Tabel 4.2 Volume Pembengkakan Kaki Mencit dan Nilai Titer Antibodi No
Perlakuan Volume Kaki
mencit ml Nilai Titer Antibodi
V0 Vt
∆V Titer antibodi [2Logtiter+1]
1 CMC Na 1
1,8 2,5
0,7 4
2,20 1,8
2,5 0,7
8 2,81
1,8 2,4
0,6 8
2,81 1,9
2,4 0,5
8 2,81
1,8 2,3
0,5 4
2,20
2 Suspensi ekstrak
rimpang temu giring dosis 100
mgkgBB
1,8 3,1
1,3 64
4,61 1,7
3 1,3
32 4,01
1,7 3
1,3 32
4,01 1,9
3 1,1
64 4,61
1,9 3,1
1,2 32
4,01
3 Suspensi ekstrak
rimpang temu giring dosis 200
mgkgBB
1,5 3
1,5 256
5,82 1,8
3,3 1,5
256 5,82
1,5 3,1
1,6 512
6,42 1,6
3 1,4
256 5,82
1,8 3,2
1,4 256
5,82
4 Suspensi ekstrak
rimpang temu giring dosis 400
mgkgBB
1,8 3,4
1,6 512
6,42 1,7
3,5 1,8
1024 7,02
1,5 3,3
1,8 512
6,42 1,8
3,5 1,7
512 6,42
1,6 3,4
1,8 512
6,42
5 Suspensi
siklofosfamida dosis 50
mgkgBB
1,8 3,6
1,8 2
1,60 1,9
3,8 1,9
4 2,20
1,9 3,6
1,7 2
1,60 1,8
3,5 1,7
2 1,60
1,8 3,7
1,9 4
2,20
Suspensi siklofosfamida SS digunakan sebagai kontrol positif karena mekanisme kerja siklofosfamida telah diketahui yaitu menekan populasi sel T
supresor Makare,2001;Mitsuoka,1979. Siklofosfamida juga diketahui mempunyai aktivitas antiproliferatif yang menghambat pembentukan antibodi.
Dengan demikian siklofosfamid hanya berpengaruh pada sel T supresor dan sel B Turk, 1989.
4.2.1 Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat
Respon hipersensitivitas tipe lambat dikenali dengan reaksi imuno- inflamasi, dimana makrofag dan sel Th1 berperan besar dalam proses tersebut
Mukherjee, 2010. Reaksi imuno-inflamasi ditandai dengan adanya
pembengkakan pada tempat terjadinya induksi antigen. Pembengkakan terjadi karena adanya antigen spesifik yang mengaktivasi sel T terutama sel Th1.
Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan beberapa sitokin yang bersifat proinflamasi. Sitokin tersebut akan menarik makrofag ke tempat terjadinya
induksi dan mengaktivasinya sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas
fagositik untuk melawan antigen yang masuk Tiwari, 2004. Penarikan makrofag inilah yang menyebabkan terjadinya pembengkakan. Semakin besar
pembengkakan menunjukkan semakin tinggi respon hipersensitivitas tipe lambat sehingga dapat menggambarkan peningkatan aktivitas sistem imun.
Hasil pengukuran volume pembengkakan kaki kanan mencit sebagai respon terhadap hipersensitivitas tipe lambat dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.1. Volume Pembengkakan Kaki Mencit Pada Berbagai Perlakuan Rerata ± SEM
Keterangan: = berbeda signifikan dengan CMC 1
+ = berbeda signifikan dengan SERTG dosis 100 mgkg BB = berbeda signifikan dengan SERTG dosis 200 mgkg BB
”
= berbeda signifikan dengan SERTG dosis 400 mgkg BB = berbeda signifikan dengan SS dosis 50 mgkg BB
tb = tidak berbeda signifikan dengan CMC 1 tb+ = tidak berbeda signifikan dengan SERTG dosis 100 mgkg BB
tb = tidak berbeda signifikan dengan SERTG dosis 200 mgkg BB tb
”
= tidak berbeda signifikan dengan SERTG dosis 400 mgkg BB tb = tidak berbeda signifikan dengan SS dosis 50 mgkg BB
Pada gambar 4.1 di atas terlihat bahwa SERTG dosis 100, 200, dan 400 mgkg BB, dan SS dosis 50 mgkg BB menunjukkan volume pembengkakan yang
jauh berbeda dengan CMC Na 1 sebagai kontrol. SERTG dosis 400mgkg BB dengan volume pembengkakan 1,74 ml menunjukkan volume pembengkakan
yang lebih besar dibandingkan dengan SERTG dosis 100mgkg BB dan SERTG dosis 200mgkg BB yang bernilai 1,24 dan 1,48 ml.
Untuk melihat ada tidaknya perbedaan dari setiap perlakuan pada tiap kelompok hewan coba, dilakukan analisis variansi ANAVA menggunakan
+” ”
+” +tb
+tb”
program SPSS versi 15 terhadap volume pembengkakan kaki mencit dimana hasil analisis variansi dapat kita lihat pada Lampiran 8, halaman 69. Hasil analisis
variansi diperoleh harga F hitungF tabel F tabel = 2,87. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan terhadap volume
pembengkakkan kaki mencit dengan nilai signifikansi p0,05. Untuk mengetahui kelompok perlakuan mana yang memiliki efek yang
sama atau berbeda antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain dilakukan uji Post Hoc Tuckey untuk semua perlakuan dimana hasil uji tersebut dapat dilihat
pada Lampiran 8, halaman 70. Hasil uji Post Hoc Tuckey menunjukkan bahwa volume pembengkakan
kaki mencit kelompok perlakuan SERTG dosis 400 mgkg BB menyamai kelompok perlakuan SS dosis 50 mgkg BB kontrol positif. Hal ini terkait
dengan mekanisme kerja siklofosfamid. Mekanisme kerja siklofosfamida terhadap potensiasi hipersensitivitas tipe
lambat adalah dengan menurunkan populasi sel T supresor Makare,2001;Mitsuoka,1978 dan menghambat pembentukan antibodi oleh sel B
Turk, 1989. Dengan demikian, siklofosfamida diketahui hanya berpengaruh pada sel T supresor dan sel B, tetapi tidak pada sel Th1. Sel Th1 adalah sel yang
berperan dalam terjadinya respon hipersensitivitas tipe lambat. Sel Th1 yang teraktivasi oleh antigen akan melepaskan sitokin yang bersifat proinflamasi
sehingga akan menarik makrofag ke area induksi. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pembengkakan pada area induksi Tiwari, 2004. Untuk membedakan
mekanisme kerja siklofosfamida dan ekstrak, maka dilakukan uji berikutnya, yaitu titer antibodi.
Berdasarkan perhitungan statistik yang telah dijelaskan di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan volume pembengkakan kaki mencit pada
kelompok perlakuan SERTG dosis 100, 200, 400 mgkg BB terhadap kontrol negatif CMC 1. Peningkatan volume pembengkakan kaki mencit merupakan
gambaran adanya peningkatan respon hipersensitivitas tipe lambat mencit tersebut. Peningkatan respon ini mengindikasikan adanya peningkatan
kemampuan sel imun mencit dalam menanggapi antigen terutama peningkatan respon imun spesifik seluler. Sel yang berperan dalam respon imun seluler adalah
sel T terutama sel Th. Saat tubuh terpapar oleh antigen, sel Th akan teraktivasi dan mengaktifkan makrofag yang berperan dalam proses fagositosis Roit, 1989.
Dengan demikian, ekstrak rimpang temu giring menunjukkan efek stimulasi terhadap sel T terutama sel Th.
4.2.2 Titer Antibodi