PELAFALAN BAHASA INGGRIS: STRATEGI PEMBELAJARAN MATERI FRONT OFFICE MELALUI KARTU TEMATIK BAGI MAHASISWA MANAJEMEN PERHOTELAN UNIVERSITAS DHYANA PURA.

(1)

TESIS

PELAFALAN BAHASA INGGRIS:

STRATEGI PEMBELAJARAN MATERI FRONT

OFFICE MELALUI KARTU TEMATIK BAGI

MAHASISWA MANAJEMEN PERHOTELAN

UNIVERSITAS DHYANA PURA

MADE SUARDIKA JAYA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

TESIS

PELAFALAN BAHASA INGGRIS:

STRATEGI PEMBELAJARAN MATERI FRONT

OFFICE MELALUI KARTU TEMATIK BAGI

MAHASISWA MANAJEMEN PERHOTELAN

UNIVERSITAS DHYANA PURA

MADE SUARDIKA JAYA NIM 1390161061

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN BAHASA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

PELAFALAN BAHASA INGGRIS:

STRATEGI PEMBELAJARAN MATERI FRONT

OFFICE MELALUI KARTU TEMATIK BAGI

MAHASISWA MANAJEMEN PERHOTELAN

UNIVERSITAS DHYANA PURA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana

Universitas Udayana

MADE SUARDIKA JAYA NIM 1390161061

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN BAHASA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(4)

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana Tanggal 24 Maret 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: 1237/UN14.4/HK/2016

Tanggal 24 Maret 2016

Panitia Penguji Tesis:

Ketua : Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S. Anggota :

1. Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum. 2. Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum. 3. Dr. A. A. Putu Putra, M.Hum.

4. Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum.


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama, perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas penyertaan dan karunia-Nya, setelah melalui proses yang panjang akhirnya tesis berjudul “Pelafalan Bahasa Inggris: Strategi Pembelajaran Materi Front Office Melalui Kartu Tematik bagi

Mahasiswa Manajemen Perhotelan Universitas Dhyana Pura” dapat diselesaikan

tepat pada waktunya. Penyusunan tesis ini dilaksanakan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar magister pada Program Studi Magister Linguistik, Program Pascasarjana, Universitas Udayana.

Disadari bahwa tersusunnya tesis ini bukan hanya atas kemampuan dan usaha penulis, melainkan juga berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, disampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada:

Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.P.D-KEMD., atas kesempatan yang diberikan kepada penulis dalam menempuh pendidikan pascasarjana pada institusi yang dipimpin.

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S. (K), yang telah memberikan kesempatan kepada penulis lewat pengajaran dan bimbingan para pengajar pada Program Studi Linguistik, Konsentrasi Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa.

Ketua Program Studi Magister Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis menjadi mahasiswa.

Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S., selaku pembimbing I yang telah memberikan motivasi, saran, kritik, dan kesabaran dalam memberikan bimbingan yang tak henti-hentinya pada sela-sela kesibukan.

Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum., selaku pembimbing II yang telah memberikan motivasi, saran, dan kritik dalam memberikan bimbingan yang tak henti-hentinya pada sela-sela kesibukan.


(6)

Para dosen pada Konsentrasi Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa, Program Studi Magister Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi selama penulis mengikuti perkuliahan.

Para staf program di Program Magister Linguistik: I Gusti Agung Supadmini, I Ketut Ebuh, S.Sos., I Nyoman Sadra, S.S., Ida Bagus Suanda, Ni Nyoman Adi Triani, S.E., Dra. Ni Nyoman Sumerti, dan Ni Nyoman Sukartini atas pelayanan prima yang telah banyak membantu segala kelengkapan administrasi selama penulis mengikuti perkuliahan.

Rekan-rekan Konsentrasi Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa Angkatan Tahun 2013, terima kasih atas segala persahabatan, motivasi, dan kerja sama selama perkuliahan.

Yeyen Komalasari, S.E., M.M., selaku Ketua Fakultas Ekonomika dan Humaniora Universitas Dhyana Pura yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan di fakultas yang dipimpin.

Para mahasiswa Fakultas Manajemen Perhotelan, Universitas Dhyana Pura semester II tahun pelajaran 2014/2015 yang secara kooperatif telah bersedia menjadi objek penelitian untuk mendapatkan data.

Keluarga tercinta, yaitu papa, mendiang mama, ibu, kakak Sri Sudarmini, dan kakak Agus Wisnu Wardana, terima kasih atas dukungan moral dan materi yang diberikan sehingga penulis dapat menempuh pendidikan di Program Magister Linguistik hingga selesai.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa melimpahkan rahmat-Nya atas segala amal baik kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan sehingga penulis tetap berharap tesis ini dapat dikembangkan lebih lanjut dan bermanfaat sebagaimana mestinya.

Denpasar, Desember 2015

Penulis


(7)

ABSTRAK

PELAFALAN BAHASA INGGRIS:

STRATEGI PEMBELAJARAN MATERI FRONT OFFICE MELALUI KARTU TEMATIK BAGI MAHASISWA MANAJEMEN

PERHOTELAN UNIVERSITAS DHYANA PURA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi pelafalan para mahasiswa Manajemen Perhotelan di Universitas Dhyana Pura terkait dengan konsep front office sekaligus meningkatkannya agar dapat menjadi lebih baik. Penelitian ini merupakan sebuah penelitian tindakan kelas (PTK) yang menerapkan metode kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama, yaitu (1) untuk mengetahui kondisi kemampuan dasar (threshold level) pelafalan para mahasiswa terkait dengan konteks pembelajaran front office pada tahap pratindakan sebelum teknik kartu tematik dilaksanakan, (2) untuk memaparkan pelaksanaan teknik kartu tematik terhadap para mahasiswa untuk menghasilkan pelafalan yang tepat pada siklus I dan II, dan (3) untuk mengidentifikasi aspek-aspek fonetis yang menjadi kendala dasar dalam pelafalan para mahasiswa pada siklus I dan II. Penelitian ini dilaksanakan dengan menerapkan teori linguistik – fonetik, teori pembelajaran, teori kartu Flash Card Glenn Doman, dan konsep bermain peran. Seluruh data yang terkumpul terdiri atas data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif (berupa hasil yang diperoleh melalui pelaksanaan tes dalam setiap siklus yang dikonversi dalam bentuk nilai dan persentase). Sebaliknya, data kualitatif (berupa hasil yang diperoleh melalui proses pengamatan kelas, penyebaran angket/kuesioner, dan dokumentasi dalam bentuk foto).

Hasil penelitian ini mengindikasikan tiga hal. Pertama, melalui pelaksanaan tes awal diketahui bahwa nilai tertinggi para mahasiswa diperoleh melalui aspek struktur, yaitu sebesar 58.67%, diikuti oleh aspek lafal (54.00%), intonasi serta kelancaran yang mendapat nilai sama (52.00%), dan nilai terendah didapat melalui aspek ekspresi (51.33%). Kedua, grafik kemampuan pelafalan para mahasiswa dalam dua siklus mulai meningkat (nilai tertinggi pada siklus I diperoleh melalui aspek intonasi dan struktur (63.45%), aspek ekspresi (62.76%), aspek lafal (61.38%), dan nilai terendah pada aspek kelancaran (57.93%) serta nilai tertinggi pada siklus II didapat melalui aspek lafal (68.97%), aspek struktur (68.28%), aspek intonasi dan ekspresi (67.59%), serta nilai terendah pada aspek kelancaran (63.45%)). Ketiga, kebanyakan mahasiswa menemukan kesulitan pada pelafalan kata-kata yang berkonsonan [v], [ʃ], [θ], [z], [ð] dan kata-kata yang berakhiran konsonan rangkap [-st] sesuai dengan prediksi sebelum penelitian dilaksanakan. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa teknik kartu tematik dapat meningkatkan kemampuan pelafalan istilah terkait dengan konsep front office para mahasiswa.

Kata kunci : kantor depan, kartu tematik, pelafalan, penelitian tindakan kelas


(8)

ABSTRACT

THE ENGLISH PRONUNCIATION:

THE LEARNING STRATEGY OF FRONT OFFICE SUBJECT VIA THE APPLICATION OF THEMATIC CARDS FOR THE

STUDENTS OF HOTEL MANAGEMENT, DHYANA PURA UNIVERSITY

This scientific research is aimed to know the pronunciation level of the students of hotel management at Dhyana Pura University, related to concept of front office and increase it into better level at once. This research is a classroom action research (CAR) which applies the quantitative and qualitative method. This research has three main aims; (1) to recognize threshold level of pronunciation of the students related to front office concept before the implementation of thematic cards technique, (2) to describe the implementation of thematic cards technique to obtain precise pronunciation in the first and second cycles, (3) to identify the phonetic aspects which become the basic obstacles in their pronunciations in the first and second cycles. This research is done by applying the theory of linguistic

– phonetic, the theory of learning, the theory of Flash Card by Glenn Doman, and the concept of role play. All of the collected data are consisted of quantitative data (the result of tests in every cycle which are in the form of score and percentage) and qualitative data (the result of class observation, questionnaires, and documentations/photo).

The outcome of this research indicates three items; (1) via the implementation of beginning test, it could be recognized that the highest score of the students comes from the structure aspect (58.67%), pronunciation (54.00%), intonation and fluency (52.00%), and the lowest is the expression aspect (51.33%), (2) the graph of pronunciation ability of the students in two cycles are getting increased (the highest score in the first cycle is obtained via the intonation and structure aspects (63.45%), expression (62.76%), pronunciation (61.38%), and the lowest score is from the fluency aspect ((57.93%), meanwhile in the second cycle is obtained via the pronunciation aspect (68.97%), structure (68.28%), intonation and expression (67.59%), and the lowest score is the fluency aspect (63.45%)), (3) the students mostly found the difficulties at the pronunciation of the terms which contain the consonants [v], [ʃ], [θ], [z], [ð], and the words which ended double consonants [-st], appropriate with the prediction before the research is done. Via the outcome of this research, it can be concluded that the thematic cards technique could raise the pronunciation ability about front office concept of the students.

Keywords: front office, thematic cards, pronunciation, classroom action research


(9)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ... iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Manfaat Teoretis ... 7

1.4.2 Manfaat Praktis ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN ... 10

2.1 Kajian Pustaka ... 10

2.2 Konsep ... 13

2.2.1 Konsep Berbicara ... 14

2.2.2 Konsep Sistem Bunyi ... 15

2.2.3 Konsep Pembelajaran Front Office ... 18

2.2.4 Konsep Kartu Tematik ... 21


(10)

2.2.5 Konsep Bermain Peran ... 23

2.2.6 Konsep Pelafalan ... 25

2.3 Landasan Teori ... 26

2.3.1 Teori Linguistik – Fonetik ... 27

2.3.1.1 Teori Production Skill ... 38

2.3.1.2 Teori Keterampilan Berinteraksi dalam Metodologi Bahasa Lisan ... 39

2.3.1.3 Teori Pengaturan Kelas dan Kemampuan Lisan (Oral Skills) ... 41

2.3.1.4 Teori Kesalahan Berbahasa ... 41

2.3.2 Teori Pembelajaran ... 44

2.3.2.1 Teori Belajar Behaviorisme ... 45

2.3.2.2 Teori Belajar Nativisme ... 48

2.3.3 Teori Kartu Flash Card Glenn Doman ... 49

2.4 Model Penelitian ... 49

BAB III METODE PENELITIAN ... 55

3.1 Rancangan Penelitian ... 55

3.2 Lokasi Penelitian ... 61

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 62

3.3.1 Jenis Data ... 63

3.3.2 Sumber Data ... 63

3.4 Instrumen Penelitian ... 65

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 66

3.5.1 Metode Pengumpulan Data ... 66

3.5.1.1 Metode Observasi ... 66

3.5.1.2 Metode Tes ... 66

3.5.1.3 Metode Wawancara ... 67

3.5.1.4 Metode Dokumentasi ... 67

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 68

3.5.2.1 Teknik Perekaman ... 68

3.5.2.2 Teknik Tes ... 68

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data ... 69

3.6.1 Analisis Data Kuantitatif ... 69


(11)

3.6.2 Analisis Data Kualitatif ... 72

3.7 Metode dan Teknik Penyajian Analisis Data ... 73

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 74

4.1 Kondisi Kemampuan Dasar (Threshold Level) Pelafalan Para Mahasiswa pada Tahap Pratindakan ... 74

4.2 Pelaksanaan Teknik Kartu Tematik pada Siklus I dan II ... 85

4.2.1 Check in di Sebuah Hotel ... 88

4.2.2 Layanan Valet Parking ... 88

4.2.3 Check out dari Sebuah Hotel ... 88

4.2.4 Perubahan Data Reservasi ... 99

4.2.5 Menangani Keluhan/Komplain Tamu ... 99

4.2.6 Menelepon Tamu ... 99

4.3 Aspek-aspek Fonetis Penghambat Pelafalan pada Siklus I dan II ... 111

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 115

5.1 Simpulan ... 115

5.2 Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK

1.1 Tabel proses pembentukan vokal dalam bahasa Inggris ... 31

1.2 Tabel proses pembentukan konsonan dalam bahasa Inggris... 38

1.3 Grafik persentase total nilai lima aspek penilaian di setiap tes ...109

1.4 Grafik nilai rata-rata kelas hasil tes awal, I, dan II ...109

1.5 Grafik persentase ketuntasan proses pembelajaran berbicara pada setiap tes ...110

1.6 Grafik hasil tes awal masing-masing mahasiswa ...110

1.7 Grafik hasil tes I masing-masing mahasiswa...110

1.8 Grafik hasil tes II masing-masing mahasiswa ...111


(13)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Bagan Vokal dalam Bahasa Inggris (Ladefoged dan Johnson, 2010: 88) . 15 2.2 Model Penelitian ... 50 2.3 Siklus pelaksanaan PTK ... 58

xiii


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelafalan yang tepat dalam praktik berbicara memiliki peranan yang sangat penting untuk menunjukkan kompetensi para mahasiswa dalam proses pembelajaran bahasa, baik dalam bahasa daerah, bahasa Indonesia, maupun dalam bahasa asing, seperti bahasa Inggris. Pelafalan yang tepat juga dapat menghindarkan mereka dari kesalahan makna saat mengujarkan kata-kata tertentu dalam bentuk rangkaian kalimat. Untuk mendapatkan pencapaian berupa pelafalan yang baik, proses kegiatan belajar di dalam kelas dapat menjadi salah satu kunci utama. Proses pembelajaran diharapkan dapat menjembatani mahasiswa agar dapat melaksanakan praktik berbicara dengan tepat dan dosen akan berperan untuk memfasilitasi mereka.

Di sisi lain, proses kegiatan belajar mengajar di kelas yang dilaksanakan secara konvensional terkadang terasa kurang menarik bagi para mahasiswa. Metode yang sering digunakan selama ini adalah ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Itulah sebabnya sarana bantu atau alat peraga sangat dibutuhkan dalam ranah pembelajaran. Alat peraga penting karena memiliki peran yang besar dan krusial untuk mendukung proses pembelajaran menjadi lebih atraktif dan dapat membantu pencapaian kompetensi yang ingin diraih. Selain itu, sarana bantu pengajaran juga dapat meningkatkan produktivitas dan pemahaman para mahasiswa terkait dengan materi yang diajarkan di kelas.


(15)

Selain sarana bantu pengajaran, terdapat banyak komponen pendukung dipakai demi terlaksananya proses pembelajaran yang baik. Beberapa di antaranya tentu saja buku panduan, modul pembelajaran, video materi pembelajaran, dan lain-lain. Sarana bantu pengajaran memiliki beragam jenis dan fungsinya masing-masing. Penerapannya di dalam kelas dapat dilakukan dengan berbagai cara yang wajib disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Artinya, jika keterampilan yang ingin dicapai adalah kemampuan berbicara, salah satu contoh sarana bantu belajar yang dapat diterapkan adalah kartu tematik (bergambar). Kartu itu berisi dialog yang dapat dibagikan secara berpasangan sesuai dengan materi yang dipelajari. Kartu pun harus dirancang sedemikian rupa agar tampak menarik dan mudah dibaca dengan jelas. Hamalik (dalam Nurseto, 2011: 22) menjabarkan bahwa pemanfaatan media dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, meningkatkan motivasi, dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan berpengaruh secara psikologis kepada siswa. Terkait dengan keberadaan kartu tematik, sarana bantu ini dapat berperan, terutama dalam membantu pemahaman mahasiswa dalam beberapa konteks materi, terlebih dalam konteks pembelajaran tentang dunia pariwisata. Para mahasiswa yang menekuni pendidikan kejuruan pariwisata wajib mengetahui dan memahami berbagai hal terkait untuk dapat menjadi bekal kecakapan dasar sebelum terjun langsung ke dunia kerja sesungguhnya. Selain itu, mereka juga dituntut mampu berkomunikasi dengan baik dan tepat dalam bahasa asing. Dalam kelas yang mengajarkan materi khusus perhotelan, konsep pariwisata dapat dipersempit menjadi satu cakupan berupa tempat para wisatawan menginap


(16)

disertai dengan komponen yang melibatkan siapa, apa, dan bagaimana aktivitas dapat terjadi di dalam sebuah hotel.

Pemahaman yang tepat terkait dengan kata-kata atau istilah yang berkaitan erat dengan konteks front office menjadi faktor kunci yang krusial. Hal ini disebabkan oleh dua buah fenomena yang jamak terjadi dalam pembelajaran yang berbasis perhotelan. Fenomena pertama adalah adanya kesalahan dalam pelafalan, misalnya untuk pelafalan kata ‘lounge’ yang bermakna ruangan di dalam sebuah hotel yang dapat digunakan oleh orang-orang atau para tamu untuk bersantai atau menunggu. Pelafalan yang tepat untuk kata ini adalah [laʊndʒ]. Akan tetapi, banyak pihak yang berkecimpung dalam bidang perhotelan terutama di area front office masih keliru melafalkannya, seperti melafalkan dengan [lɒndʒ], [lɒŋ], bahkan [lʌntʃ] yang tentunya bermakna berbeda dan berpotensi mengakibatkan kesalahan dalam pemahaman (misinterpretation).

Di samping kesalahan pelafalan, terdapat pula fenomena kedua, yaitu adanya variasi kebahasaan. Variasi kebahasaan yang dimaksud di sini adalah ragam bahasa Inggris yang digunakan. Seperti telah diketahui bahwa terdapat dua jenis pelafalan utama untuk bahasa Inggris, yaitu bahasa Inggris dengan aksen Inggris (British English) dan bahasa Inggris dengan aksen Amerika (American English). Meskipun terdapat beberapa ragam bahasa Inggris lainnya, seperti aksen Australia (Australian English), aksen India (Indian English), dan aksen Singapura (Singaporean English), dua ragam bahasa tersebut tetap menjadi yang utama. Dua ragam bahasa tersebut kerap dijadikan semacam standar bahasa Inggris oleh beberapa pihak. Dalam konteks front office terdapat beberapa kata atau istilah yang memang memiliki perbedaan pelafalan, bahkan perbedaan kosakata


(17)

berdasarkan aksen Inggris dan Amerika. Kata ‘doorman’ (bermakna pegawai di hotel yang bertugas untuk berjaga di pintu masuk hotel), misalnya, dilafalkan [ˈdɔː.mən] dalam aksen Inggris, sementara dalam aksen Amerika dilafalkan [ˈdɔːr.mən]. Selain itu, perbedaan pelafalan yang signifikan bahasa Inggris aksen Inggris dan aksen Amerika semakin terlihat jelas pada kata ‘valet’ (bermakna pegawai hotel yang bertugas memarkirkan mobil para tamu di area parkir hotel). Kata itu dilafalkan [ˈvæl.eɪ] dalam aksen Inggris, sementara dalam aksen Amerika dilafalkan [vəˈleɪ]. Jadi, dapat dicermati bahwa setiap kata dalam bahasa Inggris meskipun secara penulisan sama, secara pelafalan dapat berbeda antara cara pelafalan aksen Inggris dan Amerika. Hal serupa berlaku juga untuk beberapa istilah terkait dengan materi front office yang dipelajari para peserta didik/mahasiswa yang menuntut ilmu di akademi berbasis perhotelan.

Untuk mengetahui secara langsung terkait dengan seberapa besar peranan dan fungsi sarana bantu pengajaran dalam pembelajaran di kelas sekaligus dapat meningkatkan kemampuan pelafalan kata-kata dan istilah dalam konteks front office, diadakan sebuah observasi yang dilaksanakan di Fakultas Manajemen Perhotelan di Universitas Dhyana Pura. Saat ini Dhyana Pura juga termasuk kampus favorit dan unggulan karena didukung fasilitas yang cukup lengkap, seperti ruang praktikum disertai beberapa fasilitas dan infrastruktur terpadu lain untuk kegiatan pembelajaran dan aktivitas olahraga para mahasiswa.

Dalam penelitian yang dilaksanakan di Fakultas Manajemen Perhotelan ini ditemukan beberapa hal yang dapat dicermati lebih lanjut. Hal pertama diperlukan alat bantu pengajaran yang inovatif sekaligus menarik untuk membuat mahasiswa tertarik dan antusias dalam belajar, terutama dalam konteks


(18)

berbicara. Hal kedua sekaligus hal yang paling mendasar adalah kemampuan para mahasiswa dalam ranah berbicara di kelas ataupun saat melaksanakan praktikum (speaking class). Bermain peran merupakan kegiatan rutin utama dalam kelas praktik berbicara. Para mahasiswa secara berpasangan atau berkelompok diminta untuk berperan sebagai penerima tamu/resepsionis atau karyawan sektor kantor depan (front office) lainnya sementara yang lainnya menjadi tamu hotel. Melalui pengamatan awal, terlihat bahwa minat dan kemampuan para mahasiswa dalam konteks berbicara masih relatif rendah. Hal ini dapat dilihat dari sikap sebagian mahasiswa yang terbilang pasif, masih ragu, dan enggan berpartisipasi, baik saat pembelajaran di kelas maupun praktikum.

Dua hal tersebut bermuara pada tujuan utama dilaksanakannya penelitian ini, yaitu penggalian data terkait dengan kemampuan dasar para mahasiswa dalam melafalkan kata-kata materi front office dan mengaplikasikannya ke dalam struktur kalimat dengan tepat. Hal ini sangat krusial untuk dikuasai sebelum terjun ke dunia kerja yang sebenarnya. Selain itu, penelitian ini sekaligus dapat menemukan aspek-aspek fonetis yang menjadi kendala dasar dalam pelaksanaan praktik berbicara para mahasiswa di kelas saat praktikum. Dengan memahami pelafalan dan makna yang tepat serta meminimalisasi aspek-aspek fonetis yang dapat menghambat dalam praktik berbicara bahasa Inggris, diharapkan mahasiswa tidak lagi ragu untuk mengaplikasikan pengetahuan tersebut melalui berbicara dengan para tamu hotel, terutama tamu wisatawan mancanegara.


(19)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, dapat dicermati bahwa pembahasan berfokus pada permasalahan pelafalan. Permasalahan yang ada dapat dirumuskan dalam tiga buah pertanyaan sebagai berikut.

1) Bagaimanakah kondisi kemampuan dasar (threshold level) pelafalan para mahasiswa terkait dengan konteks pembelajaran front office pada tahap pratindakan sebelum teknik kartu tematik dilaksanakan?

2) Bagaimanakah pelaksanaan teknik kartu tematik terhadap para mahasiswa untuk menghasilkan pelafalan yang tepat pada siklus I dan II?

3) Aspek-aspek fonetis apa sajakah yang menjadi kendala dasar dalam pelafalan para mahasiswa pada siklus I dan II?

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan, terutama kegiatan yang bersifat penelitian ilmiah, yang dilaksanakan wajib memiliki arah dan tujuan yang jelas dan pasti. Penelitian ini juga memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai. Tujuan penelitian ini terbagi menjadi dua; yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pelafalan para mahasiswa terkait dengan beragam istilah konteks front office dalam bahasa Inggris. Di samping itu, juga menerapkannya ke dalam bentuk dialog (bermain peran).


(20)

1.3.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan pemaparan tujuan umum dan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, terdapat tiga tujuan khusus dalam pelaksanaan penelitian ini. Adapun tujuan khususnya yaitu sebagai berikut.

1) Untuk mengetahui kondisi kemampuan dasar (threshold level) pelafalan para mahasiswa terkait dengan konteks pembelajaran front office pada tahap pratindakan sebelum teknik kartu tematik dilaksanakan.

2) Untuk memaparkan pelaksanaan teknik kartu tematik terhadap para mahasiswa saat praktikum untuk menghasilkan pelafalan yang tepat pada siklus I dan II.

3) Untuk mengidentifikasi aspek-aspek fonetis yang menjadi kendala dasar dalam pelafalan para mahasiswa pada siklus I dan II.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dan kepraktisan. Manfaat pertama bersifat teoretis dan manfaat kedua bersifat praktis. Berikut merupakan penjabaran kedua manfaat tersebut.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis penelitian ini adalah dapat memberikan wawasan keilmuan dalam pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kajian linguistik terkait dengan konteks pelafalan bahasa Inggris untuk materi front office. Dalam pembahasannya digunakan media alat bantu pengajaran berupa kartu tematik untuk segi visual. Di samping itu, juga digunakan Cambridge Advanced Learner’s


(21)

Dictionary 3rd Edition; sebuah aplikasi kamus Cambridge yang dapat mengeluarkan suara untuk istilah tertentu dari segi audio.

Dua media ini sangat membantu para mahasiswa untuk memahami pelafalan yang tepat beberapa istilah dalam front office. Selain itu, juga menerapkannya dalam upaya pembentukan istilah tersebut dalam ujaran/kalimat. Hal ini dilakukan mengingat masih banyak di antara mahasiswa yang mempelajari materi perhotelan melakukan kesalahan dalam pelafalan istilah-istilah penting,

seperti ‘lounge’. Model pembelajaran dengan menggunakan media alat bantu ajar dapat memberikan warna lain dan berpengaruh kepada kualitas pemahaman para mahasiswa terhadap pelafalan yang tepat untuk materi front office.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah dapat memberikan kontribusi secara berkesinambungan untuk proses pembelajaran di bangku perkuliahan, khususnya untuk pembelajaran materi front office. Ditinjau dari rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dipaparkan, penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pengajar, mahasiswa, dan peneliti selanjutnya sebagai berikut.

1) Manfaat bagi Pengajar dan Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat memberikan pemahaman baru terkait dengan media atau alat bantu ajar yang lebih inovatif dan aplikatif. Alat bantu itu dapat digunakan untuk memaksimalkan proses pengajaran di kelas sehingga dapat mengembangkan potensi para mahasiswa dalam pembelajaran bahasa Inggris terkait dengan konteks pembelajaran front office.


(22)

2) Manfaat bagi Mahasiswa

Penelitian ini dapat menghasilkan produk berupa media atau alat bantu ajar yang menjadikan kegiatan belajar terkait dengan konteks pembelajaran front office, yang membutuhkan pemahaman dan praktik secara terpadu dan intens menjadi lebih menyenangkan dan menarik. Dengan menggunakan kartu tematik, pemahaman materi dan penerapan para mahasiswa dalam praktikum juga dapat meningkat secara signifikan.

3) Manfaat bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan ilmu dan materi yang telah didapatkan selama menuntut ilmu linguistik serta pembelajaran dan pengajaran dalam cakupan studi lapangan secara nyata. Peneliti juga memiliki kesempatan untuk merancang media pembelajaran untuk mendukung proses pembelajaran di kelas.

4) Manfaat bagi Peneliti Berikutnya

Penelitian ini dapat memberikan wawasan terkini terkait dengan usaha untuk mengembangkan media atau alat bantu ajar dalam proses pengajaran yang terus berkembang secara dinamis. Terlebih jika di lapangan, potensi media kartu tematik masih belum banyak diterapkan secara maksimal, terutama di bangku SMP, SMA, bahkan di institusi pendidikan yang membutuhkan penguasaan materi yang khusus dan terpadu, seperti di SMK dan jenjang universitas yang memiliki latar belakang pariwisata/perhotelan. Penelitian berikutnya diharapkan dapat terus mengembangkan media atau alat bantu ajar yang semakin inovatif, menarik, tetapi tetap dapat meningkatkan pemahaman para mahasiswa dalam penerapannya.


(23)

(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN

MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka kajian pustaka memusatkan penelitian tentang peningkatan kemampuan berbicara dan sistem pelafalan para mahasiswa Fakultas Manajemen Universitas Dhyana Pura dalam konteks pembelajaran front office melalui pengembangan teknik kartu tematik. Terkait dengan kajian ini terdapat beberapa penelitian atau jurnal yang

menggunakan kata kunci „kartu bergambar‟, tetapi kebanyakan menerapkan hanya

pada peserta didik jenjang sekolah dasar (SD). Artinya, jarang yang menggunakannya di bangku sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), apalagi untuk jenjang universitas.

Untuk menghindari kesamaan dan mengetahui kelemahan penelitian sebelumnya dan keunggulan penelitian terbaru ini, dapat diberikan gambaran atau review singkat tentang dua penelitian yang memiliki relevansi tema. Gambaran singkat tersebut dapat dilihat dalam pemaparan di bawah ini.

Pertama, jurnal pendidikan dan pembelajaran berjudul “Teknik

Penguasaan Kosakata dalam Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar” oleh Liza Dwi Jayanti dkk. dari FKIP, PGSD Universitas Sebelas Maret. Tulisan itu dapat dilihat di laman jurnal.fkip.uns.ac.id. Dari tulisan pertama itu diketahui bahwa penguasaan kosakata bahasa Inggris para peserta didik di jenjang sekolah


(25)

11

dasar sangat rendah. Hal itu dapat dibuktikan dengan rendahnya pemahaman mereka terhadap materi yang diberikan oleh guru.

Atas dasar itulah, peneliti mengadakan penelitian tentang kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media gambar; bagaimana para peserta didik dapat memahami dan menjelaskan apa yang tergambar. Gambar yang digunakan pada umumnya adalah berupa foto atau gambar yang sudah ada dan dapat ditemukan di media cetak. Teknisnya adalah gambar-gambar yang ada dikumpulkan secara acak dalam sebuah kotak yang diletakkan di depan kelas. Selanjutnya guru membacakan sebuah kata, misalkan komputer, dan para peserta didik diharapkan dapat mencari gambar yang dimaksud. Setelah mendapatkan gambar, mereka harus kembali ke tempat start (awal). Peserta didik yang paling cepat mengumpulkan kartu harus menyebutkan kembali nama benda tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam tulisan pertama, media gambar berperan sebagai alat untuk memperkenalkan suatu kata baru dalam bahasa Inggris kepada peserta didik.

ɜedua, jurnal pendidikan dan pembelajaran berjudul “Upaya

Meningkatkan Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris melalui Penggunaan Media Kartu Domino Kata Bergambar Siswa Kelas V SD” oleh Puji Mar Atul ɜhasanah, dkk. dari FKIP, PGSD Universitas Sebelas Maret. Tulisan itu dapat dilihat di laman jurnal.fkip.uns.ac.id. Hampir serupa dengan tulisan pertama, penggunaan media gambar dalam penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris para peserta didik. Dalam tulisan kedua ini, peneliti berpendapat bahwa kosakata merupakan bagian penting dari pembelajaran bahasa Inggris, tetapi justru sering diabaikan fungsinya. Pemahaman yang baik terhadap


(26)

11

kosakata dalam bahasa Inggris berperan sangat penting bagi para peserta didik sehingga mereka dapat membaca, menulis, dan mengartikan kata-kata dalam bahasa Inggris. Tanpa mengetahui kosakata, dapat dipastikan peserta didik mengalami hambatan dalam proses pembelajaran sebab peneliti juga berpendapat bahwa kosakata merupakan materi awal atau dasar yang harus diajarkan sebelum masuk ke materi berikutnya.

Satu hal yang membedakan adalah media yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengkhusus dibandingkan dengan media yang digunakan dalam tulisan pertama, yaitu kartu domino bergambar. Peneliti berpandangan bahwa kartu domino dapat berperan sebagai media pembelajaran yang baik karena dengan unsur permainan yang terkandung di dalamnya, para peserta didik distimulus untuk berperan serta secara aktif dalam kegiatan bermain sambil belajar. Semakin sering para peserta didik belajar menggunakan kartu ini, maka mereka dapat menambah pengetahuan tentang kosakata baru tanpa disadari. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam tulisan kedua, penggunaan media kartu domino kata bergambar dapat meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dicermati bahwa sejauh ini belum ada penelitian yang membahas secara khusus tentang pengembangan media pembelajaran berupa kartu tematik yang digambar secara manual dan berseri untuk pembelajaran khusus dalam kelas English for Specific Purpose. Kelas bahasa Inggris untuk tujuan khusus ini diperuntukkan bagi mahasiswa kelas Fakultas Manajemen Perhotelan yang menitikberatkan pengajaran berbasis pariwisata terutama perhotelan.


(27)

11

Materi dituangkan secara lengkap dalam bentuk gambar berseri yang diharapkan dapat meningkatkan kecakapan berbicara para mahasiswa secara bertahap. Kartu memuat gambar, informasi penjelas, dialog, dan keterangan tambahan tentang materi yang mampu menambah wawasan dan informasi bagi mereka. Seluruh variabel yang ada dalam kartu tematik disesuaikan dengan materi yang diajarkan sesuai dengan konteks pembelajaran tentang front office. Terlebih lagi, satu nilai plus dari kartu ini adalah adanya gambar yang atraktif yang sangat menarik perhatian para mahasiswa.

Diharapkan juga para guru bahasa Inggris agar dapat menerapkan media bergambar ini untuk menambah minat dan motivasi para mahasiswa dalam mempelajari bahasa Inggris dan menerapkannya dalam dunia kerja nantinya. Hal ini penting karena para mahasiswa yang menempuh pendidikan di Fakultas Manajemen Perhotelan tentunya diharapkan dapat menjadi lulusan yang siap bersaing dalam dunia kerja sesungguhnya. Dengan bekal kecakapan dalam berbahasa asing (dalam hal ini bahasa Inggris) sangat membantu mereka untuk menjadi pelaku bidang perhotelan yang terampil dan memiliki daya saing yang tinggi.

2.2 Konsep

Konsep yang diterapkan dalam penelitian harus bersifat ekuivalen dan sesuai agar dapat digunakan sebagai dasar untuk pembahasan atau analisis atas persoalan yang ada. Terdapat lima konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu konsep berbicara, konsep sistem bunyi, konsep pembelajaran front office, konsep kartu tematik, dan konsep pelafalan. Tiap-tiap konsep yang ada


(28)

11

menunjukkan seluruh variabel yang berpengaruh pada penelitian ini. Hal tersebut dapat menjawab dan memecahkan rumusan permasalahan yang telah disusun sebelumnya.

2.2.1 Konsep Berbicara

Konsep utama yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan konsep berbicara dari pustaka acuan berupa buku Speaking karya Martin Bygate. Berbicara sebagai salah satu dari empat keterampilan berbahasa (selain menyimak, membaca, dan menulis) telah menjadi faktor penentu dalam menentukan kecakapan seseorang dalam ranah bahasa, terlebih dalam ranah bahasa asing. Bygate (2008) memaparkan bahwa berbicara merupakan sebuah keterampilan atau kecakapan yang layak untuk mendapatkan perhatian khusus selain keterampilan lainnya, baik dalam bahasa pertama maupun bahasa kedua. Hal ini merupakan sebuah hal yang sangat mendasar karena berbicara melibatkan sebuah proses bagaimana membahasakan atau mengutarakan sesuatu yang ada dalam otak (pikiran).

Konsep berbicara yang dipaparkan oleh Bygate sangat berguna saat diterapkan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dasar berbicara (threshold level) para peserta didik. Di sinilah diperlukan kemampuan pengajar untuk dapat mengajak, mengimbau, dan membuat para peserta didik berbicara atau mengutarakan sesuatu. Dengan memberikan para peserta didik kesempatan yang lebih banyak untuk berlatih „berbicara‟ dan ujian lisan (oral exams), pengajar dapat mengetahui bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara pengetahuan tentang sebuah bahasa dan keterampilan dalam menggunakan bahasa tersebut.


(29)

11

Itulah sebabnya mengapa akhirnya disadari bahwa baik „pengetahuan kebahasaan‟ maupun „keterampilan berbahasa‟ merupakan dua hal yang sangat krusial dalam proses pembelajaran dan pengajaran berbicara.

2.2.2 Konsep Sistem Bunyi

Terkait dengan konteks berbicara, Ladefoged dan Johnson (2010: 88) memaparkan bahwa sistem bunyi dalam bahasa Inggris dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. Ketiga sistem bunyi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Vokal

Vokal bervariasi antara rentang vokal atas dan rendah. Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa vokal dapat diproduksi dengan menggerakkan lidah dan bibir. Secara sederhana vokal juga dapat dimaknai sebagai huruf hidup yang dalam pembentukannya melalui proses udara yang keluar melalui tenggorokan dan mulut tanpa hambatan.

Gambar 2.1 Bagan Vokal dalam Bahasa Inggris (Ladefoged dan Johnson, 2010: 88)

Depan tinggi Belakang tinggi

i u

e ә o

æ ɑ


(30)

11

2. Diftong

Bunyi yang diproduksi dengan melibatkan perubahan dalam vokal tertentu melalui pemindahan satu posisi vokal ke posisi vokal yang lain. Diftong dalam bahasa Inggris dapat berupa eɪ(dalam kata „day‟ [deɪ]), әʊ(dalam kata „go

[gәʊ]), (dalam kata „ice‟ [aɪs]), (dalam kata „bow‟ [baʊ]), ɔɪ (dalam kata

joy‟ [dʒɔɪ]), ɪә(dalam kata „hear‟ [hɪә(r)]), eә(dalam kata „hair‟ [heә(r)]), dan ʊә

(dalam kata „cure‟ [kjʊә(r)]).

3. Konsonan

Bunyi yang dalam pembentukannya melalui proses udara yang tidak keluar secara lancar melalui mulut dan tenggorokan, tetapi mengalami hambatan atau penyempitan sehingga menghasilkan bunyi seperti gesekan. Jika dilihat dari proses terjadinya bunyi (secara umum), konsonan dapat dikategorikan sebagai berikut.

1) Bilabial merupakan bunyi yang diproduksi dengan menyentuhkan dua bagian

bibir, seperti yang dapat didengarkan dalam kata „pie‟, „buy‟, dan „my‟.

2) Labiodental merupakan bunyi yang diproduksi saat bibir bawah dan gigi

depan atas bersentuhan, seperti yang dapat didengarkan dalam kata „five‟ dan

vie‟.

3) Dental merupakan bunyi yang diproduksi melalui gesekan ujung lidah dan

gigi depan bagian atas, seperti yang dapat didengarkan dalam kata „thigh‟ dan

thy‟.

4) Alveolar merupakan bunyi yang diproduksi melalui gesekan ujung lidah dan lengkung alveolar (bagian belakang dari gigi depan atas), seperti yang dapat


(31)

11

5) Retrofleks merupakan bunyi yang diproduksi melalui gesekan dari ujung lidah dan bagian belakang lengkung alveolar, seperti yang dapat didengarkan dalam

kata „rye‟, „row‟, dan „ray‟.

6) Palatoalveolar merupakan bunyi yang diproduksi melalui gesekan lidah dan bagian belakang dari lengkung alveolar, seperti yang dapat didengarkan dalam

kata „shy‟, „she‟, dan „show‟.

7) Palatal merupakan bunyi yang diproduksi melalui gesekan bagian depan lidah dan langit-langit keras mulut, seperti yang dapat didengarkan dalam kata

you‟.

8) Velar merupakan bunyi yang diproduksi melalui gesekan bagian belakang lidah dan langit-langit lunak mulut, seperti yang dapat didengarkan dalam bagian akhir dari kata-kata „hack‟, „hag‟, dan „hang‟.

Secara umum, sistem bunyi dalam bahasa Inggris berbeda dengan sistem bunyi dalam bahasa Indonesia. Terdapat beberapa vokal dan konsonan dalam bahasa Inggris yang tidak ditemukan dalam bahasa Indonesia. Selain itu, dalam ranah konsonan, dalam bahasa Inggris juga terdapat kluster, yaitu sejumlah konsonan yang membentuk sebuah kata yang dibaca dalam satu napas, seperti

str‟ dan „pr‟ dalam kata „struggle‟, „pronunciation‟, „strategy‟, „pragmatic‟, dan

sebagainya. Dalam bahasa Indonesia, kluster dapat terjadi pada kata-kata yang

merupakan kata serapan dari bahasa asing seperti „instrumen‟, „strategi‟, dan

„struktur‟.

Sebuah hal yang jamak ditemukan di lapangan bahwa terdapat beberapa permasalahan atau kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran dan pengajaran bahasa asing (dalam hal ini bahasa Inggris). Hal-hal tersebut wajib


(32)

11

disadari oleh para pengajar agar hal ini tidak secara berkesinambungan menjadi kendala dalam proses pengajaran. Oleh karena itu, selain pemahaman tentang tata bahasa (grammar) dan perbendaharaan kata (vocabulary), konsep tentang berbicara wajib diketahui oleh para pengajar bahasa Inggris.

2.2.3 Konsep Pembelajaran Front Office

Menurut Suwithi dan Boham (2008: 64), hotel dapat didefinisikan sebagai sebuah bangunan yang dikelola secara komersial dengan memberikan fasilitas penginapan untuk umum. Fasilitas pelayanan hotel meliputi pelayanan makan dan minum, pelayanan kamar, pelayanan barang bawaan, pencucian pakaian, dan dapat menggunakan fasilitas/perabotan dan menikmati hiasan-hiasan yang ada di dalamnya. Secara umum, struktur organisasi sebuah hotel dapat dibagi menjadi dua fungsi utama, yaitu organisasi kantor depan (front office) dan organisasi kantor belakang (back office) (Suwithi dan Boham, 2008: 64).

Khusus untuk organisasi kantor depan, organisasi ini memegang peranan yang sangat penting untuk sebuah hotel karena bagian ini menjadi cermin atas kualitas hotel yang selalu berhubungan dan bersentuhan langsung dengan para tamu yang menginap. Bagian/posisi yang termasuk di dalam organisasi ini adalah bagian reservasi, front office, divisi pengurusan ruangan/kamar hotel (room division), bagian pengaturan makanan dan minuman (food and beverage), dan bagian keamanan di area depan hotel (security). Kantor depan hotel (front office) bertugas di wilayah depan hotel, yaitu meliputi area keluar masuk tamu, lobby, dan lounge.


(33)

11

Bagian kantor depan hotel (front office) memiliki beberapa tujuan utama. Menurut Suwithi dan Boham (2008: 69), tujuan utama kantor depan hotel adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan tingkat hunian kamar serta pendapatan hotel dari tahun ke tahun.

2. Meningkatkan jumlah tamu langganan.

3. Memenuhi kebutuhan dan kepuasan tamu secara baik, tepat, dan cepat kepada tamu.

4. Membentuk citra hotel yang positif.

Dalam mewujudkan tujuan hotel, setiap petugas yang bertugas memiliki fungsi untuk dilaksanakan setiap hari. Fungsi tersebut dapat dijabarkan seperti berikut.

1. Menjual kamar meliputi menerima pemesanan kamar, melakukan pendaftaran tamu, dan memblok kamar.

2. Memberikan informasi mengenai seluruh produk, fasilitas, pelayanan, dan aktivitas yang ada, baik di hotel maupun di luar hotel.

3. Mengoordinasikan kepada bagian lain yang terkait dalam rangka memenuhi keinginan tamu dan memberikan pelayanan yang maksimal.

4. Melaporkan status kamar yang terkini.

5. Mencatat, memeriksa pembayaran tamu, dan menangani rekening tamu. 6. Membuat laporan yang dibutuhkan oleh hotel.

7. Memberikan pelayanan telekomunikasi untuk tamu. 8. Memberikan pelayanan barang bawaan tamu.


(34)

11

Selain aspek-aspek yang telah dijabarkan di atas, front office juga memiliki peranan penting untuk memberikan pelayanan terbaik dan menjaga citra serta nama baik hotel, yaitu sebagai berikut.

1. Pemberi informasi yang senantiasa memberikan informasi yang jelas, benar, dan cepat tentang produk, fasilitas, aktivitas, pelayanan yang ada, baik di dalam hotel maupun di luar hotel. Informasi ini tidak hanya untuk tamu, tetapi juga kepada kolega ataupun rekan sejawat yang membutuhkan.

2. Penjual (sales person) yang memiliki jiwa menjual sebab bagian inilah yang berhubungan langsung dengan tamu hotel selain bertugas menjual produk hotel.

3. Wakil manajemen – petugas kantor depan yang dalam keadaan tertentu dapat berperan sebagai wakil manajemen untuk mengatasi/menyelesaikan masalah yang muncul di luar jam kerja manajemen.

4. Penyimpan data yang dapat membuat dan menyimpan data terkini (up-to-date) tentang laporan-laporan yang dibuat di front office sehingga manajemen dapat mengambil keputusan dan kebijakan yang sesuai pada waktu yang akan datang.

5. Diplomatis merupakan sikap yang dibutuhkan untuk membuat tindakan yang dapat menjaga hubungan yang baik dengan tamu dan pihak yang lain.

6. Pemecah masalah terhadap segala hambatan atau kendala yang dialami oleh para tamu ataupun masalah yang berasal dari divisi hotel yang lain.

7. Humas (hubungan masyarakat) yang menjadi ujung tombak hotel terhadap para tamu dan masyarakat sekitar area hotel agar hubungan yang harmonis dan citra hotel yang baik tetap terjaga (Suwithi dan Boham, 2008: 71).


(35)

11

Fokus penelitian ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan front office, yaitu bagaimana cara melafalkan istilah-istilah front office dalam bahasa Inggris oleh para mahasiswa manajemen perhotelan dan cara menerapkannya dalam situasi sebenarnya terhadap tamu asing. Jika mereka yang bertugas di bagian depan, utamanya bagian resepsionis dan reservasi dapat menjalankan tugas melalui melayani dan berkomunikasi dengan baik terhadap para tamu, terutama tamu asing, maka kesan pertama yang diharapkan dapat dicapai dengan optimal.

Dalam pembelajaran dan pelatihan, orang-orang yang tertarik untuk berkecimpung dalam perhotelan, khususnya terkait dengan konteks front office, diharapkan dapat memahami konsep front office dengan tepat dan menyeluruh. Pemahaman ini sangat membantu pihak-pihak tersebut untuk dapat memiliki bekal keterampilan ketika tiba saatnya untuk terjun ke bidang yang sesungguhnya.

2.2.4 Konsep Kartu Tematik

Terkait konsep kartu tematik, tentu hal ini berkaitan erat dengan pembelajaran tematik yang merupakan konsep pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik. Tema merupakan pokok pikiran atau gagasan pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Dengan pemahaman bahwa pembelajaran berdasarkan tema-tema tersendiri secara khusus dan spesifik dalam kegiatan pembelajaran, maka para peserta didik diharapkan dapat memahami setiap materi yang disampaikan.

Konsep inilah yang diterapkan dalam metode Glenn Doman, yaitu kartu yang dapat digunakan dalam pembelajaran dalam tataran menambah


(36)

11

perbendaharaan kata pada peserta didik. Kartu yang digunakan adalah kartu yang berisi kata yang tercetak besar dan ditunjukkan pada para peserta didik. Metode ini sangat tepat diterapkan dalam pengajaran semua bahasa, terutama bahasa Inggris untuk peserta didik yang merupakan penutur asli bahasa Indonesia. Bahkan, metode Glenn Doman diklaim dapat digunakan sebagai alat bantu ajar tentang pengenalan kosa-kata bahasa Inggris pada usia dini.

Metode pengajaran yang terkandung dalam Glenn Doman adalah dengan cara tematik. Cara tematik ini telah diformulasikan dengan tujuan untuk dapat menstimulasi beragam potensi yang ada dalam diri seorang peserta didik. Metode ini merupakan sebuah metode yang berpusat pada peserta didik (learner-centered learning). Akan tetapi, satu keunggulan yang ada adalah dengan menerapkan metode ini, maka diberikan jenis pembelajaran yang tidak terlalu teoretis dan tidak akan membosankan karena suasana pembelajaran juga terasa menyenangkan (belajar sekaligus bermain). Dengan menerapkan metode ini, peserta didik diharapkan dapat cepat memahami dan menghafal materi yang disampaikan.

Khusus untuk penelitian ini, konsep kartu tematik telah dimodifikasi menjadi salah satu bentuk kartu tematik yang lain. Kartu ini berisi gambar-gambar yang dirancang sendiri (handmade) yang berkaitan dengan konteks front office (gambar resepsionis, lounge, dan sebagainya). Selain itu, kartu juga dilengkapi dengan keterangan penjelas seperti kelas kata (kata benda/noun atau kata kerja/verb), makna kata yang dimaksud, dan cara pengucapan kata tersebut dalam pelafalan secara Inggris (British English) dan Amerika (American English). Dalam penerapannya di kelas, selain menyajikan pemahaman dan cara pelafalan


(37)

11

yang tepat melalui kartu tematik yang ada. Di samping itu, dibantu juga dengan menayangkan cara pelafalan secara langsung melalui Cambridge Advanced

Learner’s Dictionary 3rd

Edition; sebuah aplikasi kamus Cambridge yang dapat mengeluarkan suara dari pelafalan kata tertentu yang dicari dengan cara mengetikkannya di kolom pencarian. Dengan menggunakan kartu tematik dan menayangkan pelafalan kata tersebut melalui aplikasi kamus, mahasiswa mendapatkan pemahaman secara visual dan audio sekaligus. Kartu tematik juga memiliki keunggulan lain karena memuat gambar yang dapat membantu para mahasiswa dalam mengingat istilah secara visual. Selain itu, kartu tematik juga memudahkan mahasiswa untuk memahami makna istilah front office dengan cepat dan praktis (dibandingkan dengan mencari makna kata di dalam kamus).

2.2.5 Konsep Bermain Peran

Salah satu cara yang dapat diterapkan untuk mengimplementasikan rancangan pengajaran dalam latihan adalah melalui bermain peran (role playing). Secara sederhana konsep bermain peran dapat didefinisikan sebagai sebuah kegiatan simulasi peran yang mengajak para pemain (dalam hal ini peserta didik) untuk memerankan suatu tokoh atau karakter tertentu dalam sebuah tema percakapan. Menurut Taniredja (2011) dalam Handayani (2014: 18), role playing merupakan metode mengajar yang mendramatisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem, agar peserta didik dapat memecahkan suatu masalah yang muncul dari suatu situasi sosial. Di sisi lain, menurut Amri (2010) dalam Handayani (2014: 18), bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan


(38)

11

hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Dalam penelitian ini, tema yang dijadikan sebagai bahan bermain peran disesuaikan dengan kondisi operasi kantor depan sehingga diharapkan mahasiswa dapat mengidentifikasi dan menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi kantor depan sesungguhnya.

Bermain peran memiliki tujuan dalam pembelajaran bahasa. Menurut Amri (2010) dalam Handayani (2014: 19), tujuan metode ini adalah agar peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai pemecahan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa melalui bermain peran, para peserta dapat menerapkan dan memahami materi yang diberikan oleh pengajar dan mengembangkan kosakata yang ada melalui tema yang diperankan.

Terdapat beberapa hal yang dipersiapkan oleh pengajar sebelum melaksanakan metode pembelajaran bermain peran, sebagaimana dikutip dari beberapa pendapat Roestiyah (2008) dalam Handayani (2014: 22), yaitu sebagai berikut.

1. Pengajar harus menerangkan kepada peserta didik bahwa melalui metode ini mereka diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang nyata dan ada di masyarakat.

2. Pengajar harus memilih masalah yang menarik untuk dijadikan tema sehingga para peserta didik terstimulus untuk berusaha memecahkan masalah tersebut dan menampilkan performa yang baik saat bermain peran.


(39)

11

3. Pengajar harus mampu menjelaskan tema dan isi masalah dengan baik dan jelas agar peserta didik memahami dan mampu memainkan peran dengan tepat.

4. Pengajar perlu membantu para peserta didik yang belum terbiasa dengan memberikan kalimat pertama (pembuka) dalam dialog.

Di samping hal-hal di atas, pengajar juga perlu untuk menyesuaikan tema dengan materi atau pokok bahasan materi yang diajarkan dan alokasi waktu yang tersedia. Pengajar juga dituntut untuk mampu mengendalikan kelas agar pembelajaran dan sesi diskusi tetap berjalan dengan tertib.

Terdapat beberapa keuntungan yang dapat diperoleh para mahasiswa saat melaksanakan proses pembelajaran bermain peran, yaitu mereka dapat mengeksplorasi kemampuan mereka dalam melafalkan istilah-istilah kantor depan dan menerapkannya dalam pola percakapan. Selain itu, mereka dapat berlatih memecahkan masalah yang mungkin muncul saat bekerja di dunia perhotelan sesungguhnya sehingga mereka dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik sejak dini. Berdasarkan uraian di atas, dapat dicermati bahwa bermain peran merupakan salah satu metode pembelajaran yang tepat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pelafalan para mahasiswa terkait dengan konteks kantor depan.

2.2.6 Konsep Pelafalan

Dalam bahasa Inggris terdapat dua macam aksen pelafalan yang paling umum dikenal, yaitu aksen Inggris (British English) dan aksen Amerika (American English). Salah satu contoh yang dapat diamati adalah kata „vase‟ yang dalam aksen Inggris dilafalkan sebagai [vɑːz], sementara dalam aksen Amerika


(40)

11

dilafalkan sebagai [veɪs]. Menurut Ladefoged dan Johnson (2010: 281), pembicara yang berbeda saat melafalkan kata-kata dalam bahasa yang sama dapat mengalami produksi bunyi yang berbeda terkait dengan fisiologis atau bentuk vocal tract- atau koordinasi sistem bunyi.

Segala bentuk perbedaan yang ada dapat dideskripsikan dengan menggunakan daftar simbol IPA dan fitur fonologis lainnya yang dapat memberikan gambaran jelas tentang adanya variasi dalam pelafalan setiap manusia. Dalam hal ini peranan lidah dan alat pemroduksi pada organ bunyi manusia sangat krusial. Selama berabad-abad, pelafalan beberapa kata dalam bahasa Inggris telah berubah, sementara beberapa masih tetap sama. Dengan demikian, transkripsi fonemik bahasa Inggris dapat berbeda dari bentuk tertulisnya.

2.3 Landasan Teori

Terdapat dua teori utama yang digunakan dalam tulisan ini. Teori pertama untuk memecahkan permasalahan dari segi linguistik, yaitu teori fonetik. Teori kedua adalah teori pembelajaran yang dibagi menjadi cakupan teori belajar behaviorisme dan teori nativisme sebagai pembanding. Teori pelengkap yang digunakan adalah teori kartu flash card oleh Glenn Doman. Teori-teori ini digunakan untuk mengolah data dari beberapa sampel yang digunakan untuk mewakili jumlah total subjek penelitian.

Teori pertama, yaitu teori fonetik merujuk pada teori yang dipaparkan oleh Ladefoged dan Johnson (2010). Teori fonetik ini selanjutnya dapat dibagi menjadi beberapa subteori, yaitu teori production skill, teori keterampilan


(41)

11

berinteraksi dalam metodologi bahasa lisan, serta teori pengaturan kelas dan kemampuan lisan (ketiganya oleh Bygate, 2008). Di samping itu, juga dilengkapi dengan teori kesalahan berbahasa oleh Corder (1974) dalam Indihadi (2011: 2--3). Teori kedua, yaitu teori pembelajaran terdiri atas dua teori besar, yaitu teori belajar behaviorisme dan teori belajar nativisme. Permasalahan pelafalan yang ditemukan dipecahkan melalui sudut pandang behaviorisme terlebih dahulu dan kemudian ditinjau juga dari sudut pandang nativisme.

2.3.1 Teori Linguistik – Fonetik

Teori linguistik, terutama fonetik berperan vital untuk menganalisis beragam aspek dalam proses pembelajaran mahasiswa saat memahami dan melafalkan istilah-istilah yang berkaitan dengan front office. Sebagai ilmu yang berkaitan dengan bunyi-bunyi bahasa, teori fonetik terdiri atas tiga cakupan, yaitu fonetik organis, fonetik akustis, dan fonetik auditoris.

1. Fonetik Organis

Fonetik organis (fonetik artikulatoris atau fonetik fisiologis) adalah fonetik yang mempelajari tentang mekanisme alat-alat bicara/ucap manusia berupa organ vokal yang berfungsi untuk membentuk dan menghasilkan bunyi bahasa (Marsono, 1999: 2). Organ vokal yang dimaksud yaitu bagian lidah dan bibir (atas dan bawah).

2. Fonetik Akustis

Malmberg (1963) dalam Marsono (1999: 2) fonetik akustis mempelajari bunyi bahasa dari segi bunyi sebagai gejala fisis. Bunyi-bunyi tersebut diselidiki frekuensi getarannya, amplitudo, intensitas, dan timbrenya.


(42)

11

Fonetik jenis ini berkaitan dengan fisika dalam laboratorium fonetis, untuk pembuatan telepon, perekaman piringan hitam, dan sejenisnya.

3. Fonetik Auditoris

Bronstein dan Jacoby (1967) dalam Marsono (1999: 3) memaparkan bahwa fonetik auditoris mempelajari tentang mekanisme telinga dalam menerima bunyi bahasa sebagai getaran udara. Hal ini tentu juga berhubungan dengan posisi vokal tinggi dan rendah berdasarkan bunyi yang hendak diproduksi. Contoh, vokal [i] merupakan vokal tinggi depan, [u] merupakan vokal tinggi belakang, [æ] merupakan vokal rendah depan, dan [ɑ] merupakan vokal rendah belakang. Bidang fonetik ini cenderung dimasukkan ke dalam neurologi ilmu kedokteran (Marsono, 1999: 3).

Fonetik artikulatoris digunakan sebagai acuan utama dalam penelitian ini. Hal ini tak lepas dari fungsi fonetik artikulatoris yang berkaitan dengan produksi bunyi yang akan menjadi data untuk penelitian kali ini.

Ladefoged dan Johnson (2010: 88) menjabarkan bahwa secara teori fonetik, bahasa Inggris dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. Ketiga bagian itu adalah sebagai berikut.

1) Vokal

Vokal dalam bahasa Inggris bervariasi antara rentang vokal atas dan rendah. Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa vokal dapat diproduksi dengan menggerakkan lidah dan bibir. Vokal juga dapat secara sederhana dapat dimaknai sebagai huruf hidup yang dalam pembentukannya melalui proses udara yang keluar melalui tenggorokan dan mulut tanpa hambatan.


(43)

11

Marsono (1999: 29) memaparkan bahwa vokal dalam bahasa Inggris dapat diklasifikasikan berdasarkan tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, sriktur (jarak lidah dengan langit-langit), dan bentuk bibir. Berikut merupakan pemaparan terperinci terkait dengan pengklasifikasian tersebut.

1. Tinggi Rendahnya Lidah

Berdasarkan tinggi rendahnya lidah vokal dapat dibagi atas: a. vokal tinggi, misalnya: [i, u];

b. vokal madya (tengah), misalnya: [e, , ә, o, ɔ]; dan c. vokal rendah, misalnya: [a, ɑ].

2. Bagian Lidah yang Bergerak

Berdasarkan bagian lidah yang bergerak vokal dapat dibedakan menjadi: a. vokal depan, yaitu vokal yang dihasilkan oleh gerakan peranan turun

naiknya lidah bagian depan, misalnya: [i, e, , a];

b. vokal tengah, yaitu vokal yang dihasilkan oleh gerakan peranan lidah bagian tengah, misalnya: [ә]; dan

c. vokal belakang, yaitu vokal yang dihasilkan oleh gerakan peranan turun naiknya lidah bagian belakang (pangkal lidah), misalnya: [u, o, ɔ, ɑ]. 3. Striktur (Stricture)

Striktur merupakan keadaan hubungan posisional artikulator aktif dengan artikulator pasif (Lapoliwa (1981) dalam Marsono (1999:31)). Striktur untuk vokal ditentukan oleh jarak lidah dengan langit-langit. Menurut strikturnya, vokal dapat dibedakan atas:


(44)

11

a. vokal tertutup (close vowels), yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat setinggi mungkin mendekati langit-langit dalam batas vokal. Misalnya: [i] dan [u];

b. vokal semi-tertutup (half-close), yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di bawah tertutup atau dua pertiga di atas vokal yang paling rendah. Misalnya: [e] dan [o];

c. vokal semi-terbuka (half-open), yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di atas vokal yang paling rendah atau dua pertiga di bawah vokal tertutup. Misalnya: [ ] dan [ɔ]; dan

d. vokal terbuka (open vowels), yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah dalam posisi serendah mungkin. Misalnya: [a] dan [ɑ].

4. Bentuk Bibir

Jones (1958) dalam Marsono (1999: 32) memaparkan bahwa berdasarkan bentuk bibir saat vokal diucapkan, vokal dapat dibedakan atas:

a. vokal bulat (rounded vowels), yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir bulat. Bentuk bibir yang bulat dapat dalam keadaan terbuka atau tertutup. Jika dalam keadaan terbuka, maka vokal itu diucapkan dengan posisi bibir terbuka bulat (open rounded), misalnya vokal [ɔ]. Di sisi lain, jika tertutup maka vokal itu diucapkan dalam posisi bentuk bibir tertutup bulat, misalnya untuk vokal [o] dan [u];

b. vokal netral (neutral vowels), yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir dalam posisi netral, tidak bulat tetapi juga tidak terbentang lebar. Misalnya untuk vokal [ɑ]; dan


(45)

11

c. vokal tak bulat (unrounded vowels), yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir tidak bulat atau terbentang lebar. Misalnya untuk vokal [i], [e], [ә], [ ], dan [a].

Berikut merupakan tabel yang memuat rincian proses pembentukan vokal dalam bahasa Inggris tersebut.

Tabel 1.1 Tabel proses pembentukan vokal dalam bahasa Inggris

No Vokal

1 2 3 4 5

Tinggi rendah lidah Gerak lidah bagian Striktur (jarak lidah dengan langit-langit) Bentuk

bibir Contoh kata

1 [iː] tinggi atas depan tertutup tak bulat

see, feel, bead, ream 2 [ɪ] tinggi bawah depan semi-tertutup tak

bulat it, lid, fill, rich

3 [ ] madya

(tengah) depan

semi-tertutup/terbuka

tak

bulat fell, get, led 4 [æ] rendah depan hampir terbuka netral bad, cat, bat 5 [әː]/[ ː] madya

(tengah) atas tengah semi-tertutup

tak bulat

bird, burn, heard 6 [ә]

madya (tengah)

bawah

tengah semi-terbuka netral ago, colour, perhaps 7 [Ʌ] rendah tengah hampir terbuka netral up, cup, luck 8 [ɑː] rendah bawah belakang terbuka netral card, dark,

hard 9 [ɔ] rendah bawah belakang terbuka bulat box, hot, lock 10 [ɔː] rendah atas belakang semi-terbuka bulat cord, law, saw 11 [u] tinggi bawah belakang semi-tertutup bulat put, pull, look 12 [uː] tinggi atas belakang tertutup bulat pool, too,

shoed 2) Diftong

Bunyi yang diproduksi dengan melibatkan perubahan dalam vokal tertentu melalui pemindahan satu posisi vokal ke posisi vokal yang lain. Marsono (1999: 50) memaparkan bahwa diftong dalam bahasa Inggris dapat dibedakan


(46)

11

menjadi dua jenis, yaitu diftong naik (rising diphthongs), diftong turun (falling diphthongs), dan diftong memusat (centring diphthongs).

1. Diftong naik bahasa Inggris

Diftong naik adalah jika vokal yang kedua diucapkan dengan posisi lidah lebih tinggi daripada yang pertama. Karena lidah semakin menaik, strikturnya menjadi semakin tertutup, sehingga diftong ini juga dapat disebut diftong menutup (closing diphthongs). Bahasa Inggris memiliki lima jenis diftong naik, yaitu:

a.diftong naik-menutup-maju [aɪ], misalnya dalam: time [taim]; b.diftong naik-menutup-mundur [eɪ], misalnya dalam: base [beɪs]; c.diftong naik-menutup-maju [ɔɪ], misalnya dalam: boy [bɔɪ];

d.diftong naik-menutup-mundur [aʊ], misalnya dalam: now [naʊ]; dan

e.diftong naik-menutup-maju [oʊ] atau [әʊ], misalnya dalam go [ɡ] atau [ɡәʊ].

2. Diftong turun bahasa Inggris

Selain diftong naik, bahasa Inggris juga memiliki dua jenis diftong turun, yaitu:

a. diftong turun-membuka-memusat [ɪә], misalnya dalam: ear [ɪә]; dan b. diftong turun-membuka-memusat [ʊә], misalnya dalam: pure [pjʊә]. 3. Diftong memusat bahasa Inggris

Diftong memusat merupakan diftong yang diucapkan dengan menggerakkan lidah ke vokal tengah sentral. Terdapat dua jenis diftong naik memusat, yaitu:


(47)

11

a. diftong naik-menutup-memusat [ɔә], misalnya dalam: more [mɔә]; dan b. diftong naik-menutup-memusat [ ә] atau [eә], misalnya dalam: there [ð ә]

atau [ðeә]. 3) Konsonan

Bunyi yang dalam pembentukannya melalui proses udara yang tidak keluar secara lancar melalui mulut dan tenggorokan, tetapi mengalami hambatan atau penyempitan sehingga menghasilkan bunyi seperti gesekan. Berikut merupakan konsonan-konsonan yang terdapat dalam bahasa Inggris menurut Marsono (1999).

1. Konsonan Hambat Letup (Stops, Plosive)

Konsonan hambat letup adalah konsonan yang terjadi dengan hambatan penuh arus udara kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba. Menurut tempat hambatannya (artikulasinya) konsonan ini dapat dibagi menjadi tiga seperti berikut.

a. Konsonan hambat letup bilabial

Konsonan ini dapat terjadi bila penghambat artikulator aktifnya adalah bibir bawah dan artikulator pasifnya adalah bibir atas, seperti bunyi [p]

yang merupakan konsonan keras tak bersuara (seperti dalam „pool‟,

„compare‟, dan „map') dan [b] yang merupakan konsonan lunak bersuara

(seperti dalam „big‟, „rubber‟, dan „rib‟).

b. Konsonan hambat letup apiko-alveolar

Konsonan ini dapat terjadi bila penghambat artikulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gusi, seperti bunyi alveolar [t]


(48)

11

yang merupakan konsonan keras tak bersuara (seperti dalam „town‟,

„writing‟, dan „heart‟) dan [d] yang merupakan konsonan lunak bersuara

dan lebih pendek hambatannya (seperti dalam „down‟, „riding‟, dan hard‟).

c. Konsonan hambat letup dorso-velar

Konsonan ini dapat terjadi bila artikulator aktifnya adalah pangkal lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit lunak, seperti [k] yang

merupakan konsonan keras tak bersuara (seperti dalam „curl‟, „bicker‟, dan

„dock‟) dan [ɡ] yang merupakan konsonan lunak bersuara (seperti dalam

girl‟, „bigger‟, dan dog‟).

2. Konsonan Nasal (Nasals)

Konsonan nasal (sengau) adalah konsonan yang dibentuk dengan menghambat rapat (menutup) jalan udara dari paru-paru melalui rongga mulut. Menurut tempat hambatannya (artikulasinya) konsonan ini dapat dibagi menjadi tiga seperti berikut.

a. Konsonan nasal bilabial

Konsonan ini dapat terjadi bila penghambat artikulator aktifnya adalah bibir bawah dan artikulator pasifnya adalah bibir atas. Nasal yang terjadi

adalah [m] yang merupakan konsonan bersuara (seperti dalam „man‟,

„among‟, dan „him‟).

b. Konsonan nasal apiko-alveolar

Konsonan ini dapat terjadi bila penghambat artikulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gusi. Nasal yang terjadi adalah

[n] yang merupakan konsonan bersuara (seperti dalam „name‟, „many‟,


(49)

11

c. Konsonan nasal dorso-velar

Konsonan ini dapat terjadi bila proses penghambatan itu artikulator aktifnya adalah pangkal lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit lunak. Nasal yang dihasilkan adalah [ŋ] yang merupakan konsoan nasal

bersuara (seperti dalam „singer‟ dan „sing‟).

3. Konsonan Paduan (Affricates)

Konsonan paduan adalah konsonan hambat jenis khusus. Proses terjadinya adalah dengan menghambat penuh arus udara dari paru-paru, kemudian hambatan itu dilepaskan secara bergeser pelan-pelan. Tempat artikulasinya adalah ujung lidah dan gusi bagian belakang (langit-langit keras bagian depan atau prepalatal). Bunyi yang dihasilkan adalah paduan apiko-prepalatal [tʃ] yang merupakan paduan keras tak bersuara (seperti dalam

chin‟, „riches‟, dan „rich‟) dan [dʒ] yang merupakan paduan lunak bersuara

dan hambatannya lebih pendek (seperti dalam „gin‟, „ridges‟, dan „ridge‟). 4. Konsonan Sampingan (Laterals)

Konsonan sampingan dibentuk dengan menutup arus udara di tengah rongga mulut sehingga udara keluar melalui kedua samping atau sebuah samping saja. Tempat artikulasinya adalah ujung lidah dan gusi. Bunyi yang dihasilkan adalah [l] yang merupakan konsonan bersuara (seperti dalam

look‟, „holiday‟, dan „oil‟).

5. Konsonan Geseran atau Frikatif (Fricatives, Frictions)

Konsonan geseran atau frikatif adalah konsonan yang dibentuk dengan menyempitkan jalannya arus udara yang dihembuskan dari paru-paru,


(50)

11

sehingga jalannya udara terhalang dan keluar dengan bergeser. Menurut tempat artikulasinya konsonan geseran dapat dibagi menjadi:

a. Konsonan geseran labio-dental

Konsonan ini dapat terjadi bila artikulator aktifnya adalah bibir bawah dan artikulator pasifnya adalah gigi atas. Bunyi yang terjadi adalah [f]

yang merupakan konsonan keras tak bersuara (seperti dalam „fan‟, „sofa‟,

dan „life‟) dan [v] yang merupakan konsonan lunak bersuara (seperti dalam

van‟, „cover‟, dan „live‟).

b. Konsonan geseran apiko-dental

Konsonan ini dapat terjadi bila artikulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gigi atas. Bunyi yang dihasilkan adalah [θ] yang merupakan konsonan keras tak bersuara yang hambatannya lebih

panjang (seperti dalam „thank‟, „nothing‟, dan „both‟) dan [ð] yang

merupakan konsonan lunak bersuara yang hambatannya lebih pendek

(seperti dalam „then‟, „brother‟, dan „smooth‟).

c. Konsonan geseran apiko-palatal

Konsonan ini dapat terjadi bila artikulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit keras. Bunyi yang dihasilkan adalah [ṛ] yang termasuk bunyi bersuara (seperti dalam „red‟ dan „very‟). d. Konsonan geseran lamino-alveolar

Konsonan ini dapat terjadi bila artikulator aktifnya adalah daun lidah dan ujung lidah sedangkan artikulator pasifnya adalah gusi. Bunyi yang terjadi adalah [s] yang merupakan konsonan keras tak bersuara yang lebih


(51)

11

merupakan konsonan lunak bersuara lebih pendek hambatannya (seperti

dalam „zeal‟, „lazy‟, dan „buzz‟).

e. Konsonan geseran apiko-prepalatal

Konsonan ini dapat terjadi bila artikulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gusi bagian belakang atau langit-langit keras depan (prepalatal). Bunyi yang dihasilkan adalah [ʃ] yang merupakan bunyi keras tak bersuara lebih panjang hambatannya (seperti dalam kata

shop‟, „nation‟, dan „wash‟) dan [ʒ] yang merupakan bunyi lunak bersuara

lebih pendek hambatannya (seperti dalam kata „measure‟ dan „rouge‟).

f. Konsonan geseran laringal

Konsonan ini dapat terjadi bila artikulatornya adalah sepasang pita suara. Udara yang dihembuskan dari paru-paru pada waktu melewati glotis digeserkan. Glotis dalam posisi terbuka. Posisi terbuka ini lebih sempit dari pada posisi glotis terbuka lebar dalam bernafas normal. Bunyi yang dihasilkan adalah bunyi [h] yang merupakan konsonan tidak bersuara

karena pita suara tidak ikut bergetar (seperti dalam „her‟ dan „behind‟).

6. Semi-vokal

Bunyi semi-vokal secara praktis termasuk konsonan tetapi karena pada waktu diartikulasikan belum membentuk konsonan murni, maka bunyi itu disebut semi-vokal (cf. Verhaar, 1977: 20). Menurut tempat hambatannya (artikulasi) dapat dibagi menjadi dua seperti berikut.

a. Semi-vokal bilabial dan labio-dental

Semi-vokal ini dapat terjadi bila artikulator aktifnya adalah bibir bawah dan artikulator pasifnya adalah bibir atas, bunyi yang terjadi adalah


(52)

11

[w] bilabial. Dapat juga bibir bawah bekerja sama dengan gigi atas, yang terjadi adalah [w] labio-dental. Bunyi pada [w] adalah bunyi bersuara

(seperti dalam „watch‟ dan „away‟).

b. Semi-vokal medio-palatal

Semi-vokal ini dapat terjadi bila artikulator aktifnya adalah tengah lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit keras. Bunyi yang terjadi adalah [y] yang termasuk bunyi bersuara (seperti pada „yard‟ dan

„million‟).

Berikut merupakan tabel yang memuat rincian proses pembentukan konsonan dalam bahasa Inggris tersebut:

Tabel 1.2 Tabel proses pembentukan konsonan dalam bahasa Inggris Hubungan

posisional Cara dihambat

B e r su a ra d a n ta k b e rs u a ra

Tempat hambatan (tempat artikulasi

antar penghambat (striktur) (cara artikulasi) B il a b ia l L a b io -d e n ta l A p ik o -d e n ta l A p ik o -a lv eo la r A p ik o -p r e p a la ta l A p ik o -p a la ta l L a mi n o -a lv e o la r M e d io -p a la ta l D o r so -v e la r L a r in g a l

Rapat lepas

tiba-tiba Hambat letup

T p ph t th k kh

B b d ɡ

Rapat lepas

tiba-tiba Nasal (sengau) B m n ŋ

Rapat lepas

pelan-pelan Paduan (afrikat)

T tʃ

B dʒ

Renggang lebar Sampingan

(lateral) B l

Renggang Geseran (frikatif)

T f θ ʃ s

h

B v ð ʒ ṛ z

Renggang lebar Semi-vokal B w y

2.3.1.1Teori Production Skill

Bygate (2008: 14) memaparkan bahwa bahasa lisan memberikan waktu yang terbatas untuk memutuskan hal yang hendak diujarkan, bagaimana cara mengujarkannya, mulai mengujarkannya, dan memastikan bahwa maksud


(1)

2.3.3 Teori Kartu Flash Card Glenn Doman

Selain teori berbicara, tulisan ini juga menerapkan teori Glenn Doman. Teori ini menggunakan metode dengan cara kerja tematik. Metode tematik ini dirancang khusus untuk mengoptimalkan potensi mahasiswa sehingga pengajar hanya berperan sebagai fasilitator. Metode ini berpusat pada peserta didik – dalam hal ini mahasiswa – (student-centered), tetapi dalam pengajaran dapat dilakukan dalam pola permainan sehingga tidak membosankan. Teori untuk kartu flash card sangat berguna untuk menambah perbendaharaan kata pada peserta didik. Kartu ini berisi gambar beserta kata-kata atau penjelasan lainnya.

Dalam penelitian ini, seluruh seri kartu tematik dibagikan kepada para mahasiswa yang telah dibagi menjadi beberapa kelompok kecil untuk kemudian disimak bersama-sama. Mereka berlatih cara melafalkan kata-kata tertentu secara berulang-ulang kemudian menukar kartu tersebut dengan kartu berbeda dari kelompok lainnya sehingga mereka menyimak seluruh seri kartu yang ada.

2.4 Model Penelitian

Penelitian tindakan kelas atau PTK (classroom action research) memiliki peranan yang sangat penting dan strategis untuk meningkatkan mutu pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar (Kusnandar, 2010: 41). Dari segi pengertian istilah, Kusnandar juga mengungkapkan bahwa PTK merupakan penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas, sementara fokus PTK terdapat pada peserta didik atau PBM (proses belajar mengajar) yang terjadi di kelas. Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di kelas dan


(2)

meningkatkan kegiatan nyata guru dalam kegiatan pengembangan profesinya (Kusnandar, 2010: 45).

Penelitian tindakan kelas terdiri atas beberapa langkah yang terealisasi dalam bentuk kegiatan pembelajaran dan pengajaran. Dengan adanya perincian yang jelas, maka dapat dibuat kepastian yang baik terkait dengan tujuan pembelajaran. Dalam praktik di lapangan, setiap pokok bahasan biasanya tidak dapat diselesaikan dalam satu langkah sehingga setiap satu langkah menjadi sangat krusial dan berperan signifikan untuk langkah berikutnya.

Pembelajaran materi kantor depan (front office)

Mahasiswa

Kondisi kemampuan awal (threshold level)

para mahasiswa

Pelaksanaan teknik kartu tematik terhadap

para mahasiswa Aspek-aspek fonetis yang menjadi kendala

Penerapan teknik kartu tematik bergambar yang dilengkapi deskripsi (Teori Kartu Flash

Card Glenn Doman)

Teori Linguistik – Fonetik dan Teori

Pembelajaran

Penelitian tindakan kelas (PTK)

Analisis data

Hasil penelitian tentang pelafalan bahasa Inggris materi front office melalui kartu

tematik Catatan:

: menunjukkan hambatan atau kesulitan : menunjukkan hubungan selanjutnya

: menunjukkan keterkaitan satu aspek dengan aspek yang lain Gambar 2.2 Model Penelitian


(3)

Model penelitian tersebut berperan sangat penting sebagai panduan dalam penelitian ini karena memiliki keterkaitan antara rumusan masalah yang ada, teori yang digunakan, dan hasil yang diperoleh yang tentunya merujuk pada pemecahan masalah. Berikut ini merupakan penjabaran terkait dengan gambar model penelitian di atas.

1. Sesuai dengan topik utama penelitian ini (pelafalan bahasa Inggris, khususnya untuk materi front office bagi mahasiswa) penelitian difokuskan pada pemecahan tiga hal yang menjadi permasalahan atas kendala yang ditemukan dalam proses pembelajaran. Pertama, mengetahui kondisi kemampuan dasar (threshold level) pelafalan para mahasiswa terkait dengan konteks pembelajaran front office sebelum teknik kartu tematik dilaksanakan. Kedua, terkait dengan bentuk pelaksanaan teknik kartu tematik terhadap para mahasiswa saat praktikum untuk menghasilkan pelafalan yang tepat. Ketiga, mengetahui aspek-aspek fonetis yang menjadi kendala dasar dalam pelaksanaan praktik berbicara para mahasiswa. Pembatasan pembahasan berperan sangat krusial untuk menjaga agar pemecahan masalah dapat diselesaikan dengan tepat dan tidak melebar.

2. Teori yang digunakan untuk pemecahan masalah yang ada terbagi atas dua teori utama, yaitu teori lingustik dan teori pembelajaran. Teori linguistik mengacu pada teori Ladefoged dan Johnson (2010). Selanjutnya teori ini dibagi menjadi beberapa subteori, yaitu teori production skill, teori keterampilan berinteraksi dalam metodologi bahasa lisan, teori pengaturan kelas dan kemampuan lisan (ketiganya oleh Bygate (2008)). Teori-teori itu dilengkapi dengan teori kesalahan berbahasa oleh Corder (1974) dalam Indihadi (2--3).


(4)

Teori kedua, yaitu teori pembelajaran terdiri atas teori belajar behaviorisme dan teori belajar nativisme. Permasalahan pelafalan yang ditemukan dapat dipecahkan melalui sudut pandang behaviorisme terlebih dahulu dan kemudian ditinjau juga dari sudut pandang nativisme. Hal ini disebabkan oleh kedua teori tersebut terlihat agak berlawanan, tetapi dari keduanya dapat ditarik suatu benang merah untuk mengetahui teori belajar yang digunakan oleh para mahasiswa dalam mempelajari bahasa asing.

3. Di samping kedua teori utama yang telah disebutkan sebelumnya, ditambahkan sebuah teori pelengkap, yaitu teori kartu flash card oleh Glenn Doman. Teori ini sangat relevan karena membahas tentang penggunaan media alat bantu pengajaran yang digunakan dalam penelitian ini (kartu tematik bergambar). Secara keseluruhan, semua teori ini berperan penting saat digunakan untuk mengolah data dari beberapa sampel yang mewakili jumlah total subjek penelitian dan memecahkan setiap rumusan masalah yang ada.

4. Pelaksanaan teknik kartu tematik dalam penelitian ini juga didukung dengan penerapan konsep bermain peran. Dapat dijabarkan bahwa setelah para mahasiswa mengetahui dan memahami beragam istilah terkait dengan konteks kantor depan, mereka juga harus mampu menerapkan dan menggunakan istilah tersebut. Selama pelaksanaan penelitian dan pengambilan nilai, teknik kartu tematik dan konsep bermain peran bersinergi dan saling menunjang satu dengan yang lain untuk meningkatkan kemampuan pelafalan para mahasiswa saat praktikum. Dalam hal ini, teknik kartu tematik berperan untuk memberikan pemahaman menyeluruh tentang istilah-istilah dalam materi operasi kantor depan kepada mahasiswa dan cara melafalkan istilah tersebut dengan tepat. Setelah tahap


(5)

pemahaman, konsep bermain peran memiliki fungsi untuk menguji para mahasiswa dalam menerapkan istilah yang telah dipelajari ke dalam tataran kalimat atau ujaran.

Konsep ini memiliki peran yang krusial karena pengambilan nilai dan data dilaksanakan dengan cara bermain peran. Sebagai contohnya, salah satu mahasiswa berperan sebagai resepsionis dan mahasiswa yang lain berperan sebagai tamu hotel yang diminta berdialog sesuai dengan tema yang diberikan. Dengan bermain peran secara bergantian, kegiatan ini akan memantapkan sekaligus menyiapkan diri mereka sebelum memasuki dunia kerja sesungguhnya.

5. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) sehingga pelaksanaannya membutuhkan tiga tahapan, yaitu tahap pratindakan, siklus I, dan siklus II. Hasil pengamatan yang diperoleh pada tahap pratindakan dijadikan sebagai bahan acuan dalam menyusun perencanaan pembelajaran pada siklus I dan II. Terkait dengan prosedur yang diterapkan terhadap data merujuk pada beberapa tahapan kerja, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan penyajian data. 6. Khusus pada tahap analisis data, data yang telah terkumpul dianalisis dengan dua metode, yaitu data berupa angka/numerik dianalisis dengan metode kuantitatif dan data berupa hasil observasi/pengamatan, wawancara, dan dokumentasi dianalisis dengan metode kualitatif untuk mendapatkan informasi tentang perilaku mahasiswa terkait dengan penelitian dalam setiap siklus hingga akhir penelitian.

7. Melalui penerapan teori, diperoleh hasil penelitian berupa data yang disajikan dalam dua jenis. Data yang bersifat kuantitatif disajikan dalam


(6)

bentuk tabel dan grafik sementara data yang bersifat kualitatif ditampilkan dalam bentuk deskripsi dan keterangan secara terperinci.