal 14 dan 22, dari tiga tahun menjadi lima tahun. Amandemen ini juga menghilangkan right to appeal pada pasal 21.


(16)

Pada masa penahanan Aung San Suu Kyi sudah habis, pemerintah Myanmar menambah lagi masa tahanann untuk beberapa tahun lagi. Penambahan masa tahanan rumah Aung San Suu Kyi berdasarkan 1975 State Protection Act (Pasal 10 b), dimana memberi kekuasaan kepada pemerintah untuk menahan seseorang tanpa proses pengadilan. Hingga sampai sekarang Aung San Suu Kyi masih berada dalam tahanan rumah dengan dibatasinya segala informasi, kegiataannya serta tamu-tamunya yang akan datang mengunjunginya.

Dengan melihat uraian tersebut terlihat jelas bahwa pemerintahan Myanmar tersebut melakukan penahanan rumah secara sewenang-wenang terhadap Aung San Suu Kyi dan melanggar hak-hak sipil dan politik Aung San Suu Kyi serta hak asasi Aung San Suu Kyi yang berhubungan dengan tahanan rumah tersebut, misalnya hak untuk berbicara, maupun hak untuk berkelompok. Penahanan rumah yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap Aung San Suu Kyi tersebut juga tidak disertai dengan alasan yang jelas dan tidak ada peradilan yang jujur dan adil, karena alasan inilah penulis inginn mengangkat permasalahan hak asasi manusia Aung San Suu Kyi ke dalam sebuah judul skripsi “Analisis Yuridis terhadap Penahanan Aung San Suu Kyi oleh Pemerintah Myanmar ditinjau dari Instrumen Internasional tentang Hak Asasi Manusia”.

B. Rumusan Permasalahan


(17)

1. Bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia apa saja yang telah dilanggar oleh pemerintahan Junta Militer Myanmar terhadap Aug San Suu Kyi?

2. Bagaimana dengan tanggung jawab negara Myanmar terhadap penahanan Aung San Suu Kyi?

3. Bagaimana upaya dunia internasional terhadap Aung San Suu Kyi yang menjadi korban pelanggaran HAM?

C. Tujuan Penulisan

Permasalahan hak asasi manusia ini sangat luas cakupannya dan tidak pernah habis-habisnya untuk dibicarakan karena masalahnya sangat kompleks dan sifatnya sangat universal , baik ditinjau dari dasar pemikiran dan pelaksanaannya di setiap negara khususnya pelanggaran di Myanmar

Dan secara singkat tujuan dan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memenuhi dan melengkapi syarat kesarjanaan hukum pada jurusan Hukum Internasional di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Untuk menambah wawasan pemikiran dalam Hukum Internasional tentang

Hak Asasi Manusia.

3. Untuk mengetahui sejauhmana kejahatan/kekerasan mengenai pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar.


(18)

4. Untuk mengetahui pelaksanaan Hukum Internasional dan Hak Asasi Manusia (Declaration of Human Rights 1948) serta pemenuhan prinsip kedaulatan suatu negara.

D. Keaslian Penulisan

Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum USU, maka penulis ingin mengangkat suatu materi dari mata kuliah Hukum Internasional, yaitu mengenai Hak Asasi Manusia.

Penulis tertarik untuk mengangkat masalah Hak Asasi Manusia sehingga penulis tuangkan dalam sebuah judul Skripsi yaitu “Analisis Yuridis terhadap Penahanan Aung San Suu Kyi oleh Junta Militer Myanmar ditinjau dari Instrumen Internasional tentang Hak Asasi Manusia”

Dalam proses pengajuan judul skripsi ini penulis harus mendaftarkan dahulu judul tersebut ke bagian Hukum Internasional dan telah diperiksa pada arsip yang ada pada bagian Hukum Internasional dan judul yang di angkat oleh penulis dinyatakan disetujui oleh bagian Hukum Internasional tertanggal 26 Augustus 2009.

Atas dasar pemeriksaan pada bagian Hukum Internasional tersebut Penulis yakin bahwa judul yang penulis angkat dan pembahasannya belum pernah ada penulisannya pada Bagian Hukum Internasional khususnya dan Fakultas Hukum


(19)

Internasional USU pada umumnya, sehingga keaslian penulisan yang penulis tuangkan dapat dipertanggungjawabkan.

E. Metode Penulisan

Untuk mendukung pembahasan dan analisa terhadap pokok-pokok permasalahan di atas maka diperlukan adannya pengumpulan data yang kemudian untuk dikonstruksikan. Dalam penyusunan penulisan ini dilakukan pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan (library research). Dengan Library Research akan dihasilkan karya ilmiah yang mempunyai materi, kualitas, bobot kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, di mana bahan-bahan/data-data tersebut didapat dari :

- Buku-buku ilmiah yang tersebut dalam literature.

- Naskah-naskah peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, skripsi, dan tulisan karya ilmiah, serta catatan perkuliahan, dan bimbingan Bapak/Ibu Dosen.

Dengan menggunakan metode ini diharapkan skripsi ini dapat menjadi suatu karya ilimiah yang baik dan berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

F. Tinjauan Kepustakaan

Hak Asasi Manusia (Human Rights) menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah hak asasi manusia secara umum didefinisikan sebagai hak yang melekat pada diri manusia dan dengan tidak adanya hak tersebut kita tidak dapat


(20)

hidup sebagai manusia. Menurut Cess de Rover pengertian hak asasi manusia adalah hak hukum yang dimiliki oleh setiap orang sebagai manusia. Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimiliki leh setiap orang, kaya maupun miskin, laki-laki maupun perempuan. Hak-hak tersebut mungkin saja dilanggar tetapi tidak pernah dihapuskan.

Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional, dewasa ini telah berkembang disiplin ilmu hukum yang mengatur tentang perlindungan HAM secara internasional, yang pada hakikatnya merupakan cabang dari hukum internasional publik (public international law) , ilmu hukum ini disebut dengan istilah hukum hak asasi manusia internasional (international human rights law).Definisi hukum hak asasi manusia internasional menurut pendapat Thomas Buergenthal,5

G.. Sistematika Penulisan

“... the international of human rights is defined as the law that deals eith the protection of individual and groups against violations by government of their internationally guaranteed rights and with the promotion of these rights”(hukum yang melindungi individu dan kelompok dari kesewenang-wenangan pemerintah terhadap hak mereka yang dijamin secara internasional dan dengan tujuan untuk kemajuan hak-hak tersebut).

Untuk lebih memudahkann proes pembahasan tulisan dan membantu penulis dalam penguraiannya, maka keseluruhan dari isi skripsi ini dirangkum dalam sistematika penulisan sebagai suatu paradigma berpikir.

5

Thomas Buergenthal, International Human Rights,St. Paul, Minn: West Publishing, Co., 1995, hlm.14-15.


(21)

Dengan pedoman pada sistematika penulisan karya ilmiah pada umumnya, maka penulis berusaha untuk mendeskripsikan gambaran umum yang berhubungann dengan cakupan skripsi ini, sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini diawali dengan latar belakang yang berikutnya perumusan masalah yang akan dibahas. Pada selanjutnya dijelaskan apa yang menjadi tujuan pembahasan , kemudian diuraikan keaslian penulisan dan tinjauan kepustakaan. Selanjutnya diuraikan bagaimana metode penulisan dan akhirnya bab ini ditutup dengan bagaimana sistematika penulisan.

BAB II : PANDANGAN UMUM MENGENAI HAK ASASI MANUSIA Dalam bab ini yang akan dibahas adalah mengenai pengertian dan hakikat hak asasi manusia, sejarah perkembangan hak asasi manusia, sejarah negara Myanmar dan Aung San Suu Kyi serta bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia.

BAB III : INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG HAK ASASI MANUSIA

Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai Deklarasi tentang Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Kovenan Interansional Hak Ekonomi, Hak Sosial dan Hak Budaya


(22)

serta Protokol Opsional Pertama dan Kedua dan Instrumen Internasional tentang Hak Asasi Manusia.

BAB IV : ANALISIS YURIDIS PENAHANAN AUNG SAN SUU KYI OLEH JUNTA MILITER MYANMAR YANG DIDASARKAN PADA INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL

Dalam bab ini yang akan dibahas adalah mengenai bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh junta militer Myanmar terhadap Aung San Suu Kyi, tanggung jawab negara Myanmar terhadap perlindungan hak asasi manusia Aung San Suu Kyi serta upaya dunia internasional dalam perlindungan hak asasi manusia bagi Aung San Suu Kyi.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini yang akan terdiri dari dari kesimpulan dan saran yang proporsional dan konstruktif.


(23)

BAB II

PANDANGAN UMUM MENGENAI HAK ASASI MANUSIA A. Pengertian Tentang Hak Asasi Manusia

Pengertian tentang HAM telah mengalami proses yang begitu lama. Dimulai dengan Magna Charta pada tahun 1215, hingga pada masa sekarang ini.

Plato yang merupakan sumber sudut pandangan bagi konservatisme klasik dalam bukunya Politea-nya menyatakan bahwa HAM tidaklah sama , sehingga juga tidak ada persamaan kebebasan dan tentu saja tidak perlu usaha untuk menciptakan kondisi-kondisi materil yang sama6

Hak adalah tuntutan yang dapat diajukan seseorang kepada orang lain sampai kepada batas-batas pelaksanaan hak tersebut. Hak asasi manusia adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia dan bersifat universal, serta tidak memandanng apakah orang tersebut kaya atau miskin, atau laki-laki maupun perempuan

.

7

6

George Sabine, A History of Political Theory, London Press, hlm.80 7

C.de Rover, 2000, Jakarta, To Serve and To Protect (Acuan Universal Penegakkan HAM).PT.RajaGrafindo Persada hlm.47.

.

Dimasukkannya hak asasi manusia ke dalam pasal 1 Piagam PBB, organisasi multinegara ini menginginkan masyarakat Internasional dan negara-negara akan pengertian Hak Asasi Manusia, bahwa pemahaman akan pengertian tentang HAM merupakan suatu landasan yang dapat memecahkan masalah-masalh di bidang ekonomi, sosial dan budaya. Pasal 1 Piagam PBB berbunyi:


(24)

“Tujuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah : Untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional... Untuk memajukan kerja sama internasional dalam memecahkan masalah-masalah internasional di bidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan dan menggalakkan serta meningkatkan penghormatan bagi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental bagi semua orang tanpa pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama...”.

Lebih jelas dalam pasal 55 dan 56 Piagam, menetapkan kewajiban hak asasi manusia yang pokok dari semua negara anggota PBB8

John Locke menyatakan bahwa individu dikaruniai oleh alam, hak yang inheren atas kehidupan, kebebasan, dan harta yang merupakan milik mereka sendiri,d an tidak dapat dipindahkan atau dicabut oleh negara.9. Selanjutnya John Locke menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati.10

Hak manusia, hak asasi manusia atau hak dasar adalah sebutan yang diberikan kepada hak elementer yang dipandang mutlak perlu bagi perkembangan individu11

8

Ibid, hal.54. 9

John Locke, 1946, The Second Tretiseof Civil Government and A Letter Concerning Toleration, Oxford, Balacwell, hlm.46

10

Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat MADANI, Jakarta , Tim ICCE UIN, Kencana Prenada Media Group, hal.200

11

Ministry of Foreign Affairs of The Kingdom of the Netherlands, Human Rights and Foreign Policy memorandum disajiikan pada Lower House of the State of the Kingdom of the Netherlands pada 3 Mei 1979 oleh Menteri Luar Negeri dan Menteri Kerjasama Pembangunan, (Versi Bahasa Inggris), hlm.15

. Demikian bunyi awal memorandum Hak Asasi Manusia dan Politik Luar Negeri, yang diumumkan oleh Kementeriaan Luar Negeri Kerajaan Belanda.


(25)

Filosof politik Maurice Cranston, mengatakan Hak-Hak Asasi Manusia adalah sesuatu yang melekat pada semua orang setiap saat12

A. Gunawan Setiardjo memberikan pengertian tentang Hak Asasi Manusia, yakni hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya. Jadi hak-hak yang dimiliki sebagai manusia dan HAM harus dipahami dan dimengerti secara universal. Memerangi atau menentang keuniversalan HAM berarti memerangi dan menentang HAM.

. Konsep dan pengertian Hak Asasi yang memberikan kriteria sebagai hak asasi dan kewajiban manusai dimuat secara konstitusional dalam UUD tahun1945 Republik Indonesia sebagai suatu rangkaian naskah yang terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan UUD tahun 1945. Dalam alinea pertama Pembukaan UUD 1945, disebutkan bahwa :

“bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia haruus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

13

Sedangkan Darwin Prinst, memberikan rumusan HAM sebagai hak yang melekat Tuhan Yang Maha Esa dengan memberi manusia kemampuan membedakan yang baik dengan yang buruk (akal budi). Akal budi itu membimbing manusia menjalankan kehidupannya14

Dalam pasal 1 (satu) Undang-Undang No 26 Tahun 2000 .

15

12

Peter R. Baehr, op.cit, hlm.3 13

A.Gunawan Setiardjo, 1993, Yogyakarta, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Kanisius, hlm 71.

14

Darwin Prinst,2001, Bandung , Sosialisasi dan Diseminasi Penegakkan Hak Asasi Manusia, Citra Aditya Bakti, hlm.8

15

Pasal 1 Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

memberikan pengertian, bahwa HAM sebagai perangkat hak yang melekat pada hakikat dan


(26)

keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Pemahaman pengertian tentang HAM dapat memberikan definisi umum bagaimana sebenarnya hak asasi dan kebebasan, juga dapat memberikan perlindungan kepada setiap manusia. Yang mana disaat manusia itu melakukan kewajiban asasinya, ia berhak mendapatkan hak asasinya sebagai manusia

Yang dapat digunakan sebagai pegangan tentang hak asasi manusia itu antara lain:

1. Hak asasi manusia itu sebagai ilmu pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.

2. Hak asasi manusia itu sebagai suatu disiplin yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan-kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.

3. Hak asasi manusia itu sebagai kaidah yaitu pedoman atau patokan perilaku yang pantas atau diharapkan.

4. Hak asasi manusia itu sebagai tata hukum yakni struktur atau proses seperangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta bentuk tertulis.

5. Hak asasi manusia sebagai petugas yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan pengakuan hukum.


(27)

7. Hak asasi manusia sebagai proses pemerintah yakni proses timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan.

8. Hak asasi manusia sebagai perilaku tertulils.

9. Hak asasi manusia sebagai jalinan nilai-nilai yakni jalinan dari konsespsi-konsepsi abstrak yang dianggap baik dan buruk.

Sedangkan menurut W.J.S Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, hak-hak asasi itu adalah :

“Asasi adalah berarti sesuatu yang pokok, yang menjadi dasar. Sedangkan hak adalah sesuatu yang benar, sungguh ada, kewenangan, milik atau kepunyaan, kekuataan/kekuasaan untuk menuntut yang benar ataupun berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh aturan undang-undang”.16

Pemikiran mengenai hak-hak asasi manusia di dunia Barat diperkirakan erat kaitannya pada pemikiran pada abad ke-XVII dan abad ke XVIII. Konsep mengenai hak suci raja (Dwine rights of kings) yang memberikan

kesewenang-Dengan kata lain hak asasi manusia itu telah dimiliki oleh manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran ataupun kehadiran nya dalam kehidupan bermasyarakat.

Secara garis besar bahwa hak asasi manusia itu dapat dikatakan telah meliputi Hak Ekonomi, misalnya hak atas penghidupan yang layak, Hak Sosial dan Budaya, misalnya hak atas pendidikan, Hak Sipil dan Politik, misalnya hak untuk beragama dan hak untuk hidup serta hak-hak lainnya.

B.1. SEJARAH PERKEMBANGAN HAM DI DUNIA

16


(28)

wenangan kepada raja untuk menjalankan pemerintahan secara absolut, mulai dipertanyakan keabsahannya karena dengan konsep demikin layak raja melakukan tindakan yang sewenang-wenang dan menjatuhkan hukuman tanpa adanya proses pengadilan dan membuat peraturan-peraturan berdasarkan apa yang dianggap baik bagi seluruh rakyatnya.

Kaum cendikiawan mulai merasakan perlu adanya hubungan yang lebih rasional antara rakyat dan rajanya, bukan hanya melulu beranggapan bahwa raja adalah utusan Tuhan dan segala perintahnya tidak boleh dibantah, karena perintahnya adalah perintah Tuhan juga. Hubungan rasional itu adalah hubungan yang berupa kontrak antara raja dan rakyatnya, ini sesuai dengan suasana di Eropa yang pada saat itu dengan timbulnya perdagangan antar kerajaan , yang mana hubungannya dilaksanakan dengan adanya kontrak kerjasama.

Banyaknya teori-teori yang lahir sehubungan dengan dipertanyakan keberadaan hak asasi manusia, ada teori yang menentang dan ada teori yang mendukung dengan keberadaan hak-hak asasi manusia. Seperti pendapat dari Aurice Cranston, seorang pengamat hak-hak asasi manusia mengatakan bahwa absolutisme manusia untuk menuntut hak-hak asasi manusia , atau hak alam ini justru karena manusia menyangkanya. Tetapi adapula sangkalan terhadap keberadaan daripada hak asasi manusia ini, seperti orang-orang konservatif dari Inggris, Edumund Burke dan David Hume yang bersatu dengan Jeremy Bentham yang beralliran liberal untuk mengutuk doktrin ini, mereka mengatakan bahwa kekhawatiran publik atas tuntutan-tuntutan terhadap hak-hak ilmiah akan menimbulkan pergolakan sosial dan keprihatinan terhadap adanya bahwa


(29)

deklarasi dan proklamasi hak-hak ilmiah akan menggantikan perundang-undangan yang efektif.

David Burke di dalam karyanya “Reflection on the Revolution in France (1970)” membantah bahwa Rights of Man dapat diturunkan dariNya, dia juga mengkritik para penyusun “ Declaration of the Rights of Man and Citizen” karena memproklamasikan fiksi yang menakutkan mengenai persamaan manusia yang menurutnya hanya berfungsi mengilhami ide-ide yang tidak benar dan harapan yang sia-sia pada manusia yang telah ditakdirkan untuk perjalanan kehidupan yang tidak jelas dan susah payah.

Jeremy Bentham salah satu pendiri utilitarianisme dan seorang yang tidak percaya mengajukan argumennya yang mengatakan bahwa “hak adalah anak hukum-hukum imajiner, maka hak-hak alammiah itu adalah omong kosong semata, omong kosong diatas jangkauan dan omong kosong retorik”.

David Hume setuju dengan pendapat Jeremy Bentham yang mana ia mengatakan bahwa hak-hak alamiah tersebut adalah fenomena metafisik belaka.

Kemudian seorang idealis Inggris yang bernama F.H Bradley mengatakan bahwa “hak-hak asasi perorangan dewasa ini tidak perlu mendapat pertimbangan yang serius kesejahteraan komunitas merupakan tujuan dan merupakan standar akhir. 17

Teori di atas sangat menyesatkan, karena teori di atas menggangap bahwa manusia itu tidak mempunyai arti sama sekali, paham atas teori inilah yang akan

17

Burn H. Weston , Hak-hak Asasi Manusia , di dalam buku T.Mulya, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Masyarakat Dunia (Isu dan Tindakan ), Yayasan Obor Indonesia , 1993. (hlm 6-9).


(30)

menimbulkan negara totaliter dan negara diktator. Karena di dalam teori ini memandang manusia sebagai objek dan tidak mempunyai arti apa-apa.

Selanjutnya, pemikiran-pemikiran lain yang setuju atas eksisten dari filsuf-filsuf yang beraliran liberalisme seperti John Locke (1632-1704), Hobbes (1588-1679), Montesquiue (1689-1755) dan Rosseau (1712-1778). Walaupun mereka mempunyai perbedaan penafsiran umum secara mendasar mereka membayangkan bahwa manusia hidup di dalam suatu keadaan alam (state of nature) dan memiliki hak-hak alam. Oleh karena perlu adanya suatu lembaga yang dapat menjamin terlaksananya dan langgengnya hak-hak alam manusia ini maka manusia mengadakan kontrak dengan suatu institusi atau lembaga yang dalam hal ini disebut sebagai negara dimana lembaga yang disebut negara diwakili oleh orang-orang yang menamakan dirinya penguasa dan berdasarkan sosial ini, maka penguasa tersebut menjalankan pemerintahan yang bertujuan untuk melindungi hak-hak alam dari manusia tersebut, dengan adanya kontrak antara manusia dengan penguasa tersebuut, maka manusia memberikan sebagian dari haknya kepada penguasa tersebut dan penguasa memberikan peraturan-peraturan yang diikuti oleh manusia-manusia yang dalam hal ini disebut sebagai masyarakat, agar haknya dapat dilindungi.

John Locke merumuskan dengan lebih jelas hak-hak alam itu yaitu hak atas hidup, kebebasan dan milik (life liberty and property) serta pemikiran bahwa penguasa itu mesti memerintah atas persetujuan rakyat (government by consent) , sedangkan Montesquie lebih menekankan perlu adanya pembagian kekuasaan sebagai sarana untuk menjamin adanya perlindungan terhadap hak-hak sipil. Yang


(31)

teorinya lebih dikenal dengan Trias Politica. Pada zaman itu (abad ke17 dan 18), perumusan hak-hak tersebut sangatlah besar terpengaruhi oleh ide ataupun pemikiran tentang hukum alam (natur law) dan pemikiran yang dicoba oleh John Locke (1632-1741) tersebut dan Jean Jaques Rousseau (1712-1778) terlihat hanya terbatas pada hak-hak yang bersifat politis seperti persamaan hak, hak atas kebebasan dan lain-lain. Pada saat itu John Locke telah membuat pemisahan kekuasaan yaitu:

1. Kekuasaan Legislatif 2. Kekuasaan Eksekutif 3. Kekuasaan Federatif

Hal ini bertujuan untuk adanya hak rakyat (hak asasi) rakyat di pemerintahan serta setiap orang tentu mendapat tempat yang sama dalam pemerintahan. Demikian juga halnya dengan Rosseau yang berpendapat bahwa manusia itu dilahirkan bebas dan merdeka, sederajat dan semua hasilnya adalah ditentukan oleh diri pribadi manusia tersebut seperti terdapat dalam bukunya “du contract social”.

A.H Robertson dalam bukunya yang berjudul ‘Human Rights in The World” yang berbunyi :

“ It is at the beginning of ninth that we see the first international texts relating to what we should now call a human rights problem. This problem was slavery”.18

18


(32)

“Pada awal abad ke 19, kita mulai memperhatikan adanya ketentuan internasional yang berhubungan dengan problem hak-hak asasi manusia. Problem ini adalah perbudakan”.

Sesuai dengan pernyataan di atas bahwa saat itu dunia ditarik perhatiannya terhadap dunia perbudakan pada abad ke 19 yang sudah jelas merupakan indikasi sebuah perampasan hak asasi manusia yaitu kemerdekannya. Realisasi dari adanya anti perbudakan ini telah berhasil dituangkan dalam penandatanganan undang-undang antiperbudakan dalam Konferensi yang diadakan di Brussel pada tahun 1890 yang telah diratifikasi oleh beberapa negara, termasuk oleh Amerika Serikat, Turki dan Zanzibar .

Jalannya sejarah juga semakin diperkaya dengan keluarnya German-Polish Convention on Upper Silesia pada tanggal 15 Mei 1992, yaitu tentang Perlindungan Hak-Hak Asasi terhadap Golongan Minoritas.

A.H Robertson kembali dalam bukunya yang sama mengatakan:

“Generally speaking these various arrangements for the protection of the rights of minorities provided for equality before the law in regard to civiil and political rights , freedom of religion, the right of members of the minorities to use their own language and the right to maintain their own religious and educational establishment”19

Akan tetapi menjelang abad ke-20, dimana manusia itu semakin bertambah pengetahuan, kearifan maupun kesadarannya akan hak, kewajiban, dan hukum, mulai merasakan bahwa hak-hak politik saja kuranglah sempurna.

“Secara umum dapat dikatakan bahwa berbagai macam usaha-usaha ini untuk perlindungan terhadap hak-hak golongan minoritas dalam hak-hak sipil dan politik , kebebasan dalam beragama, hak dari golongan minoritas untuk menggunakan bahasa mereka dan hak untuk beragama serta pembangunan terhadap pendidikan”.

19


(33)

Manusia mulai memikirkan adanya batasan akan beberapa hak-hak lain yang lebih luas ruang lingkupnya.

Presiden Franklin D.Roossevelt dari Amerika Serikat telah berhasil merumuskan hak-hak tersebut dengan istilah “The Four Freedom” atau empat kebebasan yaitu kebebasan unutk berbicara dan menyatakan pendapat, kebebasan beragama, kebebasan dari ketakutan dan kebebasan dari kemelaratan.

Namun demikian permasalahan mengenai hak-hak asasi manusia ini perlu dibicarakan di tahun-tahun sebelumnya di Inggris dengan ditandatanganinya Magna Charta tahun 1215, antara Raja John dengan sejumlah bangsawan yang memberikan jaminan terhadap hak kepada mereka yang antara lain mencakup hak-hak politik dan sipil yang mendasar, seperti tidak akan dipenjarakan tanpa pemeriksaan di forum peradilan dan hanya berlaku bagi para bangsawan.

Pergerakan ini berlanjut di tahun 1628, masih di negara yang sama yaitu Inggris raja Charles I yang pada saat tiu adalah sebagai Raja Inggris, menandatangani Petition of Rights. Hasilnya adalah Raja Charles I duduk bersama utusan-utusan atau para wakil rakyat di parlemen (House of Common) dalam menjalankan tujuan negara. Petition of Rights merupakan kewenangan bagi pihak rakyat. Karena diberikan kesempatan untuk turut serta bersama raja Inggris dalam menjalankan tugas kenegaraan, dan diberikan kesempatan untuk menyampaikan aspirasi para rakyat melalui utusan yang dipilih.

Lahirnya Petition of Rights memacu perkembangan pemikiran masyarakat di Inggris, bahwa manusia terlahir bebas dan memiliki sejumlah hak. Pada tahun


(34)

1689, lahirlah Bill of Rights. Hal ini timbul, karena pada saat itu terjadi Revolusi Gemilang (Glorius Revolution) di Inggris.

Timbulnya pandangan (Adagium) bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law) pada masa revolusi gemilang20

Perkembangan sejarah HAM ini melahirkan beberapa teori seperti teori kontrak sosial oleh J.J Rosseau, teori Trias Politica oleh Montesquieu, teori Hukum Kodrati oleh John Locke, dan hak-hak dasar kebebasan dan persamaan oleh Thomas Jefferson di Amerika Serikat.

. Dan hal ini harus dapat diwujudkan betapapun besar resiko yang dihadapi.

Bill of Rights menundukkan kekuasaan monarki di bawah kekuasaan parlemen, dengan menyatakan bahwa kekuasaan raja untuk membekukan dan memberlakukan sesuai dengan yang diklaim raja adalah ilegal, juga melarang pemungutan pajak dan pemeliharaan tetap pasukan pada masa damai oleh raja tanpa persetujuan parlemen.

21

Dua dokumen dasar yang paling penting bagi hak-hak asasi manusia lahir di dunia Barat. Yang pertama adalah Undang-Undang Hak Virginia tahun 1776, yang dimasukkan ke dalam Undang-Undang Dasar Amerika Serikat pada tahun 1789. Dan yang kedua adalah Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara Perancis tahun 1789.22

Kedua dokumen dasar tersebut memuat sederetan hak-hak asasi manusia dalam arti kebebasan individu. Seperti Undang-Undang Hak Virginia yang

20

Op.cit , hlm.203 21

Masyhur Effendi, Dimensi dan Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional, 1994, Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm.35

22


(35)

memuat kebebasan antara lain kebebasan pers, kebebasan beribadat, dan ketentuan yang menjamin tidak dapat dicabutnya kebebasan seseorang kecuali berdasarkan hukum setempat atau pertimbangan warga sesamanya.

Deklarasi Perancis pada pasal 2 menyatakan bahwa sasaran setiap asosiasi politik adalah pelestarian hak-hak manusia yang kodrati dan tidak dapat dicabut. Hak-hak ini adalah hak atas kebebasan (liberty), harta (property), keamanan (safety), dan perlawanan terhadap penindasan (resistance to oppression).

Pasal 4 Deklarasi Perancis menyatakan bahwa kebebasan berarti dapat melakukan apa saja yang tidak dapat merugikan orang lain. Jadi, pelaksanaan hak-hak kodrati manusia tidak dibatasi, kecuali oleh batas-batas yang menjamin pelaksanaan hak-hak yang sama bagi anggota masyarakat lain dan batas-batas ini hanya ditetapkan oleh undang-undang.

Hak-hak ini banyak didasarkan pada tulisan-tulisan para filsof politik seperti John Locke, Montesquieu, dan Jean Jacques Rousseau.23

Berdasarkan berbagai kejadian di dunia terutama setelah apa yang dilakukan oleh Nazi, maka negara-negara di dunia yang tergabung dalam Setelah melewati berbagai revolusi dan begitu banyak deklarasi yang dinyatakan oleh beberapa negara maupun melalui konferensi internasional., maka kedudukan Hak Asasi Manusia menjadi sangat penting dan menentukan dalam kehidupan ini. Dapat dilihat bahwa tidak ada satupun manusia yang ingin dibelenggu maupun berada di bawah kekuasaan seseorang dengan cara paksa (diperbudak).

23

Walter Laqueur dan Barry Rubin, 1989, New York, The Human Rights Reader, New York American Llibrary, edisi revisi, hlm.59


(36)

Perserikatan Bangsa-Bangsa merasa bahwa Hak Asasi Manusia adalah bagian yang terpenting.

Dalam pasal 1 (satu) dan 2 (dua) Piagam PBB memang diakui tentang keberadaan HAM. Namun perlu diadakan penyempurnaan terhadap apa yang diatur dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan, seperti perlunya menyusun Bill of Rights International (dikenal dengan istilah Truman) setahun setelah Piagam PBB diberlakukan.

Tugas menyusun Bill of Rights International (pernyataan tertulis yang memuat hak-hak terpenting warga negara) itu diserahkan kepada komisi HAM (Commission of Human Rights atau disebut CHR)24. Yaitu komisi yang bernaung dari ECOSOC atau Economic and Social Council (Dewan Sosial dan Ekonomi PBB). Komisi ini terdiri atas wakil-wakil negara, dimana diputuskan bahwa katalog HAM hendaknya berbentuk sebuah Revolusi Majelis Umum PBB. Inilah sejarah dan latar belakang lahirnya hak-hak asasi manusia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). ECOSOC kemudian membentuk Komisi Hak-Hak Asasi Manusia atau CHR pada tahun 1946 25

Sejarah HAM ini kemudian berlanjut pada tanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum PBB yang menyetujui dan mengumumkan Deklarasi Sedunia tenntang Hak Asasi Manusia atau lebih dikenal dengan Universal Declaration of Human Rights di Palais de Chaillot, Paris. Deklarasi sedunia ini sifatnya hanya

. Komisi ini dipimpin oleh Eleanor Roosevelt dari Amerika Serikat dan berkedudukan di Jenewa.

24

http

25

C.de. Rover. C,2000, Jakarta, To Serve and Protect (Acuan Universal Penegakkan HAM), PT. RajaGrafindo Persada, hlm.67


(37)

mengikat secara moral dan etis seluruh anggota PBB maka secara yuridis masih diperlukan perjanjian sebagai hasil keputusan PBB26

26

Hadi Setia Tunggal, 2000, Jakarta, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Hak-Hak Asasi Manusia, Haravindo, hlm.5

2. SEJARAH PERKEMBANGAN HAM DI INDONESIA

Indonesia adalah negara berdasarkan hukum bukan berdasarkan atas kekuasaan, hal ini dapat kita lihat dengan tegas di dalam penjelasan UUD tahun 1945. Dalam negara hukum mengandung pengertian setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, tidak ada satu pun yang mempunyai kekebalan dan keistimewaan terhadap hukum.

Salah satu tujuan hukum adalah untuk menciptakan keadilan di tengah-tengah pergaulan masyarakat, sedangkan keadilan adalah salah satu refleksi dari pelaksanaan hak asasi manusia dan hukum adalah keterkaitan yang erat, karena dalam pelaksanaan hak asasi manusia. Keterkaitan antara hak asasi manusia dan hukum adalah keterkaitan yang erat, karena dalam pelaksanaan hak asasi manusia adalah masuk ke dalam persoalan hukum dan harus diatur melalui ketentuan hukum.

Dalam negara kesatuan RI sumber dari tertib hukum adalah Pancasila artinya dalam pembuatan suatu produk hukum haruslah berlandaskan dan sesuai dengan kaedah Pancasila. Sebagai suatu falsafah bangsa Pancasila juga memberikan warna dan arah, bagaimana seharusnya hukum itu diterapkan pada masyarakat sehingga terciptanya suatu pola hidup bermasyarkat sesuai dengan hukum dan Pancasila.


(38)

Mengenai persoalan hak asasi manusia dalam pandangan Pancasila bahwa manusia sebagai mahkluk Tuhan ditempatkan dalam keluhuran harkat dan martabatnya dengan kesadaran mengemban kodrat sebagai mahluk individu dan mahkluk sosial yang dikaruniai hak, kebebasan dan kewajiban asasi di dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat haruslah mewujudkan keselarasan hubungan:

1. antara manusia dengan penciptanya. 2. antara manusia dengan manusia.

3. antara manusia dengan masyarakat dan negara. 4. antara manusia dengan lingkungannya.

5. antara manusia dalam hubungan antar bangsa.27

27

Issanuddin SH, Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Peningkatan SDM menyonsong PJP II ditinjau dari aspek Tata Negara, USU FH,1994, hal 19.

Maka dapat dilihat kritetia hak asasi manusia menurut Pancasila adalah hak dan kewajiban asasi manusia, dimana hak dan kewajiban asasi ini melekat pada manusia sebagai karunia Tuhan yang mutlak diperlukan dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara berdasrkan Pancasila dan UUD tahun 1945.

Di samping Pancasila sebagai landasan filosofis, perlu dilihat UUD tahun 1945 sebagai landasan konstitusional. Dalam membicarakan UUD tahun 1945 haruslah melihat secara keseluruhan artinya melihat UUD tahun 1945 dari pembukaan, batang tubuh dan penjelasannya. Pembukaan UUD tahun 1945 merupakan sumber motivasi, sumber inspirasi cita-cita hukum, cita-cita moral sebagai staatsfundamental norm Indonesia.


(39)

Thomas Hobbes mengatakan bahwa28

2. penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial semua negara,

“setiap bangsa cenderung mempertahankan kehidupannya, sehinggga semua kegiatan manusia dan masyarakat manusia digerakkan oleh naluri dasar untuk mempertahankan hidup serta harkat dan martabatnya sebagai manusia dan bangsa”. Pandangannya ini sesuai dengan bangsa Indonesia yang telah menentukan jalan hidupnya sendiri sejak tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tonggak sejarah dan indikasi bahwa Indonesia telah melaksanakan prinsip-prinsip HAM, bahkan Indonesia telah melaksanakan prinsip-prinsip HAM, bahkan berperan aktif dalam kancah internasional baik di dalam maupun di luar forum PBB.

Peran Indonesia dalam perjuangan hak asasi internasional sejalan dengan tekad bangsa Inodnesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD tahun 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia, Indonesia telah aktif dalam usaha menegakkan penghormatan hak-hak asasi manusia di forum internasional sesuai dengan prinsip-prinsip PBB. Salah satu peran aktif di Indonesia yang penting, setelah diterimanya Universal Declaration of Human Rights oleh negara-negara yang tergabung dalam PBB tahun 1948, adalah diselengarakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955 yang menghasilkan Deklarasi Bandung yang memuat pernyataan sikap negara-negara peserta bertekad untuk menjunjung tinggi :

1. penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia yang sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB,

28

Lihat Sorjanto Poespowardojo, Filsafat Pancasila sebuah Pendekatan Sosio-Budaya, PT.Gramedia, Jakarta,1991,hal 22.


(40)

3. pengakuan atas persamaan derajat semua ras dan semua bangsa besar dan kecil 4. tidak akan melakukan intervensi dan mempengaruhi urusan dalam negari lain, 5. penghormatan atas hak setiap bangsa untuk mempertahankan dirinya baik

secara sendiri-sendiri maupun kolektif sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Piagam PBB,

6. menghindarkan diri dari penggunaan cara pertahanan kolektif untuk kepentingan tertentu dari sikap kekuatan besar dan menghindarkan diri dari tindak melakukan tekanan terhadap negara lain,

7. menahan diri dari tindakan-tindakan atau penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik setiap negara.,

8. menyelesaikan segala sengketa internasional dengan cara damai seperti negoisasi, konsiliasi, arbitrase atau pengadilan serta cara-cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan ketentuam Piagam PBB,

9. menjunjung tinggi kepentingan timbal balik dan kerjasama internasional. 10. menghormati prinsip keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.

Bagi bangsa Indonesia pelaksanaan HAM telah tercermin di dalam Pembukaan UUD tahun 1945 dan batang tubuhnya yang menjadi hukum dasar tertulis dan acuan untuk setiap peraturan hukum yang di Indonesia. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD tahun 1945 telah digali dari akar budaya bangsa yang hidup jauh sebelum lahirnya Deklarasi HAM Internasional (The Universal Declaration of Human Rights 1948).

Di dunia ini terdapat perbedaan-perbedaan yang menyolok di berbagai bidang seperti di tingkat internasional dikenal negara maju, negara berkembang


(41)

dan negara miskin, negara adikuasa dengan dunia ketiga, negara liberal dengan negara komunis dan di tingkat nasional pun terdapat hal-hal yang berbeda.

Dalam konterks Pembukaan UUD tahun 1945 dapat dililhat bahwa bersirinya Negara Republik Indonesia adalah hasil perjuangan untuk menegakkan HAM Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka. Pembukaan UUD tahun 1945 dengan jelas mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk menjunjung tinggi HAM dari penindasan penjajah “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

Sesuai dengan rumusan yang tertulis secara eksplisit dan berdasarkan pandangan hidup dalam masyarakat Indonesia tekad melepaskan diri dari penjajahan itu akan diisi dengan upaya-upaya mempertahankan eksistensi bangsa dengan:

1. Membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melilndungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

2. Memajukan kesejahteraan umum, 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa,

4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tujuan tersebut dilandasi oleh falsafah hukum yang menjadi landasan hak dan kewajiban asasi seluruh warga negara Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila adalah dasar yang melandasi segala hukum dan kebijaksanaan yang berlaku di negara Republik Indonesia.


(42)

Hal ini berarti Pancasila menjadi titik tolak pikir dan tindakan termasuk dalam merumuskan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi HAM. Karena Pancasila merupakan akar filosofis jiwa dan budaya bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku yang memiliki berbagai macam corak budaya. Dasar-dasar pemikiran dan orientasi Pancasila pada hakekatnya bertumpu pada dan nilai-nilai yang terdapat dalam budaya bangsa. Kebudayaan bangsa tersebar di seluruh kepulauan Indonesia yang terdiri dari kebudayaan tradisional yang telah hidup berabad-abad, maupun kebudayaan yang sudah modern yang telah berakulturasi dengan kebudayaan lain. Selain itu, Pancasila juga mempunyai nilai historis yang mencerminkan perjuangan bangsa Indonesia yang panjang dengan pengorbanan baik harta maupun jiwa sejak berdirinya Budi Utomo pada permulaan abad XX (tahun 1908)yang diikuti dengnan berbagai peristiwa sejarah dalam upaya melepaskan diri dari belunggu penjajahan. Perjuangan yang memperlihatkan dinamika bangsa yang memberikan khas corak yang khas bagi Pancasila sebagai pencerminan bangsa yang ingin kemerdekaan dan kemandirian. Maka Pancasila harus dipegang teguh sebagai prinsip utama.

Kebebasan dasar dan hak-hak dasar yang disebut HAM yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak tersebut tidak dapat diingkari. Dilihat dari pilihan yang telah ditetapkan bersama terutama dari Bapak Pendiri Bangsa (The Founding Father) yang bercita-cita terbentuknya negara hukum yang demokratik, maka jiwa atau roh negara hukum demokratik tersebut ada sejauh mana hak asasi itu dijalani dan dihormati. Apabila dilihat UUD sebelum diamandemen, hak asasi tidak tercantum dalam suatu piagam yang


(43)

terpisah melainkan tersebar dalam beberapa pasal. Jumlahnya terbatas dan diumumkan secara singkat. Karena situasi yang mendesak pada pendudukan Jepang tidak ada waktu untuk membicarakan HAM lebih dalam. Lagipula, waktu UUD 1945 dibuat Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB belum lahir, HAM diatur di Pembukaan UUD 1945 yang kemudian dijabarkan dalam Batang Tubuh yaitu pasal 26, pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 30, pasal 31, pasal 33, dan pasal 34.29

1. HAM itu meliputi baik yang bersifat klasik maupun yang bersifat sosial. HAM/ warganegara yang bersifat klasik terdapat dalam pasal 27 ayat (1), pasal 28, pasal 29 ayat (2). Yang bersifat sosial dirumuskan dalam pasal 27 ayat (2), pasal 31 ayat (1) dan pasal 24. Sedangkan rumusan dalam pasal 30 tidak termasuk dalam HAM yang klasik maupun yang sosial. Dengan demikian HAM yang timbul karena hukum (legal rights).

Dari kajian pasal-pasal tersebut dikemukakan:

2. HAM yang berkenaan dengan semua orang yang berkedudukan sebagai penduduk tidak dirumuskan dengan hak melainkan dengan kemerdekaan. Contohnya bunyi pasal 28 dan pasal 29 ayat (2).

3. HAM yang berkenaan dengan warga negara Indonesia dengan tegas dikatakan “tidak”. Hal ini dapat dibaca dalam pasal 27 ayat (2), pasal 30 ayat (1) dan pasal 31 ayat (1).

4. Sebagian besar rakyat masih dalam keadaan serba kurang (pendidikan dan kebutuhan hidup)

29

Krisna Harahap, HAM dan Upaya Penegakannya di Indonesia, Bandung, PT Grafika Budi Utomo,2003, hlm 8.


(44)

5. Belum/ tidak adanya hukum atau peraturan positif aplikasi dalam kehidupan bernegara.

HAM di Indonesia sebagai pemikiran paradigma tidaklah lahir bersamaan dengan Deklarasi HAM PBB 1948. Bahwa HAM bagi bangsa Indonesia bukan barang asing terbukti dengan terjadinya perdebatan yang terjadi dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sidang periode pertama BPUPKI terbagai dua yaitu, pertama berlangsung dari tanggal 19 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945. Sidang periode kedua diselenggarakan pada tanggal 10 sampai 16 Juli 1945. Sidang I BPUPKI mendengar pidato Soekarno, Muhammad Yamin, Soepomo, Muhammad Hatta terlihat perbedaan pandangan mereka mengenai konsep-konsep “kebebasan” seperti di negara Barat.

Di lain pihak, Muhammad Hatta khawatir jika jaminan kebebasan tidak dicantumkan dalam UUD, hak-hak masyarakat tidak akan ada artinya dihadapan negara. Kemudian masih pada masa sidang II, terjadi perdebatan langsung antara para tokoh tersebut. Dalam rancangan undang-undang dasar yang sedang dibahas pada waktu itu Muhammad Hatta tidak menemukan pasal tentang HAM dan kebebasan, karena itu beliau angkat bicara,” Saya menginginkan pasal-pasal yang mengakui HAM”.

Namun Soepomo menapik Muhammad Hatta, pasal-pasal tersebut tidak perlu ada karena hanya akan memberikan peluang kepada paham individualisme, perseorangan, padahal kita ingin kekeluargaan, katanya. Dalam perdebatan ini, Soepomo didukung oleh Soekarno sedangkan Muhammad Hatta didukung oleh Muhammad Yamin.


(45)

Akhirnya para pendiri Republik Indonesia denagn jiwa besar setuju untuk kompromi. Maka lahirlah pasal 27, pasal 28 dan pasal 29 UUD tahun 1945. Proses perumusan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa sejak awal pendekatan musyawarah mufakat sudah muncul sebagai fakta-fakta sejarah yang menyangkut proses penyusunan pasal 28 UUD tahun 1945 diungkapkan oleh Muhammad Yamin.

Di Indonesia HAM telah mendapat tempat dan diatur di dalam : 1. UUD tahun 1945

2. Tap MPR No XVII/MPR/1998 tentang HAM 3. Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM

4. Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 5. Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM

6. Konvensi Internasional Anti Apartheid dalam Olahraga yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden No. 48 tahun 1993 tanggal 26 Mei 1993

7. Konvensi tentang Hak-Hak Anak tahun 19998 yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 tanggal 25 Agustus 1990

8. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan tahun 1979 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1984 tanggal 24 Juli 1984.

9. Konvensi tentang Hak-Hak Politik Kaum Wanita tahun 1953 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 68 tahun 1998.

10.Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman yang Kejam secara Tidak Manusiawi dalam Merendahkan Martabat Manusia


(46)

Lainnya tahun 1984 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 5 tanggal 24 September 1998.

11.Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 29 tanggal 25 Mei 1999.

Sehubungan dengan hak-hak diatas untuk menciptakan dan mencapai cita-cita yang diinginkan oleh Bapak Pendiri Negara kita maka perlulah ada pengaturan mengenai HAM itu sendiri yang mana dapat dilihat sebagai berikut:

1. Dalam Pancasila

a. Ketuhanan Yang Maha Esa

Kesadaran masyarakat Indonesia akan perbedaan agama yang terdapat dalam kesehariannya dikembangkan dengan adanya toleransi antar umat beragama dan juga hormat menghormati antara pemeluk agama aliran kepercayaan yang berbeda-beda.

b. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Dengan sila ini, manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang sama derajat yang sama hak dan kewajibannya tanpa membedakan suku, agama dan kepercayaan dan jenis kelamin.

c. Persatuan Indonesia

Dalam sila ini manusia menempatkan persatuan dan kesatuan serta kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan.


(47)

d. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

Dalam sila ini manusia Indonesia sebagai warga negara mempunyai kedudukan hak dan kewajiban yang sama. Hal ini tampak jelas dari sistem perwakilan rakyat.

e. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Dengan sila ini maka mansuia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial.

2. Hak-Hak Asasi Manusia dalam UUD tahun 1945

UUD tahun 1945 sudah memuat beberapa hak asasi manusai baik dalam Pembukaan maupun dalam Batang Tubuh. Di dalam pembukanya yaitu mulai dari alinea I sampai alinea IV semuanya mengatur tentang HAM, sedangkan dalam Batang Tubuh UUD tahun 1945 HAM diatur dalam pasal :

a. Dalam pasal 1 ayat (1) dikatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa negara kita adalah negara yang demokratik negara yang tidak mengakui absolutisme yaitu bersifat sewenang-wenang oleh sebab itu ketentuan ini mengakui hak manusia. b.Dalam pasal 27 ayat (1) yaitu pasal yang menjunjung tinggi hak-hak

asasi manusia. Pasal ini menentukan persamaan hak di depan hukum dan pemerintahan, persamaan untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.


(48)

c.Pasal 28 yaitu yang mengatur kebebasan untuk berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat.

3. HAM dalam peraturan perundang-undangan yaitu:

a.Dalam KUHP yaitu hak manusia tercantum dengan dianutnya asas legalitas.

b.Dalam BW yang terdapat dalam pasal 1 ayat (2) anak yang di dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah dilahirkan bilamana kepentingan si anak menghendakinya.

c.UU No. 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman

d.UU No. 8 tahun 1981 yaitu KUHAP yang mengatur tentang perlindungan HAM misalnya bantuan hukum, ganti ruhi maupun rehabilitasi.

e.UU No 9 tahun 1986 yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara, di dalam undang-undang ini pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi juga terdapat pengaturan dalam pasal 4 yang menyatakan bahwa PTUN adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa TUN (Tata Usaha Negara).

f. UU No 39 tahun 1999 tentang HAM

g.UU No. 26 tahun 2000 tentang Peradilan terhadap Pelanggaran HAM. Demikianlah perkembangan sejarah HAM di Indonesia dan pengaturan yang dibuat dalam rangka untuk menegakkan masyarakat damai dan sejahtera.


(49)

Myanmar atau dahulunya dikenali sebagai Burma ialah sebuah negara di Asia Tenggara yang juga merupakan anggota dari organisasi regional yaitu ASEAN. Negara ini merdeka pada tanggal 4 Januari 1948 dari kekuasaan Inggris. Myanmar di sebelah Barat berbatasan dengan Bangladesh, India, dan Teluk Benggala di sebelah Timur berbatasan denngan Laos, Thailand, dan China, di sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Andaman, dan sebelah Utara berbatasan dengan Cina. Wilayah Myanmar masih didominasi oleh areal hutan. Hampir 52 % wilayahnya masih berupa hutan yang banyak menghasilkan kayu. Di kawasan dataran rendah banyak digunakan sebagai lahan pertanian. Pada masa lalu, Myanmar merupakan negara penghasil beras utama di wilayah Asia Tenggara, namun saat ini seiring dengan kemajuan pertanuan di berbagai negara, Myanmar menempati urutan keenam sebagai negara penghasil beras di Asia Tenggara. Penduduk Myanmar merupakan keturunan dari ras Mongol, selebihnya adalah keturunan dari India dan Pakistan. Hampir 75% dari mereka bekerja di sektor pertanian dan banyak yang tinggal di desa. Penduduk Myanmar yang tinggal di kota pada umumnya mendiami tiga kota utama, yaitu Yangoon, Pagan dan Mandalay.30

Myanmar adalah negara yang perekonomiannya bertulang punggung dari pertanian, yang didominasi oleh hasil panen tunggal yaitu beras. Beras yang dimaksud disini adalah yang masih dalam sekam atau yang sudah digiling, Sejarah Modern Myanmar bermula pada tahun 1948, ketika negeri itu memperoleh kemerdekaan dari Inggris sesudah lebih dari seabad di bawah pemerintah kolonial.

30


(50)

sedangkan istilah padi digunakan untuk menyebut beras yang masih berkulit dan tidak digilling.31 Mata uang Myanmar adalah Kyat(K). Nilai kurs resminya kira-kira K 7,5 = US $1. Pendapatan perkapota Myanmar di bawah US $200 dan merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang yang termiskin di dunia. Penduduk Myanmar berjumlah 42,1 juta jiwa. Walaupun memiliki sumber daya alam dan rakyat dapat baca tulis, dalam persentase yang relatif tinggi sejak tahun 1987 Myanmar secara resmi memperoleh status Negara paling kurang berkembang.32

Dewasa ini Myanmar terpaku ditempa tanpa arah yang jelas terlihat. Dalam keadaan yang demikian ada sesuatu di masa depan yang member harapan selain pemilu yang dilaksanakan pada tahun 1990. Tetapi sesudah pemilu berlangsung, apapun hasil kesudahannya , siapapun yang menang negeri itu tetap berada dalam keadaan “Senin Kamis”33

Kudeta yang terjadi pada Myanmar pada tanggal 18 September 1988 dilakukan oleh Menteri Pertahanan, Jenderal Saw Maung, Pemerintah Junta Militer mengekang dan akhirnya memenjarakan para penentang yang utama

.

Pemberontakan, revolusi, revisi konstitusional bahkan juga pemilu merupakan cara perubahan politik yang sering kali digunakan oleh para pemimpin untuk mengikis rintangan di masa silam dan merancang cara baru untuk meraih keuntungan pribadi atas nama kemasyarakatan umum.

31

Mya Than dan Joseph L.H Tan, “Transisi Ekonomi 1990-an (Tantangan dan Dilema Myanmar) Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial (LP2ES),1987, hal 117.

32

Ibid, hal 166. 33


(51)

melalui peraturan yang dikeluarkan oleh SLORC (Dewan Pemulihan Undang-Undang Negara dan Ketertiban) dan sekretarisnya yaitu Brigjen Khin Nyunt, Direktur Dinas Rahasia.

Setengah abad yang silam, kedua patriot muda yaitu Saw Maung dan Khin Nyunt adalah di antara tiga puluh sahabat yang memimpin gerakan kemerdekaan melawan Inggris setelah. Setelah pembunuhan Jenderal Aung San pada tahun 1947 dan diikuti menyusulnya pembelotan beberapa satuan tentara utama pada tahun 1948-1950.

Ia memegang kekuasaan dan mengendalikan Negara dengan memperhatikan sisa-sisa Tatmadaw (militer) melawann pemberontakan suku dan kaum komunis. Pada awalnya, U Ne Win memandang warga Negara Myanmar sebagai orang yang terakhir bebas, tetapi sedikit demi sedikit ia merubah dan menganggap rakyatnya sebagai massa yang mengancam, yang tidak mampu memerintah diri sendiri. Selanjutnya ia memerintah dengan kejam untuk menyelamatkan rakyatnya dari ancaman mereka sendiri.

Kapitalisme imperialism asing (orang Inggris, Amerika, Jepang) di samping itu juga raksasa komunis petualang (China dan Uni Sovyet) dan kekuatan social ekspansi (India) adalah senjata yang sering digunakan untuk mengabsahkan pengendalian yang semakin ketat yang ditujukan untuk melindungi rakyat dari “Kaum Pemeras” Internasional. Tampaknya suatu rencana untuk mempertahankan dan kemudian mengalihkan kekuasaan kepada mereka yang sepadan tumbuh di


(52)

kalangan BSPP (Partai Program Sosialis Burma) dan sekarang kepada Tatmadaw sebagaimana yang dijadikan patokan atau pedoman oleh pemimpin SLROC.

Kebanyakan orang Myanmar kelas menengah cenderung mendukung putri Jenderal Aung San Suu Kyi. Dalam era pasca Ne Win, para perwira Tatmadaw harus memilih apakah mereka akan bergabung dengan unsure-unsur sipil dalam membentuk koalisi antara militer dan pahlawan sipil atau apakah mereka akan tetap melanjutkan praktek lama yang menyebabkan Myanmar hampir ambruk dan karenanya menghina diri sendiri.

Partai Komunis Burma yang pernah menjadi partai tangguh yang pada tahun 1968 hancur dalam pertempuran yang ganas di antara mereka sendiri, kembali dibina dengan bantuan China yang sekali lagi menghancurkan diri sendiri pada bulan April 1989 menyusul pertarungan mati-matian antara satuan yang didominasi oleh kelmpok Wa dengan komando puncak China Burma.

Myanmar yang memiliki kekayaan dan kebudayaan dan tradisi masyarakat yang beraneka ragam membuat Myanmar memerlukan penataan politik baru. Masyarakat di bawah raja yang mayoritasnya adalah orang desa, baik dari golongan minoritas ataupun orang Burma yang tidak mesra hubungannya dengan pemerintah.

Sebagai akibatnya, walaupun gerakan nasionalis berkeras mendesak Inggris agar mengadakan pembaharuan politik sebelum perang, namun kemerdekaan yang baru terwujud pada tahun 1948 bertumpu pada landasan yang amat goyah. Parlemen dan sistem partai sebelum perang yang baru dibentuk


(53)

berpolakan pada sistem yang ada di India. Kepemimpinannya tidak bermodelkan kepemimpinan asli pribumi.

Telah banyak terjadi perubahan yang cepat dan dinamis di sektor politik , sosial dan ekonomi di Uni Myanmar, sejak pemerintahan yang sekarang. The State Law and Order Restoration Committee (SLROC) mengambil alih kekuasaan dari Partai Program Sosialis Burma (BSPP) pada September 1988.

Perubahan penting yang terbesar adalah keputusan pemerintah untuk beralih dari sosialis ke kapitalisme dengan penghapusan “Sosialis Gaya Burma” lebih lanjut lagi kata “Republik Sosialis” dalam sebutan resmi Negara itu dihapus sehingga Burma menjadi “Uni Myanmar” atau “Myanmar Naing Ngan”.34

Perstiwa itu terulanng kembali pada tahun 1996 dengan menangkap ajudan Aung San Suu Kyi, yang juga wakil ketua Liga Nasional Kyi Maung (75 tahun). Kyi Maung dituduh melakukan pertemuan dengan 2 (dua) orang tokoh mahasiswa Dewan Pemulihan Hukum dan Ketertiban Negara (SLROC) yang dipimpin oleh militer Myanmar, merebut kekuasaan setelah menumpas pemeberontakan pro demokrasi pada tahun 1988. Pada tahun 1988 telah terjadi peristiwa demonstrasi mahasiswa di sebuah warung teh, yang kemudian meluas menjadi demonstrasi menentang pemerintahan rejim milliter yang digerakkan oleh para pendukung pro demokrasi.

34


(54)

selama satu jam menjelang munculnya demonstrasi ribuan mahasiswa yang memprotes penangkapan 3 (tiga) orang mahasiswa oleh polisi.35

Seperti dikemukakan oleh junta militer Myanmar bahwa kerusuhan berbau rasial yang terjadi belakangan ini di Yangoon dan Mandalay bertujuan membuat situasi politik di Myanmar tidak stabil.

Sejak terjadinya peristiwa dimana SLROC, nama resmi junta militer berkuasa itu, mengadakan pemilu yang telah dilaksanakan pada tahun 1990, namun tidak mengakui kemenangan Liga Nasional Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi konflik-konflik atau kerusuhan terus berlangsung sampai sekarang baik masalah agama, politik maupun ekonomi sehingga menimbulkan banyak perhatian dan berbagai negara di dunia, khususnya Amerika Serikat langsung mengadakan intervensi terhadap masalah yang dihadapi Myanmar termasuk masalah penegakan hak asasi manusia di Myanmar, karena merasa sebagai Negara Polisi Dunia.

36

Kerusuhan rasial yang terjadi akibat ratusan Biksu melakukan kerusuhan di Yangoon, ibukota Myanmar, mereka menyerang rumah-rumah ibadah kaum muslim. Kerusuhan itu didahului oleh munculnya kabar burung mengenai seorang

Selintas kerusuhan ini tampak seperti bentrokan antar agama saja, tetapi sebenarnya gerakan ini punya motivasi politik yang kuat. Kelompok-kelompok anti pemerintah sengaja melakukan tindakan memecah belah rakyat untuk menciptakan destabilitas di negeri ini setiap ada kesempatan.

35

D&R (Detektif &Romantika), No 13/XXVII/9 Nopember 1996, hal 66. 36


(55)

gadis Budha kemanakan Biksu diperkosa oleh seorang muslim. Kerusuhan segera meluas ke seluruh kota (Mandalay) dan menjalar ke Yangoon.37

Kelompok oposisi Muslim dan Budha di Myanmar menilai bahwa junta militer sengaja mendorong meluasnya kerusuhan agama di negeri itu untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari kesulitan ekonomi dan tekanan politik.38

Sesungguhnya partai oposisi yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi dan partainya menyadari sepenuhnya bahwa mereka tidak bisa memerintah di Myanmar sampai ke pelosok negeri tanpa ada kerjasama dengan tentara. Sebagaimana ia dan partainya pun tahu bahwa SLROC juga tidak bisa mencapai tujuannya, yakni suatu negara Myanmar yang makmur dan tenteram, tanpa partisipasi dan pemberdayaan rakyat tanpa legitimasi intern dan ekstern yang hanya dimiliki oleh Liga Nasional untuk Demokrasi. Soalnya, partai itulah yang dalam suatu pemilu tahun 1988 telah memenangkan 80 % kursi dalam suatu pemilu yang berlangsung umum, bebas dan rahasia.39

Adalah tampak dengan jelas, bahwa Aung San Suu Kyi mencari kompromi , tetapi sejauh ini menillik dari ucapan dan tindakan yang selalu tidak konsisten dari rejim SLROC terhadap Liga Nasional untuk Demokrasi, kita dapat berasumsi bahwa ada perbedaan paham antara mereka mengenai syarat-syarat untuk suatu “perdamaian” dengann Aung San Suu Kyi. Tampak pihak militer

37 Ibid 38

ibid 39


(56)

terlalu tinggi menghargai kekuasaan fisik dan terlalu rendah menilai kekuatan moral yang diwakili oleh Aung San Suu Kyi, sehingga kompromi sulit tercapai.

Akibatnya program SLROC tidak bisa maju sebagaimana diharapkan. Diancam boikot konsumen, beberapa perusahaan Barat menarik diri dari Myanmar. Perusahaan minyak Unocal yang membangun pipa di Myanmar digugat di pengadilan California karena memakai buruh kerja paksa.40

Semenjak berkuasanya junta militer, sudah banyak terjadi demonstrasi dari rakyat Myanmar baik itu dimotori oleh para aktivis maupun tokoh agama yaitu biksu. Para demonstran mengecam kekuasaan militer di kursi pemerintahan yang seharusnya dijalankan oleh sipil. Aksi demonstrasi ini disikapi oleh pemerintah militer dengan tindak kekerasan dan tidak sedikit memakan korban. Demonstrasi terbesar sepanjang sejarah berkuasanya militer di Myanmar tejadi pada tanggal 8 Agustus 1988. Demonstrasi ini dikenal dengan generasi 88 yang melibatkan banyak pelajar dan biksu sebagai bentuk perlawanan terhadap Ne Win dan Bentuk pemerintahan Myanmar saat ini adalah Junta Militer dengan nama The State Peace and Development Council (SPDC). SPDC ini dipimpin oleh Jenderal Than Shwe yang juga merupakan kepala negara Myanmar sejak 23 April 1992 hingga sekarang. Sedangkan Kepala Pemerintahan dikepalai oleh Perdana Menteri Jenderal Thein Sein. Junta militer telah berkuasa di Myanmar selama 46 tahun terhitung sejak terjadinya kudeta militer oleh Jenderal Ne Win terhadap pemerintahan sipil yang saat itu dipimpin oleh U Nu pada tahun 1962.

40 Ibid


(57)

menuntut sistem demokrasi. Perjuangan rakyat Myanmar melalui aksi demonstrasi ini membuat Jenderal Ne Win sebagai pemimpin junta militer mengundurkan diri, meskipun telah mengorbankan sekitar kurang lebih 3.000 orang meninggal akibat tindakan keras dari tentara pemerintah.

Pengunduran diri Jenderal Ne Win bukan berarti akhir dari kekuasaan Junta Militer, tetapi kekuasaan tersebut digantikan oleh Jenderal Maung Maung. Meskipun masih berlatar belakang militer, namun kebijakan jenderal Maung Maung lebih cenderung demokratis. Hal tersebut menjadi sebuah ancaman bagi kekuasaan junta militer di kursi pemerintahan, sehingga pada akhirnya terjadi kudeta untuk kedua kalinya oleh Jenderal Sung Maung pada 19 September 1988.

Junta militer di bawah kepemimpinan Jenderal Saw Maung berstatus sebagai State Law and Order Restoration Council (SLORC). Di bawah kepemimpinan Saw Maung, kebijakan yang dikeluarkan cenderung membawa perubahan bagi Myanmar, menjadi lebih terbuka dengan nengara lain terutama di bidang ekonomi dan militer. Namun pada 23 April 1992, Saw Maung memngundurkan diri dari jabatannya sebagai kepala negara sekaligus pimpinan SLORC dan memilih Jenderal Than Shwe sebagai penggantinya

Di awal kepemimpinannya, Jenderal Than Shwe merubah nama State Law and Order Restoration Council menjadi State Peace and Development Council. Junta militer dapat dikatakan sangat bersifat rasial. Bagaimana tidak, kudeta dilakukan oleh militer di dominasi oleh etnis Burma atau Bama yang juga merupakan etnis mayoritas di Myanmar. Itu berarti kekuasaan atas pemerintahan


(58)

Myanmar dikuasai oleh satu etnis yaitu Burma atau Bama. Hal tersebut pasti akan berdampak pada kebijakan junta milter yang lebih bersifat memihak dan menguntungkan etnis Bama atau Burma. Kondisi inilah yang memicu terjadinya perlawanan dari rakyat Myanmar terhadap pemerintah militer terutama dari etnis non-Burma atau Bama yang merasa tertindas dan adanya ketidakadilan.

Selama 46 tahun berkuasanya junta militer di Myanmar, ada beberapa hal yang menarik terkait dengan kebijakan-kebijakan junta militer terhadap Myanmar. Diantaranya perubahan nama Negara dari Burma menjadi Myanmar dan pemindahan ibukota negara ke Naypydaw. Perubahan nama negara menjadi Myanmar dilakukan oleh pemerintahan junta militer di bawah kepemimpinan Jenderal Saw Maung pada tanggal 18 Juni 1989, untuk menghilangkan kesan rasial yang melekat pada nama Burma. Berdasarkan data dari CIA, 68 % dari total penduduk negara ini adalah etnis Burma atau Bama. Yang berarti bahwa nama Burma hanya mewakili etnis Bama dan terkesan negara ini adalah milik etnis Bama, sementara Bama merupakan negara dengan penduduk yang multi etnis, terdapat etnis minoritas laiinnya. Maka dari itu perubahan nama tersebut bertujuan agar etnis non-Burma mempunyai rasa menjadi bagian dari negaranya.

Nama negara baru (Myanmar) diikuti dengan ibukota negara baru yaitu Naypyidaw. Ibu kota negara baru ini bukan perubahan dari Yangon menjadi Naypyidaw namun terjadi pemindahan lokasi ibu kota. Pemindahan ibu kota ini dilakukan oleh junta militer pada tanggal 7 November 2005 ke Naypyidaw yang mempunyai arti “ tempat tinggal para raja”. Naypyidaw adalah sebuah kota di


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Bentuk-bentuk pelanggaran hak yang dilakukan oleh junta militer Myanmar terhadap Aung San Suu Kyi adalah pelanggaran hak asasi manusia yang terdapat dalam pasal 9 DUHAM yang berbunyi :” tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan, atau dibuang dengan sewenang-wenang”. Bentuk pelanggaran hak sipil dan hak politik (ICCPR) yang terdapat diatur dalam pasal 9 ayat (1) yang berbunyi” bahwa setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi, tidak seorang pun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenanng, tidak seorang pun yang dapat dirampas kebebasannya kecuali berdasarkan alasan atau sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh hukum. Pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya yang terdapat dalam pasal 1 Pasal 1 :” Semua orang berhak atas penentuan nasib sendiri. Berdasarkan hak ini mereka bebas menentukan status politik mereka serta bebas mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan budaya mereka

Tanggug Jawab negara merupakan suatu prinsip fundamental dalam hukum internasional yang bersumber dari doktrin kedaulatan dan persamaan antarnegara, tanggung jawab negara timbul apabila ada pelanggaran atas suatu kewajiban internasional untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, baik


(2)

kewajiban tersebut didasarkan suatu perjanjian interansional maupun kebiasaan internasional. Penyelesaian terhadap pelanggaran HAM secara hukum pada dasarnya mengacu pada mekanisme forum pengadilan nasional. 2. Berbagai upaya yang dilakukan sebuah negara dalam menyelesaikan kasus

pelanggaran HAM adalah kompensasi, restitusi, rehabilitasi penghukuman terhadap pelaku. Selain itu tanggung jawab yang dapat dilakukan oleh negara adalah konstruksi pertama dan konstruksi kedua. Namun tanggung jawab yang telah ditentukan oleh instrumen internasional belum dilakukan oleh negara Myanmar, karena pemerintahan yang dikuasai oleh junta militer beranggapan bahwa Aung San Suu Kyi merupakan seseorang yang membahayakan bagi kedaulatan negara Myanmar. Sehingga upaya-upaya hukum (banding, dan kasasi) yang dilakukan oleh Aung San Suu Kyi tidak diterima oleh pemerintah.

3. Upaya-upaya yang dilakukan oleh dunia internasional yakni ASEAN dan PBB di antaranya ASEAN membentuk Komisi HAM ASEAN yang bertujuan untuk merumuskan upaya pemajuan dan perlindungan HAM di kawasan melalui edukasi, pemantauan, diseminasi nilai-nilai dan standar HAM internasional sebagaimana yang diamanatkan oleh Deklarasi Universal tentang HAM, Deklarasi Wina dan instrumen HAM lainnya. Meskipun Komisi HAM ASEAN ini tidak sesuai dengan standar yang ingin dicapai tetapi diharapkan penyelesaian masalah HAM di ASEAN khususnya di Myanmar akan jauh lebih efektif dengan pendekatan dialog yang dilakukan oleh Komisi HAM ASEAN. Selain ASEAN, PBB juga berupaya untuk menciptakan perdamaian


(3)

dan keamanan di Myanmar dengan tindakan yang dapat dilakukan oleh PBB diantaranya adalah preventive diplomacy, peace making, peace keeping dan

peace building. Strategi diplomasi yang dilakukan oleh PBB hanya bersifat

sementara yaitu dengan dibebaskannya Aung San Suu Kyi untuk sementara waktu dari tahanan rumah. Selain strategi diplomasi, Amerika Serikat serta Uni Eropa juga memberikan sanksi kepada Myanmar yaitu sanksi berupa ekonomi yaitu tidak memperbolehkan barang yang berasal dari Myanmar memasuki wilayah Amerika Serikat dan Uni Eropa. Serta mengisolasi negara itu, tetapi upaya-upaya ini juga tidak berhasil membebaskan Aung San Suu Kyi, tetapi tindakan ini justru memperburuk keadaan dengan ditolaknya semua upaya hukum yang dilakukannya sampai ke Mahkamah Agung Myanmar.

B. SARAN

1. Setiap warga negara dapat mengaspirasikan pemikirannya baik dalam bidang politik, sipil, ekonomi, sosial, serta budaya untuk dapat terciptanya transisi demokrasi di Myanmar serta dapat menghormati setiap warga negaranya.

2. Pelanggaran hak yang terjadi pada Aung San Suu Kyi merupakan tanggung jawab negara Myanmar dan seharusnya negara dapat memberikan jaminan perlindungan bagi setiap warga negaranya. Dan tidak menggunakan cara kekerasan untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul di Myanmar.


(4)

3. Setiap negara harus dapat menghormati hukum yang berlaku di negara lain, dan tidak memberikan sanksi yang dapat merugikan bagi kepentingan masyarakat yang ada di negara tersebut. Karena apabila diberikan sanksi seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat serta Uni Eropa justru akan memperburuk kondisi perekonomian di Myanmar. Sebaiknya mengupayakan teknik yang bersifat tidak merugikan bagi kepentingan rakyat yang ada di Myanmar.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Azyumardi Azra. 1998. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat

Dunia, Madani, Jakarta.

2. Adolf, Huala. 2002. Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Edisi Revisi, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

3. Adolf, Huala.2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta.

4. Budihardjo, Maryam.2000. Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia, Jakarta. 5. F. Sugeng, Istanto. 1998. Hukum Internasional, Atma Jaya Yogyakarta,

Yogyakarta.

6. Harahap, Krisna. 2003. HAM dan Upaya Penegakannya di Indonesia, PT.Grafika Budi Utomo, Bandung.

7. I Wayan Parthiana. 2003. Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi, Yrama Widya, Bandung.

8. James. 1996. Refleksi Filosofis atas Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

9. Kusumaatmadja, Mochtar. 1990. Pengantar Hukum Internasional, Bina Cipta, Bandung.

10. Thontowi, Jawahir. 2002. Hukum Internasional di Indonesia, Madyan Press, Yogyakarta.

11.T.Mulya. 1993. Hak-Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Dunia (Isu dan


(6)

WEBSITE

1.

2.

3.

4. Id.wikipedia.org/wiki.Aung_San_Suu_Kyi

5.

6.

7. Mengerjakantugasblogspot.com/2009/03

8.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. 3. Konvensi Internasional Hak Sipil dan Hak Politik.

SURAT KABAR

1. Sinar Indonesia Baru, 14Agustus2009 2. Sinar Indonesia Baru, 22 Agustus 2009 3. Sinar Indonesia Baru, 28 Febuari 2010 4. Kompas, 20 Maret 1997

5. Kompas, 26 Maret 1997