Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Pada Perusahaan Yang Melakukan Akuisisi

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN AKUISISI

SKRIPSI

Disusun untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai peryaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh:

RUTH PAOLIN MARBUN NIM : 090200225

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN AKUISISI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

RUTH PAOLIN MARBUN NIM : 090200225

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, SH, M.Hum NIP. 197501122005012002

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Bismar Nasution, Sh, MH Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum

NIP: 195603291986011001 NIP: 197302202002121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat kasih dan rahmat yang diberikan-Nya dari awal hingga akhir kepada Penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik.

Penulisan skripsi ini merupakan kewajiban tahap akhir studi yang disusun dalam rangka memenuhi tugas-tugas dan melengkapi syarat-syarat untuk mencapao gelar Sarjana Hukum pada fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul yang penulis bahas adalah “ Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Pada Perusahaan Yang Melakukan

Akuisisi”.

Dengan rendah hati, Penulis menyadari banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari apa yang diharapkan. Hal ini tidak lain dikarenakan terbatasnya kemampuan Penulis dalam pemahamannya dalam bidang hukum ekonomi dan bisnis, namun demikian Penulis berharap dengan penuh. agar skripsi ini mempunyai banyak manfaat yang cukup baik, yang tentunya bagi Penulis sendiri, bagi pembaca skripsi ini dan bagi mereka yang mempelajari pennasalahan hukum. Untuk hal tersebut penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(4)

3. Bapak Syafruddin, S.H., M.H., D.F.M selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Ibu Windha, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Unuversitas Sumatera Utara

5. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, untuk segala nasehat dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis, penulis sangat berterima kasih 7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing

II yang telah banyak membantu penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, untuk segala nasehat dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis, penulis sangat berterima kasih

8. Bapak Syarifuddin Siba, S.H selaku Dosen Wali penulis semasa perkuliahannya

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta kepada seluruh Pegawai di Fakultas Hukum Sumatera Utara Medan.


(5)

10.Bapakku tercinta P. Lumban Gaol dan ibuku tersayang R. Togatorop, S.pd yang telah memberikan kasih, doa serta dukungannya yang tanpa henti-hentinya kepada penulis. Terima kasih mak, pak, I love you.

11.Abang dan adikku tersayang Junjungan Panuturi Marbun, B.IT, Maurise Pieta Marbun dan Artha Uli Marbun, untuk semua semangat dan dungkungan serta pengertiannya yang sangat membantu penulis menjadi semangat, kalian mood booster bagiku.

12.Kak Surti Anatasya Pasaribu yang selalu mendukung penulis lewat masakan-masakannya yang lezat serta cerita-ceritanya yang lucu

13.Keluarga besar dari ompung Junjungan Lumban Gaol dan Ompung Johannes Togatorop untuk semangat dan nasehat yang tiada hentinya 14.Teman-teman lorong Sembilan yang menjadi teman kuliah serta teman

sepermainan, Anita Veronica Hutapea, Martina Ritonga, Ahmad Husein, Dwi Hardi, Daniel Tampubolon, Reminisir Harita, Darwin Gulo, Gindo Purba, King Richter Sinaga, Rebekka Dosma Sinaga, Fahmi Siregar, Evan Richardo Tambunan dan teman-teman lainnya stambuk 2009 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih untuk semangat, dukungan serta bantuan yang kalian berikan selama ini juga untuk suara-suara emas kalian yang sangat menghibur kita semua dikala galau

15.Teman bermain penulis diluar kampus Jastin Anju Saragih, Julianto Manihuruk dan Adrian Sitanggang terima kasih telah berbagi


(6)

pengalaman dan menjadi teman bertualangku, ditunggu rencana selanjutnya ya

16.Sahabat terkasih Annette Anasthasia Napitupulu, Yunita Panjaitan dan Paruhum Purba, terima kasih untuk semuanya yang tak dapat disebutkan satu-persatu, semua sangat istimewa

17.Semua pihak yang membantu penulis dalam berbagai hal yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan yang setimpal atas kasih, jerih payah, dan jasa-jasa mereka. Penulis memohon maaf kepada Bapak/Ibu Dosen Pembimbing, dan Dosen Penguji atas sikap dan kata-kata yang tidak berkenan selama penulisan ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang baik dan menambah wawasan bagi para pembacanya. Selain itu, Penulis berharap mendapat kritik dan saran guna melengka.pi kekurangan dalam skripsi ini, serta membantu Penulis dalam.berlogika hukum yang sistematis.

Medan, Februari 2014 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……… iii

DAFTAR ISI ………... v

ABSTRAK ………. ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Perumusan Masalah ………. 9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……… 10

D. Keaslian Penulisan ……… 11

E. Tinjauan Pustaka ……….. 12

F. Metode Penelitian ……….... 18

G. Sistematika Penulisan ……….. 21

BAB II PENGATURAN AKUISISI DALAM PERUSAHAAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Akuisisi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ... 23

B. Jenis dan Bentuk Pelaksanaan Akuisisi ………... 27

C. Pelaksanaan akuisisi yang Dilakukan Perusahaan ………. 36

BAB III PROSES PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS A. Pelaksanaan Pengambilalihan pada PT Tertutup ……….. 45


(8)

C. Pengaruh Akuisisi pada Persaingan Usaha ……….. 66

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN AKUISISI

A. Defenisi Pemegang Saham Minoritas ………. 71 B. Hak-Hak Pemegang Saham Minoritas ……… 74 C. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas Melalui

Appraisal Rights ………. 84

D. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas melalui

Silent Majority ………. 95

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………. 97 B. Saran ……… 98 DAFTAR PUSTAKA ……… 100


(9)

ABSTRAKSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN AKUISISI

Ruth Paolin Marbun*) Bismar Nasution**) Mahmul Siregar***)

Perbedaan komposisi kepemilikan saham pada perusahaan menyebabkan munculnya kelompok-kelompok pemegang saham pada perusahaan tersebut. Kelompok Pemegang saham mayoritas mempunyai posisi yang sangat dominan dalam menjalankan perusahaan karena jumlah sahamnya yang besar, sementara dengan kelompok pemegang saham minoritas yang jumlah sahamnya sangat kecil tentunya suara yang dapat dikeluarkan pun hanya sebatas jumlah sahamnya saja. Hal inilah yang perlu dilindungi oleh undang-undang agar kekuasaan pemilik saham yang mayoritas tidak menyebabkan pemegang saham minoritas dirugikan kepentinganya.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analisis, yaitu menggambarkan keadaan yang sedang diteliti yaitu perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas pada perusahaan yang melakukan akuisisi dan menganalisisnya berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Metode pendekatan yang dilakukan adalah analisis yuridus normative, yaitu pendekatan perundang-undangan dengan menganalisis Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Akuisisi sebagai restrukturisasi perusahaan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang di dalam undang-undang tersebut mengatur tentang bagaimana akuisisi dilaksanakan baik melalui direksi maupun langsung melalui pemegang saham. Dan dalam pengambilalihan perusahaan harus melihat bentuk dari perusahaan itu sendiri, apakah perusahaan terbuka atau perusahaan tertutup yang masing-masing bentuknya itu mempunyai peraturan yang berbeda untuk dapat diambil alih. Dalam hal pengambilalihan ini, biasanya pemegang saham minoritas menjadi pihak yang selalu dirugikan karena keputusan pengambilalihan ini bersebrangan dengan tujuan dan kepentingan pemengang saham minoritas sehingga hukum memberikan perlindungan yang nyata pada pemegang saham minoritas seperti

appraisal rights dan prinsip silent majority agar pemegang saham minoritas tetap diperhitungkan dan dipandang keberadaannya di dalam RUPS.

Kata kunci:

Perusahaan, Akuisisi, pemegang Saham

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Pembimbing I


(10)

ABSTRAKSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN AKUISISI

Ruth Paolin Marbun*) Bismar Nasution**) Mahmul Siregar***)

Perbedaan komposisi kepemilikan saham pada perusahaan menyebabkan munculnya kelompok-kelompok pemegang saham pada perusahaan tersebut. Kelompok Pemegang saham mayoritas mempunyai posisi yang sangat dominan dalam menjalankan perusahaan karena jumlah sahamnya yang besar, sementara dengan kelompok pemegang saham minoritas yang jumlah sahamnya sangat kecil tentunya suara yang dapat dikeluarkan pun hanya sebatas jumlah sahamnya saja. Hal inilah yang perlu dilindungi oleh undang-undang agar kekuasaan pemilik saham yang mayoritas tidak menyebabkan pemegang saham minoritas dirugikan kepentinganya.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analisis, yaitu menggambarkan keadaan yang sedang diteliti yaitu perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas pada perusahaan yang melakukan akuisisi dan menganalisisnya berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Metode pendekatan yang dilakukan adalah analisis yuridus normative, yaitu pendekatan perundang-undangan dengan menganalisis Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Akuisisi sebagai restrukturisasi perusahaan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang di dalam undang-undang tersebut mengatur tentang bagaimana akuisisi dilaksanakan baik melalui direksi maupun langsung melalui pemegang saham. Dan dalam pengambilalihan perusahaan harus melihat bentuk dari perusahaan itu sendiri, apakah perusahaan terbuka atau perusahaan tertutup yang masing-masing bentuknya itu mempunyai peraturan yang berbeda untuk dapat diambil alih. Dalam hal pengambilalihan ini, biasanya pemegang saham minoritas menjadi pihak yang selalu dirugikan karena keputusan pengambilalihan ini bersebrangan dengan tujuan dan kepentingan pemengang saham minoritas sehingga hukum memberikan perlindungan yang nyata pada pemegang saham minoritas seperti

appraisal rights dan prinsip silent majority agar pemegang saham minoritas tetap diperhitungkan dan dipandang keberadaannya di dalam RUPS.

Kata kunci:

Perusahaan, Akuisisi, pemegang Saham

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Pembimbing I


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perseroan terbatas adalah subjek hukum yang menjadi pemegang hak dan kewajiban dari suatu benda atau kekayaan, yang dimana kekayaan itu berasal dari harta orang perorangan yang dianggap layak untuk dipertahankan.1 Sebagai subjek hukum Perseroan terbatas bertindak layaknya sebagai individu karena dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, dapat menggugat dan digugat atas namanya sendiri dihadapan pengadilan, dan memiliki harta tersendiri yang terpisah dari pemegang sahamnya. Di dalam sistem hukum di Indonesia, hukum perseroan bukanlah hukum yang paling utama, sebab masih terdapat pokok-pokok hukum lain yang bersentuhan dengan hukum perseroan yaitu mengenai Persekutuan dan Perkumpulan yang semuanya diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Selain persekutuan dan perkumpulan, juga terdapat Firma dan Komanditer yang diatur dalam Kitab Hukum Dagang.2

Jika diperhatikan pengertian perjanjian yang ada, yaitu merupakan suatu perbuatan hukum untuk saling mengikatkan diri dengan tujuan untuk menimbulkan akibat hukum tertentu yang saling dikehendaki, maka jelas disini suatu perseroan dapat didirikan harus lebih oleh dua orang atau minimal harus ada dua pihak untuk saling mengikatkan diri. Khusus dalam pendirian perseroan terbatas, yang sebelumnya diatur dalam KUHD tidak menentukan berapa orang

1

Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas (PT), (Jakarta : Visimedia, 2009), hlm. 2.

2


(12)

yang harus ada dalam mendirikan perseroan terbatas, tapi agar ada hubungan hukum serta dikaitkan dengan pengertian perjanjian, maka dapat disimpulkan bahwa perseroan terbatas dapat didirikan minimal oleh dua orang.3

Namun di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas terdapat pengecualian dari ketentuan dua orang pendiri atau lebih ini tidak berlaku bagi Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara atau Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lainnya sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal. Yang dimaksud dengan “Persero” adalah Badan Usaha Milik Negara yang berentuk perseroan yang dimana modalnya terbagi dalam saham yang telah diatur di dalam Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara.4

Perkembagan perusahaan yang ada di Indonesia menuntut adanya suatu pengaturan yang lebih khusus, untuk mengatur semua sistem badan usaha, baik badan usaha yang berbentuk badan hukum atau yang tidak berbentuk badan hukum. Awalnya pengaturan mengenai badan usaha ini hanya terdapat dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 KUHD, dan karena dianggap terlalu singkatnya pembahasan mengenai badan usaha didalam pasal tersebut maka pemerintah mengeluarkan suatu bentuk peraturan baru yang berkaitan dengan badan usaha, terutama Perseroan Terbatas.

Pengaturan mengenai perseroan terbatas pada awalnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Pembentukan

3

Habib Adjie, Status Badan Hukum, Prisip-prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas, (Bandung : Mandar Maju, 2008), hlm. 9.

4

Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hlm 26-27.


(13)

pengaturan khusus mengenai Perseroan ini dikarenakan untuk dapat melindungi kepentingan pemegang saham dan kreditor, maupun pihak lain yang terkait serta kepentingan perseroan itu sendiri, sedangkan didalam KUHD kedudukan perseroan masih sempit, dan tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat serta hanya menciptakan kesatuan hukum dalam perseroan yang berbentuk badan hukum, serta tidak mencantumkan suatu perlindungan bagi pemegang saham.5

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebutlah yang menjadi dasar motivasi diundangkan UUPT 1995, yaitu sebagai pengganti ketentuan Perseroan yang diatur dalam KUHD. UUPT 1995, tidak lagi ditempatkan sebagai bagian dalam KUHD maupun KUH Perdata. Akan tetapi, UUPT 1995 merupakan undang-undang yang terpisah dan berdiri sendiri diluar KUHD maupun KHU Perdata.

Kemudian seiring tejadinya perubahan-perubahan pada dunia usaha dan perkembangan ekonomi yang semakin pesat, UU No. 1 tahun 1995 yang telah berlaku selama kurang lebih 12 (dua belas) tahun dirasakan tidak lagi mampu untuk memenuhi kebutuhan pengaturan dan menampung berbagai kebutuhan yang terjadi didalam dunia usaha dan perkembangan ekonomi yang pesat sehingga UU No. 1 tahun 1995 ini rtidak lagi sepenuhnya dapat memberikan pelayanan yang maksimal bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatannya. Untuk itu perlu perubahan terhadap UU No. 1 tahun 1995.

5


(14)

UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas telah disesuaikan dengan berbagai perkembangan yang terjadi dalam aktivitas usaha berupa penambahan ketentuan baru, perbaikan, penyempurnaan maupun mempertahankan ketentuan yang ada di dalam UU No. 1 tahun 1995 yang dinilai masih relevan dengan keadaan saat ini.6

Perkembangan perusahaan yang semakin pesat membuat persaingan usaha diantara perusahaan-perusahaan semakin ketat. Perusahaan harus mampu mempertahankan eksisitensi perusahaannya.

Untuk itu perusahaan harus melakukan strategi agar perusahaannya tetap bertahan dan berkembang. Proses strukturisasi perusahaan yang dilakukan dapat berupa penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi), dan pengambilaalihan

(akuisisi). Merger, konsolidasi, dan akuisisi adalah bentuk strategi yang biasanya dilakukan oleh para pelaku bisnis dalam merestrukturisasi perusahaan, mengekspansi perusahaan, atau untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007.

Di dalam bahasa Inggris “merger” berarti “penggabungan”,sedangkan dalam bahasa latin berarti “bergabung bersama, menyatu atau berkombinasi yang menyebabkan hilangnya identitas karena terserap sesuatu”. Dalam merger hanya ada satu perusahaan yang bertahan, sementara perusahaan lainnya dibubarkan tanpa likuidasi.7

6

Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta; Permata Aksara, 2012), hlm. 9.

Konsolidasi atau yang bisa pula disebut dengan “consolidation”

adalah adanya dua PT atau lebih yang menggabungkan diri menjadi satu PT baru

7

Iswi Hariyani, R. Sefianto, Cita Yustisia s, Merger, Konsilidasi, Akuisisi, dan Pemisahan Perusahaaan, (Jakarta Selatan: Visimedia, 2011), hlm. 15.


(15)

dimana peleburan tersebut yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.8 Istilah “akuisisi” berasal dari bahasa Inggris “acquisition” yang sering juga disebut dengan “take over”

adalah pengambilalihan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dengan cara membeli saham mayoritas perusahaan sehingga mengambil alih kontrol modal atas perusahaan lain.9

Untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan efisien, antara lain dapat ditempuh dengan cara merger, konsilidasi, dan akuisisi perseroan terbatas. Proses tersebut merupakan stategi yang lazim dilakukan oleh pelaku bisnis untuk menyelamatkan perusahaannya. Pelaku usaha sebagai subjek ekonomi senantiasa berupaya untuk memaksimalkan keuntungan dalam mengelola perusahaannya. Bentuk lain restrukturisasi peusahaan yang tengah marak di kalangan pelaku usaha adalah akuisisi. Akuisisi ini sendiri dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007 diatur dalam BAB VIII UUPT 2007.

Di Indonesia sejarah tentang hukum akuisisi juga masih terbilang baru dalam tingkat undang-undang, karena pengaturan mengenai akuisisi di Indonesia baru dimulai sejak lahirnya Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 1995 yang kini diganti oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 2007.

Namun demikian tidak berarti bahwa sebelum lahirnya Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut, akuisisi tidak dilakukan di Indonesia. Praktek akuisisi sebelum lahirnya Undang-Undang Perseroan Terbatas pada dasarnya didasari pada hukum kontraktual dan hukum sidang usaha khusus.

8

Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 1 angka 10.

9


(16)

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 2007 berbunyi:

“Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan yang mengambil alih saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.”

Sementara itu menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas adalah:

“pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh ataupun sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut”.

Perbuatan hukum pengambilalihan tidak mengakibatkan perseroan yang diambil alih sahamnya menjadi bubar dan berakhir, hanya pemegang saham yang beralih dari pemegang saham yang semula kepada yang mengambil alih. Akibat hukumnya hanya sebatas peralihan pengendalian atas perseroan tersebut berubah.10

Seperti juga dengan pranata hukum yang lain, maka pranata hukum yang disebut “akuisisi” perusahaan juga oleh hukum dilarang dilakukan jika merugikan pihak-pihak lainnya. Apabila pemegang saham tidak setuju atas pengambilalihan

10


(17)

Perseroan, diberikan hak khusus yang disebut appraisal right, yaitu hak milik pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS hukum untuk menjual sahamnya kepadaa perseroan dengan harga wajar. Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 2007 mengatur bahwa perbuatan hukum merger, konsilidasi dan akuisisi wajib memperhatikan kepentingan hak-hak pemegang saham minoritas.11 Undang-Undang Perseroan Terbatas menekankan pada perlindungan hak pemegang saham minoritas karena Undang-Undang Perseroan Terbatas mempunyai asumsi bahwa pelaksanaan akuisisi tersebut sebenarnya hanya untuk kepentingan pemegang saham mayoritas, maka tentunya pemegang saham mayoritas tidak akan setuju dalam RUPS untuk melakukan akuisisi tersebut, sehingga dengan demikian akuisisi tidak dapat dilaksanakan, atau pihak pemegang saham mayoritas dapat menghentikan akuisisi tersebut dengan mengganti direksi yang dianggap tidak koperatif dengan pemegang saham mayoritas. Kewenangan-kewenangan yang demikian hanya dipunyai oleh pemegang saham mayoritas dan tidak dimiliki oleh pemegang saham minoritas.12

Perseroan terdiri dari beberapa pihak yang memiliki hak didalam perseroan tersebut, yaitu berbentuk saham. Sehingga dalam menjalankan suatu perseroan, pihak yang terkait hendaknya memiliki jalinan keseimbangan, yaitu dalam bentuk majority rule and minority protection. Artinya yang berkuasa tetap

11

Iswi Hariyani, R. Sefianto, Cita Yustisia s, Op.Cit., hlm. 23.

12

Munir Fuady, Hukum tentang Akuisisi, Take Over dan LBO, (Bandung; Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 122.


(18)

pemegang saham mayoritas tetapi sedapat mungkin juga harus memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas.13

Upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan dalam melindungi pihak pemegang saham minoritas dalam akuisisi dilindungi dengan cara-cara:

1. Pemberlakuan prinsip Super Majority, dalam hal ini untuk dapat menyetujui akuisisi, yang diperlukan bukan hanya voting antara pemegang saham dalam RUPS dengan simple majority (lebih dari 50%) pemegang saham yang menyetujuinya. Undnag-Undang Perseroan Terbatas menyebutkan angka ¾ (tiga perempat) atau lebih pemegang saham yang menyetujuinya.

2. Pemberlakuan prinsip Silent Majority, sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-12/PM/1997 keputusan akuisisi, terlebih dahulu disetujui oleh rapat umum pemegang saham, yang dilakukan oleh pemegang saham minoritas yang indepedrn 3. Mengajukan gugatan, dapat dilakukan secara gugatan langsung dan

gugatan derivatif. Gugatan langsung ini dapat dilakukan kepada siapa saja yang merugikan pemegang saham minoritas dan dilakukan untuk dan atas nama dirinya sendiri. Sedangkan gugatan derivatif diajukan oleh pemegang saham minoritas untuk mewakili dirinya sendiri sebagai pemegang saham minoritas yang mengajukan gugatan untuk dan atas nama perseroan.

13


(19)

4. Hak menjual saham atau appraisal right adalah hak yang dimiliki pemegang saham yang merasa dirugikan atas tindakan perusahaan untuk menjual saham-sahamnya.14

Dengan upaya-upaya tersebut maka pemilik saham mayoritas tidak dapat mengambil keputusan secara sepihak tanpa adanya persetujuan dari pemilik saham minoritas, sehingga keberadaan pemilik saham minoritas tidak hanya dilindungi kepentingannya dari segi kepemilikan saham, namun juga memiliki fungsi yang penting di dalam pengambilan keputusan pada Rapat Umum Pemegang Saham.

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Pada Perseroan Terbatas yang Melakukan Akuisisi”.

B. Rumusan Permasalahan

Dengan paparan latar belakang yang jelas dan tegas dalam skripsi yang berjudul “ Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Pada

Perseroan Terbatas Yang melakukan Akuisisi” maka rumusan masalah yang

dapat ditarik oleh penulis yaitu:

1. Bagaimana pengaturan akuisisi dalam perusahaan berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007?

2. Bagaimana tahapan proses pengambilalihan (akuisisi) perusahaan?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas pada perusahaan yang melakukan akuisisi?

14


(20)

C. Tujuan Penulisan

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan akuisisi berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007.

2. Untuk mengetahui tahapan proses pengambilalihan (akuisisi) perseroan terbatas.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas pada perseroan terbatas yang melakukan akuisisi.

Disamping mempunyai tujuan penelitian juga mempunyai manfaat dari segi kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu :

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya, perkembangan Hukum Ekonomi dan Khususnya mengenai akuisisi terhadap pemegang saham minoritas pada perusahaan yang melakukan akuisisi

2. Kegunaan Praktis

Sebagai acuan bahan pegangan dan referensi bagi masyarakat khususnya dalam hal perlindungan pemegang saham minoritas pada perusahaan yang melakukan akuisisi. Selain itu juga menjadi bahan masukan terhadap akademisi, mahasiswa dan para praktisi hukum.


(21)

D. Keaslian Penulisan

Dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh penulis, maka penulis menuangkanya dalam sebuah skripsi yang berjudul “ Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas pada Perusahaan yang Melakukan Akuisisi. Berdasarkan penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara maka adapun judul yang berkaitan dengan judul skripsi ini adalah skripsi yang berjudul “Tinjauan Terhadap Perlindungan Saham Minoritas Pada Perusahaan Go Public” yang ditulis oleh Tulus Monang, tahun 2001 di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang di dalamya memuat mengenai perlindungan hukum atas saham-saham minoritas dalam perusahaan yang Go public.

Selain judul diatas, skripsi lain yang berkaitan dengan judul saya adalah skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas dalam Merger Perusahaan Ditinjau dari Undang-Undang Perseroan” oleh Silvia Devie, tahun 2005 di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang di dalamnya memuat mengenai perlindungan hukum terhadap pemilih saham dalam hal merger (penggabungan) perusahaan. Sedangkan dalam skripsi ini hal yang dituangkan adalah perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas yang perusahaannya melakukan akuisisi (pengambilalihan) dimana pengambilalihan merupakan salah satu proses restrukturisasi perusahaan yang berbeda dengan merger karena akuisisi merupakan tindakan pengambilalihan pengendalian suatu perusahaan, sedangkan pada merger merupakan tindakan


(22)

restrukturisasi yang dilakukan dengan pemusatan pada satu perusahaan saja yang menyebabkan bubarnya perusahaan lain.

Dengan demikian, jika dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak dicapai oleh penulisan skripsi ini maka, dapat disimpulkan bahwa apa yang ada didalam skripsi ini adalah asli dari karya penulis sendiri dan bukan hasil jiplakan dari skripsi orang lain, dan dimana diperoleh melalui hasil pemikiran para pakar dan praktisi, referensi, buku-buku, makalah-makalah dan bahan-bahan seminar, serta media cetak berupa koran-koran, media elektronik seperti internet serta bantuan dari berbagai pihak, berdasarkan pada asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan terbuka. Semua ini adalah merupakan impliksi dari proses penemuan kebenaran ilmiah, sehingga hasil penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan kebenaran secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

Sistem perekonomian yang semakin berkembang, membuktikan bahwa peranan sebuah perusahan dalam pengerak akifitas perekonomian sangat besar. Kegiatan perusahaan yang ada saat ini bukan hanya dapat dijalankan oleh perorangan, melainkan sebuah kelompok. Jika sebuah perusahan dijalankan oleh perseorangan maka hal itu disebut oleh perusahan dagang.15

15

HMN Poerwosoetjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Bentuk-Bentuk Perusahaan, (Jakarta, Penerbit: Jambatan, 1995), hal.1

Selain usaha perseorangan terdapat juga usaha yang dijalankan oleh lebih dari satu orang atau dijalankan oleh bersama-sama. Kegiatan yang dijalankan secara bersama-sama ini, diperlihatkan bahawa adanya beberapa orang dalam kepemilikan atau modal


(23)

usaha dari perusahaan atau usaha tersebut. Kegiatan usaha yang dilakukan bersama-sama dengan kata lain disebut sebagai perkumpulan. Perkumpulan ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perkumpulan yang berbadan hukum dan yang tidak berbadan hukum.Didalam sebuah perkumpulan, wajib memiliki unsur-unsur yaitu:16

1. Adanya beberapa orang yang bersama-sama punya kepentingan terhadap sesuatu.

2. Beberapa orang yang berkepentingan tersebut berkehendak atau sepakat untuk mendirikan perkumpulan tersebut.

3. Adanya tujuan yang hendak dicapai bersama-sama.

4. Adanya unsur kerjasam dari orang-orang tersebut untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

Perkumpulan-perkumpulan ini terdiri dari beberapa, yaitu Firma (Fa), Persekutuan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT) dan sebagainya. Namun, dengan sistem perekonomian yang sangat berkembang saat ini, perkumpulan Perseroan Terbatas (PT) yang paling diminati para pengusaha.

Selain sebagai persekutuan modal yang berbadan hukum, perseroan terbatas juga merupakan tempat para pihak melakukan kerja sama, yaitu melakukan hubungan kontraktual. Kerja sama ini menciptakan badan hukum yang sengaja diciptakan yaitu perseroan sebagai suatu “artificial person”.17

16

Ibid, hal.9

17


(24)

Dalam kegiatan bisnis, secara umum bentuk badan usaha ini sangat diminati dan dikenal, karena beberapa pertimbangan yaitu:

1. Adanya pertanggungjawaban yang terbatas pada pemegang saham. 2. Adanya sifat mobilitas penyertaan, artinya adanya kemungkinan

perpindahan atau perubahan penyertaanya.

3. Adanya kepengurusan melalui organ perusahaan.18

Sebagai sebuah badan hukum, PT wajib mendukung hak dan kewajiban baik antar para pengurus maupun kepada para pemegang saham. Pemegang saham pada sebuah PT mempunyai hak dan kewajiban yang timbuk karena akibat kepemilikan saham terhadap PT tersebut. Nilai saham yang dimiliki oleh tiap pemegang saham, berpengaruh dalam mengambil sebuah kebijakan dalam RUPS, sehingga menimbulkan kepemilikan saham mayoritas dan minoritas. Pemegang saham minoritas merupakan pemegang saham pada sebuah PT yang persentase kepemilikan sahamnya lebih kecil dari pemilik saham lain atau sebesar dibawah 50% dari saham PT, dan selebihnya dari saham tersebut dimiliki oleh pemegang saham mayoritas.

Akibat kepemilikan saham yang berbeda, menimbulkan perbedaan hak yang timbul dan pengelolaan perusahaan, yang dimana pada pemegang saham mayaoritas yang memiliki banyak suara dalam RUPS tentu mempunyai kesempatan daam menentukan dewan direksi dan komisaris. Dimana organ ini memiliki peran dalam mentukan jalan perusahaan berdasarkan yang telah

18

Rudi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai dengan Ulasan Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1995, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm.12.


(25)

ditetapkan RUPS. Walaupun demikian, kebijakan penting dari perusahaan lebih ditentukan oleh RUPS, serta pengangkatan Dewan Direksi dan Komisaris sangat ditentukan oleh komposisi kepemilikan saham, maka tidak jarang tujuan yang ditetapkan mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas.19

Akibat sering terjadinya perbedaan kepentingan antara pemegang saham mayoritas dan minoritas, dalam menjalankan sebuah perusahaan, maka hukum memandang perlu memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dalam perusahaan.20

Melihat begitu besarnya peluang dari suatu perusahaan untuk mengembangkan usahanya, tidak benyak perusahaan melakukan beberapa cara untuk meluaskan dan membesarkan perusahannya. Salah satunya adalah dengan melakukan Akuisisi atau dengan kata lain melakukan “Pengambilalihan”. Akuisisi (Pengambilalihan) menurut Undang-Undang 40 Tahun 2007 yaitu “

Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Badan Hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih saham perseroan yang mengakibtakan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat ditarik beberapa unsur yang melekat dalam pengambilalihan antara lain yaitu:21

19

Yoserwan, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Penggabunga, Peleburan, Dan Pengambilalihan Perusahan Publik, Thesis, Ilmu Hukum, Pascasarjana, Universitas Diponegoro, 2001, hlm. 29

20

Ibid

21

Alya, Pelaksanaan Akuisisi Oleh Perusahaan Terbuka Dengan Indikasi Transaksi Material (Studi Pada :PT.Bumi Resources,Tbk, Terhadap PT.Darma Henwa,Tbk.,PT.Fajar Sakti. Dan pt.Pendopo Energi Batu Bara) , Tesis, Ilmu Hukum, Pascasarjana, Universitas Indonesia, 2011, hlm. 17.


(26)

1. Pengambilalihan adalah suatu perbuatan hukum;

2. Pihak yang mengambilalih adalah orang atau Badan Hukum;

3. Metode pengambilalihan dengan cara melakukan pengambilalihan saham;dan

4. Pengambilalihan saham itu dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan Terbatas tersebut;

Dalam melakukan pengambilalihan, ditentukan beberapa syarat menurut Pasal 126 Undang-undang Perseroan Terbatas yaitu:

1. Pengambilalihan saham wajib memperlihatkan ketentuan Angaran Dasar Perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang telah dibuat oelh Perseroan dengan pihak lain; 2. Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan perusahaan, baik

kepentingan perusahaan yang mengakuisisi maupun kepentingan perusahaan yang diambil alih;

3. Pengambilalhan saham tidak boleh merugiakan pemegang saham minoritas

4. Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan karyawan perusahaan. 5. Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan kreditur dan mitra

usaha lainnya dari perseroan terbatas.

Berdasarkan ketentuan point ke 3 (tiga) memperlihatkan bahwa kepentingan dari pemegang saham minoritas harus diperhatikan. Ini memaksudkan bahwa apabila ada Pemegang Saham yang tidak setuju (dalam hal


(27)

ini adalah pemegang saham minoritas) dengan adanya pengambilalihan Perseroan, padahal RUPS dengan suara mayoritas tertentu telah memutuskan untuk melakukan pengambilalihan. Untuk melindungi kepentingan pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan pengambilalihan tersebut, maka pemegang saham tersebut oleh hukum diberikan suatu hak khusus yang disebut dengan

Apprasial Right. Apprasial Right adalah suatu hak yang dimiliki oleh pemegang saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan tetapi mereka kalah dalam forum RUPS atau tindakan corporate lainnya untuk menjual saham yang dipegangnya kepada Perseroan yang bersangkutan, sedangkan Perseroan yang menerbitkan saham tersebut wajib membeli kembali saham Perseroan yang diterbitkan tersebut dengan harga wajar. Dalam hal ini UUPT memandang pelaksanaan akuisisi dilakukan untuk kepentingan pemegang saham mayoritas, dengan pertimbangan bahwa apabila akuisisi dilakukan dengan merugikan kepentingan pemegang saham mayoritas, tentunya pemegan saham mayaoritas tidak akan menyetujui RUPS untuk akuisisi tersebut.22

Maka dengan melihat keadaan yang diatas penting adanya suatu perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegang saham minoritas dalam pengambilan keputusan untuk melaksanakan akuisisi tersebut, sebab bagaimana pun juga pemegang saham minoritas ini memiliki nilai saham didalam perusahaan yang akan diakuisisikan tersebut.

22


(28)

F. Metode Penelitian

Untuk mendapatkan data yang valid dan akurat penelitian harus dilakukan secara sistematis dan teratur, sehingga metode yang dipakai sangatlah menentukan. Metode penelitian yaitu urutan-urutan bagaimana penelitian itu dilakukan.23

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yurdis normative, maka pendekatan yang dilakukan adalah pensdekatan perundang-undangan dengan bertititk tolak pada nalisis terhadap Udang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Penelitian ini difokuskan kepada perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas pada perusahaan yang melakukan akuisisi dengan bertitik tolak pada UU PT itu sendiri. Hal ini dapat ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan, atau studi kepustakaan. Penelitian ini juga tidak terlepas dari penelitian terhadap bahan media massa ataupun bahan dari internet. Selain itu, penulis juga menggunakan metode penelitian yuridis, dengan melihat ketentuan-ketentuan yang ada di dalam masyarakat dan dampak ketentuan tersebut bagi masyarakat.

2. Bahan Penelitian

Materi dalam skripsi ini menggunakan dari data sebagai berikut:

23


(29)

a. Bahan hukum primer, yaitu : berbagai dokumen peraturan perundang-undangan yang tertulis yang ada dalam dunia Hukum Bisnis, dan Perjanjian dalam Perseroan Terbatas yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Perseroan Terbatas, serta peraturan perundang-undangan lain dibawah undang-undang.

b. Bahan hukum Sekunder, yaitu: bahan-bahan yang memiliki hubungan dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. Semua dokumen yang dapat menjadi sumber informasi mengenai Perseroan Terbatas, seperti hasil seminar atau makalah-makalah dari para pakar hukum, Koran, Majalah, serta sumber-sumber lain yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan permaslahan yang dibahas.

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu : Mencakup kamus bahasa untuk pembenahan tata Bahasa Indonesia dan juga sebagai alat bantu pengalih bahasa beberapa istilah asing.

3. Teknik Pengumpulan Data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar, dan sum ber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.


(30)

4.Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan metode kualitatif. Metode Kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari V Bab yang msing-masing bab memiliki sub-babnya tersendiri, yang secara garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan secara umum mengenai keadaan-keadaan yang berhubungan dengan objek penelitian secara latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah, kegunaan penelitian, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Pengaturan Akuisisi dalam Perusahaan berdasarkan

Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007

Dalam Bab ini menguraikan mengenai segala jenis pengaturan yang berhubungan dengan Akuisisi, tertutama mengenai hubungan pelaksanaan Akuisisi dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, sehingga memperlihatkan


(31)

hubungan hukum antara pemegang saham minoritas dengan pelaksanaan Akuisisi.

BAB III Tahapan Proses Pengambilalihan (Akuisisi) Perseroan

Terbatas?

Dalam bab ini menguraikan mengenai tata cara proses pengambilalihan (Akuisi) Perseoan Tebatas, baik Peseoan Tebatas yang terbuka ataupun Peseoan Tebatas tertutup. Sehingga dapat dianalisi mengenai bagaimana kedudukan seorang pemegang saham minortas dalam mengambil keputusan akuisisi Peseoan tersebut.

BAB IV Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Perseroan Terbatas Yang Melakukan Akuisisi

Dalam bab ini menjelaskan mengenai kedudukan kedudukan seorang pemegang saham minoritas dalam suatu perusahaan. Selain itu pada bab ini menjelaskan bagaimana bentuk perlindungan yang diberikan kepada pemegang saham minoritas pada perusahaan yang melakukan akuisisi.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab terakhir ini berisikan kesimpulan yang diambil oleh penulis terhadap bab-bab sebelumnya yang telah diambil oleh penulis terhadap bab-bab sebelumnya yang telah penulis uraikan dan yang ditutup dengan mencoba memberikan saran-saran yang penulis anggap perlu dari kesimpulan yang diuraikan tersebut.


(32)

BAB II

PENGATURAN AKUISISI DALAM PERUSAHAAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Akuisisi Berdasarkan Undang-Undang

No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Dalam bab VIII Undang-Undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas diatur mengenai salah satu bentuk restrukurisasi dari Perseroan yaitu Pengambilalihan. Kata Pengambilalihan yang terdapat dalam Undang-Undang Peseroan Terbatas, memiliki arti yang sama dengan kata Akuisisi. Istilah Akuisisi yang sering digunakan dalam dunia bisnis adalah takeover. Namun Akuisisi ini awalnya berasal dari bahasa inggris yaitu acquisition. Beberapa negara memiliki pengertian yang berbeda-beda mengenai akuisisi ini. 24

Menurut M.A.Weinberg sebagai ahli hukum asing menjelaskan bahwa akuisisi adalah perbuatan yang dilakukan perorangan, kelompok perorangan, atau perusahaan, serta mencakup akuisisi kekayaan dan akuisisi saham. Berbeda dengan Scharf ahli hukum Amerika, menjelaskan bahwa akuisisi hanya dapat dilakukan oleh perusahaan saja. Selain itu menurut Scharf, akuisisi adalah segala tindankan korporasi yang melibatkan transaksi jual beli baik seluruh maupun sebagai aset, saham atau bentuk sekuritas lainnya, antara dua perusahaan yang masing-masing bertindak sebagai penjual dan pembeli. Sehingga dapat disimpulkan bahwa di Amerika Serikat, pengertian akuisisi ini adalah suatu

24


(33)

tindakan yang didalamnya mencakup marger, konsolidasi dan berbagai tindakan korporasi lainnya.25

Agus Daryanto menjelaskan bahwa tujuan akuisisi adalah untuk memperbaiki sistem manajemen perseroan yang terakuisisi. Perseroan yang manajemennya lemah akan sulit berkembang walaupun mempunyai cukup dana. Sehingga perseroan tersebut tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain terutama perusahaan yang sejenis dan kemungkinan akan menyebabkan kehancuran. Sehingga cara untuk menyelamatkannya adalah dapat dengan cara digabungkan dengan kelompok konglomerasi yang berpengalaman dalam bidang manajemen dengan cara menjual sebagian besar sahamnya kepada kelompok konglomerasi tersebut.26

Di Indonesia sendiri, pengaturan mengenai akuisisi terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Misalnya, didalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 pasal 1 angka 11 menjelaskan bahwa “Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perorangan untuk mengambil ahli saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut”. Berbeda dengan PP Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas pasal 1 angka 3 menjelaskan bahwa “Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk

25

Miranda Anwar, Pencatatan Saham Lewat Belakang (Backdoor Listing) Dengan Cara Melakukan Akuisis (Studi Kasusu : Akuisisi PT.Fatrapolindonusa Industri TBK, Oleh Titian International CORP.SDN.BHD), Skripsi Ilmu Hukum, Universitas Indonesia, 2008, hlm. 15

26

Sere Magdalena Marnala Siahaan, Tinjauan Yuridis Atas Akuisisi Perusahaan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Terntang Perseroan Terbatas, Tesis Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2011, hlm. 140


(34)

mengambil alih baik seluruh ataupun sebagaian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut”. Persamaan antara PP Nomor 27 Tahun 1998 dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 adalah, bahwa dalam melakukan akuisisi yang diambil alih adalah saham yang dimiliki perusahaan, tidak termasuk asset atau akuisisi lainnya seperti akuisisi bisnis.

Seperti yang dilansir dalam PP Nomor 27 Tahun 1998 mengenai Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas yang mendefenisikan bahwa akuisisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseroan untuk mengambil alih baik seluruh atau sebagaian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.

Selain menjelaskan mengenai pengertian akuisisi, di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas juga mengatur mengenai objek yang diambil alih dalam akuisisi perusahaan. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 125 ayat 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas yang menyebutkan bahwa pengambilalihan dilakukan dengan cara mengambilalih saham yang telah dikeluarkan, dan/ atau akan dikeluarkan oleh perseroan melalui direksi perseroan atau langsung dari pemegang saham. Serta ketentuan pasal 125 ayat 3 UUPT yaitu”

Pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah pengambilalihan saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroa tersebut

Mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan dimaksudkan bahwa dalam menjalankan perseroan yang telah diambil alih, maka seluruh


(35)

kegiatan yang berhubungan dengan perseroan tersebut diambilalih oleh pemegang kendali perseroan yang baru.

Dalam hal pengambilalihan, PP No. 27 Tahun 1998 Pasal 1 huruf b mengatakan bahwa pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan usaha secara sehat.

Selain di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan PP No.27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, dasar hukum lain mengenai akuisisi ada dalam Keputusan Ketua Badan Pengawasan Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan No. Kep-259/BL/2008 tanggal 30 Juni 2008 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka (Peraturan BAPEPAM IX.H.1) yang mengatakan bahwa pengambilalihan perseroan Terbuka adalah tindakan yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan berubahnya pengendalian atas perusahaan terbuka. Kemudian ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Merger, Konsolidasi dan Akusisi Bank (PP 28/1999) dan dalam Surat Keputusan Bank Indonesia No.2/51/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum (SKB 32/51/1999) juga memberikan pengertian yang sama terhadap akuisisi, yaitu bahwa akuisisi adalah pengambilalihan terhadap suatu bank yang menyebabkan beralihnya pengendalian terhadap bank tersebut.

Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,


(36)

juga memberikan pengertian mengenai pengambilalihan yaitu suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk mengambil alih saham suatu badan usaha sehingga mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap badan usaha tersebut.

Dari beberapa defenisi pengambilalihan yang telah dijabarkan diatas, maka unsur-unsur yang harus di penuhi dalam pengambilalihan adalah sebagai berikut:

1. Adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan terhadap perusahaan; 2. Pelaku pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum maupun

perseorangan;

3. Menyebabkan beralihnya pengendalian atas badan usaha yg diambil alih.

B. Jenis Dan Bentuk Dari Pelaksanaan Akuisisi

a. Jenis-jenis Dari Pelaksanaan Akuisisi.

Berdasarkan dari pengertian akuisisi dapat disimpulkan bahwa akuisisi menyebabkan beralihnya pengendalian atas perseroan yang diambil alih, yang berarti bahwa akan ada peralihan kewenangan dari pemegang saham lama kepada pemegang saham yang baru terhadap pengendalian jalannya perusahaan setelah akuisisi dilakukan. Pada akuisisi perusahaan yang diambil alih masih berdiri sendiri, karena yang berpindah adalah pengendalinya saja. Dalam Akuisisi saham adalah akuisisi yang objek pengalihannya adalah sahamnya saja. Dimana pemindahan kepemilikan saham itu ditujukan kepada saham yang telah dikeluarkan dan/atau saham yang akan dikeluarkan.


(37)

Dalam Pasal 125 ayat 1 UUPT, dijelaskan bahwa pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui direksi perseroan atau langsung dari pemegang saham. Dimana yang berhak melakukan pengambilalihan adalah badan hukum atau orang perseorangan. Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kourum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilalihan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 UU PT yakni paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari seluruh saham dengan hak suara yang hadir ataupun yang diwakili, dan keputusan sah apabila disetuju paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan. Apabila dalam hal kuorum kehadiran tidak tercapai maka dapat dilakukan kembali RUPS kedua dengan ketentuan paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak suara yang hadir ataupun yang diwakili, dan keputusan sah apabila disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari suara yang dikeluarkan.

Pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, tidak perlu persetujuan dari direksi dan dewan komisaris perseroan penerbit saham tersebut, tetapi pengambilalihan saham ini wajib memperhatikan ketentuan anggaran dasar perseroan yang diambilalih tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang telah dibuat perseroan dengan pihak lain.

Pengambilalihan saham yang dimaksud adalah pengambilalihan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan. Pengambilalihan


(38)

saham dalam akuisisi diartikan sebagai akuisisi yuridis. Dilaksanakannya akuisisi yuridis ini dilatarbelakangi oleh 3 hal yaitu:27

a. Akuisisi horizontal

Akuisisi horizontal adalah akuisisi yang terjadi antara 2 (dua) perusahaan yang sejenis. Dengan kata lain akuisisi horizontal ini adalah pengambilalihan yang bertujuan untuk mengambilalih Perseroan pesaing secara langsung yang mempunyai produk barang atau jasa yang sama ataupun memiliki wilayah pemasaran yang sama.Akuisisi horizontal dilakukan dengan tujuan utuk memperluas pangsa pasar atau membunuh pesaing usaha, terutama yang dilakukan terhadap perusahaan pesaing, sehingga dengan akuisisi ini mereka dapat mengurangi pesaing.28

b. Akuisisi vertikal

Akuisisi vertikal adalah akuisisi yang jika terjadi antara 2 (dua) perusahaaan yang mempunyai proses produksi atau perdagangan yang terkait. Dimana perusahaan yang diambil alih mempunyai kaitan dengan perusahaan yang mengambil alih, misalnya perusahaan yang diambil alih merupakan perusahaan pemasok bahan baku bagi perusahaan yang diambil ahli merupakan distributor hasil produksi perusahaan pengambil alih. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk menjaga kelestarian kelangsungan. Pengambilalihan vertikal ini bertujuan untuk menguasai sejumlah mata rantai produksi dan

27

Rudhi Prasetya, Op.Cit., hlm. 141-142

28


(39)

distribusi dari hulu sampai hilir. Misalnya, PT A yang adalah perseroan yang memproduksi baju mengambil alih PT B yang merupakan produsen benang dimana industry benang merupakan hulu dari industry baju.

c. Akusisi konsentrik

Akuisisi konsentrik ini juga memiliki dua jenis yaitu akusisi konsentrik pemasaran yang adalah akuisisi yang dilakukan bila perusahaan pengambilalih ingin memanfaatkan saluran distribusi yang sama dari berbagai produk yang menggunakan teknologi yang berlainan. Misalnya perusahaan pengambilalih mengambilalih perusahaan plastik, karena produk plastik itu dijual oleh toko-toko yang sama dengan barang pecah belah yang berbentuk plastik juga, yang diproduksi oleh perusahaan pengambilalih. Dengan cara ini agar dapat perusahaan yang diambil alih dengan satu kali jalan, dengan pengambil alih yang berarti merupakan suatu efesiensi.

Selain akusisi konsentrik pemasaran, akuisisi konsentrik lain adalah akusisisi konsentrik teknologi yang adalah akuisisi yang terjadi diantara perusahaan yang mempergunakan teknologi yang sama, tetapi berlainan saluran distribusinya. Misalnya penjualan TV tentu sama dengan penjaualan kulkas dan radio.

d. Akuisisi Konglomerat

Akuisisi ini adalah akuisisis yang bertujuan untuk mengambilalih Perseroan lain yang tidak memiliki kaitan bisnis secara langsung


(40)

dengan Perseroan. Dalam kata lain akuisisi jenis ini melibatkan perusahaan-perusahaan yang tidak terkait, baik secara horizontal maupun vertikal. Akuisisi konglomerat dilakukan dengan tujuan agar perusahaan yang diakuisisi dapat menunjang kegiatan perusahaan yang mengakuisisi secara keseluruhan, serta untuk memantapkan kondisi portepel grup peusahaan.29

Sistem pengambilalihan yang diatas berdasarkan dari jenis usaha perseroan yang dikaitkan dengan pemasaran. Namun jika dilihat dari segi subjek yang melakukan pengambilalihan atau akuisisi maka akuisisi dapat dibedakan atas:30

1. Pengambilalihan Eksternal yakni merupakan pengambilalihan yang terjadi dalam dua Perseroan atau lebih dan tidak berada dalam1 (satu) holding company.

2. Pengambilalihan Internal adalah Pengambilalihan dimana baik Perseroan yang diambilalih maupun Perseroan yang akan diambilalih berada dalam 1 (Satu) holding company

b. Bentuk dari Pelaksanaan Akuisisi

Apabila dilihat dari segi objek transaksi Pengambilalihan, maka pengambilalihan atau akuisisi dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Akuisisi Saham, dimana pihak yang mengambilalih atau mengakuisisi perusahaan yang diambilalih secara signifikan yang memungkinkan pihak

29

Felix Oentoeng Soebagjo “Akuisisi Perusahaan di Indonesia : Tujuan, Pelaksanaan dan Permasalahannya,” (Makalah Ilmu Hukum Keperdataan Pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 12 November 2008), hlm. 14-16

30


(41)

yang mengambilalih maupun memegang kendali atas management perusahaan target. Maka dalam rangka melakukan akuisisi saham ini, seseorang atau badan hukum harus menjadi pemegang saham mayoritas dalam suatu Perseroan. Dewasa ini akuisisi saham menjadi pilihan para pengusaha. Akuisisi daham menjadi target oleh perusahaan pengakuisisi, yang mengakibatkan penguasaan mayoritas atas saham perusahan target oleh perusahaan yang melakukan akuisisi dan akan membawa kearah pengusaan manajemen dan jalannya perseroan.31

Maka melalui penguasaan seluruh atau sebagian besar saham pada perusahaan target, maka perusahaan target tersebut akan dimiliki oleh perusahaan yang mengambil alih, termasuk hak-hak yang melekat pada perusahaan target (diantaranya perjanjian-perjanjian yang dibuat, segala perijinan yang dipunyai, dan kerugian atau keuntungan pajak), serta kewajiban-kewajiban yang menjadi beban perusahaan.

Akuisisi Saham harus memiliki nilai transaksi 51 % (lima puluh satu persen), atau paling tidak setelah transaksi akuisisi tersebut tuntas perusahaan pengakuisisi memiliki minimal 51 % (lima puluh satu persen) saham perusahaan target akuisisi. Pengaturan hukum mengenai persyaratan akuisisi saham ini ada dalam PP 27 Tahun 1998 yang menjelaskan bahwa akuisisi sebagai pengambilalihan seluruh atau “sebagian besar” saham sehingga pengendalian atas perusahaan target beralih kepada perusahaan pengakuisisi.

32

31

Felix Oentoeng Soebagjo, Op.Cit., hlm. 87-88

32


(42)

2. Akuisisi Asset, dimana yang diambilalih adalah asset perseroan target dengan atau tanpa ikut mengambilalih seluruh kewajiban Perseroan target terhadap pihak ketiga. Sebagai kontraprestasi dari akuisisi ini, pihak yang mengakuisisi memberikan suatu harga yang pantas dengan cara yang sama seperti akuisisi saham. Akuisisi asset pada umumnya dilakukan jika perusahaan pengakuisisi menghadapi kesulitan dalam menghitung berapa jumlah hutang perusahaan target yang harus ditanggungnya, atau jika perusahaan pengakuisisi ingin menghindar dari kewajiban membayar utang, atau jika utang dan piutang perusahaan target sangat tidak jelas tercantum dalam pembukuan perusahaan.33

Akuisisi asset ini memiliki keuntungan sendiri yaitu:34

a. Dapat memilih asset yang benar-benar diinginkan saja. Maksudnya adalah dalam melakukan akuisisi aset tidak semua perusahaan target ikut beralih kepada perusahaan pengakuisisi. Perusahaan pengakuisisi bebas memilih aset mana yang berguan baginya dan menguntungkan untuk diakuisisi, sedangkan aset-aset yang dianggap kurang menguntungkan tidak perlu diambil alih.

b. Menghindari tanggung jawab perusahaan target. Kewajiban perusahaan target yang beralih hanyalah kewajiban-kewajiban yang melekat pada aset yang diakuisisi saja, sebab dalam akuisisi aset tidak semua tanggung jawab perusahaan target kepada pihak ketiga ikut beralih kepada perusahan pengakuisisi.

33

Ibid., hlm. 84-85

34


(43)

c. Menghindari gangguan pemegang saham minoritas, pekerja dan manajemen. Apabila yang akuisisi adalah saham, maka dalam perusahaan yang diakuisisi masih ada pemegang saham minoritas (kecuali akuisisi dilakukan atas seluruh saham perusahaan), pekerja dan manajemen yang kepentingannya tidak selalu sesuai dengan kepentingan perusahaan pengakuisisi, Terkadang ketidaksesuaian kepentingan ini dapat berdampak sangat serius dan berujung pada penyelesaian di pengadilan, melalui apa yang dinamakan dengan gugatan derivative. Namun hal ini dapat dihindari dengan cara akuisisi aset, sehingga perusahaan pengakuisisi tidak perlu berurusan dengan pemegang saham minoritas, pekerja dan manajemen perusahaan yang diakuisisi.

Namun demikian, akuisisi aset juga memiliki kelemahan-kelemahan apabila dibandingkan dengan akuisisi saham sebagi berikut:35

a. Prosesnya relative sulit.

Proses akuisisi aset relative sulit karena pengalihan aset umumnya harus dilakukan satu persatu dan masing-masing objek yang dialihkan memerlukan prosedur yang berbeda-beda.

b. Memerlukan waktu yang relatif lama.

Pengalihan aset dilakukan satu persatu dengan prosedur yang berbeda-beda, sehingga memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan pengalihan saham yang dapat dilakukan dalam satu transaksi saja.

35


(44)

c. Memerlukan lebih banyak biaya.

Biaya transaksi aset bermacam-macam dan atas beberapa jenis taransaksi aset dikenakan pajak yang tinggi. Hal ini menyebabkan akuisisi aset memerlukan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan akuisisi saham.

d. Kehilangan identitas bisnis.

Berbeda dengan akuisisi saham di mana kelanjutan bisnis, jaringan bisnis, hak milik intelektual, serta berbagai aktiva tidak berwujud yang dimiliki perusahaan target dapat dianjurkan oleh perusahaan pengakuisisi dalam akuisisi aset faktor tersebut tidak ikut beralih kepada perusahaan pengakuisisi. Dengan demikian, apabila perusahaan target memiliki aktiva tidak berwujud dan bisnis dengan nilai yang cukup besar, maka akuisisi aset saja kurang menguntungkan.

3. Akuisisi Kombinasi, dimana pengambilalihan merupakan kombinasi antara akuisisi saham dan akuisisi asset. Misalnya dilakukan akuisisi sebesar 40 % (empat puluh persen) asset perusahaan target. Demikian juga dengan kontraprestasinya, dapat saja dibayar sebagian dengan tunai dan sebagian dengan saham perusahaan pengambilalih.

4. Akuisisi Bertahap, dimana akuisiisi tersebut tidak dilaksanakan sekaligus. Misalnya, Perseroan target memberikan convertible bonds (obligasi yang dapat dikonversi menjadi saham), sementara Perseroan pengambilalihan menjadi pembelinya. Dalam hal ini, pada tahap pertama ], pihak yang


(45)

mengambilalih memberikan dana ke Perseroan target melalui pembelian

bonds (obligsi). Pada tahap selanjutnya, obligasi tersebut dengan ditukar saham, jika kinerja Perseroan yang diambilalih membaik.

5. Akuisisi Kegiatan Usaha, dimana kegiatan usaha yang diambilalih hanya kegiatan usaha termasuk jaringan bisnis, alat produksi, hak kekayaaan inteletual dan lain sebagainya.

Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, pengambilalihan yang dikenal adalah pengambilalihan dengan transaksi saham. Dilihat dari segi motivasi, Akuisisi dapat diklarifikasikan sebagai berikut:36

a. Akusisi Strategis.

Akuisisi strategis dilatarbelakangi oleh motivasi untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Akuisisi startegis digharapkan dapat meningkatkan sinergi usaha, mengurangi risiko (karena diverifikasi), memperluas pangsa pasar, meningkatkan efisiensi dan lain sebagainya. b. Akuisisi Finansial

Akuisisi Finansial dilatarbelakangi oleh motivasi untuk mendapatkan keuntungan finansial semata-mata dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Akuisisi ini bersifat spekulaif, sebab mengharapkan keuntungan dari pembelian saham atau aset persedahan target dengan harga murah, namun pendapatan perusahaan target yang tinggi.

36


(46)

C. Pelaksanaan Akuisisi Yang Dilakukan Perusahaan.

Metode pelaksanaan akuisisi yang berkembang dewasa ini memiliki dilihat berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:37

1. Pelaksanaan Akuisisi Berdasarkan Objek Transaksi.

Akuisisi yang dilihat berdasarkan objek transaksi ini dapat diklasifikasikan dalam 2 jenis yaitu:

a. Akuisisi Saham.

Gunawan Widjaja, menjelaskan bahwa pelaksanaan akuisisi saham dilakukan dengan cara membeli seluruh saham atau sebagaian besar saham-saham yang telah dikeluarkan oleh suatu perusahaan dengan atau tanpa melakukan penyetoran atas seluruh atau sebagian besar saham yang belum ditempatkan.38

Felix Oentoeng Soebagjo lebih lanjut menjelaskan bahwa akuisisi perusahaan dengan cara mengambil alih saham dilakukan terhadap saham dasar yang telah dikeluarkan, maupun terhadap bagian midal dasar yang belum dikeluarkan.39

37

Ibid., hlm.34

Perusahaan pengambil alih dapat melakukan pembelian saham melalui Direksi perusahaan yang akan diambil alih, maupun langsung dari para pemegang saham. Dengan demikian, suatu akuisisi perusahaan yang akan dilakukan terhadap saham yang telah dikeluarkan dapat dilaksanakan baik melalui Direksi langsung dari pemilik saham yang bersangkutan, sedangkan akuisisi perusahaan yang akan

38

Felix Oentoeng Soebagjo, Op.Cit., hlm. 87-88

39


(47)

dilakukan terhadap saham yang masih dalam portepel hanya dapat dilaksanakan melalui Direksi.40

Pembayaran atas saham yang diakuisisi dapat dilakukan dengan salah satu atau kombinasi dari cara-cara berikut:41

1. Tunai

2. Saham perusahaan pengakuisisi atau saham perusahaan lain; 3. Surat berharga

4. Properti

5. Pengambilalihan tanggung jawab dari perusahaan target kepada pihak ketiga

b. Akuisisi Aset

Menurut pendapat Gunawan Widjaja, secara sederhana akuisisi aset dilakukan dengan cara :42

i. Jual beli aset antara pihak yang melakukan akuisisi aset sebagai pembeli, dan pihak yang asetnya diakuisisi segabai penjual, dalam ha akuisisi dengan pembayaran tunai:atau ii. Perjanjian tukar-menukat anatar aset pihak yang diakuisisi

dengan hak kebendaan lain milik pihak yang melakukan akuisisi, jika akuisisi tersebut tidak dilakukan dengan pembayaran tuni.

40

Felix Oentoeng Soebagjo, Op.Cit., hlm. 3-4

41

Munir Fuady(a), Op.Cit., hlm. 90

42


(48)

Pengambilalihan kepemilikan atas aset perusahaan dapat meliputi berbagai macam aset. Maka dalam pelaksanaanya harus memperhatikan peraturan perundang-undnagan yang berlaku terhadap masing-masing aset. Penandatangan perjanjian akuisisi aset tidak otomatis mengakibatkan berpindahnya hak atas aset yang diakuisis. Agar terjadi peralihan hak diperlukan tindakan-tindakan hukum tergantung dari jenis aset yang hendak dialihkan.43

Sebagai kontraprestasi dalam transaksi akuisisi aset, perusahaan pengakuisisi membayar suatu harga yang pantas kepada pemegang saham perusahaan target dengan cara yang sama seperti yang dilakukan akuisisi saham.44

2. Pelaksanaan akuisisi berdasarkan Cara Pembayaran Transaksi. Dalam pelaksanaan ini, dilakukan dengan 4 cara yaitu:

a. Akuisisi Dibayar Tunai (cash Based Acquisition)

Salah satu metode pembayaran transaksi akuisisi yang paling umum adalah dengan uang tunai. Pihak pengakuisisi bebas mendapatkan dana tunai tersebut dari berbagai macam sumber, namun pada umumnya sulit bagi pihak pengakuisisi untuk memperoleh dana pinjaman dari bank yang ditujukan khususu untuk membeli saham, walaupun saham yang diakuisisi tersebut dapat dijadikan objek jaminan lewat gadai atau fidusia saham. Oleh

43

Ibid., hlm. 85

44


(49)

sebab itu, umumnya dana tunai untuk keperluan membeli saham dari sumber lain, misalnya lewat pasar modal.45

b. Akuisisi Dibayar Dengan Saham (Stock Based Acqusition)

Dalam transaksi akuisisi yang dibayar dengan saham, pihak pengakuisisi menyerahkan sejumlah saham perusahaannya atau saham perusahaan lain yang dimilikinya kepada pihak perusahaan target atau pemegang saham perusahaan target yang sahamnya diakuisisi. Sebagaimana dalam transaksi jual beli pada umumnya, nilai saham yang dibayaran harus sesuai dengan harga saham yang diakuisisi.46

Dalam pembayaran akuisisi dengan saham, metode pembayaran dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

i. Inbreng Saham

Inberng saham adalah salah satu metode penyetoran saham oleh pemegang saham kepada perusahaan, dengan cara memberikan saham perusahaan lain. Melalui inberng saham iniah, terjadi pengalian saham terhadap perusahaan yang melakukan akuisisi.47

ii.Share Swap

45

Ibid., hlm. 100

46

Ibid.

47


(50)

Share Swap adalah pertukaran saham antara satu perusahaan dengan perusahaan lain, dalam hal saham yang ditukarkan berasal dari portepel perusahan atau saham baru yang khusus diteritkan untuk tujuan share swap tersebut. Setelah share swap selesai dilakukan, maka masing-masing perusahaan saling memegang saham satu sama lain48

iii. Pertukaran Saham Pemegang Saham

Pertukaran saham pemegang saham adalah transaksi tukar-menukar saham yang sudah diterbitkan dan sudah dobayar anatara para pemilik saham tersebut. Sehingga apabila pertukaran mengakibatkan para pemegang saham saling menguasai perusahan-perusahaan yang sahamnya dipertukarkan tersebut, maka terjadi saling mengakuisisi.49

c. Akuisisi Dibayar Dengan Aset (Asset Based Acqusition)

Dalam transaksi akuisisi yang dibayar dengan aset, pihak yang mengakuisisi melakukan pembayaran atau harga akuisisi dengan menggunakan aset milik pihak pengakuisisi, atau milik perusahaan yang dimiliki oleh pihak pengakuisisi. Apabila objek transaksi akuisisi adalah aset perusahaan target dan pembayarannya

48

Ibid, hlm. 105-106

49


(51)

mengunakan aset perusahaan pengakuisisi, maka yang terjadi adalah asset swap.50

d. Akuisisi Dengan Pembayaran Kombinasi (Combination Based Acqusition)

Dalam praktik, sering kali transaksi akuisisi dibayar dengan metode pembayaran kominasi, yaitu perpaduan antara pembayaran tunai, pembayaran dengan saham, pembayaran dengan aset atau pembayaran dengan obligasi/surat utang (bonds). Metode ini lebih fleksibel bagi pihak perusahaan pengakuisis, namun tidak selamanya memuaskan bagi pihak perusahaan target.51

3. Metode Akuisisi Berdasarkan Divestur.

Apabila dibedakan berdasarkan divestur, yakni cara peralihan saham, aset atau manajemen dari perusahaan target kepada perusahaan pengakuisisi, maka sistem akuisisi ini dapat diklarifikasikan dalam beberapa bentuk yaitu:52

a. Friendly Takeover adalah akuisisi yang dilakukan secara bersahabat, melalui prosese negosiasi yang melibatkan manajemen dan pemegang saham dari perusahaan target dan perusahaan pengakuisisi.

b. Hostile Takeover adalah akuisisi yang dilakukan dengan tidak bersahabat melalui berbagai strategi bisnis, bahkan sering kali

50

Ibid., hlm. 102

51

Ibid.,

52


(52)

secara paksa. Di kalangan pelaku bisnis, hostile takeover dijuluki dengan istiah “pencaplokan perusahaan”

c. Freezeout adalah upaya dari pemegang saham mayoritas untuk memaksa pemegang saham minoritas dari perusahaan, yakni dengan kehilangan statusnya sebagai pemegang saham minoritas.

d. Squeezeout adalah upaya paksa yang bertujuan untuk mengeluarkan pemegang saham minoritas dari perusahaan target akuisisi. Upaya paksa ini tidak dilakukan secara lagsung, melainkan diciptakan suatu kondisi yang sedemikian rupa sehingga pemegang saham minoritas “memilih” untuk menjual seluruh sahamnya dan keluar dari perusahaan

4. Metode Akuisisi Dengan Tahapan (Multi Stage Acquisition)

Dalam akuisisi yang dilakukan secara bertahap, pengambilalihan tidak dilakukan sekaligus, melainkan bertahap sesuai dengan perkembangan perusahaan target. Dalam akuisisi dengan tahapan, awal dari pengakuisisian dilakukan dengan penerbitan convertible bonds oleh perusahaan target yan dibeli dengan metode pembayaran tunai oleh perusahaan pengakuisisi. Pada tahap selanjutnya, perusahaan pengakuisisi menukarkan convertible bonds yang dimilikinya dengan equity, sehingga terjadi pengalihan saham dari perusahaan target kepada perusahaan pengakuisisi. Kemudian dilanjutkan share swap, sehingga terjadi pengalihan saham sampai pada terjadi pengalihan


(53)

seluruh atau sebagaian besar saham dan/ aset perusahaan target kepada perusahaan pengakuisis.53

5. Metode Akuisisi Dengan Leverage Buyouts (“LBO”)

Akuisis dengan metode LBO adalah pengambilalihan perusahaan target oleh perusahan pengakuisisi melalui pembelian saham seluruh atau sebagaian besar saham perusahaan target pembayarannya dilakukan dengan dana pinjaman dari pihak ketiga. Dana pihak ketiga ini umumnya berasal dari investor institusional seperti dana pensiun, dana asuransi, reksa dana dan lain sebagainya. Akuisisi dengan LBO ini menyebabkan pihak perusahaan pengakuisisi tidak mengeluarkan dana sendiri untuk pembayaran harga saham yang diakuisisi, kecuali sejumlah kecil dana untuk kelancaran proses awal LBO tersebut. 54 6. Metode Akuisisi Dengan Managemenet Buyouts (“MBO”)

Akuisisi dengan metode MBO adalah akuisisi yang dilakukan oleh sekelompok manajer dari suatu perusahaan tertentu dengan cara membeli seluruh atau sebagaian besar saham perusahaan target. Misalnya, sekelompok manajer dari suatu anak perusahaan membeli seluruh atau sebagaian besar saham anak perusahaan lain dalam grup perusahaan yang sama yang dijual konglomerat pemilik grup yang bersangkutan.55

53

Ibid., hlm. 102-103

54

Ibid., hlm. 98-99

55


(54)

7. Metode Akuisisi Dengan Reverse Takeover

Reverse Takeover adalh transaksi dimana suatu perusahaan mengambil alih saham atau aset perusahaan target, dan sebagai akibat dari transaksi tersebu terjadi perubahan pengendalian atas perusahaan pengambil alih yang disebabkan oleh masuknya pemegang saham mayoritas baru, yakni perusahaan target.

8. Metode Akuisisi Segitiga (Triangular Acqusition)

Akuisisi segitisa melaibatkan perusahaan target yang hendak diambil alih, serta perusahaan lain yang merupakan anak perusahaan pengambil alih. Dalam rangka akuisisi segitiga, perusahaan anak menggunakan saham perusahaan induk yang dimilikinya untuk mengambil alih saham atau aset perusahaan target, atau dengan menandatangani perjanjian marger dengan perusahaan target yang sahamnya akan dikonversi menjadi saham perusahaan induk. Selain itu cara lain yang dapat ditempuh adalah perusahaan induk mengambil alih saham atau aset perusahaan target dengan menggunakan sahamnnya sebagai alat pembayaran, kemudian saham ayau aset yang diambil alih tersebut diserahkan kepada anak perusahaan (drop down acquisition).56

56


(55)

BAB III

PROSES PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

A. Pelaksanaan Pengambilalihan pada PT Tertutup

Peraturan perundang-undangan di Indonesia telah mengatur tentang cara pengambilalihan pada suatu perseroan serta aspek-aspek dalam pelaksanaan pengambilalihan tersebut. Di dalam peraturan perundang-undangan tersebut dijelaskan dan diatur hal-hal apa saja yang menjadi kewajiban serta hak dari masing-masing pihak yang akan melaksanakan pengambilalihan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Penggambilalihan Perseroan Terbatas merupakan peraturan yang mengatur tentang tindakan pelaksanaan akuisisi pada perseroan terbatas. Namun selain daripada dua aturan perundang-undangan tersebut diatas, anggaran dasar masing-masing perseroan juga merupakan aturan yang harus dipatuhi oleh kedua pihak yang melakukan akuisisi. Akan tetapi anggaran dasar dari kedua pihak tersebut tidak boleh menyimpang dan di luar batas dari yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

Pelaksanaan pengambilalihan terhadap perseroan terbatas dibedakan berdasarkan bentuk perseroan itu masing masing. Dalam perseroan terbatas ada yang berbentuk terbuka dan juga yang tertutup.

Perseroan terbuka adalah suatu perseroan terbatas yang modal dan sahamnya telah memenuhi syarat-syarat tertentu, yang mana saham-sahamnya dipegang oleh


(56)

banyak orang/perusahaan, yang penawaran sahamnya dilakukan terhadap publik/ masyarakat, sehingga jual beli sahamnya dilakukan melalui pasar modal.57

Perseroan tertutup adalah suatu perseroan terbatas yang saham-sahamnya dimiliki oleh beberapa orang atau perusahaan saja, sehingga dalam hal jual beli sahamnya dilakukan berdasarkan ketentuan anggaran dasar perseroan, yang pada umumnya diserahkan kepada kebijakan pemegang saham yang bersangkutan.58

Melihat perbedaan dari perseroan terbuka dan perseroan tertutup, maka sudah jelas bahwa proses pelaksanaan pengambilalihan dari kedua jenis perseroan tersebut adalah berbeda.

Pengambialihan terhadap perseroan tertutup yang dimana saham-sahamnya dipegang oleh beberapa orang/perusahaan saja, maka prosedur pelaksanaan pengambilalihan tersebut diatur di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007.

Pengambilalihan dilaksanakan dengan cara melakukan pembelian saham yang telah dikeluarkan (outstanding share) dan/atau yang akan dikeluarkan (issuing share) oleh suatu Perseroan. Berarti menurut hukum tidak hanya saham yang telah ditempatkan dan disetor saja melainkan dapat juga saham yang belum dikeluarkan atau yang akan dikeluarkan atau saham yang masih disimpan perseroan (saham dalam portepel).59

57

Munir Fuady (b), Pengantar Hukum Bisnis Menata Hukum Bisnis Modern di Era Global, (Bandung; Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 51.

58

ibid

59


(57)

Dalam hal pengambilalihan melalui direksi, pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksud dan tujuannya melakukan pengambilalihan kepada direksi perseroan yang akan diambil alih. Yang dimaksud dengan pihak yang akan mengambil alih dalam hal ini dapat berupa perseroan terbatas, badan hukum lain yang bukan berbentuk perseroan atau perseorangan. Dengan kata lain pihak yang dapat mengambil alih adalah badan hukum dan orang perseorangan.60

Cara pengambialihan saham menurut pasal 125 ayat (1) dapat dilakukan melalui direksi ataupun melalui langsung dari pemegang saham. Pihak yang ingin mengakuisisi bebas memilih cara mana yang akan dilakukan. Pengambilalihan yang dilakukan dengan cara langsung dari pemegang saham pada dasarnya merupakan bentuk jual beli saham biasa. Sehingga cara ini di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 tidak diatur secara khusus. Pengaturan yang lebih banyak disinggung adalah pada pengambilalihan dengan cara melalui Direksi Perseroan. Hal ini brarti karena Direksi mempunyai peran yang sentral dalam rangka pengambialihan perseroan.61

1. Proses Pengambilalihan Melalui Direksi

Dalam hal pengambilalihan melalui Direksi, pihak yang akan mengambil alih harus menyampaikan maksud dan tujuannya untuk melakukan pengambilalihan kepada direksi perseroan yang akan diambil alih.62

60

Iswi Hariyani, R. Serfianto, Cita Yustisia, Op.Cit., hlm 82.

Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan direksi perseroan yang akan diambil alih harus menyusun

61

Ibid. hlm. 219.

62


(58)

rancangan pengambilalihan yang tentunya rancangan pengambialihan tersebut telah mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris Perseroan. Dalam rancangan pengambilalihan harus berisikan informasi sekurang-kurangnya :63

a. Nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;

b. Alasan serta penjelasan Direksi perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih;

c. Laporan keuangan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;

d. Tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan saham;

e. Jumlah saham yang akan diambil alih; f. Kesiapan pendanaan;

g. Neraca konsilidasi proforma perseroan yang akan mengambil alih setelah pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;

h. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan;

i. Cara penyelesaian status, hak, dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan dari perseroan yang akan diambil alih;

63


(59)

j. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan;

k. Rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengambialihan apabila ada.

Dalam hal pengambilalihan, apabila pihak yang akan mengambil alih berbentuk PT, maka rancangan pengambilalihan harus mendapat persetujuan dari RUPS. Pada pihak pengakuisisi yang berbentuk koperasi, rancangan akuisisi harus disetujui oleh rapat anggota koperasi. Jika pihak yang mengakuisisi berbentuk yayasan, maka rancangan akuisisi harus sudah disetujui oleh rapat dewan Pembina yayasan. Selanjutnya, untuk perusahaan persekutuan yang belum berbadan hukum seperti CV dan firma, rancangan akuisisi harus disetujui oleh para ssekutu yang menjadi pemilik perusahaan tersebut.64

Rancangan pengambialihan yang telah dibuat dan disepakati oleh kedua pihak wajib diumumkan sebelum diadakannya RUPS. Pengumuman tersebut dibuat oleh direksi perseroan yang akan mengambil alih dan yang akan diambil alih dengan cara mengumumkan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan membuat pengumuman secara tertulis kepada karyawan perseroan yang akan mengambil alih. Dalam hal pengumuman dibuat, wajib membuat “pemberitahuan” bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan pengambialihan di kantor perseroan, sejak tanggal pengumuman sampai RUPS diselenggarakan.

64


(60)

Jangka waktu pengumuman paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.65

Proses selanjutnya, merujuk kepada ketentuan Pasal 127 ayat (1), yaitu pengambialihan harus mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Keputusan RUPS mengenai pengambialihan merujuk kepada Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89:66

1. Kuorum sah apabila paling sedikit ¾ (tiga perempat)bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS, dan 2. Keputusan sah apabila disetujui ¾ (tiga perempat) bagi dari jumlah suara

yang dikeluarkan.

Dalam hal perbuatan hukum pengambilalihan, wajib memperhatikan kepentingan dari para pemangku kepentingan (stake holders). Kegiatan pengambilalihan tidak boleh merugikan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan serta masyarakat dan juga memperhatikan persaingan sehat dalam melakukan usaha.67

Apabila pemegang saham tidak setuju dengan tindakan pengambilalihan, maka dapat menggunakan haknya sesuai dengan Pasal 62 yaitu agar meminta kepada perseroan untuk membeli sahamnya dengan harga yang wajar.

65

UU No. 40 Tahun 2007 Pasal 127 ayat (2) dan (3)

66

Yahya Harahap, Op.Cit, hlm. 513.

67


(61)

Pelaksanaan hak atas ketidak setujuan terhadap keputusan RUPS tersebut tidak menghentikan proses akuisisi tersebut.68

Pasal 127 ayat (4) memberikan hak kepada kreditor untuk mengajukan keberatan atas rancangan penagmbilalihan yang dilakukan perseroan, dengan ketentuan:

1. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah pengumuman ringkasan rancangan pengambialihan dalam surat kabar,

2. Jika dlam jangka waktu tersebut tidak diajukan keberatan, kreditor dianggap menyetujui rancangan pengabilalihan,

3. Apabila direksi tidak dapat menyelesaikan keberatan kreditor sampai tanggal RUPS diselenggarakan, maka keberatan tersebut disampaikan direksi dalam RUPS untuk diselesaikan.

4. Apabila direksi dan RUPS tidak dapat menyelesaikan keberatan kreditor, maka pengambialihan tidak dapat dilaksanakan.

Berdasarkan pasal 128 ayat (1) apabila rancangan pengambilalihan telah disetujui oleh RUPS, maka proses rancangan pengambilalihan dituangkan kedalam akta pengambilalihan yang dibuat langsung dihadapan notaris dengan bahasa Indonesia.

Berdasarkan Pasal 131 ayat (1) pengambialihan saham tidak mengakibatkan terjadinya perubahan anggaran dasar sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21

68


(1)

B. Saran

1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang di dalamnya juga terdapat aturan akuisisi dirasa belum cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya para pengusaha untuk menjamin dan melindunginya dari segala tindakan kecurangan yang bisa saja terjadi di kalangan dunia usaha. Sehingga pemerintah perlu untuk membuat undang-undang baru yang berfokus kepada pengambilalihan, sehingga para pemangku kepentingan merasa terjamin dan dilindungi. 2. Sebaiknya ketika akan melaksanakan pengambilalihan pada perusahaan,

direksi harus jeli dan paham tentang aturan mana yang akan digunakan menurut bentuk perusahaannya, sehingga proses pengambilalihan dapat berjalan dengan lancar dan tepat waktu sesuai dengan aturan yang berlaku. 3. Di dalam pelaksanaan pengambilalihan perusahaan, pemegang saham

mempunyai hak-hak yang dapat digunakan apabila merasa keberatan dan tidak setuju dengan tindakan pengambilalihan tersebut, diharapkan kepada pemegang saham khususnya pemegang saham minoritas untuk mengetahui apa saja yang menjadi haknya agar dapat digunakan dengan benar.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adjie, Habib, Status Badan Hukum, Prinsip-prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas, Mandar Maju : Bandung, 2008.

Fuady, Munir, Hukum tentang Akuisisi, Take Over dan LBO, PT. Citra Aditya Bakti : Bandung, 2001.

___________ . Pengantar Hukum Bisnis Menata Hukum Bisnis Modern di Era Global, PT. Citra Aditya Bakti : Bandung, 2002.

___________ . Hukum tentang Merger (Berdasarkan Undang-Undang Noor 40 Tahun 2007), PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 2008.

___________ . Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, CV. Utomo : Bandung, 2005.

Ginting, Jamin, Hukum Perseroan Terbatas (Undang-Undang No. 40 Tahun 2007), Citra Aditya Bakti : Bandung, 2007.

Harahap, Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika : Jakarta, 2009.

Hariyani, iswi., et al, Merger, Konsilidasi, Akuisisi dan Pemisahan Perusahaan, Visi Media : Jakarta Selatan, 2001.

Nadapdap, Binoto, Hukum Perseroan Teebatas, Permata Aksara : Jakarta, 2012.


(3)

Poerwosoetjipto, HMN, Pengertian Pokok Hukum Dagang Bentuk-Bentuk Perusahaan, Jambatan : Jakarta, 1995.

Prasetya, Rudi, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai dengan Ulasan Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1995, Citra Aditya Bakti : Bandung, 2001.

Wicaksono, Frans Satrio, Tanggung Jawb Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas (PT), Visimedia : Jakarta, 2009.

B. Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas

Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal IX. E. 2 tentang Tansaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama


(4)

Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal IX. E. 1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu

Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal IX. H. 1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka

Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal IX. F. 1 tentang Penawaran Tender

C. Skripsi, artikel, makalah

Miranda Anwar, Skripsi, Pencatatan Saham Lewat Belakang (Backdoor Listing) Dengan Cara Melakukan Akuisisi (Studi Kasus : Akuisisi PT. Fatrapolindonusa Industri Tbk, Oleh Titian Internasional CORP. SND. BHD),Fakultas Hukum Program Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2008

Alya, Tesis, Pelaksanaan Akuisisi Oleh Perusahaan Terbuka Dengan Indikasi Transaksi Material (Studi Pada : PT. Bumi Resources, Tbk, Terhadap PT. Darma Henwa, Tbk., PT. Facar Sakti Dan Pendopo Energi Batu Bara, Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2011.

Sere Magdalena Marnala Siahaan, Tesis, Tinjauan Yuridis Atas Akuisisi Perusahaan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2011


(5)

Yoserwan, Tesis, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Penggabungan, Peleburan, Dan Pengambilakihan Perusahaan Publik, Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2001.

Felix Oentoeng Soebagjo, Akuisisi Perusahaan di Indonesia : Tujuan, Pelaksanaan dan Permasalahannya, Makalah Ilmu Hukum Keperdataan Pada fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 12 November 2008

D. Kamus

Depdikbud, Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka : Jakarta, 1995

E. Situs Internet

kali diakses tanggal 3 Februari 2014

kali diakses tanggal 12 Februari 2014.


(6)