Teori Pengaturan Kelas dan Kemampuan Lisan Oral Skills Teori Kesalahan Berbahasa

seorang pengajar bahasa sekalipun, seseorang juga dapat mengetahui jenis kesalahan yang kemungkinan terjadi jika ia ingin mempelajari landasan tentang jenis kesalahan berbahasa terutama dalam penggunaan bahasa kedua dan asing secara lebih intensif. Sesungguhnya kesalahan berbahasa merujuk kepada beberapa pengertian yang beragam, tetapi kebanyakan orang menganggap bahwa hal tersebut sama secara keseluruhan, artinya tidak ada perbedaan sama sekali. Anggapan ini wajib diubah oleh seorang pengajar bahasa. Itulah sebabnya pengertian kesalahan berbahasa wajib dipahami sebelum mengajarkan atau membahas bahasa kedua atau bahasa asing. Corder dalam Indihadi, 2011: 2--3 mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis kesalahan dalam berbicara, yang dijabarkan sebagai berikut. 1 Lapses merupakan kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan kalimat selesai dinyatakan selengkapnya. Untuk konteks bahasa lisan, kesalahan ini diistilahkan sebagai „slip of the tongue‟, sementara untuk bahasa tulis diistilahkan sebagai „slip of the pen ‟. ɜesalahan ini terjadi akibat ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya. 2 Error merupakan kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau aturan tata bahasa breaches of code. Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah memiliki aturan kaidah tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang lain sehingga berdampak pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan penutur. 3 Mistake merupakan kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini mengacu kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat menggunakan kaidah yang diketahui benar, bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua. Melalui pemaparan di atas, dapat dicermati bahwa ketiga istilah tersebut memiliki makna yang tidak dapat diseragamkan. Dengan memahami setiap perbedaan makna istilah-istilah di atas, maka seorang pengajar dapat membuat determinasi atau menentukan jenis kesalahan yang dibuat oleh peserta didik saat praktikum berbicara. Menurut Corder 1981 dalam Zhang 2013: 86, kesalahan peserta didik secara signifikan dapat terjadi dalam tiga cara. Pertama, bagi pengajar, kesalahan peserta didik dapat menunjukkan seberapa jauh tujuan pembelajaran telah tercapai dan bagian mana yang belum. Kedua, bagi peneliti, kesalahan- kesalahan yang ada dapat menyediakan semacam bukti atas terlaksananya proses pembelajaran. Ketiga, bagi peserta didik sendiri, kesalahan yang terjadi merupakan cara mereka untuk menguji hipotesis terhadap bahasa yang sedang dipelajari. Terkait dengan cara pembelajaran bahasa, Corder menyatakan bahwa kesalahan baik berupa error ataupun mistake dapat dimanfaatkan sebagai „koreksi diri otomatis‟ dan tidak dapat dihitung sebagai sebuah kesalahan. Meskipun demikian, jika kita berpikir bahwa bahasa peserta didik merupakan suatu hal yang sangat sistematik dan memiliki aturan gramatikal tersendiri, harus diakui bahwa apa pun yang diutarakan oleh peserta didik saat mencoba berkomunikasi dengan bahasa tersebut adalah „tepat‟ dalam tataran interlanguage mereka. Corder 1981 dalam Zhang 2013: 88 memaparkan bahwa setiap ujaran yang dihasilkan bersifat gramatikal, kecuali terjadi kesalahan mistake atau slip of tonguepen. Khusus untuk pengidentifikasian kesalahan dalam setiap ujaran, kesalahan yang ada harus disesuaikan dengan konteks situasional dan tematopik yang sesuai pula. Akan tetapi, terkadang sebuah kalimat yang tertata dengan baik telah memenuhi persyaratan gramatikal, tetapi tidak berterima secara konteks. Satu-satunya pemecahan atas masalah kesalahan pelafalan yang disarankan oleh Corder adalah setiap kalimat yang diujarkan peserta didik wajib dianalisis secara menyeluruh. Artinya, dikenali dan ditelusuri jenis kesalahannya melalui struktur atau penyusunan yang tidak tepat dengan aturan gramatikal bahasa sasaran. Di samping itu, kalimat-kalimat tersebut diperbaiki dan diberikan beberapa keterangan atau penjelasan tentang aspek-aspek yang telah diperbaiki. Hal lainnya adalah adanya interferensi bahasa ibu yang juga dapat menjadi salah satu hal yang umumnya dapat memengaruhi cara seseorang melafalkan ujaran dalam bahasa kedua ataupun bahasa asing.

2.3.2 Teori Pembelajaran

Selain teori linguistik – fonetik, teori pembelajaran juga menjadi salah satu teori yang berperan krusial dalam penelitian ini. Hal ini tentu berkaitan dengan pola belajar setiap mahasiswa dalam memahami ilmu yang berkaitan dengan front office dan aspek-aspek yang terdapat di dalamnya. Artinya, bagaimana cara mereka menyerap materi dan berlatih menggunakannya dalam kegiatan praktikum. Terdapat dua teori pembelajaran yang digunakan, yaitu teori belajar behaviorisme dan nativisme.

2.3.2.1 Teori Belajar Behaviorisme

Salah satu cara yang sesuai diterapkan dalam konteks berbicara adalah pengoptimalan teori behaviorisme dalam aspek pengajaran bahasa Inggris. Teori behaviorisme berasal dari kata behavior yang bermakna „tingkah laku‟. Teori ini menyoroti dua hal utama, yaitu aspek perilaku kebahasaan seseorang yang dapat diamati secara langsung dan keterkaitan antara rangsangan stimulus dan reaksi response. Dengan adanya reaksi yang tepat terhadap rangsangan kebahasaan yang diberikan berdampak pada perilaku bahasa yang efektif. Teori ini lebih menekankan pada penerapannya pada pemerolehan bahasa pertama meskipun hal serupa juga berlaku pada pemerolehan bahasa kedua ataupun bahasa asing. Salah satu tokoh behaviorisme yang terkemuka adalah Burrhusm Frederic Skinner meskipun John Broadus Watson dianggap sebagai pelopor utama teori ini. Secara spesifik, teori ini juga memaparkan istilah „tabula rasa‟ yang merujuk pada pemahaman bahwa setiap bayi yang dilahirkan diumpamakan seperti kertas kosong yang nantinya akan „ditulisi‟ dengan beragam pengalaman, termasuk pengalaman linguistikkebahasaan. Untuk selanjutnya, kecakapan kebahasaan seseorang dapat dipantau melalui tingkat kemajuan dari prinsip stimulus-respons. Di samping itu, ditambah dengan proses imitasi peniruan – bagaimana seseorang memahami bahasa dan aspek-aspek linguistik di dalamnya dengan cara meniru orang lain di sekitarnya. Tarigan 2009: 114 memaparkan kaitan teori behaviorisme yang mendasari pengajaran kemampuan berbicara, yaitu mengembangkan dalam diri para peserta didik kemampuan yang setidaknya menyerupai kemampuan para penutur asli. Teori behaviorisme menitikberatkan pendekatan pembelajaran