Tinjauan tentang Penyelesaian Sengketa

commit to user 29 Faktor internal adalah faktor yang ada di dalam bank, antara lain yaitu kebijakan pembiayaan yang kurang tepat, kuantitas, kualitas dan integritas sumber daya manusia yang kurang memadai, terbatasnya SDI yang tersedia, memberikan perlakuan khusus kepada nasabah, adanya pengelola yang menerima suap atau hadiah; adanya kelemahan organisasi, sistem dan prosedur pembiayaan; prasarana dan sarana lain yang tersedia kurang memadai; pihak bank kurang teliti dalam pembuatan akad pembiayaan. Faktor nasabah antara lain adalah aspek karakter, aspek operasional, aspek legal yuridis dan aspek agunan. Timbulnya kesulitan- kesulitan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh faktor manajerial dapat dilihat dari beberapa hal, seperti kelemahan dalam kebijakan pembelian dan penjualan, lemahnya pengawasan biaya dan pengeluaran, kebijakan piutang yang kurang tepat, penempatan yang berlebihan pada aktiva tetap, permodalan yang tidak cukup. Faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar kekuasaan manajemen perusahaan, seperti bencana alam, peperangan, perubahan dalam kondisi perekonomian dan perdagangan, perubahan-perubahan teknologi, dan lain-lain.

4. Tinjauan tentang Penyelesaian Sengketa

a. Penyelesaian Sengketa Menurut Sistem Hukum di Indonesia

Hukum sebagai suatu sistem dapat berperan di masyarakat karena memiliki peran strategis dan dominan dalam kehidupan masyarakat. Hukum merupakan sarana untuk menciptakan ketertiban masyarakat dengan tujuan untuk menciptakan kedamaian. Eric L. Richard dalam bukunya Law For Global Business, sebagaimana yang dikutip oleh Ade Maman Suherman, mengatakan bahwa terdapat 6 enam keluarga sistem hukum yang utama di dunia commit to user 30 The World‟s Major Legal System, yang terdiri dari : 31 1 Civil Law System , yaitu sistem hukum yang berakar dari hukum Romawi Roman Law yang dipraktekan oleh Negara-negara Eropa Kontinental termasuk bekas jajahannya; 2 Commmon Law System , yaitu sistem hukum yang berdasarkan custom, atau kebiasaan berdasarkan preseden atau judge made law. Dipraktekkan di Negara Anglo Saxon, seperti Inggris dan Amerika; 3 Islamic Legal System, yaitu sistem hukum yang berdasarkan syariat islam yang bersumber dari Kitab Al-Qurán dan Hadist; 4 Sosialis Law , yaitu sistem hukum yang dipraktekan di negara-negara sosialis; 5 Sub-Saharan Africa, yaitu sistem hukum yang dipraktekkan di Negara Afrika yang berada di sebelah selatan gurun sahara; 6 Far East, yaitu sistem hukum yang kompleks, karena merupakan perpaduan antara Civil Law System dan Islamic Legal System sebagai basis fundamental masyarakat. Civil Law System merupakan sistem hukum yang dianut oleh negara-negara Eropa Kontinental, sehingga sistem hukum ini disebut juga sistem hukum Eropa Kontinental. Salah satu negara Eropa yang meresepsi hukum romawi adalah Perancis. Pemilihan negara Perancis sebagai titik awal untuk mengetahui sistem hukum yang berlaku di Indonesia, didasarkan pada pertimbangan antara Perancis dan Belanda terdapat pertautan sejarah akibat penjajahan Perancis terhadap Belanda. Demikian pula antara Belanda dan Indonesia terdapat pertautan sejarah akibat penjajahan, yang akhirnya sistem hukum Indonesia terpengaruh oleh hukum Belanda dan menerapkan Civil Law System . Karakteristik dari Civil Law System adalah sbb : 1 Adanya kodifikasi hukum. Kodifikasi hukum timbul dari pemikiran 31 Otong Rosadi, Andi Desmo, Studi Politik Hukum, Suatu Optik Ilmu Hukum, Thafa Media, Yogyakarta, 2012, hlm.21-22 commit to user 31 bahwa diperlukannya suatu kepastian hukum dan kesatuan hukum; 2 Hakim tidak terikat pada preseden, sehingga undang-undang merupakan sumber hukum yang utama. Penganut sistem Civil Law memberi keleluasaan yang besar bagi hakim untuk memutus perkara tanpa perlu meneladani putusan hakim terdahulu. Yang menjadi pegangan bagi hakim adalah aturan yang dibuat oleh parlemen, yaitu undang-undang; 3 Sistem peradilan bersifat inkuisitorial, yaitu hakim mempunyai peranan besar dalam mengarahkan dan memutus perkara, hakim bersifat aktif menemukan fakta dan cermat dalam menilai alat bukti. Sistem ini mengandalkan profesionalisme dan kejujuran hakim. 32 Pengertian penyelesaian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara perbuatan menyelesaikan. Sedangkan menyelesaikan berarti menyudahkan, menjadikan berakhir, membereskan atau memutuskan, mengatur, memperdamaikan peselisihan atau pertengkaran, atau mengatur sesuatu sehingga menjadi baik. 33 Sengketa adalah perselisihan atau pertentangan, sedangkan menurut Salim HS dan Erlies Septiana, sengketa diartikan sebagai pertentangan, perselisihan atau percekcokan yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak lainnya danatau antara pihak yang satu dengan berbagai pihak, yang berkaitan dengan sesuatu yang bernilai, baik berupa uang maupun benda. 34 Definisi sengketa menurut Vilhem Aubert 35 Sengketa adalah suatu kondisi yang ditimbulkan oleh dua orang atau lebih yang dicirikan oleh beberapa tanda pertentangan secara terang-terangan, dibedakan menjadi dua macam konflik yaitu conflict of interest and claims of right . 32 Ibid., hlm.28 33 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., hlm.1020 34 Salim HS., Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertas i, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 137 35 Pujiyono, Eksistensi Model Penyelesaian Sengketa Antara Nasabah dan Bank Syariah Di Indonesia, Smart media, 2012, hlm. 68 commit to user 32 Argumen klaim kepentingan lebih kompromis penyelesaiannya dibandingkan dengan konflik klaim kebenaran yang didasarkan pada terminologi kebenaran, bukan kepentingan , norma-norma dan hukum. Merujuk pada karakteristik Civil Law System tersebut yang salah satunya menyebutkan bahwa undang-undang merupakan sumber hukum utama maka agar memiliki kepastian hukum, penyelesaian sengketa di Indonesia harus diatur atau diakomodasi dalam suatu undang- undangPenyelesaian sengketa perbankan syariah di Indonesia telah diakomodasi dalam 2 dua undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 junto Undang-Undang Nomor 50 Tahun 20009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama; dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Untuk lebih memperjelas uraian penyelesaian sengketa perbankan syariah menurut sistem hukum di Indonesia, dapat disampaikan sebagai berikut : 1 Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Cara Litigasi Tugas dan kewenangan Pengadilan Agama adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di bidang ekonomi syariah. Secara lengkap Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama menyebutkan bahwa “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq ; h. shadaqoh ; dan i. ekonomi syariah. ” Dalam penjelasan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dinyatakan bahwa “penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syariah, melainkan juga dibidang ekonomi syariah lainnya”. Selain itu yang dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragama Islam” adalah termasuk commit to user 33 orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan pasal ini. Batasan ekonomi syariah menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 junto Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi: a Bank syariah, b Lembaga keuangan mikro syariah, c Asuransi syariah, d Reasuransi syariah, e Reksa dana syariah, f Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, g Sekuritas syariah, h Pembiayaan syariah, i Pegadaian syariah, j Dana pensiun lembaga keuangan syariah; dan k Bisnis syariah. Disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 junto Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, memberikan perluasan kewenangan kepada Pengadilan Agama dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah, mengingat sebelumnya sengketa dalam bidang perbankan syariah termasuk dalam lingkup kewenangan absolut lingkungan Peradilan Umum. Kewenangan Peradilan Umum dalam menyelesaikan sengketa di bidang perbankan syariah banyak menimbulkan persoalan bukan hanya dari sisi kompetensi hakim Peradilan Umum yang belum tentu menguasai masalah ekonomi syariah, tetapi juga dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan tidak menggunakan prinsip syariah commit to user 34 Islam sebagai landasan hukum. Penetapan kewenangan absolut perkara ekonomi syariah di lingkungan Peradilan Agama dilihat dari aspek syariah, dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain: a Adanya sumber daya manusia yang memahami permasalahan syariah Islam. b Adanya dorongan semangat penggiat syariah untuk menegakkan nilai agama Islam yang dianut mayoritas penduduk Indonesia. Penyelesaian sengketa berupa mekanisme atau cara penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui cara litigasi, diatur dalam Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. 2 Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Cara Non Litigasi Mekanisme penyelesaian sengketa melalui cara non litigasi memberikan kemungkinan penyelesaian sengketa yang memberikan perbedaan yang nyata terhadap produktivitas dan pelaksanaan bisnis serta keuntungan dunia bisnis. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Nari Lee Marcus Norrgard, “ Efficiency is not the only reason to consider using ADL methods in IP related disputes. Disputes settlement have additional social meaning”. 36 Menurut Teori Strukturasi, penyelesaian sengketa non litigasi hanya dapat dilakukan melalui tindakan kontinu. Tindakan-tindakan manusia yang mengambil cara penyelesaian sengketa dengan menggunakan jalur non litigasi alternatif penyelesaian sengketa tidak bisa hanya diamati pada satu tindakan saja ataupun pada sekumpulan tindakan, namun harus dilihat sebagai suatu proses yang 36 Nari Lee Marcus Norrgard, “Alternatif to Litigation in IP Disputes in Asia and Finlandia”, California Western International Law Journal, Vol 43, No.1, Art.6 commit to user 35 berlangsung terus menerus membentuk suatu struktur dan struktur tersebut nantinya juga dapat menjadi sarana bagi tindakan penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi berikutnya. 37 Hal tersebut pada perbankan syariah dituangkan dalam suatu pedoman aturan atau suatu standar opersional prosedur penyelesaian sengketa atau penanganan pembiayaan bermasalah SOP pada masing-masing bank sebagai acuan untuk bertindak atau mengambil langkah-langkah penanganan penyelesaian sengketa atau penanganan pembiayaan bermasalah. Secara umum dalam menyelesaikan sengketa melalui cara non litigasi, perbankan syariah melakukannya melalui penyelesaian secara internal bank syariah, mediasi dan arbitrase syariah, dengan penjelasan sebagai berikut: 38 a Internal Bank Syariah Setiap Bank Syariah memiliki kebijaksanaan masing- masing dalam mengupayakan penyelesaian sengketa yang terjadi. Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa hal yang dijadikan pertimbangan sebagai upaya untuk penyelesaian sengketa antara lain melalui penanganan pembiayaan bermasalah, pendekatan biaya, pendekatan psikologis, pendekatan melalui campur tangan pihak ketiga atau melalui pendekatan religius. b Mediasi Upaya mediasi untuk menyelesaikan sengketa melalui cara non litigasi terdapat dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa melalui prosedur yang disepakati para pihak yaitu yang dilakukan dengan bantuan pihak ketiga mediator yang netral dan tidak memihak sebagai fasilitator, dimana keputusan untuk mencapai suatu 37 Adi Sulistiyono, Mengembangkan Paradigma Non Litigasi Di Indonesia , Cetakan 1, LPP UNS dan UNS Press, Surakarta, 2007, hlm.351 38 Dewi Nurul Musjtari, Op.Cit., hlm. 117-121 commit to user 36 kesepakatan tetap diambil oleh para pihak sendiri, tidak oleh mediator. Oleh karena itu, mediasi adalah proses penyelesaian sengketa negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. 39 Pengertian Mediasi menurut Peraturan Bank Indonesia No.85PBI2006 yang telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No.101PBI2008 tentang Mediasi Perbankan, adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. c Arbitrase Arbitrase merupakan suatu perwasitan. Secara teknis perwasitan adalah suatu peradilan perdamaian diantara para pihak yang bersepakat agar perselisihan antar mereka diperiksa dan diadili oleh hakim yang mereka tunjuk dan putusannya mengikat kedua belah pihak. Dalam pengertian lain arbitrase adalah suatu proses penyelesaian sengketa diluar peradilan atas kesepakatan para pihak yang bersangkutan oleh seorang wasit atau lebih. Menurut Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, disebutkan ada 2 dua cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu : 1 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. 2 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yaitu penyelesaian di luar pengadilan dengan cara 39 I Made Widnyana, Alternatif Penyelesaian Sengketa ADR, Indonesia Business Lawa Center IBLC , Kantor Hukum Gani Djemat Parntners, Jakarta 2007, hlm. 107 commit to user 37 Konsultasi,Negosiasi, Mediasi, Konsolidasi dan Penilaian Ahli.

b. Penyelesaian Sengketa Dalam Sejarah Islam

Hukum Islam merupakan hukum agama yang bersumber pada kitab Al - Qurán dan Hadist yang mengikat pada individu dan berlaku bagi semua kaum muslimin. Dalam sistem kekuasaan kehakiman, pada sebuah pemerintahan sepanjang dijumpai dalam sejarah Islam ditemukan 3 tiga model kekuasaan penegakan hukum lembaga penegakan hukum, yaitu al-qadla kekuasaan pengadilan biasa, kekuasaan al-hisbah , dan kekuasaan al-madzalim , yang memiliki kewenangan tersendiri. 40 1 Kekuasaan Al – Qadla Lembaga peradilan yang menyelesaikan masalah-masalah tertentu antara lain mencakup perkara-perkara keperdataan termasuk hukum keluarga dan masalah pidana. Pengertian Al-Qadha dari segi istilah ahli fiqih adalah perkataan yang harus dituruti yang diucapkan oleh seseorang yang mempunyai wilayah umum atau menerangkan hukum agama atas dasar mengharuskan orang mengikutinya. 41 2 Kekuasaan Al – Hisbah Lembaga resmi negara yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan masalah-masalah atau pelanggaran-pelanggaran ringan yang sifatnya tidak memerlukan proses peradilan. Misalnya, mengenai pengurangan takarantimbangan di pasar, menjual makanan yang sudah kadaluwarsa, kendaraan yang melebihi kapasitas angkut dan lain-lain. Hisbah adalah suatu tugas keagamaan yang masuk dalam bidang amar ma‟ruf nahi mungkar. Tugas lembaga ini memberi bantuan kepada orang-orang yang tidak dapat mengembalikan haknya tanpa bantuan dari petugas hisbah dan juga bertugas mengawasi berlaku tidaknya undang-undang umum dan adab-adab kesusilaan 40 Suhrawardi K Lubis, Farid Wajadi. Hukum Ekonomi Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm.189 41 ibid. commit to user 38 yang tidak boleh dilanggar oleh seorangpun. 3 Kekuasaan Al – Madzalim Lembaga yang dibentuk oleh pemerintah khusus untuk membela orang-orang yang teraniaya akibat sikap semena-mena penguasa negara. Kekuasaan Madzalim memeriksa perkara-perkara yang tidak masuk kedalam wewenang hakim biasa. Berdasarkan uraian tersebut , terlihat bahwa segala persoalan yang timbul dalam masyarakat ketika itu dapat diselesaikan oleh ketiga lembaga tersebut. Penyelesaian sengketa berdasarkan hukum Islam yang berlaku di Indonesia melalui cara: 1 Perdamaian Ash- Shulhu Musyawarah di kenal juga dengan istilah lain yaitu perdamaian, negosiasi, konsiliasi, dan dalam Islam disebut dengan Shulh atau Ishlah . Secara bahasa, “shulh” berarti meredam pertikaian, sedangkan menurut istilah “shulh” berarti suatu jenis akad atau perjanjian untuk mengakhiri perselisihanpertengkaran antara dua pihak yang bersengketa secara damai. Menyelesaikan sengketa berdasarkan perdamaian untuk mengakhiri suatu perkara sangat dianjurkan oleh Allah Subhana Wa T a‟ala sebagaimana tersebut dalam surat An Nisa ayat 126 yang artinya “Perdamaian itu adalah perbuatan yang baik”. Masing-masing pihak yang mengadakan perdamaian dalam syariat Islam diistilahkan mushalih, sedangkan persoalan yang diperselisihkan disebut mushalih ánhu, dan perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap pihak lain untuk mengakhiri pertikaian atau perselisihan dinamakan mushalih „alaihi atau disebut juga badalush shulh. Dasar hukum anjuran dilakukannya perdamaian dapat dilihat dalam ketentuan Al-Qurán, Sunnah Rasul Hadist dan Ijmak . Ada tiga rukun yang harus dipenuhi dalam perjanjian perdamaian yang harus dilakukan oleh orang melakukan perdamaian, yakni ijab, qabul dan commit to user 39 lafazd dari perjanjian damai tersebut. Jika ketiga hal ini sudah terpenuhi, maka perjanjian itu telah berlangsung sebagaimana yang diharapkan. Berdasarkan perjanjian damai lahir suatu ikatan hukum dan masing-masing pihak berkewajiban untuk melaksanakannya. Perlu diketahui bahwa perjanjian damai yang sudah disepakati itu tidak bisa dibatalkan secara sepihak. Jika ada pihak yang tidak menyetujui isi perjanjian itu, maka pembatalan perjanjian itu harus atas persetujuan kedua belah pihak. 42 Perdamaian dalam Islam sangat dianjurkan, sebab dengan adanya perdamaian diantara pihak yang bersengketa, maka akan terhindarlah kehancuran silaturahmi diantara para pihak. Dalam kontrak yang dibuat antara pihak bank dengan nasabah terkait dengan penyelesaian sengketa ini, hal pertama yang disebutkan adalah keinginan bersama untuk melakukan musyawarah untuk mufakat apabila dikemudian hari terjadi sengketa dalam hal pelaksanaan perjanjian atau kontrak yang telah disepakati bersama. Kemudian jika jalur musyawarah mengalami kegagalan ada jalur lain yang diperjanjikan baik itu melalui lembaga arbitrase, atau langsung menunjuk lembaga pengadilan. 43 Adapun yang menjadi syarat sahnya suatu perjanjian perdamaian dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Menyangkut subyek atau pihak-pihak yang mengadakan perjanjian perdamaian. b. Menyangkut obyek perdamaian. c. Persoalan yang boleh didamaikan. Dalam hal terjadi sengketa dalam kegiatan usaha yang dijalankan berdasarkan prinsip ekonomi syariah, maka berdasarkan fatwa Dewan 42 Abdul Manan , “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Sebuah Kewenangan Baru Peradilan Agama ” terdapat dalam http:www.badilag.netdata ARTIKEL makalah 20pak 20 manan.pdf, diakses tanggal 2 Juni 2014 43 Muchtar A.H. Labetubun. , “Kompetensi Pengadilan Agama Terhadap Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Berdasarkan Hukum Islam. ” SASI: dalam Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon . Vol. 18, 2012, No. 1, hlm. 58 commit to user 40 Syariah Nasional menyebutkan, penyelesaian yang dilakukan seyogyanya melalui jalur musyawarah untuk mufakat. Hal ini merujuk pada nilai-nilai ajaran Islam yang menyatakan bahwa jika terjadi sengketa dalam kegiatan fiqh muamalah , penyelesaian secara damai merupakan sebaik-baiknya jalan yang dipilih. Sesama muslim adalah bersaudara sehingga sangat penting menjaga tali persaudaraan. Ketentuan ini merujuk pada Al Qur‟an Surat Al Hujarat ayat 9 yang artinya: “Dan apabila ada golongan mukmin yang berperang, maka damaikanlah antara keduanya.. Jika golongan itu telah kembali kepada perintah Allah, maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku Adil.” 2 Tahkim Arbitrase Arbitrase yang dalam Islam di kenal dengan istilah Al-Tahkim merupakan bagian dari Al-Qadla Peradilan. Seperti yang dikemukakan oleh sarjana muslim Ibnu Farhum, bahwa Wilayah Tahkim adalah wilayah yang didapatkan dari perseorangan, ini merupakan bagian dari al-qadla yang berhubungan dengan harta benda, bukan dengan al-hudud dan al-qisha . Ibnu Nu‟jaim juga pernah berkata: “ Al-Tahkim adalah bagian dari Al-Qadla ”. 44 Secara Etimologi, tahkim berarti menjadikan seseorang sebagai pencegah suatu sengketa. Secara umum, tahkim memiliki pengertian yang sama dengan arbitrase yang dikenal sekarang ini, yakni pemutusan suatu persengketaan oleh seseorang atau beberapa orang yang ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersengketa diluar hakim atau pengadilan dalam praktiknya disebut juga dengan perwasitan. Orang yang menyelesaikan persengketaan disebut Hakam. Dasar hukum lembaga arbitrase menurut syariat Islam dapat disandarkan kepada teks yang terdapat dalam Surat An- Nisa 4 : 35 44 Ibid., hlm. 59 commit to user 41 yang berbunyi : ”Jika kamu khawatir ada persengketaan diantara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberikan taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal”. 45 Lembaga arbitrase untuk menyelesaikan sengketa bisnis bank syariah pada saat didirikan tanggal 21 Oktober 1993 bernama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia BAMUI, kemudian dalam Rakernas Majelis Ulama Indonesia Tahun 2002 berubah nama menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional dan dituangkan dalam Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia No. Kep-09MUIXII2003 Tanggal 24 Desember 2003, tentang Badan Arbitrase Syariah Nasional. Badan Arbitrase Syariah Nasional BASYARNAS adalah lembaga hakam yang bebas, otonom dan independen, tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan dan pihak-pihak manapun. Merupakan perangkat organisasi Majelis Ulama Indonesia yang berwenang : a Menyelesaikan secara adil dan cepat sengketa muamalah perdata yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain, menurut hukum dan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa dan para pihak secara tertulis menyerahkan penyelesaiannya kepada Badan Arbitrase Syariah Nasional sesuai dengan prosedur. b Memberikan pendapat yang mengikat atas permintaan para pihak tanpa adanya suatu sengketa mengenai persoalan berkenaan dengan suatu perjanjian. Fungsi Badan Arbitrase Syariah Nasional menyelesaikan sengketa perbankan syariah dengan menetapkan suatu keputusan hukum melalui cara menunjuk seseorang untuk menyelesaikan sengketa. Selama tahun 1997 sampai dengan tahun 2015, Badan 45 Ibid., hlm. 84 commit to user 42 Arbitrase Syariah Nasional telah menyelesaikan 17 kasus sengketa Perbankan Syariah, permasalahan yang timbul sebagian besar disebabkan karena belum lengkapnya perangkat hukum yang mengatur perbankan syariah, juga karena masih kurangnya pemahaman masyarakat mengenai perbankan syariah. c Tabel 3. Jumlah Kasus di BASYARNAS No Tahun Perkara Perkara Pihak Yang Berperkara Putusan Keterangan 1 1997 Pembiayaan Al Mudharabah PT. BPRS X Dengan Nasabah Final dan mengikat Putusan Arbiter BAMUIPutKa. Jak. 2 1998 Pembiayaan Al Baiu Bithaman Ajil PT. Bank Syariah X Dengan Nasabah Final dan mengikat Putusan Arbiter BAMUIPutKa. Jak. 3 1999 PembiayaanAl Baiu Bithaman Ajil PT. BankSyariah X Dengan Nasabah Final dan mengikat Putusan Arbiter BAMUIPutKa. Jak. 4 1999 Pembiayaan Al Mudharabah PT. Bank Syariah X Dengan Nasabah Final dan mengikat Putusan Arbiter BAMUIPutKa. Jak. 5 1999 Pembiayaan Al Baiu Bithaman Ajil PT. Bank Syariah X Dengan Nasabah Final dan mengikat Putusan Arbiter BAMUIPutKa. Jak. 6 2000 Klaim Asuransi Barang Perjanjian Angkutan PT. X PT Asuransi Syariah X Damai Putusan Arbiter BAMUIPutKa. Jak. 7 2001 Pembiayaan Al Baiu Bithaman Ajil PT. Bank Syariah X Dengan Nasabah Final dan mengikat Putusan Arbiter BAMUIPutKa. Jak. 8 2001 Pembiayaan Al Murabahah PT. Bank Syariah X Dengan Nasabah Damai Putusan Arbiter BAMUIPutKa. Jak. 9 2002 Pembiayaan Al Baiu Bithaman Ajil PT. Bank Syariah X Dengan Nasabah Final dan mengikat Putusan Arbiter BAMUIPut Ka. Jak. 10 2002 Pembiayaan Al Baiu Bithaman Ajil PT. Bank Syariah X Dengan Nasabah Damai Putusan Arbiter BAMUIPutKa. Jak. 11 2002 Pembiayaan Al Baiu Bithaman Ajil PT. Bank Syariah X Dengan Nasabah Final dan mengikat Putusan Arbiter BAMUIPutKa. Jak. commit to user 43 12 2002 Pembiayaan Al Baiu Bithaman Ajil PT. Bank Syariah X Dengan Nasabah Final dan mengikat Putusan Arbiter BAMUIPutKa. Jak. 13 2004 Pembiayaan Al Mudharabah PT. Bank Syariah X Dengan Nasabah Final dan mengikat Putusan Arbiter BASYARNASPutKa. Jak. 14 2006 Pembiayaan Al Murabahah PT. BPRS X Final dan mengikat Putusan Arbiter BASYARNASPutKa. Jak. 15 2008 Pembiayaan Mudharabah Muqqayadah PT. X Final dan mengikat Putusan Arbiter BASYARNASPutKa. Jak. 16 2008 Pembiayaan Al-Mudharabah PT. X Final dan mengikat Putusan Arbiter BASYARNASPutKa. Jak. 17 2009 Pembiayaan Al-Murabahah PT. BPRS X Final dan mengikat Putusan Arbiter BASYARNASPutKa. Jak 18 2012 Klaim Asuransi Syariah PT. Asuransi Syariah X Final dan mengikat Putusan Arbiter BASYARNASPutKa. Jak. 19 2013 Pembiayaan Al-Murabahah PT. Bank Syariah X Final dan mengikat Putusan Arbiter BASYARNASPutKa. Jak. 20 2014 Pembiayaan Musyarakah PT. Bank Syariah X Perdamai an Putusan Arbiter BASYARNASPutKa. Jak. 21 2015 Pembiayaan Murabahah PT. Bank Syariah X Proses Sidang Proses Sidang 22 2015 Pembiayaan Murabahah PT. Bank Syariah X Proses Sidang Proses Sidang 23 2015 Pembiayaan Murabahah PT. Bank Syariah X Proses Sidang Proses Sidang Sumber : Kutipan Tesis Penyelesaian Sengketa Bank Syariah Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional BASYARNAS, Mohamad Nur Mahri, SH.MH 46 46 Mohammad Nur Mahri . 2013, „Penyelesaian Sengketa Bank Syariah Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional BASYARNAS ” Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta commit to user 44 3 Wilayat al Qadla Kekuasaan Kehakiman Wilayat Al-Qadla secara harfiah berarti memutuskan atau menetapkan. Menurut hukum fiqh , kata ini berarti menetapkan hukum syara ‟ pada suatu peristiwa atau sengketa untuk menyelesaikannya secara adil dan mengikat. Lembaga ini berwenang menyelesaikan perkara-perkara perdata dan pidana. Di Indonesia, lembaga Al-Qadla ini dikenal dengan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Dengan demikian setelah adanya kewenangan Peradilan Agama, perkara yang diajukan terkait dengan ekonomi dan perbankan syariah selain dapat diselesaikan melalui arbitrase syariah, juga dapat diselesaikan melalui lembaga Peradilan Agama yang konsisten dengan prinsip syariah. 47 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 junto Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, mendefinisikan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi: a. Bank syariah, b. Lembaga keuangan mikro syariah, c. Asuransi syariah, d. Reasuransi syariah, e. Reksadana syariah, f. Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, g. Sekuritas syariah, h. Pembiayaan syariah, i. Pegadaian syariah, j. Dana pensiun lembaga keuangan syariah dan k. Bisnis syariah. Di dalam hal penyelesaian sengketa bisnis yang dilaksanakan atas prinsip-prinsip syariah melalui mekanisme litigasi di Peradilan Agama terdapat beberapa kendala, antara lain belum tersedianya hukum materiil baik yang berupa undang-undang, maupun kompilasi sebagai pegangan para hakim dalam memutus perkara. Masih banyak para aparat hukum yang belum mengerti tentang ekonomi syariah atau 47 Muchtar, Op.cit., hlm.84 commit to user 45 hukum bisnis Islam, belum tersedianya lembaga penyidik khusus yang kompeten dan menguasai hukum syariah. 48

5. Teori Sistem Hukum