Latar Belakang Lahirnya Pemegang Saham Nominee

BAB III TINJAUAN TERHADAP PEMEGANG SAHAM NOMINEE

A. Latar Belakang Lahirnya Pemegang Saham Nominee

Perkembangan dunia usaha yang begitu pesat di era globalisasi dan era siber membuat para pelaku usaha berpacu untuk meraih segala kemungkinan dan kesempatan usaha yang ada. Bentuk usaha yang paling banyak digunakan dalam dunia usaha adalah Perseroan Terbatas. Menurut Sri Redjeki Hartono alasan perseroan terbatas banyak dipergunakan adalah: PT pada umumnya mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai wahana yang potensial untuk memperoleh keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya pemegang saham. Oleh karena itu, bentuk badan usaha PT ini sangat diminati oleh masyarakat. 45 Salah satu ketentuan yang baru yang diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 adalah perseroan terbatas didirikan oleh dua orang atau lebih. 46 Namun dalam Undang-undang tersebut tidak ada mengatur mengenai persyaratan untuk menjadi pemegang saham, sehingga dalam prakteknya serikali terjadi penyimpangan dalam memenuhi kewajiban Pasal 7 ayat 1 dimana salah satu maupun kedua pemegang saham yang terdapat dalam anggaran dasar merupakan pemegang saham yang dicalonkan dipercayakan Nominee Trustee 47 45 Sri Redjeki Hartono dalam Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002, hal. 1. oleh 46 Normin S. Pakpahan, Hukum Perusahaan Indonesia Tinjauan terhadap Undang- undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Jakarta: Proyek ELIPS, 1995, hal. 8. 47 Tim Penyunting Kamus Hukum ELIPS, Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, Jakarta: Proyek ELIPS, 2000, hal. 116. Universitas Sumatera Utara pemegang saham lainnya untuk bertindak atas kepentingannya atau dengan istilah lain dapat disebut pemegang saham pinjam nama. Pemegang saham nominee ini bisa saja adalah merupakan supir atau tukang jaga kebun maupun pegawai dari pemegang saham lainnya. 48 Penggunaan nominee dalam suatu perseroan terbatas tidak hanya terjadi pada pemegang saham tetapi juga dapat terjadi pada Direksi atau Komisaris. 49 1. Akta pernyataan Nominee dalam jabatan direksi atau komisaris sangatlah sulit dibuktikan dalam praktek, tetapi penggunaan nominee dalam pemegang saham dapatlah dibuktikan karena pemegang saham lainnya yang menyediakan modal tentu tidak mau kehilangan modal yang telah dikeluarkannya untuk menyetorkan saham atas nama pemegang saham nominee tersebut. Sehingga antara pemegang saham yang satu dengan pemegang saham nominee tersebut dibuatlah akta-akta baik notarial maupun di bawah tangan. Akta-akta yang dibuat dapat berupa: 2. Akta kuasa 3. Akta pengikatan jual beli saham 4. Akta pengakuan dan pernyataan hutang Munir Fuady mengatakan bahwa tidak ada suatu perjanjian lain yang eksistensinya dalam sistem hukum di Indonesia paling kontroversial selain dari nominee agreement. Hal ini disebabkan antara lain oleh faktor-faktor sebagai berikut: 50 1. Pranata nominee itu sendiri tidak berasal dari sistem hukum Indonesia 48 Hajati Suroredjo, Beberapa Catatan Mengenai RUU tentang Perseroan Terbatas, Suara Pembaruan, 9 Juni 1994, hal. 2. 49 Ahmad Yani Gunawan Widjaja, Op. cit, hal. 179. 50 Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997, hal. 105. Universitas Sumatera Utara 2. Pranata nominee bahkan tidak berasal dari system hukum civil law, tetapi berasal dari sistem hukum common law 3. Seringkali pranata nominee ini dipakai untuk menyelundupi hukum tertentu 4. Dari berbagai dokumen yang terlibat dalam nominee agreement terdapat kesan bahwa nominee agreement ini hanya akal-akalan lawyer. Penggunaan pemegang saham nominee dapat juga disebabkan oleh adanya pembatasan pengelolaan usaha yang diatur dalam suatu peraturan perundang- undangan antara lain: 51 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 jo Surat Keputusan Menteri Investasi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 38SK1999 tentang Pedoman dan Tata cara Permohonan Penanaman Modal yang didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing, yang membatasi adanya jenis usaha yang tidak dapat dilakukan oleh perusahaan Penanaman Modal Asing. akhirnya pemerintah karena keperluan nasional dan untuk mensejahterakan masyarakat serta untuk menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerjasama Internasional, maka akhirnya pada tahun 2007 pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007. 52 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 51 Ahmad Yani Gunawan Widjaja, Op. cit, hal. 179. 52 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Universitas Sumatera Utara Tahun 1970, yang membatasi warga negara asing sebagai pemegang saham. 3. Instruksi Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertahanan Nasional Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pemberian Izin Lokasi dalam Rangka Penataan Penguasaan Tanah Skala Besar, yang mengatur batas luas maksimum penguasaan tanah untuk usaha skala besar bagi suatu badan hukum atau sekelompok badan hukum yang saham mayoritasnya dikuasai oleh seseorang tertentu dalam satu propinsi atau wilayah Indonesia 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 5. Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi, yang mengatur batas luas maksimum penguasaan tanah untuk diberikan izin Lokasi bagi satu badan hukum atau sekelompok badan hukum yang saham mayoritasnya dikuasai oleh seseorang tertentu dalam satu propinsi atau wilayah Indonesia 6. Peraturan Menteri Pertanian No. 357KptsHK.30552002 tentang Izin Usaha Perkebunan yang mengatur batas luas maksimum penguasaan tanah untuk usaha perkebunan bagi satu badan hukum atau sekelompok badan hukum yang saham mayoritasnya dikuasai oleh seseorang tertentu dalam satu propinsi atau wilayah Indonesia. Dengan adanya ketentuan-ketentuan di atas, maka praktek penggunaan pemegang saham nominee seringkali terjadi dalam lingkungan perseroan terbatas. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 sendiri tidak ada mengatur mengenai nominee dalam perseroan terbatas. Sehingga praktek penggunaan saham nominee Universitas Sumatera Utara merupakan suatu tindakan hukum yang dapat dikatakan melakukan penyelundupan hukum. Lain halnya apabila dibandingkan dengan undang-undang perseroan yang berlaku di Negara lain, seperti Mauritius, British Virgin Island, dan Cayman Island yang dalam Company Act-nya diatur mengenai pemegang saham nominee maupun direksi nominee. 53 Penggunaan pemegang saham nominee bukan hanya tindakan topengan dan terjadi penyelundupan hukum tetapi juga dapat menimbulkan permasalahan hukum apabila pemegang saham nominee beritikad tidak baik untuk memiliki perseroan terbatas tersebut disetor oleh pemegang saham yang lainnya.

B. Perjanjian Pemegang Saham Nominee