Teori Belajar Behaviorisme Teori Pembelajaran
terhadap aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan stimulus dan reaksi respons yang dapat mengubah tingkah
laku seseorang. Dapat dikatakan bahwa anak mempelajari bahasa pertama melalui respons yang tepat terhadap kondisi sekitarnya.
Terkait dengan pemerolehan bahasa, baik bahasa kedua maupun bahasa asing, Lado 1964 juga memaparkan bahwa seseorang akan cenderung
menerapkan aturan atau kaidah kebahasaan yang ada dalam bahasa pertama saat mulai mempelajari bahasa kedua, terlebih lagi saat mempelajari bahasa asing. Hal
ini berdampak pada kesalahan pembentukan pola frasa hingga kalimat yang diproduksi. Contoh, seorang anak berbahasa pertama bahasa Indonesia dapat saja
mengatakan frasa „buku baru‟, „mobil mahal‟, dan „kucing hitam‟ sebagai „book new
‟, „car expensive‟, dan „cat black‟ yang seharusnya menjadi „new book‟, „expensive car‟, dan „black cat‟. Fenomena ini dapat terjadi karena struktur pola
frasa dalam bahasa Indonesia berbeda dengan yang ada pada bahasa Inggris. Dalam struktur frasa bahasa Indonesia, kata benda contoh: buku, mobil, dan
kucing yang ada diikuti oleh kata sifat contoh: baru, mahal, dan hitam. Di sisi lain, struktur yang dimiliki bahasa Inggris meletakkan kata sifat contoh: new,
expensive, dan black sebelum kata benda contoh: book, car, dan cat. Oleh karena itu, dibutuhkan pemahaman yang baik dan latihan yang intensif agar dapat
menerapkan struktur yang sesuai dalam bahasa kedua ataupun asing melalui pelafalan yang tepat proper pronunciation.
Secara keseluruhan, teori ini juga mengenal adanya konsep „peniruan‟ dan „pengulangan – latihan berulang-ulang drill‟. Istilah „drill‟ di sini merujuk
kepada sebuah kegiatan yang melatih kemampuan khusustertentu secara terus
menerus dan berkesinambungan. Artinya, seseorang dapat melaksanakan suatu kegiatan, terutama kegiatan berbahasa, dengan meniru cara pihak lain dan
menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari
melalui melatih
diri melaksanakannya secara konsisten. Dua konsep ini selanjutnya menjadi dua kunci
keberhasilan seseorang dalam proses belajar menurut teori behaviorisme. Berdasarkan pemahaman sebelumnya, dapat dicermati bahwa jika terdapat banyak
aspek linguistik yang serupa antara bahasa pertama dan bahasa kedua ataupun bahasa asing, maka seseorang dapat memperoleh atau memahami struktur bahasa
kedua atau bahasa asing dengan jauh lebih mudah. Di lain pihak, jika struktur bahasa pertama berbeda, bahkan sangat
jauh berbeda dengan bahasa kedua atau bahasa asing, maka seseorang dapat mengalami kesulitan atau kendala dalam memahaminya. Selain proses
imitasipeniruan, paham ini juga menganjurkan agar seseorang membiasakan diri proses habituation dengan aspek linguistik yang ada saat mempelajari bahasa
baru. Satu hal lain yang tidak kalah krusial adalah dalam teori pembelajaran bahasa behaviorisme juga terdapat pengembangan metode drill atau lebih
memperbanyak latihan penggunaan bahasa tersebut, baik secara lisan maupun tertulis.
Proses pembelajaran dapat dikatakan telah berjalan dengan baik jika peserta didik mampu menunjukkan perubahan tingkah lakunya menuju arah yang
positif atau pada akhirnya terdapat perbedaan kondisi kebahasaan atau ilmu pengetahuan pada peserta didik dalam hal ini telah meningkat. Dalam proses
pembelajaran sedapat mungkin tersedia peranti pembelajaran tertentu yang dapat menstimulus minat peserta didik untuk tertarik kepada materi yang diberikan.