Pendekatan Penelitian Fokus Penelitian Pelaksanaan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Melalui Cara Non

commit to user 54 sosial dalam masyarakat berfungsi sebagai penunjang untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi .

B. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis, bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal di daerah atau saat tertentu, mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum dan pelaksanaannya didalam masyarakat berkenaan dengan obyek penelitian. Peneliti telah mendapat gambaran berupa data awal tentang permasalahan. 58 Penelitian deskriptif analitis dilakukan untuk mendeskripsikan pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi yang terjadi antara bank dengan nasabah pada Bank Syariah Mandiri di Surakarta.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian penulis dilakukan pada PT.Bank Syariah Mandiri di Surakarta yang berdomisili hukum di Jalan Slamet Riyadi Nomor 388 Surakarta. 57142 dengan pertimbangan bank tersebut merupakan bank syariah pertama yang membuka kantor cabang di Surakarta, memiliki jaringan kantor terbesar di Surakarta dengan satu kantor cabang, dua belas kantor cabang pembantu, dua kantor kas dan dua kantor payment point, memiliki Asset per Desember 2014 Rp, 1,9 Trilyun, Dana Pihak Ketiga Rp.1,1 Trilyun, Pembiayaan Rp.1,8 Trilyun dan Non Performing Financing NPF 4 . Pertumbuhan jaringan kantor yang memberikan layanan kepada nasabah menunjukkan pertambahan jumlah nasabah yang dilayani, sehingga potensi adanay sengketa antara nasabah dan bank syariah sangat dimungkinkan.

D. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif merupakan tata cara 58 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 105 commit to user 55 penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan informan secara tertulis atau lisan dari perilaku nyata. 59

E. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada penerapan prinsip hukum syariah dalam pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi pada Bank Syariah Mandiri di Surakarta dan kendala-kendala yang menghambat proses penyelesaian tersebut, serta implementasinya.

F. Jenis Data Penelitian

Jenis data yang digunakan adalah :

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama, yakni perilaku warga masyarakat, melalui penelitian. 60 Data primer merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan, yaitu data yang diperoleh dari narasumber yang berkaitan dan dianggap berwenang, mengetahui segala informasi yang diperlukan dalam penelitian, baik berupa aturan, pengalaman praktek, pendapat serta segala sesuatu hal yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian mengenai pembiayaan bermasalah. Sumber bahan data primer yaitu pihak-pihak yang secara yuridis berhak memberi keterangan-keterangan sebagai pihak-pihak yang terlibat secara langsung dengan permasalahan yang diteliti yaitu Pemimpin Cabang, Marketing Manager, Staff Divisi Legal dan Nasabah. Dalam hal ini diperoleh dari hasil wawancara dengan Marketing Manager PT. Bank Syariah Mandiri Surakarta yaitu Bapak Ilhamsjah M. Arbi dan Staff Divisi Legal Sales Assistant yaitu Bapak Yuan Setiana dan karyawan lainnya.

b. Data Sekunder

Data Sekunder, antara lain mencakup peraturan perundang- undangan, dokumen-dokumen resmi, artikel penelitian buku-buku, 59 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm.32 60 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm.12 commit to user 56 hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan. Data sekunder digunakan untuk mendukung data primer, diperoleh tidak secara langsung dari sumber data informan yaitu berupa bahan-bahan kepustakaan, seperti tulisan ilmiah, dokumen-dokumen resmi, buku, arsip, literatur, majalah, hasil penelitian, laporan, peraturan perundang-undangan, dan sumber- sumber tertulis lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti meliputi antara lain: 1. Bahan hukum primer sebagai bahan hukum yang bersifat mengikat, yang terdiri dari: a. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa; c. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama; d. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; e. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan; f. Putusan MK Nomor 93PUU-X2012 tentang Penyelesaian Sengketa Bank Syariah. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu data-data yang berhubungan erat dengan bahan hukum primer, yang dapat memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer untuk membantu menganalisis permasalahan dalam penelitian, yaitu: a. Buku-buku ; b. Hasil-hasil penelitian; 3. Bahan hukum tersier yaitu a. Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, Kamus lainnya b. Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional DSN commit to user 57 G.Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dari tempat penelitian; sehingga diperoleh data yang diperlukan, melalui sebagai berikut : 1. Studi Kepustakaan Studi Kepustakaan yaitu penelitian terhadap sumber-sumber pustaka tertulis seperti perundang-undangan yang berlaku, literatur-literatur, karya ilmiah lain yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian untuk memperoleh data-data sekunder. 2. Wawancara Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk memperoleh informasi dan keterangan-keterangan dari informan baik dengan tatap muka atau tidak. Dalam melakukan wawancara ini penulis menggunakan teknik wawancara terarah directive interview . 61 Wawancara dilakukan penulis berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelum dilakukan wawancara. Wawancara ini dilakukan dengan melakukan tanya jawab terhadap Marketing Manager dan Staff Legal, Sales Assistant PT. Bank Syariah Mandiri Surakarta. H.Teknik Analisis Data Teknik analisis data merupakan hal yang sangat penting untuk menguraikan dan memecahkan masalah yang diteliti berdasarkan data yang dikumpulkan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif model interaktif, yaitu digunakan dengan cara interaksi, baik komponennya maupun dengan proses pengumpulan data, dalam proses berbentuk siklus. 61 Soerjono Soekanto. Op.Cit., hlm. 229 commit to user 58 Pengumpulan Data Reduksi Data Penarikan Kesimpulan Verifikasi Sajian Data Terdapat tiga komponen utama analisis antara lain. 62 : 1. Reduksi Data Kegiatan yang bertujuan untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari catatan dan pengumpulan data, merupakan proses seleksi dan penyederhanaan data. Proses ini berlangsung terus menerus sampai laporan akhir penelitian selesai. 2. Sajian Data Sajian data merupakan sekumpulan informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilaksanakan yang meliputi berbagai jenis matrik, data, gambar dan sebagainya yang harus mengacu pada rumusan masalah, sehingga dapat diperoleh jawaban dari masalah yang diteliti. 3. Penarikan kesimpulan dan Verifikasi Penarikan kesimpulan akhir dapat dilakukan setelah melalui tahapan verifikasi agar dapat dipertanggung jawabkan yaitu dengan memahami arti dari berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan peraturan, pernyataan-pernyataan, alur sebab akibat untuk menarik kesimpulan. Untuk lebih memperjelas tahapan analisis data, dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 3. Teknik Analisis Data 62 HB Sutopo. Op.Cit, hlm. 91-93 commit to user 59 Keterangan Gambar : Ketiga komponen tersebut proses analisa interaktif dimulai pada waktu pengumpulan data penelitian, peneliti selalu membuat reduksi data dan sajian data. Setelah pengumpulan data selesai, ditarik kesimpulan berdasarkan apa yang terdapat dalam sajian data. Aktivitas yang dilakukan dengan suatu siklus akan didapatkan data-data yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Apabila kesimpulan kurang memadai, maka peneliti wajib kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung kesimpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data. Penelitian kualitatif prosesnya berlangsung dalam bentuk siklus. 63 63 HB.Sutopo. Op.Cit, hlm. 96 commit to user 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Melalui Cara Non

Litigasi Pada PT. Bank Syariah Mandiri di Surakarta dan Kesesuaian Pelaksanaannya Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Undang-Undang serta Peraturan Terkait. Berdasarkan Pasal 19 ayat 1 huruf c,d,e,f,g, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi : 1. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah , akad musyarakah , atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 2. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam , akad istishna , atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 3. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qard atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 4. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 5. Melakukan pengambil alihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah Menurut ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah dan atau Unit Usaha Syariah harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon nasabah penerima fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum Bank Syariah dan atau Unit Usaha Syariah menyalurkan dana kepada nasabah penerima fasilitas. Untuk memperoleh keyakinan dimaksud, Bank Syariah dan commit to user 61 atau Unit Usaha Syariah wajib melakukan penilaian yang seksama terhadap watak character , kemampuan capacity , modal capital , agunan colateral dan prospek usaha condition of economy dari calon nasabah penerima fasilitas. Berdasarkan hal tersebut di atas jelas bahwa sebelum Bank Syariah dan atau Unit Usaha Syariah menyalurkan dana harus harus mempunyai keyakinan atas kemauan yaitu itikad baik dari calon nasabah untuk membayar kembali dana yang disalurkan oleh Bank Syariah dan atau Unit Usaha Syariah dan kemampuan calon nasabah yaitu keadaan dan atau asset calon nasabah sehingga mampu untuk membayar kembali dana yang disalurkan oleh Bank Syariah dan atau Unit Usaha Syariah. Setiap permohonan pembiayaan yang diajukan dan telah memenuhi persyaratan, akan dianalisis secara tertulis, lengkap, akurat dan obyektif dengan memperhatikan prinsip-prinsip syariah, ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan Peraturan Bank Indonesia serta peraturan lain yang berkaitan. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Marketing Manajer, 64 Bank Syariah Mandiri Surakarta diperoleh keterangan bahwa proses pemberian pembiayaan bank kepada nasabah merupakan suatu rangkaian yang dimulai dari tahap bank menerima permohonan nasabah, tahap analisis pembiayaan, tahap pemutusan pembiayaan, tahap pencairan, tahap monitoring dan tahap penyelesaian atau penyelamatan jika pembiayaan menjadi bermasalah. Tahapan proses pembiayaan di Bank Syariah Mandiri Surakarta, menurut Marketing Manajer Bank Syariah Mandiri, 65 adalah sebagai berikut: 1. Tahap Penerimaan Permohonan Nasabah, meliputi proses: a. Penetapan tujuan permohonan b. Penelitian berkas permohonan c. Investigasi awal melalui wawancara 64 Wawancara dengan Ilhamsjah M.Arbi, Marketing Manajer Bank Syariah Mandiri, pada tanggal 8 April 2015 65 Wawancara dengan Ilhamsjah M.Arbi, Marketing Manajer Bank Syariah Mandiri, pada tanggal 8 April 2015 commit to user 62 d. Penetapan proses pembiayaan untuk diteruskanditindaklanjuti atau tidak 2. Analisis Pembiayaan Analisis pembiayaan terdiri atas: a. Analisis Kualitatif, yang dibedakan atas: 1 Aspek legalitas, yang ditekankan pada analisis aspek kewenangan bertindak dan kelengkapan perijinan bagi calon nasabah perorangan dan badan usaha 2 Perijinan dan masa berlakunya izin usaha, SIUP, dan TDP 3 Aspek karakter dan manajemen. Penekanan pada penelaahan karakter dan manajemen yang dapat diketahui dari trade checking dan bank checking . 4 Aspek teknis produksi 5 Aspek pemasaran 6 Aspek lingkungan dan sosial. b. Analisis Kuantitatif 1 Analisis laporan keuangan 2 Analisis kelayakan 3 Analisis agunan 4 Analisis risiko dan mitigasi 3. Penetapan Jumlah Pembiayaan dan Struktur Pembiayaan Pada prinsipnya jumlah dan jenis pembiayaan yang akan diberikan disesuaikan dengan evaluasi analisis kemampuankondisi keuangan calon nasabah. Dengan kata lain sesuai dengan kebutuhan. Dalam menetapkan jumlah pembiayaan dan kemampuan membayar kembali, bank wajib memperhatikan ketentuan mengenai Batas Maksimum Penyaluran Dana BMPD. 4. Kewenangan Memutus Pembiayaan 1 Kewenangan memprakarsai suatu pembiayaan diberikan kepada Marketing Manager sebagai Account Officer AO yang merangkap bertindak sebagai Sales Marketing . commit to user 63 2 Pemutus pembiayaan yang diprakarsai Marketing Manager adalah Komite Pembiayaan yang terdiri dari Kepala Cabang dan Kepala Bagian. 5. Dokumentasi dan Administrasi Pembiayaan Dalam pemberian pembiayaan, salah satu dokumen yang penting adalah akad pembiayaan. Akad pembiayaan merupakan due diligence yang bersifat administratif, yang mengatur kewajiban kedua belah pihak dan sebagai dasar bank untuk meminimalkan risiko yang dihadapi bank pada awal pembiayaan serta perubahan-perubahan yang mungkin terjadi di kemudian hari. Akad syariah menurut Habib Adjie dan Muhammad Hafidh, adalah “suatu perjanjian, perikatan, atau permufakatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yang dibenarkan oleh syara ‟prinsip syariah”. 66 6. Kualitas Pembiayaan Keberhasilan dalam penyaluran pembiayaan dapat diukur dari tinggi atau rendahnya tingkat pembayaran kembali pembiayaan oleh nasabah. Kelancaran pembayaran akan menentukan tingkat kualitas atau kolektibilitas suatu pembiayaan. Alur proses pembiayaan di Bank Syariah secara umum dapat digambarkan sebagai berikut : a. Calon nasabah mengajukan permohonan pembiayaan secara tertulis b. Bank meneliti permohonan pembiayaan, kemudian melakukan verifikasi dokumen yang diserahkan calon nasabah. Apabila reputasi dan prospek calon nasabah negatif, Bank akan membuat Surat Penolakan Pembiayaan SPP dan menyampaikan surat tersebut kepada calon nasabah. Apabila reputasi dan prospek calon nasabah positif maka Bank akan melakukan pengecekan ID identitas debitur dalam Sistem Informasi Debitur SID Bank Indonesia, dan melakukan penilaian agunan. 66 Habib Adjie dan Muhammad Hafidh, Akta Perbankan Syariah yang Selaras Pasal 38 Undang-Undang Jabatan Notaris, Pustaka Zaman, Semarang, 2011, hlm.21 commit to user 64 c. Bank menyusun hasil pengecekan SID dan penilaian agunan dalam Nota Analisa Pembiayaan NAP, kemudian dilakukan analysis assessment , compliance, dan legal review . d. Komite pembiayaan melakukan Rapat Komite Pembiayaan RKP untuk memutus pembiayaan, apabila tidak disetujui maka bank akan memberikan Surat Penolakan Pembiayaan SPP kepada calon nasabah dan proses selesai. Apabila permohonan pembiayaan disetujui, maka bank akan membuat Surat Penegasan Persetujuan Pembiayaan SP3 untuk calon nasabah. Apabila calon nasabah menolak SP3, maka proses selesai. Apabila setuju, calon nasabah memenuhi persyaratan dalam SP3, bank akan mempersiapkan akad, legalitas, kelengkapan persyaratan dan menjadwalkan pelaksanaan penandatanganan akad, pengikatan agunan dan assuransi. e. Setelah calon nasabah memenuhi persyaratan pencairan pembiayaan, maka bank akan melakukan pencairan pembiayaan sebagai akhir proses penyaluran pembiayaan. Setiap pembiayaan yang telah disetujui dan disepakati oleh nasabah harus dituangkan dalam suatu Akad pembiayaan yang harus memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi kepentingan hukum dan kepentingan bisnis dari Bank. Akad pembiayaan adalah kesepakatan tertulis antara bank dengan nasabah terkait dengan penyediaan dana dan atau tagihan piutang dalam suatu transaksi yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah, merupakan perjanjian pokok yang akan diikuti oleh perjanjian lainnya yang bersifat accesoir antara lain perjanjian pengikatan agunan, jaminan pribadi dll. Setiap akad dan addendum akad pembiayaan harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani antara bank yang diwakili oleh pihak-pihak yang memiliki wewenang atau pejabat penggantinya dan nasabah sebelum pencairan pembiayaan. Dengan penandatanganan akad maka diperoleh bukti tertulis hubungan hukum antara bank dengan nasabah dan ketentuan yang mengikat tentang hak dan kewajiban para pihak. commit to user 65 Akad pembiayaan yang dibuat bertujuan untuk kepentingan para pihak, sehingga minimal harus memuat klausula mengenai hal-hal sebagai berikut : Pertama : Pembukaan yang terdiri dari Judul Akad Perjanjian , komparisi para pihak dalam akad; alasan dilakukannnya perjanjian, ruang lingkup. Kedua : Ketentuan pokok perjanjian yang terdiri atas ketentuan umum pengertiandefinisi dari istilah-istilah yang digunakan dalam akad; jumlah pembiayaan dan penggunaannya peruntukkan tujuan penggunaan pembiayaan oleh nasabah; penarikanpencairan persyaratan dalam penarikan; jangka waktu, nisbah bagi hasilmargin; pembayaran angsuran dan ketentuan denda; force mayeur , pengakuan hutang; jaminanagunan; ketentuan tambahan assuransi; syarat-syarat yang harus diperhatikan nasabah pernyataan menjamin, hal-hal yang harus dilakukan, hal-hal yang tidak boleh dilakukan; kewajiban tambahan; pernyataan; biaya tambahan, penyelesaian perselisihan; domisili; ketentuan tambahan. Ketiga : bagian penutup berisi penegasan sebagai alat bukti, tempat pembuatan dan penandatanganan, saksi-saksi dan tanda tangan. Akta akad pembiayaan terdiri dari akta Notariil yang dibuat dihadapan Notaris dan akta dibawah tangan dibuat oleh pejabat bank sesuai kewenangannya. Untuk sahnya akad pembiayaan di Bank Syariah Mandiri mengacu kepada ketentuan yang berlaku dalam KUH Perdata yaitu harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian, antara lain : adanya kesepakatan antara Bank dengan nasabah; cakap untuk membuat suatu perikatan; suatu hal tertentu pokok persetujuan yang memuat kesepakatan antara Bank dengan nasabah terkait dengan penyediaan dana tagihan; suatu sebab yang halal tidak bertentangan dengan ketentuan hukumperundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan kesopanan. Menurut Pasal 1 ayat 13 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang memuat hak dan kewajiban bagi masing- commit to user 66 masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah. Pelaksanaan Akad harus memenuhi rukun dan syarat sesuai hukum Islam. Menurut jumhur mayoritas fukaha , rukun akad terdiri dari : 67 1. Pernyataan untuk mengikatkan diri sighat al-aqad 2. Pihak-pihak yang berakad 3. Obyek akad Syarat umum yang harus dipenuhi dalam suatu akad menurut para ulama fikih, antara lain : 68 1. Pihak-pihak yang melakukan akad telah dipandang mempu bertindak menurut hukum 2. Obyek akad diakui oleh syara‟ 3. Akad itu tidak dilarang oleh syara‟ 4. Akad yang dilakukan memenuhi syarat khusus dengan akad yang bersangkutan 5. Akad itu bermanfaat 6. Ijab tetap utuh sampai terjadi Kabul 7. Ijab dan Kabul dilakukan dala satu majelis 8. Tujuan akad itu harus jel as dan diakui oleh syara‟ Tata cara penanda tanganan akad pembiayaan harus dilakukan setelah persyaratan dalam Surat Penegasan Persetujuan Pembiayaan SP3 dipenuhi oleh nasabah meliputi pemenuhan syarat-syarat sebelum dilakukannya penanda tanganan akad dan pelunasan biaya-biaya yang berkaitan dengan pembiayaan. Penandatanganan akad pembiayaan harus dilakukan oleh bank dan nasabah dalam waktu dan tempat yang sama yaitu dilakukan dihadapan Notaris-PPAT rekanan dan waktu saat penandatanganan perjanjian accesoir berupa pengikatan agunan tidak boleh mendahului akad pembiayaan. Untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan dikemudian hari, penandatanganan akad antara bank dan nasabah agar didokumentasikan foto 67 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 103 68 ibid, hlm. 108 commit to user 67 serta Bank harus memastikan kebenarankeabsahan para pihak yang hadir pada saat penandatangan akad adalah pihak-pihak yang berwenang untuk melakukan penandatanganan. Hubungan hukum antara nasabah dan bank syariah akan berlangsung secara baik dan lancar apabila para pihak mentaati hal-hal yang telah disepakati dalam akad. Namun apabila salah satu dari para pihak menyalahi atau tidak mengindahkan satu atau lebih pasal-pasal dalam akad perjanjian yang telah disepakati maka pembiayaan akan mengalami permasalahan bahkan diprediksi akan menjadi pembiayaan bermasalah. Secara garis besar terjadinya permasalahan tersebut diawali pada saat nasabah telah memasuki kriteria wansprestasi. Nasabah pembiayaan di Bank Syariah Mandiri dapat dikategorikan sebagai telah melakukan wanprestasi, apabila tidak dapat memenuhi kewajiban sesuai persyaratan dalam akad. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Yuan Setiana Staff Divisi Legal Sales Assistant Bank Syariah Mandiri Surakarta, 69 diperoleh keterangan bahwa kriteria wanprestasi dalam pembiayaan di Bank Syariah Mandiri adalah: 1. Nasabah tidak memenuhi seluruh atau hanya sebagian kewajiban 2. Terlambat memenuhi kewajiban 3. Memenuhi kewajiban tetapi tidak seperti yang diperjanjikan dalam akad yang dibuatdisepakati 4. Melakukan sesuatu yang dilarang didalam akad. Bentuk wanprestasi dalam pembiayaan murabahah antara lain: a. Menyewakan, menjual atau mengijinkan penggunaan barang yang dibiayai kepada pihak lain tanpa seijin pihak bank b. Merubah bentuk obyek yang dijadikan jaminan c. Obyekbarang tidak sesuai dengan pesanan nasabah d. Obyekbarang tidak sesuai penawaran 69 Wawancara dengan Yuan Setiana Staff Divisi Legal Sales Assistant Bank Syariah Mandiri Surakarta, pada tanggal 4 April 2015 commit to user 68 e. Waktu pemesanan tidak sesuai dengan yang disepakati. Sedangkan bentuk wanprestasi dalam pembiayaan mudharabah antara lain: a. Penggunaan pembiayaan di luar tujuan semula b. Laporan keuangan yang disampaikan tidak benartidak mencerminkan keadaan yang sesungguhnya c. Tidak memenuhi syarat dalam akad d. Melakukan pengalihan usahadiversifikasi usaha tanpa seijin bank e. Adanya pencabutan ijin usahamasa berlakunya ijin usaha telah kadaluarsa f. Adanya permasalahan hukum. Bentuk wanprestasi dalam pembiayaan musyarakah , antara lain: a. Pembagian bagi hasil yang tidak sesuai akad b. Tidakterlambat memenuhi kewajiban laporan c. Tidak memenuhi kewajiban pembayaran sesuai akad d. Dokumensurat-surat bukti jaminan telah kadaluarsapalsu. Pada saat nasabah melakukan wanprestasi, maka akan berpengaruh terhadap kelancaran pembayaran kewajiban dan kualitas atau kolektibilitas suatu pembiayaan yang pada akhirnya akan menentukan tingkat keberhasilan suatu bank dalam penyaluran pembiayaan. Pembiayaan di Bank Syariah Mandiri dikategorikan bermasalah apabila : a. diperkirakan pembiayaan tersebut tidak akan terbayar kembali baik sebagian atau seluruhnya b. nasabah tidak dapat membayar kembali sebagian atau seluruhnaya c. nasabah tidak dapat membayar kewajibannya sesuai dengan jadwal yang telah disepakati d. pembiayaan tersebut termasuk dalam kategori pembiayaan bermasalah sesuai peraturan Bank Indonesia yang berlaku yaitu termasuk dalam kolektibilitas dalam perhatian khusus DPK, kurang lancar, diragukan atau macet. Keberhasilan dalam penyaluran pembiayaan dapat diukur dari tinggi atau rendahnya tingkat pembayaran kembali pembiayaan oleh nasabah. Kelancaran commit to user 69 pembayaran akan menentukan tingkat kualitas atau kolektibilitas suatu pembiayaan. Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor 1313PBI2011, tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah menjelaskan: a. Penilaian atas kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan dilakukan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut: 1 prospek usaha; 2 kinerja performance nasabah; dan 3 kemampuan membayar. b. Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan digolongkan menjadi Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet. Sedangkan menurut Pasal 9, Peraturan Bank Indonesia No.1313PBI2011 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah: a. Penilaian terhadap prospek usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1 huruf a meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1 potensi pertumbuhan usaha; 2 kondisi pasar dan posisi nasabah dalam persaingan; 3 kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja; 4 dukungan dari grup atau afiliasi; dan 5 upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka memelihara lingkungan hidup. b. Penilaian terhadap kinerja nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1 huruf b meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1 perolehan laba; 2 struktur permodalan; 3 arus kas; dan 4 sensitivitas terhadap risiko pasar. commit to user 70 c. Penilaian terhadap kemampuan membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1 huruf c meliputi penilaian terhadap komponen- komponen sebagai berikut : 1 ketepatan pembayaran pokok dan marjinbagi hasil feeujroh ; 2 ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan nasabah; 3 kelengkapan dokumen Pembiayaan; 4 kepatuhan terhadap perjanjian Pembiayaan; 5 kesesuaian penggunaan dana; dan 6 kewajaran sumber pembayaran kewajiban. Apabila pembiayaan telah menjadi bermasalah, bank akan melakukan upaya-upaya penanganan pembiayaan bermasalah untuk memperoleh hasil yang optimal, antara lain melakukan upaya pembinaan berupa penagihan, penyelamatan pembiayaan restrukturisasi , penyelesaian pembiayaan berupa likuidasi atau penjualan agunan. Tahap pertama upaya penanganan pembiayaan bermasalah oleh bank adalah dengan melakukan pembinaan berupa penagihan dimaksudkan untuk memperoleh pembayaran dalam kesempatan pertama, dengan biaya minimum dan tetap mengedepankan itikad baik nasabah. Syarat minimal untuk dapat dilakukan pembinaan pembiayaan bermasalah melalui cara penagihan adalah masih adanya itikad baik dari nasabah, aktivitas usaha nasabah masih berjalan, nasabah masih memiliki tagihan atau piutang kepada orang lain. Upaya penagihan dapat dilakukan baik melalui pembicaraan per telepon, mengundang nasabah ke kantor, menerbitkan surat pemberitahuan peringatan, atau melakukan kunjungan ke tempat usaha rumah jaminan nasabah. Sedangkan secara administrasi bank akan melakukan pengelompokkan rekening-rekening yang memiliki tunggakan berdasarkan umur tunggakan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penagihan adalah : a. Melakukan upaya pengingat kepada nasabah sebelum jatuh tempo pembayaran b. Melakukan pendekatan commit to user 71 c. Melakukan pencegahan tunggakkan d. Menetapkan monitoring waktu pelaksanaan penagihan, antara lain sebelum tanggal jatuh tempo, pada saat tanggal jatuh tempo, dan setelah tanggal jatuh tempo. Upaya pembinaan pembiayaan bermasalah di Bank Syariah Mandiri, telah dikelola secara baik, dengan menerapkan sistem pengelolaan pembiayaan dalam tahapan yang dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Sejak H-7 7 hari sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran kewajiban nasabah, bank akan mengingatkan nasabah melalui telepon mengenai tanggal jatuh tempo kewajiban pembayaran, kewajiban penyediaan dana angsuran paling lambat 1 hari sebelum jatuh tempo pembayaran, memonitor perkembangan usaha nasabah. 2. H-1 satu hari sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran kewajiban nasabah, bank memonitor ketersediaan dana atau transfer nasabah 3. H=0 tanggal jatuh tempo pembayaran kewajiban nasabah, bank melakukan monitoring terhadap nasabah yang belum melakukan pembayaran kewajiban, melalui telpon, sms, atau kunjungan langsung 4. H+1 sd H+5 satu hari sampai dengan lima hari setelah jatuh tempo pembayaran kewajiban nasabah, bank menghubungi nasabah yang menunggak kewajiban untuk melakukan setoran pembayaran, paling lambat sampai dengan tanggal 10 bulan yang bersangkutan, dengan mencari informasi mengenai penyebab atau alasan tunggakkan atas pembayaran kewajiban. 5. H+5 sd H+10 lima sampai dengan 10 hari setelah jatuh tempo pembayaran kewajiban nasabah, bank memonitor janji nasabah sekaligus tetap melakukan penagihan atas tunggakkan kewajiban nasabah 6. H+11 dan seterusnya sebelas hari setelah jatuh tempo pembayaran kewajiban nasabah dan seterusnya, bank melakukan penagihan dan mencari cara untuk menyelamatkan pembiayaan bermasalah melalui peninjauan kembali putusan pembiayaan, penjualan sebagianseluruh assets nasabah, atau melakukan restrukturisasi pembiayaan commit to user 72 7. Mulai H+15 lima belas hari setelah jatuh tempo pembayaran kewajiban nasabah, bank membuat surat peringatan kepada nasabah sebagai pernyataan lalai wansprestasi nasabah dengan tahapan sebagai berikut : a pada H+15; bank membuat Surat Pemberitahuan Menunggak Kewajiban kepada nasabah. b apabila sampai dengan H+30 belum ada pembayaran melunasi tunggakkan maka bank membuat Surat Peringatan 1 SP 1. c apabila sampai dengan H+60 belum ada pembayaran melunasi tunggakkan maka bank membuat Surat Peringatan 2 SP 2. d apabila sampai dengan H+90 belum ada pembayaran melunasi tunggakkan maka bank membuat Surat Peringatan 3 SP 3Terakhir. Apabila setelah batas waktu pelunasan yang ditetapkan dalam Surat Peringatan 3Terakhir nasabah belum dapat melunasi kewajibannya, maka bank akan mengambil langkah penanganan pembiayaan bermasalah sesuai kesepakatanperjanjian yang tertuang dalam akad pembiayaan, antara lain melakukan likuidasi atau penjualan agunan. Dari gambaran tahapan pengelolaan pembiayaan tersebut diatas dapat dilihat bahwa upaya monitoring atau pengawasan pembayaran kewajiban nasabah telah dilakukan sejak H-7 7 hari sebelum jatuh tempo, dan dilakukan upaya penagihan sampai dengan H+10 10 hari setelah jatuh tempo. Berdasarkan hasil penelitian penulis atas pembinaan pembiayaan bermasalah di Bank Syariah Mandiri berupa upaya penagihan, dapat disampaikan bahwa dari jumlah nasabah bermasalah pada tahun 2013 sebanyak 94 orang yang berhasil dilakukan upaya penagihan sebanyak 85 orang atau sebesar 90,4 , sedangkan pada tahun 2014 dari jumlah pembiayaan bermasalah sebanyak 55 orang, yang berhasil dilakukan upaya penagihan sebanyak 45 orang atau sebesar 81,8 . Hal tersebut menunjukkan pembinaan pembiayaan bermasalah melalui penagihan, memberikan hasil positif. commit to user 73 Tahap kedua , apabila upaya preventif berupa penagihan telah dilakukan, namun pembiayaan tetap bermasalah, maka bank akan melakukan upaya penyelamatan pembiayaan. Penyelamatan pembiayaan bermasalah adalah upaya bank yang dilakukan terhadap nasabah yang masih mempunyai itikad baik, masih mempunyai prospek usaha, kinerja dan kemampuan membayar untuk meminimalisir kerugian bank. Aturan penyelamatan pembiayaan bermasalah dapat dilihat dalam Peraturan Bank Indonesia Peraturan Bank Indonesia No 139PBI2011, Tanggal 8 Februari 2011 tentang Perubahan atas PBI No. 1018PBI2008, tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya. Tindakan atau bentuk penyelamatan dapat berupa: 70 1. Penjadwalan Kembali Rescheduling , yaitu perubahan jadwal pembayaran atau jangka waktu pembiayaan yang tercantum dalam syarat akad pembiayaan. Perubahan jadwal pembayaran kembali kewajiban pembiayaan nasabah atau jangka waktu pembiayaan dapat dilakukan melalui pola penjadwalan kembali dengan perpanjangan jangka waktu pembiayaan maksimal 3 tahun dengan total jangka waktu keseluruhan termasuk perpanjangan selama 10 tahun atau penjadwalan kembali tanpa perpanjangan waktu. 2. Persyaratan Kembali Reconditioning . Perubahan sebagian atau seluruh syarat pembiayaan sepanjang tidak menyangkut plafondsaldo maksimum pembiayaan, antara lain meliputi perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan sebagainya. Perbahan sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan nasabah melalui perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu, pemberian keringananpengurangan margin 70 Peraturan Bank Indonesia PBI No 139PBI2011, Tanggal 8 Februari 2011 Tentang perubahan atas PBI No. 1018PBI2008, Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. commit to user 74 selama tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank dengan persyaratan kondisi yang telah ditetapkan bank 3. Penataan Kembali Restructuring . Penataan kembali adalah perubahan persyaratan pembiayaan yang tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain dengan melakukan penambahan dana fasilitas pembiayaan bank dan dilakukan dengan mengkonversi akad pembiayaan. Perubahan syarat pembiayaan antara lain: a.Penambahan dana bank : b.Konversi seluruh atau sebagian tunggakan marginbagi hasil menjadi pokok pembiayaan baru c.Konversi seluruh pembiayaansebagian pembiayaan menjadi penyertaan perusahaan d.Disertai penjadwalan dan persyaratan kembali pembiayaan. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ilhamsyah M. Arbi, Marketing Manajer Bank Syariah Mandiri Surakarta, 71 langkah penyelamatan pembiayaan bermasalah berupa restrukturisasi juga merupakan momentum bank untuk melakukan penguatan posisi tawar bank yang melingkupi beberapa hal, antara lain melakukan : a. Penyehatan pembiayaan b. Analisis status hukum debiturusaha, penjaminpemberi jaminan c. Analisis status hukum asset yang dijadikan agunanpemberi jaminan d. Analisis hukum atas akad, dokumen yang dikuasai bank. Penanganan pembiayaan bermasalah melalui upaya restrukturisasi hanya dapat dilakukan terhadap pembiayaan bermasalah dengan kategori Non Performing Financing NPF yaitu untuk pembiayaan bermasalah dengan kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet. Pelaksanaannya harus berdasarkan permohonan tertulis dari nasabah dan didukung dengan analisa terhadap usaha dan kemampuan membayar yang tertuang dalam Nota Analisa 71 Wawancara dengan Ilhamsjah M.Arbi, Marketing manager Bank Syariah Mandiri Surakarta, pada tanggal 8 April 2015 commit to user 75 sebagai dasar pengambilan putusan resruksturisasi. Berdasarkan urutan gambaran pengelolaan pembiayaan tersebut di atas, nampak bahwa upaya penyelamatan pembiayaan bermasalah dimulai pada H+11 setelah jatuh tempo nasabah belum dapat memenuhi kewajibannya, bank mulai mencari cara atau upaya untuk menyelamatkan pembiayaan bermasalah. Hasil penelitian penulis atas penanganan pembiayaan bermasalah di Bank Syariah Mandiri berupa penyelamatan pembiayaan bermasalah melalui upaya restrukturisasi dapat disampaikan bahwa dari jumlah nasabah bermasalah pada tahun 2013 sebanyak 94 orang yang berhasil dilakukan upaya restrukturisasi sebanyak 4 orang atau sebesar 4,3 , sedangkan pada tahun 2014 dari jumlah pembiayaan bermasalah sebanyak 55 orang, yang berhasil dilakukan upaya restrukturisasi sebanyak 2 orang atau sebesar 3,6 . Upaya penanganan pembiayaan bermasalah berupa penyelamatan pembiayaan bermasalah melalui restrukturisasi tersebut hasilnya sangat tidak signifikan, mengingat berat dan banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi nasabah serta memerlukan waktu untuk memprosesnya. Tahap ketiga , penanganan pembiayaan bermasalah yang dinilai tidak dapat dilakukan melalui penyelamatan berupa restrukturisasi, harus segera dilakukan langkah penyelesaian pembiayaan bermasalah, agar dalam jangka waktu tertentu pembiayaan bermasalah dapat diselesaikan baik seluruhnya maupun sebagian. Langkah penyelesaian pembiayaan bermasalah antara lain dilakukan melalui likuidasi yaitu penjualan agunan sebagai pelunasan kewajiban kepada bank, hasilnya digunakan untuk melunasi kewajiban nasabah kepada bank, baik dilakukan oleh nasabah yang bersangkutan atau oleh pemilik barang agunan dengan persetujuan dan di bawah pengawasan bank. Pemberlakuan likuidasi atau penjualan agunan terhadap nasabah harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. Adanya itikad baik dari nasabah untuk melunasi membayar kewajibannya atau adanya suatu pertimbangan khusus dari bank agar pembiayaan dilunasi commit to user 76 b. Secara finansial nasabah sudah kesulitan keuangan, sedangkan agunan yang diserahkan tidak dapat menutup seluruh kewajiban nasabah. Penyelesaian pembiayaan dengan cara likuidasi atau penjualan agunan dapat dilakukan terhadap nasabah yang berdasarkan penilaian secara kuantitatif merupakan alternatif yang terbaik dan minimal telah memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Dalam rangka Penyelamatan Pembiayaan: 1. pembiayaan telah masuk dalam kategori non lancar, 2. usaha nasabah masih ada dan memiliki prospek untuk membaik, dan berkembang, 3. tidak dalam proses sengketa dengan pihak lain. b. Dalam rangka Penyelesaian Pembiayaan: 1. pembiayaan telah masuk dalam kategori Non Performing Financing NPF atau write off 2. usaha nasabah macetsudah tidak ada, tidak memiliki prospek, kinerjanya buruk, dan tidak mempunyai kemampuan membayar, dengan ciri-ciri: 3. sarana produksi yang ada sudah tidak berfungsi lagi, tetapi masih mempunyai nilai dan kondisi yang memungkinkan untuk dijual kepada pihak lain yang berminat; 4. dari segi manajemen, pengurus yang ada tidak cukup mempunyai kompetensi; 5. metodeteknologi yang dipakai tidak memadai out of date ; 6. kondisi mikro dan makro perekonomian sudah tidak mendukung aktivitas usaha nasabah; 7. telah dilakukan berbagai upaya penagihan dan penyelamatan, namun tidak berhasil, 8. tidak dalam proses sengketa dengan pihak lain. commit to user 77 Guna memudahkan dalam memilih jenis tindakan likuidasipenjualan agunan, ditetapkan kriteria masing-masing tindakan likuidasi penjualan agunan sebagai berikut: 1. Penjualan agunan secara di bawah tangan; kriteria minimal yang harus dipenuhi meliputi: a. telah memenuhi kriteria syarat agunan yang dapat dilikuidasi b. telah mendapatkan persetujuan tertulis dari nasabah, c. nasabah masih kooperatif memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya dengan cara menjual agunan. d. agunan telah belum diikat secara sempurna sesuai ketentuan yang berlaku. e. Agunan kurangtidak mudah dijual atau tidak marketable 2. Lelang Sukarela; kriteria minimal yang harus dipenuhi meliputi: a. telah memenuhi kriteria syarat agunan yang dapat dilikuidasi b. telah mendapatkan persetujuan tertulis dari nasabah, c. nasabah masih kooperatif memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya dengan cara menjual agunan. d. agunan telah belum diikat secara sempurna sesuai ketentuan yang berlaku 3. Lelang eksekusi tanpa fiat eksekusi dari pengadilan melalui KPKNL atau Balai Lelang Swasta; kriteria minimal yang harus dipenuhi meliputi: a. Telah memenuhi kriteria syarat agunan yang dapat dilikuidasi b. Nasabah tidak kooperatif tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya, c. Agunan telah diikat Hak Tanggungan dan memuat janji sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 Jo. Pasal 11 ayat 2 huruf e Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yaitu: 1 Apabila debitur cidera janji pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas commit to user 78 kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. 2 Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji. d. Bank harus sebagai pemegang Hak Tanggungan I atau satu-satunya sebagai pemegang Hak Tanggungan, e. Legalitas pemberian pembiayaan harus baik, dalam arti tidak terdapat cacat hukum, baik dalam pemberian pembiayaan maupun dalam pengikatan barang agunan, f. Nilai Hak Tanggungan atau setidak-tidaknya nilai barang agunan dapat menutup seluruh atau sebagian kewajiban nasabah. 4. Lelang eksekusi dengan fiat eksekusi dari pengadilan; kriteria minimal yang harus dipenuhi meliputi: a. Telah memenuhi kriteria syarat agunan yang dapat dilikuidasi b. Nasabah tidak kooperatif tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya. c. Agunan telah diikat Hak Tanggungan. d. Bank harus sebagai pemegang Hak Tanggungan I atau satu-satunya sebagai pemegang Hak Tanggungan. e. Legalitas pemberian pembiayaan harus baik, dalam arti tidak terdapat cacat hukum, baik dalam pemberian pembiayaan maupun dalam pengikatan barang agunan. f. Nilai Hak Tanggungan atau setidak-tidaknya nilai barang agunan dapat menutup seluruh atau sebagian kewajiban nasabah. Hasil penelitian penulis atas penyelesaian pembiayaan bermasalah di Bank Syariah Mandiri tercatat bahwa dari 94 nasabah pembiayaan bermasalah pada tahun 2013 yang berhasil dilakukan upaya likuidasipenjualan agunan sebanyak 5 orang atau sebesar 5,3 , sedangkan pada tahun 2014 dari jumlah nasabah pembiayaan bermasalah sebanyak 55 orang, yang berhasil commit to user 79 dilakukan upaya likuidasipenjualan agunan sebanyak 8 orang atau sebesar 14,5 . Upaya penanganan pembiayaan bermasalah melalui likuidasipenjualan agunan tersebut merupakan alternatif terakhir yang dilakukan bank, mengingat proses yang dilalui sangat panjang dan berbelit. Dari ketiga upaya penanganan pembiayaan bermasalah yang dilakukan di Bank Syariah Mandiri tersebut, penanganan melalui penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan cara melakukan likuidasi atau penjualan agunan merupakan upaya terakhir dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah setelah dilakukan upaya penagihan dan penyelamatan. Penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui likuidasipenjualan agunan akan dilaksanakan dengan pertimbangan: a. pembiayaan telah masuk dalam kategori Non Performing Financing NPF atau write off b. usaha nasabah macetsudah tidak ada, tidak memiliki prospek, kinerja usahanya buruk, dan tidak mempunyai kemampuan membayar, dengan ciri-ciri: 1 sarana produksi yang ada sudah tidak berfungsi lagi, tetapi masih mempunyai nilai dan kondisi yang memungkinkan untuk dijual kepada pihak lain yang berminat; 2 dari segi manajemen, pengurus yang ada tidak cukup mempunyai kompetensi; 3 metodeteknologi yang dipakai tidak memadai out of date ; 4 kondisi mikro dan makro perekonomian sudah tidak mendukung aktivitas usaha nasabah, 5 telah dilakukan berbagai upaya penagihan dan penyelamatan, namun tidak berhasil, 6 tidak dalam proses sengketa dengan pihak lain. Berdasarkan uraian tahapan proses penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi di Bank Syariah Mandiri Surakarta tersebut di atas, dapat diketahui bahwa pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah atau commit to user 80 mekanisme penyelesaian sengketa dilakukan secara internal Bank melalui upaya penagihan, restrukturisasi dan likuidasi penjualan agunan dengan mengedepankan kaidah musyawarah sesuai Standar Operasional Prosedur SOP atau Kebijakan Internal Penanganan Pembiayaan Bermasalah. Penyelesaian sengketa dengan mengedepankan kaidah musyawarah tersebut sangat dianjurkan dalam ajaran agama Islam. Ajaran agama Islam memberi peluang kepada umatnya untuk menyelesaikan perselisihan atau sengketa secara kekeluargaan. Al- Qur‟an dan Hadits menganjurkan agar para pihak melakukan musyawarah untuk menyelesaikan permasalahan secara bersama-sama, sebagaimana disampaikan dalam beberapa ayat al- Qur‟an dan Hadist di bawah ini: a. Al-Qur‟an Surat Al-Imraan Ayat 159 Artinya : “Maka berkat rahmat Allah engkau Muhammad berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu urusan peperangan dan hal-hal duniawi lainnya seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lain. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh Allah mencintai orang yang bertawakal”. 72 b. Al-Qur‟an Surat Asy-Syuura Ayat 38 Artinya : “Dan bagi orang-orang yang menerima mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka ”. 73 c. Hadits dari Imam Ahmad Artinya: Telah bersabda Rasulullah SAW. Kepada Abu Bakar dan Umar: “Apabila kalian berdua sepakat dalam musyawarah, maka aku tidak akan menyalahi kamu berdua .” HR. Ahmad 74 72 Departemen Agama – Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemah Per Kata, Syaamil Internasional, Bandung, , 2007, hlm. 71 73 Departemen Agama – Republik Indonesia, Ibid , hlm.487. 74 HR. Ahmad. jus.4, No.1857, 1419 H-1998 M , Alam Alkutub, cetakan pertama, Beirut Lebanon, hlm.227 commit to user 81 d. Hadist dari Ibnu Majjah Artinya: “Apabila salah seorang kamu meminta bermusyawarah dengan saudaranya, maka penuhilah ” . HR. Ibnu Majah 75 e. Hadist dari At Tirmidzi Artinya: Dari Abu Hurairah RA. Berkata: Rasulullah SAW bersabda “Musyawarah adalah dapat di percaya.” HR. At Tirmidzi dan Abu Daud 76 Menurut Farid Abdul Khaliq, mayoritas ulama syariat dan pakar undang- undang konstitusional meletakkan musyawarah sebagai kewajiban keislaman dan prinsip konstitusional yang pokok diatas prinsip-prinsip umum dan dasar- dasar baku yang telah ditetapkan oleh nash- nash al Qur‟an dan Hadist-Hadist. Oleh karena itu, musyawarah sangat lazim digunakan dan tidak ada alasan bagi seorangpun untuk meninggalkannya. 77 Kata “Musyawarah” menurut informan dalam tulisan Adi Sulistiyono, hampir tercantum disemua akta yang dibuatnya. Biasanya dalam akta perjanjian kerjasama bisnis senantiasa melampirkan klausula”bila dikemudian hari timbul sengketa akan diselesaikan secara musyawarah”. Namun dalam praktek pencantuman kata “musyawarah”dalam akta tersebut sebenarnya tidak difahami sebagai bagian perilaku budaya masyarakat yang mempunyai nilai yang tinggi untuk menyelesaikan sengketa, sehingga pencantuman itu hanya merupakan sekedar kebiasaan formal pembuatan akta. Fenomena yang berbeda dengan penelitian S. Macaulay, yang menyatakan bahwa semua akta perjanjian yang dibuat para pihak mencantumkan akibat yuridis bila salah satu pihak wanprestasi. Namun dalam realitasnya apabila salah satu pihak wanprestasi tidak ditegakan berdasarkan hukum, tapi diselesaikan dengan musyawarah. 78 75 HR. Ibnu Majah. Darul Fikri, tanpa tahun, tanpa nomor, tanpa cetakan 76 HR. Turmuzi, Dar ihya at turats al araby, Beirut, Lebanon, 1419 H-1998 M 77 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2012, hlm. 35 78 Adi Sulistiyono, Op.Cit., hlm. 368 commit to user 82 Sejalan dengan tulisan di atas, klausula “musyawarah” selalu dicantumkan dalam akad perjanjian di Bank Syariah Mandiri, khususnya dalam klausula pasal penyelesaian perselisihan yang secara lengkap menuliskan kalimat : “Apabila terjadi perbedaan pendapat dalam memahami atau menafsirkan bagian-bagian dari isi, atau terjadi perselisihan dalam melaksanakan Akad ini, maka NASABAH dan BANK akan berusaha untuk menyelesaikan secara musyawarah dan mufakat” Mekanisme penyelesaian sengketa dalam akad perjanjian di Bank Syariah Mandiri dilakukan sesuai dengan isi akad dengan mengedepankan penyelesaian sengketa secara musyawarah dan mufakat. Mekanisme ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93PUU- X2012 tanggal 29 Agustus 2013 tentang Penyelesaian Sengketa Bank Syariah. Proses penanganan pembiayaan bermasalah di Bank Syariah Mandiri merupakan proses peringatan dini Early Warning System untuk mendeteksi agar pembiayaan tidak macet, dimulai dari tahap penagihan yang berupa penerbitan Surat Pemberitahuan Menunggak, Surat Peringatan 1 SP 1, Surat Peringatan 2 SP 2, Surat Peringatan 3 Terakhir SP 3. Dari proses tersebut dapat diperoleh informasi bahwa nasabah kooperatif atau tidak, disamping itu dapat diperoleh pula informasi bahwa usaha yang bersangkutan masih lancar prospektif atau sedang bermasalah. Dengan bekal informasi yang diperoleh, managemen dapat memutuskan proses musyawarah selanjutnya berupa penyelamatan pembiayaan melalui proses restruksturisasi yaitu rescheduling, reconditioning atau restructuring , disitulah proses bermusyawarah dilakukan, sehingga didapatkan keputusan apakah penanganan pembiayaan bermasalah tersebut dapat dilakukan penyelamatan melalui Restrukturisasi 3 R, sehingga pembiayaan menjadi sehat kembali. Tahapan selanjutnya, jika informasi yang didapat dari hasil musyawarah tersebut diambil kesimpulan tidak dapat lagi dilakukan penyelamatan pembiayaan melalui proses resruksturisasi dikarenakan usaha ybs sudah tidak commit to user 83 mempunyai prospek, maka tahapan musyawarah berikutnya berupa penyelesaian pembiayaan melalui likuidasi penjualan agunan. Tahapan likuidasipenjualan agunan ini dilakukan mengingat peran bank syariah sebagai mudharib yang menjalankan amanah dari nasabah pemilik dana untuk menyalurkan dana ke sektor pembiayaan. Tahapan likuidasipenjualan agunan inipun dilakukan melalui proses musyawarah dimana nasabah diberi kepercayaan untuk menjual sendiri agunannya dalam rangka penyelesaian pembiayaan nasabah atau nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk menjual atau melakukan lelang yang hasilnya digunakan untuk menyelesaikan kewajibannya. Pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi merupakan pilihan utama di Bank Syariah Mandiri, mengingat hal tersebut merupakan langkah yang murah, sederhana dan cepat daripada penyelesaian sengketa melalui cara litigasi yang memerlukan biaya, proses berbelit dan waktu lama sehingga akan menimbulkan risiko perbankan yang tentunya akan diminimalisir atau dihindari oleh bank. Sampai saat ini mekanisme tersebut dapat dipertahankan, namun dengan berjalannya waktu, peningkatan pemahaman nasabah, perkembangan situasi serta adanya itikad tidak baik dari nasabah, maka penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi dengan mengedepankan kaidah musyawarah dalam penyelesaian sengketa perlu terus dipertahankan dan disempurnakan agar dapat mengantisipasi dampak risiko perbankan di kemudian hari. Penyelesaian sengketa keperdataan di bank syariah termasuk dalam ranah hukum perjanjian. Oleh karena itu, maka berlakulah asas kebebasan berkontrak atau dengan kata lain penyelesaian sengketa menganut stelsel terbuka open system . Konsekuensi yuridis dari sistem ini adalah bahwa para pihak dalam rangka menyelesaikan sengketa yang dialaminya memiliki kebebasan dalam memilih hukum choice of law dan kebebasan dalam memilih forum choice of forum . commit to user 84 Adanya kebebasan memilih hukum dan memilih forum, dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, menyebutkan bahwa: 1 Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama 2 Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat 1, penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad. 3 Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah. Mengenai penyelesaian sengketa perbankan syariah, Pasal 4 Peaturan Bank Indonesia No. 919PBI2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 1016PBI2008, menyebutkan bahwa: 1 Dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana tertuang dalam Akad antara bank dengan nasabah, atau jika terjadi sengketa antara bank dengan nasabah, penyelesaian dilakukan melalui musyawarah. 2 Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan antara lain melalui mediasi termasuk mediasi perbankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3 Dalam hal penyelesaian sengketa sebagiamana dimaksud pada ayat 2 tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui mekanisme arbitrase syariah atau melalui lembaga peradilan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan kedua ketentuan tersebut di atas pada dasarnya upaya penyelesaian sengketa melalui cara non litigasi antara nasabah dan bank dapat pula dilakukan melalui negosiasi, konsiliasi, mediasi dan arbitrase sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Adanya ketentuan tersebut dapat menjadi peluang bagi para pihak untuk menentukan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya apabila mekanisme musyawarah tidak berhasil. Sehubungan dengan kondisi dimaksud maka diperlukan sebuah lembaga penyelesaian sengketa alternatif alternative dispute resolution yang commit to user 85 mampu melaksanakan fungsi dispute settlement yang bersifat win-win solution , sehingga dapat lebih memuaskan kedua belah pihak yang bersengketa secara proporsional. Salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang dapat dipilih oleh para pihak adalah melalui mediasi. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Perlu ditekankan di sini bahwa mediator tidak mempunyai kewenangan untuk memutuskan suatu sengketa. Ia hanya boleh memberikan masukan-masukan berupa alternatif solusi bagi para pihak yang sedang bersengketa. Sebagaimana diketahui menurut Pasal 8 huruf c Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, tugas Bank Indonesia antara lain mengatur dan mengawasi bank serta melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten dan transparan dan harus mempertimbangkan kebijaksanaan umum pemerintah di bidang perekonomian. Berdasarkan hal tersebut Bank Indonesia diberi kewenangan untuk menetapkan peraturan, memberikan atau mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Kewenangan Bank Indonesia sebagai regulator dan supervisi tersebut dapat diwujudkan antara lain berupa pemberian pengaturan terkait dengan penyelesaian sengketa antara nasabah dan perbankan. Hal ini sejalan dengan salah satu pilar yang terdapat dalam Arsitektur Perbankan Indonesia, yaitu Perlindungan Konsumen berupa nasabah bank. Khusus untuk perbankan mekanisme mediasi diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan, sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor commit to user 86 101PBI2008. Mediasi perbankan ini merupakan upaya lanjutan fase 2 dari upaya penyelesaian pengaduan nasabah fase 1 yang tidak terselesaikan secara internal oleh bank. 79 Pengertian Mediasi secara normatif tidak dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Oleh karena itu pengertian mediasi diambil dari pendapat ahli dan kamus. Menurut Rachmadi Usman mediasi adalah penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah. 80 Mediasi adalah sebuah mekanisme penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga yang netral, dalam artian pihak ketiga dimaksud mediator tidak memiliki kompetensi untuk membuat keputusan. Mediator hanya diperkenankan memberikan tawaran alternatif solusi dan para pihak sendiri yang pada akhirnya memberikan putusannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya seorang mediator hanya berperan sebagai penengah yang membantu para pihak untuk menyelesaikan sengketa yang dihadapinya. Sebagai penengah fungsi mediator disamping sebagai penyelenggara dan pemimpin diskusi, juga dapat membantu para pihak untuk mendesain penyelesaian sengketanya, sehingga dapat menghasilkan kesepakatan bersama. Untuk itu seorang mediator harus memiliki kemampuan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang nantinya akan dipergunakan sebagai bahan untuk menyusun dan mengusulkan berbagai penyelesaian masalah yang disengketakan. 81 Tujuan dari lembaga mediasi secara umum adalah: 82 Pertama untuk menemukan solusi terbaik atas sengketa yang terjadi di antara para pihak, 79 Anonim. Pelaksanaan Fungsi Mediasi Perbankan. Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan Bank Indonesia. http:www.bi.go.id, tanggal akses 17 Juni 2014 80 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2003, hlm. 79 81 Ibid. hlm. 87 82 Nindyo Pramono, “Lembaga Mediasi Perbankan Independen dan Mediasi Perbankan oleh BI Temporary ”. Makalah pada Diskusi Terbatas Pelaksanaan Mediasi Perbankan oleh Bank Indonesia dan Pembentukan Lembaga Mediasi Perbankan Independen, Kerjasama Bank Indonesia dan Magister Hukum UGM, Denpasar, 11 April 2007. hlm. 3 commit to user 87 dimana solusi ini dapat mereka percayai atau jalankan dan bukan untuk mencari kebenaran atau memaksakan penegakan hukum, melainkan untuk menyelesaikan masalah; Kedua mensosialisasikan dan mengembangkan konsep mediasi kepada publik, pemerintah dan organisasi dengan bekerjasama dengan berbagai institusi; Ketiga mendorong pemanfaatan mediasi dalam menyelesaikan sengketa pada seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan semangat musyawarah; dan Keempat memberikan jasa mediasi. Mediasi sebagai forum penyelesaian sengketa di luar pengadilan out of court memiliki beberapa manfaat, antara lain, yakni: 83 1. Proses relatif singkat menghemat waktu, biaya; 2. Pelaksanaannya secara tertutup dan rahasia; 3. Prosedur bersifat informal; 4. Fokus kepada akar permasalahan dengan memperhatikan aspek-aspek komersial, psikologis dan emosi para pihak; 5. Bentuk penyelesaian pada hakikatnya merupakan hasil kesepakatan para pihak yang bersengketa. Dengan demikian sebelum menempuh proses mediasi terlebih dahulu pihak nasabah harus telah mengajukan pengaduan kepada bank yang bersangkutan dan ketika tidak menerima putusan dari lembaga pengaduan yang ada di internal bank, baru kemudian pihak nasabah diperkenankan untuk menyelesaikan sengketa dimaksud ke lembaga Mediasi Perbankan, yang untuk sementara ini dijalankan oleh Bank Indonesia BI. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa khusus untuk penyelesaian sengketa perbankan antara nasabah dengan bank, berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 dapat dilaksanakan melalui Mediasi Perbankan yang sedianya akan dilaksanakan oleh Lembaga Mediasi Independen. Namun mengingat Lembaga Mediasi Independen belum dapat 83 Ibid commit to user 88 dibentuk oleh Asosiasi Perbankan, maka fungsi Mediasi Perbankan untuk sementara dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Mediasi merupakan suatu proses negosiasi penyelesaian masalah sengketa dimana suatu pihak, tidak memihak, netral, tidak bekerja dengan para pihak yang bersengketa, membantu mereka yang bersengketa mencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi yang memuaskan. 84 Mediasi biasa dipakai untuk menyelesaikan permasalahan dibidang keperdataan. Pasal 3 ayat 2 dan 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan, memberikan kewenangan kepada BI untuk sementara melaksanakan mediasi perbankan sebelum terbentuknya lembaga mediasi perbankan independen. Menurut Pasal 4 dan penjelasan Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 menyebutkan bahwa fungsi mediasi yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia terbatas pada upaya membantu nasabah dan bank untuk mengkaji ulang permasalahan atau sengketa yang timbul di antara mereka untuk memperoleh kesepakatan. Adapun yang dimaksud dengan membantu nasabah dan bank adalah Bank Indonesia memfasilitasi penyelesaian sengketa dengan cara memanggil, mempertemukan, mendengar dan memotivasi nasabah dan bank untuk mencapai kesepakatan tanpa memberikan rekomendasi atau keputusan. Banyak para ahli berpendapat bahwa Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 814DPNP tanggal 1 Juni 2006 tentang Mediasi Perbankan, tidak sepenuhnya sesuai prinsip mediasi, karena: 85 1. Pengajuan penyelesaian mediasi hanya dilakukan oleh nasabah atau perwakilan nasabah Pasal 7 ayat 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006; 84 Garry Goodpaster, Panduan Negosiasi dan Mediasi, Seri Dasar Hukum Ekonomi 9. Elips. Jakarta, 1999. hlm. 241 85 Mohammad Fajrul Falaakh, “Perlindungan Nasabah Bank Melalui Fungsi Mediasi dan Supervisi Bank Indonesia ”. Makalah pada Diskusi Terbatas Pelaksanaan Mediasi Perbankan , oleh Bank Indonesia dan Pembentukan Lembaga Mediasi Perbankan Independen, Kerjasama Bank Indonesia dan Magister Hukum UGM, Denpasar, 11 April 2007. hlm. 5 commit to user 89 2. Mengandung unsur paksaan kewajiban kepada bank untuk memenuhi panggilan BI dan mengikuti proses mediasi Pasal 7 ayat 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006; 3. Terdapat ancaman pengenaan sanksi administratif dan tingkat kesalahan bank seharusnya dalam rangka pengawasan jika bank tidak melaksanakan hal-hal yang ditentukan dalam Akta Kesepakatan Mediasi Pasal 16 Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006. Beberapa ketentuan dan mekanisme penyelesaian sengketa melalui Forum Mediasi Perbankan sebagaimana yang telah diatur dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 jo. Peraturan Bank Indonesia Nomor 101PBI2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan antara lain: 1. Mediasi perbankan menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Adapun yang menjadi penyelenggara Mediasi Perbankan menurut Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006, yakni Lembaga Mediasi Perbankan Independen yang dibentuk Asosiasi Perbankan. Proses beracara dalam mediasi perbankan secara teknis diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 814DPNP tanggal 1 Juni 2006, yaitu sebagai berikut: a. Pengajuan penyelesaian sengketa dalam rangka mediasi perbankan kepada Bank Indonesia dilakukan oleh nasabah atau perwakilan nasabah; b. Dalam hal nasabah atau perwakilan nasabah mengajukan penyelesaian sengketa kepada Bank Indonesia, bank wajib memenuhi panggilan Bank Indonesia. commit to user 90 2. Menurut Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 syarat- syarat pengajuan penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan yaitu: a. Diajukan secara tertulis dengan disertai dokumen pendukung yang memadai; b. Pernah diajukan upaya penyelesaiannya oleh nasabah kepada bank; c. Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan, atau belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh lembaga mediasi lainnya; d. Sengketa yang diajukan merupakan sengketa keperdataan; e. Sengketa yang diajukan belum pernah diproses dalam mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia; dan f. Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 enam puluh hari kerja sejak tangal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan Bank kepada nasabah. Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 tentang Proses Mediasi dilaksanakan setelah nasabah atau perwakilan nasabah dan bank menandatangani perjanjian mediasi agreement to mediate yang memuat: a. Kesepakatan untuk memilih mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa; dan b. Persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan mediasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Jika proses mediasi telah selesai dilaksanakan, maka pihak bank wajib mengikuti dan mentaati perjanjian. Mediasi yang telah ditandatangani oleh nasabah atau perwakilan nasabah dan bank. Perlu pengaturan dalam hal bank tidak mau menandatangani perjanjian mediasi agreement tio mediate , padahal nasabah telah melakukan pengaduan baik secara lisan atau tulisan, serta tidak puas terhadap penyelesaian yang diberikan oleh bank yang bersangkutan. commit to user 91 Sebagai cara untuk mengatasi hal tersebut agar sejak semula para pihak harus sudah menyatakan setuju untuk menyelesaikan sengketa yang timbul di antara mereka melalui mediasi, yaitu dengan mencantumkan klausula mediasi mediation clause dalam perjanjian pokoknya, yakni dalam perjanjian pembiayaan, serta dalam hal produk penghimpunan dana dapat dicantumkan klausula pada buku rekening simpanan nasabah bahwa dalam hal terjadi sengketa dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi perbankan setelah terlebih dahulu menempuh prosedur pengaduan nasabah. Adanya penetapan klausula mediasi inilah yang disebut sebagai mandatory mediation 86 yang didasarkan pada kesepakatan bersama oleh para pihak sebagai wujud dari sistem terbuka open system dari hukum perjanjian, yakni perjanjian terkait dengan penyelesaian sengketa vide Pasal 1338 jo Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan mencantumkan klausula mediasi dalam perjanjian pokoknya menyebabkan bank maupun nasabah terikat untuk melaksanakannya semata-mata karena memang diperjanjikan asas pacta sunt servanda . 3. Secara lebih detail dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 tentang Mediasi dan Surat Edaran Bank Indonesia SEBI Nomor 814DPNP tanggal 1 Juni 2006, ketentuan dan proses mediasi perbankan sebagai berikut: a. Persyaratan Pengajuan Penyelesaian Sengketa 1 Pengajuan penyelesaian sengketa nasabah hanya dapat dilakukan oleh nasabah atau perwakilan nasabah, termasuk lembaga, badan hukum dan atau bank lain yang menjadi nasabah bank tersebut 2 Sengketa yang diajukan adalah sengketa keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan 86 Felix Oentoeng Soebagjo , “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Bidang Perbankan ”, Bahan Diskusi Terbatas Pelaksanaan Mediasi Perbankan oleh Bangsa Indonesia dan Pembentukan Lembaga Mediasi Perbankan Independen, Kerjasama Magister Hukum Bisnis dan Kenegaraan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta dan Bank Indonesia. Yogyakarta. 21 Maret 2007 commit to user 92 3 Pengajuan penyelesaian sengketa dilakukan secara tertulis dengan format sesuai Lampiran 1 SEBI Surat Edaran Bank Indonesia dengan menyertakan dokumen yang dipersyaratkan 4 Pelaksana fungsi mediasi perbankan dapat menolak pengajuan penyelesaian sengketa yang tidak memenuhi persyaratan dimaksud. b. Batas Waktu Pengajuan penyelesaian sengketa dilakukan paling lama 60 enam puluh hari kerja, yang dihitung sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan nasabah dari bank sampai dengan tanggal diterimanya pengajuan penyelesaian sengketa oleh pelaksana fungsi mediasi perbankan secara langsung dari nasabah atau tanggal stempel pos apabila disampaikan melalui pos. Proses mediasi dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 tiga puluh hari kerja yang dihitung sejak nasabah dan bank menandatangani perjanjian mediasi agreement to mediate sampai dengan penandatanganan akta kesepakatan. c. Nilai Tuntutan Finansial Nilai tuntutan finansial dalam mediasi perbankan diajukan dengan mata uang rupiah dengan batas paling banyak sebesar Rp.500.000.000,- lima ratus juta rupiah. d. Cakupan Nilai Tuntutan Finansial 1 Nilai kumulatif dari kerugian yang telah terjadi pada nasabah 2 Potensi kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan nasabah dengan pihak lain 3 Biaya-biaya yang telah dikeluarkan nasabah untuk mendapatkan penyelesaian sengketa 4 Nilai tuntutan finansial ini tidak termasuk nilai kerugian immaterial. commit to user 93 e. Prosedur 1. Atas dasar pengajuan penyelesaian sengketa oleh nasabah, pelaksana fungsi mediasi perbankan dapat melakukan klarifikasi atau meminta penjelasan kepada nasabah dan bank secara lisan dan atau tertulis. 2. Pelaksana fungsi mediasi perbankan memanggil nasabah dan bank untuk menjelaskan tentang cara pelaksanaan mediasi perbankan. Apabila nasabah dan bank sepakat menggunakan mediasi perbankan sebagai alternatif penyelesaian sengketa, nasabah dan bank wajib menandatangani perjanjian mediasi agreement to mediate . 3. Kesepakatan yang diperoleh dari proses mediasi dituangkan dalam suatu akta kesepakatan yang bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank. Bersifat final adalah sengketa tersebut tidak dapat diajukan untuk dilakukan proses mediasi ulang pada pelaksana fungsi mediasi perbankan, sedangkan yang dimaksud dengan mengikat adalah kesepakatan berlaku sebagai undang- undang bagi nasabah dan bank yang harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Menurut Pasal 14 Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 tentang Mediasi, disebutkan bahwa bank wajib mempublikasikan adanya sarana alternatif penyelesaian sengketa di bidang perbankan dengan cara mediasi kepada nasabah. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 814DPNP tanggal 1 Juni 2006 tersebut disebutkan bahwa informasi yang wajib dipublikasikan oleh bank paling kurang memuat: a. Prosedur yang harus ditempuh nasabah untuk dapat mengajukan penyelesaian sengketa; b. Persyaratan pengajuan penyelesaian sengketa; c. Batas waktu pengajuan penyelesaian sengketa; commit to user 94 d. Nilai tuntutan finansial maksimum untuk setiap sengketa, yaitu berupa kerugian finansial yang telah terjadi pada nasabah, potensi kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan nasabah dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan nasabah untuk menyelesaikan sengketa; dan e. Cakupan nilai tuntutan finansial tidak termasuk nilai kerugian immaterial. Berdasarkan pemaparan di atas menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa perbankan melalui mediasi perbankan sudah memiliki tata cara dan prosedur yang jelas, walaupun jika dilihat forum mediasi secara umum masih terdapat beberapa hal yang bertentangan sebagaimana tersebut di atas. Penyelesaian sengketa sebagaimana telah disebutkan sebelumnya termasuk hukum perjanjian, sehingga berlaku asas kebebasan berkontrak freedom of contract principle . Para pihak bebas memilih forum dan hukum yang berlaku untuk penyelesaian sengketa yang terjadi diantara mereka. Hal serupa juga terdapat pada dunia perbankan, di mana para pihak yakni pihak bank dan nasabah mempunyai kebebasan untuk menyelesaikan sengketanya melalui lembaga-lembaga penyelesaian sengketa yang ada. Salah satu forum alternatif penyelesaian sengketa yang dapat dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa perbankan adalah melalui mediasi perbankan. Sama dengan mediasi pada umumnya pada mediasi perbankan juga terdapat pihak ketiga yang netral mediator. Menurut Pasal 6 ayat 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 mediator dibedakan menjadi dua, yaitu: 87 a. Mediator ditunjuk secara bersama oleh para pihak Pasal 6 ayat 3 87 Gunawan Wijaya, Alternatif Penyelesaian Sengketa , Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 93 commit to user 95 b. Mediator yang ditunjuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak. Berdasarkan pada ketentuan Pasal 6 ayat 4 dimaksud, maka mediator dalam lembaga mediasi perbankan termasuk dalam mediator yang ditunjuk oleh lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang telah dipilih oleh para pihak. Karena Bank Indonesia yang saat ini sementara melaksanakan fungsi mediasi perbankan, maka mediator dimaksud adalah mediator yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Mengenai kekuatan hukum dari putusan mediasi dapat dilihat dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang intinya menyatakan bahwa kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik. Kesepakatan tersebut wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari terhitung sejak penandatanganan, dan wajib dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari sejak pendaftaran. 88 Kekuatan mengikat hasil mediasi pada hakikatnya sama seperti undang-undang. Hal ini terjadi karena penyelesaian sengketa melalui mediasi merupakan kesepakatan dari para pihak, yakni bank dengan nasabah atau perwakilan nasabah. Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata ”semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya”. Khusus mengenai kesepakatan para pihak sebagai hasil mediasi disamping harus memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata juga berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan,harus dituangkan dalam bentuk akta kesepakatan yaitu dokumen tertulis yang memuat kesepakatan yang bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank. 88 Ibid . hlm. 92 commit to user 96 Kemudian berdasarkan Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan, disebutkan bahwa kesepakatan antara nasabah atau perwakilan nasabah dengan bank yang dihasilkan dari proses mediasi dituangkan dalam akta kesepakatan yang ditandatangani oleh nasabah atau perwakilan nasabah dan bank. Konsekuensi hukum setelah penandatanganan akta kesepakatan, yaitu bahwa bank wajib melaksanakan hasil penyelesaian sengketa perbankan antara nasabah dan bank. Hal tersebut terlihat dalam ketentuan Pasal 13 Peraturan Bank Indonesia Nomor 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan yang menyebutkan bahwa bank wajib melaksanakan hasil penyelesaian sengketa perbankan antara nasabah dengan bank yang telah disepakati dan dituangkan dalam akta kesepakatan. Apabila pihak bank tidak melaksanakannya, Bank Indonesia akan menjatuhkan hukuman kepada bank yang bersangkutan, yaitu sanksi administratif, mulai dari berupa denda uang, teguran tertulis, penurunan tingkat kesehatan bank, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan, pemberhentian pengurus bank dan pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang perbankan. Dengan demikian berdasarkan pada peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas, kesepakatan yang diperoleh dari mediasi perbankan mempunyai kekuatan hukum sehingga bagi para pihak wajib melaksanakannya dengan penuh iktikad baik. Dalam hal para pihak tidak melaksanakannya, Bank Indonesia akan memberikan sanksi. Hal ini juga memberikan bukti, bahwa mediasi perbankan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan mediasi pada umumnya. Proses mediasi perbankan merupakan kelanjutan dari pengaduan nasabah apabila nasabah merasa tidak puas atas penanganan dan penyelesaian yang diberikan bank. Dalam pelaksanaan kegiatan usaha commit to user 97 perbankan seringkali hak-hak nasabah tidak dapat terlaksana dengan baik sehingga menimbulkan friksi antara nasabah dengan bank yang ditunjukkan dengan munculnya pengaduan nasabah. Apabila pengaduan nasabah tidak diselesaikan dengan baik oleh bank, maka berpotensi menjadi perselisihan atau sengketa antara nasabah dengan bank cenderung berlarut-larut. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan cukup banyaknya keluhan-keluhan nasabah di berbagai media. Munculnya keluhan-keluhan yang tersebar pada publik melalui berbagai media tersebut dapat menurunkan reputasi bank di mata masyarakat dan berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan. Untuk mengurangi publikasi negatif terhadap operasional bank dan menjamin terselenggaranya mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah secara efektif dalam jangka waktu yang memadai, maka Bank Indonesia menetapkan standar minimum mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 77PBI2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh bank. Penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 77PBI2005 ini tidak selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut dikarenakan tidak terpenuhinya tuntutan nasabah bank baik seluruhnya maupun sebagian sehingga berpotensi menimbulkan sengketa antara nasabah dengan bank. Hal-hal yang diatur dalam Mediasi Perbankan adalah: 1. Nasabah atau perwakilan nasabah dapat mengajukan upaya penyelesaian sengketa melalui mediasi ke BI apabila nasabah merasa tidak puas atas penyelesaian pengaduan nasabah; 2. Sengketa yang dapat diajukan penyelesaiannya adalah sengketa keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan yang memiliki tuntutan finansial paling banyak Rp. 500.000.000,00 Lima ratus juta commit to user 98 rupiah. Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh tuntutan immaterial; 3. Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 enam puluh hari kerja saat tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan bank kepada nasabah; 4. Pelaksaan proses mediasi sejak ditandatanganinya perjanjian mediasi sampai dengan penandatanganan Akta Kesepakatan oleh para pihak dilaksanakan dalam waktu 30 hari kerja dan dapat diperpanjang sampai dengan 30 hari berikutnya berdasarkan kesepakatan nasabah dan bank; 5. Akta kesepakatan dapat memuat menyeluruh, kesepakatan sebagian, atau tidak tercapainya kesepakatan atau kasus yang disengketakan. Dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi, para pihak biasanya mampu mencapai kesepakatan diantara mereka, sehingga manfaat mediasi dapat dirasakan. Beberapa keuntungan mediasi adalah sebagai berikut: 89 1. Mediasi dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat, biaya murah dibandingkan dengan proses beracara di Pengadilan atau melalui Arbitrase. Dalam proses mediasi tidak diperlukan gugatan ataupun biaya untuk mengajukan banding sehingga biayanya lebih murah 2. Mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi para pihak yang bersengketa tetap menjaga hubungan kerjasama mereka yang sempat terganggu akibat terjadinya persengketaan diantara mereka. 3. Proses mediasi lebih bersifat informal dan menghasilkan putusan yang tidak memihak. Sesuai dengan Pasal 3 ayat 1 Peraturan Bank Indonesia No 85PBI2006 tentang Mediasi, yang membentuk lembaga mediasi perbankan independen adalah asosiasi perbankan. Asosiasi perbankan yang membentuk lembaga mediasi perbankan independen dapat terdiri dari gabungan asosiasi perbankan 89 Erna Priliasari, “Mediasi Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Terhadap Nasabah Bank ”. Artikel dalam www.legalitas.org, hlm. 8 commit to user 99 untuk menjaga independensinya. Selain dapat pula dilakukan perekrutan dari kalangan bankir. Bank Indonesia BI harus mewajibkan seluruh bank untuk menjadi anggota dari lembaga mediasi perbankan. Agar mempunyai kekuatan hukum mengikat maka BI perlu membuat PBI tentang kewajiban Bank menjadi anggota lembaga mediasi. Dalam rangka untuk menjaga kualitas dari lembaga mediasi perbankan ini, maka BI dapat memberi akreditasi pada lembaga mediasi perbankan Indonesia tersebut. Lembaga Mediasi mempunyai kewajiban melaporkan secara berkala pada BI mengenai sengketa yang pernah dimediasikan. Kemudian dari laporan tersebut BI dapat mengevaluasi kinerja dari lembaga mediasi perbankan independen tersebut dan memberikan akreditasinya. Untuk prosedur akreditasi, maka Bank Indonesia perlu membentuk PBI tentang akreditasi. Dalam Lembaga mediasi ini harus ada mediator independen yang dapat memberikan saran sesuai dengan profesinya masing-masing, misalnya ada konflik antara nasabah dengan bank mengenai masalah hukum, maka harus ada seorang mediator yang ahli di bidang hukum perbankan. Kemudian lembaga ini harus berfungsi seperti arbitrase sehingga keputusannya mengikat bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu, hasil dari kesepakatan kedua belah pihak kemudian didaftarkan pada Pengadilan Negeri agar mempunyai kekuatan hukum mengikat. Berdasarkan keseluruhan paparan tersebut di atas mengenai mekanisme Mediasi Perbankan sebagai alternatif pilihan para pihak untuk menyelesaikan sengketa, Bank Syariah Mandiri Surakarta belum pernah melaksanakannya sehingga perlu sosialisasi lebih lanjut dari Bank Indonesia agar para pihak lebih mengetahui dan memahami keberadaan mekanisme penyelesaian sengketa melalui Mediasi Perbankan. Apabila dicermati terdapat beberapa keuntungan apabila mekanisme Mediasi Perbankan dilaksanakan, yaitu : a. Mediasi perbankan akan memberikan nilai positif bagi bank maupun nasabah. commit to user 100 b. Mediasi perbankan akan mendorong terciptanya keseimbangan hubungan antara posisi bank dan nasabah c. Mediasi perbankan memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah karena hak-hak nasabah yang selama ini tidak dipenuhi bank bisa didapatkan kembali dalam waktu dan proses yang relatif cepat d. Mediasi perbankan dapat menjadi alternatif penyelesaian sengketa, mengingat sengketa yang berlarut-larut akan menyebabkan kerugian. Alternatif lain yang juga diberikan oleh Undang-Undang, Peraturan Bank Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Nasional dalam pilihan penyelesaian sengketa melalui cara non litigasi adalah melalui mekanisme arbitrase di Badan Arbitrase Syariah Nasional. Merujuk ketentuan dalam Pasal 4 ayat 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 919PBI2007 junto Peraturan Bank Indonesia Nomor 1016PBI2008 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, maka penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui arbitrase syariah baru dapat dilakukan apabila penyelesaian sengketa melalui musyawarah dan mediasi termasuk mediasi perbankan tidak mencapai kesepakatan. Berbeda dengan dengan fatwa Dewan Syariah Nasional yang menyediakan 2 dua forum sebagai mekanisme penyelesaian sengketa perbankan syariah yaitu melalui musyawarah dan arbitrase syariah. Peraturan Bank Indonesia tersebut menyediakan 3 tiga forum sebagai mekanisme penyelesaian sengketa syariah, yaitu melalui musyawarah, mediasi atau mediasi perbankan dan arbitrase syariah. Prosedur dan proses penyelesaian sengketa melalui Basyarnas memuat hal-hal yang berkaitan dengan permohonan arbitrase syariah, penetapan arbiter syariah, acara pemeriksaan arbiter syariah, perdamaian, pembuktian, berakhirnya pemeriksaan arbitrase syariah, pengambilan dan isi putusan arbitrase syariah, perbaikan dan pembatalan putusan arbitrase syariah, commit to user 101 pendaftaran putusan arbitrase syariah, serta pelaksanaan putusan arbitrase syariah dan biaya arbitrase syariah. 90 1. Pengajuan Permohonan Arbitrase Syariah Prosedur arbitase syariah dimulai dengan didaftarkannya surat permohonan untuk mengadakan arbitrase syariah oleh sekretaris dalam register Basyarnas. Hal-hal yang harus dimuat dalam surat permohonau antara lain nama lengkap dan alamat tempat tinggalatau tempat kedudukan kedua belah pihak atau para pihak identitas para pihak, suatu uraian singkat tentang duduk sengketa posita dan apa yang dituntut petitum . Surat permohonan tersebut harus melampirkan salinan dari naskah kesepakatan yang khusus mencantumkan adanya klausula atau ketentuan yang mennetapkan bahwa sengketa yang timbul dari perjanjian akan diselesaikan melalui atau akan diputus oleh arbitrase syariah. 2. Perhitungan Tenggang Waktu Perhitungan tenggang waktu mulai berjalan pada hari berikut setelah penerimaan. Pengaturan tenggang waktu tersebut mengikuti ketentuan yang diatur dalam hukum acara perdata. 3. Penetapan dan Tempat Kedudukan Arbiter Syariah Apabila perjanjian yang menyerahkan pemutusan sengketa kepada arbitrase syariah atau klausula arbitrase syariah dianggap tidak cukup untuk dijadikan dasar kewenangan Basyarnas untuk memeriksa sengketa yang diajukan, maka Basyarnas akan menyatakan perohonan tersebut tidak dapat diterima yang dituangkan dengan penetapan yang dikeluarkan oleh Ketua Basyarnas atau oleh arbiter syariah. Sebaliknya jika perjanjian tersebut dianggap sudah mencukupi maka Ketua Basyarnas akan segera menetapkan dan menunjuk arbiter syariah yang akan memeriksa dan memutus sengketa. Arbiter syariah menyampaikan salinan surat permohonan kepada pihak termohon disertai 90 Rachamadi Usman, Op.Cit., hlm.412-417 commit to user 102 perintah untuk menanggapi permohonan tersebut dan memberikan jawaban tertulis selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari. Segera setelah diterimanya jawaban dari termohon, salinan dari jawaban tersebut diserahkan kepada pemohon dan bersamaan dengan itu arbiter memerintahkan kepada para pihak untuk menghadap pada tanggal yang ditetapkan dimuka sidang, selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari terhitung sejak tanggal dikeluarkannya perintah itu dengan pemberitahuan bahwa mereka boleh mewakilkan kepada kuasa dengan surat kuasa khusus. 4. Acara Pemeriksaan Arbitrase Pada prinsipnya pemeriksaan sengketa syariah dilakukan secara langsung dan tertulis di depan persidangan. Tahap pemeriksaan terdiri atas tanya jawab replik-duplik , tahap pembuktian dan tahap putusan dilakukan berdasakan kebijakan arbiter syariah. Semua proses pemeriksaan disampaikan dalam bahasa Indonesia. Termohon dapat mengajukan suatu tuntutan balasan reconventie dalam jawabannya atau paling lambat pada hari sidang pertama pemeriksaan. Terhadap bantahan yang diajukan termohon tersebut, pemohon dapat mengajukan jawaban replik yang diikuti dengan tambahan tuntutan additional claim asal hal itu mempunyai hubungan erat dan langsung dengan pokok yang disengketakan serta termasuk menjadi yuridiksi Basyarnas. Baik tuntutan konvensi, rekonvensi maupun additional claim akan diperiksa dan diputus oleh arbiter syariah bersama-sama dan sekaligus dalam suatu putusan, Seluruh proses pemeriksaan sampai dengan diucapkannya putusan oleh arbiter syariah akan diselesaikan selambat- lambatnya sebelum jangka waktu 6 bulan habis, terhitung sejak tanggal dipanggilnya pertama kali para pihak untuk menghadiri sidang pertama pemeriksaan. commit to user 103 5. Perdamaian dan Pencabutan Permohonan Arbitrase Syariah Sebelum meneruskan pemeriksaan terhadap sengketa syariah yang dimohon, arbiter syariah terlebih dahulu akan mengusahakan perdamaian. Apabila usaha terebut berhasil maka arbiter syariah akan membuat akta perdamaian namun apabila perdamaian tidak berhasil maka arbiter akan meneruskan pemeriksaan terhadap sengketa yang dimohon. Seluruh pemeriksaan dilakukan secara tertutup. Setiap saat sebelum dijatuhkannya putusan, pemohon dapat mencabut permohonan arbitrase syariah. 6. Berakhirnya Pemeriksaan Arbitrase Arbiter syariah akan menutup pemeriksaan dan menetapkan suatu hari sidang guna mengucapkan putusan yang diambil, bila menganggap pemeriksaan telah cukup, dengan tidak menutup kemungkinan dapat membuka kembali pemeriksaan sebelum putusan dijatuhkan bila dianggap perlu. Putusan diambil dan diucapkan dalam suatu sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak. 7. Pengambilan dan Isi Putusan Arbitrase Setiap putusan atau ketetapan lain dari arbiter syariah harus diambil berdasarkan suara terbanyak. Jika suara terbanyak tidak tercapai, maka Ketua arbiter syariah dapat mengambil dan menjatuhkan putusan oleh sendiri dan putusan dianggap dibuat oleh semua anggota arbiter syariah. Sesuai ketentuan setiap putusan dan penetapan yang dibuat Basya rnas dimulai dengan kalimat “ Bismillahirrahmanirrahim ”, diikuti dengan kalimat “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ”. Putusan Basyarnas yang sudah ditandatangani oleh arbiter syariah bersifat final dan mengikat kepada para pihak yang bersengketa dan wajib ditaaati serta segera memenuhi pelaksanaanya. Apabila putusan tadi tidak dilaksanakan secara sukarela maka putusan akan dilaksanakan dengna meminta bantuan Ketua Pengadilan Negeri setempat. Salinan putusan yang telah ditandatangani oleh arbiter commit to user 104 syariah harus diberikan kepada masing-masing pihak pemohon dan termohon dan tidak boleh diumumkan, kecuali disepakati. 8. Pembatalan Putusan Arbitrase Putusan arbitrase syariah bersifat final dan mengikat, namun masih diberikan kemungkinan kepada salah satu pihak untuk mengajukan secara tertulis permintaan pembatalan putusan arbiter syariah yang disampaikan kepada sekretaris Basyaranas. Pengajuan pembatalan putusan tersebut paling lambat dalam waktu 60 hari dari tanggal putusan arbitrase syariah diterima. Permintaan pembatalan putusan arbitrase syariah hanya dapat dilakukan berdasarkan salah satu alasan sebagai berikut : a. Penunjukan arbiter syariah tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan dan prosedur Basyarnas b. Putusan melampaui batas kewenangan Basyarnas c. Putusan melampaui dari yang diminta oleh para pihak d. Ada penyelewengan diantara salah seorang anggota arbiter syariah e. Putusan jauh menyimpang dari ketentuan pokok peraturan dan prosedur syariah f. Putusan tidak memuat dasar-dasar alasan yang menjadi landasan pengambilan putusan. Dari paparan penjelasan prosedur mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase syariah tersebut di atas, meskipun terdapat kelemahan tentang sistem arbitrase syariah, namun apabila dibandingkan dengan berperkara di Pengadilan masih lebih efisien karena tidak ada institusi banding atau kasasi sehingga lebih hemat waktu dan biaya. Disamping itu permohonan pelaksaan eksekusi melalui Pengadilan Negeri lebih cepat dan mudah. Berdasarkah hasil penelitian penulis di Bank Syariah Mandiri, penyelesaian sengketa melalui arbitrase syariah di Basyarnas pernah dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri. Namun karena pertimbangan satu commit to user 105 dan lain hal dari Manajemen Bank yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi dalam akad perjanjian pembiayaan di Bank Syariah Mandiri, saat ini mencantumkan klausula penyelesaian perselisihan di Pengadilan Negeri sebagai lembaga yang akan menindak lanjuti penyelesaian sengketa apabila mekanisme musyawarah tidak mencapai kesepakatan. Sengketa perbankan syariah sebagaimana dikemukakan di atas menjadi kewenangan para pihak untuk menyelesaikannya. Namun demikian harus tetap dalam koridor syariah, yakni dengan mengacu pada ketentuan hukum Islam sebagaimana yang tertuang dalam Al- Qur‟an dan Al-Hadist. Prinsip utama yang harus benar-benar dipahami dan diperhatikan dalam menangani perkara perbankan syariah khususnya dan perkara bidang ekonomi syariah pada umumnya, bahwa dalam proses penyelesaian perkara tersebut sama sekali tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Hal ini jelas merupakan prinsip fundamental dalam menangani dan menyelesaikan perkara perbankan syariah di Pengadilan Agama karena perbankan syariah seperti ditegaskan Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak lain berdasarkan prinsip syariah. Oleh karena itu, jika terjadi sengketa berkaitan dengan kegiatan usaha tersebut jelas tidak mungkin diselesaikan dengan cara-cara yang justru bertentangan dengan prinsip syariah. 91 Menurut Sutan Remy Sjandeini prinsip syariah yang menjadi landasan utama bank syariah dalam menjalankan fungsinya, belum dapat diterapkan dan ditegakkan secara optimal. Terutama dalam hal apabila terjadi sengketa antara pihak bank syariah dengan nasabahnya. Hal ini karena sejak terjadinya akad antara pihak bank syariah dengan nasabahnya hingga berakhirnya suatu perjanjian, ternyata semuanya mutlak mengikuti dan berpedoman pada ketentuan KUH Perdata. Termasuk dalam hal ini jika terjadi sengketa antara bank syariah dengan nasabahnya berkaitan dengan perjanjian tersebut. Lebih 91 Abdul Ghofur Anshori. 2010. Op. Cit. hlm. 113 commit to user 106 lanjut menurutnya, tidak akan diberlakukan hukum Islam, yang diberlakukan dalam hal ini adalah hukum perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata karena hukum perdata itulah yang merupakan hukum positif. 92 Penyelesaian sengketa perbankan syariah sebagaimana dikemukakan di atas menjadi kewenangan para pihak untuk menyelesaikannya. Namun demikian harus tetap dalam koridor yang telah diatur dalam tataran operasional yang dituangkan melalui Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia sebagai acuan pelaksanaan operasional Bank Syariah. Prinsip utama yang harus benar-benar dipahami dan diperhatikan dalam menangani perkara perbankan syariah khususnya dan perkara bidang ekonomi syariah pada umumnya, bahwa dalam proses penyelesaian perkara tersebut sama sekali tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Mekanisme penyelesaian sengketa perbankan syariah secara non litigasi menunjuk pada forum musyawarah, mediasi, melalui arbitrase di Basyarnas dan melalui lembaga alternatif penyelesaian yang lain yaitu lembaga alternatif penyelesaian sengketa alternative disputes resolution yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Penyelesaian sengketa non litigasi mengedepankan unsur musyawarah. Musyawarah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah. 93 Hal tersebut diartikan sebagai pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah. Untuk mencapai kesepakatan dalam proses musyawarah diperlukan sebuah proses negosiasi yaitu proses penyelesaian sengketa yang berlangsung secara suka rela antara pihak-pihak yang mempunyai masalah atau kasus dengan cara melakukan tatap muka secara langsung untuk memperoleh kesepakatan yang dapat diterima 92 Sutan Remy Sjandeini, 1999, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. Pustaka Utama Grafiti. Jakarta. hlm. 134 93 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Loc.cit. commit to user 107 kedua belah pihak. 94 Oleh karena itu, prinsip musyawarah yang dikedepankan dalam penyelesaian sengketa pembiayaan melalui cara non litigasi berupa proses negosiasi yang merupakan bagian dari proses musyawarah untuk mencapai kesepakan atau keputusan atas penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa perbankan syariah menurut Bank Indonesia sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia No. 919PBI2007 diarahkan untuk diselesaikan secara musyawarah dan mediasi perbankan. Apabila langkah tersebut tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui mekanisme arbitrase syariah atau melalui lembaga peradilan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut teori sistem hukum yang dikemukakan oleh L.M. Friedman dari sisi subtansi hukum, yaitu keseluruhan asas hukum, norma hukum dan aturan hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan, sehingga bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan, penyelesaian sengketa pembiayaan di Bank Syariah Mandiri dilakukan melalui sebuah proses bermusyawarah sesuai Sistem Operasional Prosedur SOP Bank Syariah Mandiri dimulai dari proses penagihan, restrukturisasi atau likuidasi penjualan agunan dengan mengedepankan kaidah musyawarah telah memenuhi sistem subtansi hukum yang ada. Kalimat atau klausula musyawarah yang tertuang dalam akadperjanjian pembiayaan menunjukkan bahwa mekanisme penyelesaian sengketa di Bank Syariah Mandiri Surakarta mengedepankan kaidah musyawarah sesuai prinsip hukum Islam dilakukan sesuai dengan isi akad. Penyelesaian sengketa non litigasi melalui arbitrase pada Badan Arbitrase Syariah Nasional pernah dilakukan di Bank Syariah Mandiri, hal tersebut dapat dilihat pada akad perjanjianpembiayaan di Bank Syariah Mandiri pernah mencantumkan klausula arbitrase berarti telah memenuhi sistem substansi hukum yang ada 94 I Made Widnyana. op,cit., hlm. 75 commit to user 108 sesuai ketentuan penyelesaian sengketa menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, yang mencantumkan klausula arbitrase dalam akad perjanjian pembiayaan syariah yaitu pencantuman kalimat : “Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan secara musyawarah. 95 Berdasarkan pengamatan penulis di beberapa bank syariah di Surakarta, lembaga penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional jarang dipilih atau dimanfaatkan dalam mekanisme penyelesaian sengketa, padahal dalam ketentuan Pasal 4 butir 3 Peraturan Bank Indonesia No.919PBI2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, disebutkan bahwa apabila penyelesaian sengketa melalui musyawarah dan mediasi perbankan tidak mencapai kesepakatan maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui mekanisme arbitrase syariah. Menurut data yang diperoleh selama tahun 1997 sampai dengan tahun 2015 Badan Syariah Nasional telah menyelesaikan 17 dari 23 kasus sengketa perbankan syariah. Angka penyelesaian kasus tersebut menunjukkan bahwa ada beberapa kendala dalam penerapan Badan Arbitrase Syariah Nasional sebagai lembaga penyelesaian sengketa. Faktor yang menghambat pemilihan Badan Arbitrase Syariah Nasional sebagai lembaga penyelesaian sengketa antara lain : a. Kendala teknis kesiapan infrastruktur Basyarnas, minimal di setiap kota di seluruh Indonesia ada Basyarnas. b. Kurangnya sosialisasi dan informasi mengenai ketentuan hukum dari Basyarnas serta kemudahan mengakses informasi bagi masyarakat c. Keraguan akan kredibilitas dan profesionalisme dari arbiter Basyarnas d. Proses penyelesaian sengketa melalui Basyarnas memerlukan waktu, biaya dan tidak sederhana serta melibatkan pihak ketiga 95 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Bank Indonesia, loc.cit. commit to user 109 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari Struktur Hukum yaitu keseluruhan institusi penegakan hukum beserta aparatnya yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik tercermin dari baiknya faktor penegak hukum yang memainkan peranan. Mekanisme penyelesaian sengketa perbankan syariah yang dilakukan melalui cara litigasi Bank Syariah Mandiri Surakarta tidak memilih Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketanya, melainkan memilih Pengadilan Negeri. Adanya klausula lanjutan dalam akad perjanjian pembiayaan yang menunjuk Pengadilan Negeri sebagai lembaga penyelesaian sengketa apabila usaha menyelesaikan perbedaan pendapat atau perselisihan melalui musyawarah dan mufakat tidak tercapai, menujukkan bahwa secara struktur hukum belum sepenuhnya dilaksanakan dengan sesuai prinsip syariah. Pencantuman Pengadilan Negeri dalam akadperjanjian pembiayaan di Bank Syariah Mandiri Surakarta menunjukkan bahwa kewenangan absolut Pengadilan Agama yang menyangkut perbankan syariah seakan-akan boleh atau dapat disimpangi apabila telah disepakati oleh para pihak dalam akad, hal ini belum menunjuk pada pemenuhan sistem struktur hukum yang ada dimana Pengadilan Agama merupakan sistem struktur hukum penyelesaian sengketa bank syariah. Pertimbangan para penegak hukum pemegang peranan dalam perbankan syariah yaitu para pengelola Bank pejabat bank menetapkan Pengadilan Negeri sebagai lembaga penyelesaian sengketa apabila upaya musyawarah tidak menghasilkan kesepakatan antara lain : a. Pihak nasabah masih menghendaki adanya penyelesaian sengketa diluar Pengadilan Agama. b. Untuk memberi keleluasaan dalam perkembangan bisnistransaksi perbankan syariah. c. Adanya perbedaan pendapat tentang sejauhmana kesiapan Pengadilan Agama dalam menjalankan ketentuan perbankan syariah. commit to user 110 d. Belum tersosialisasi dengan luas di kalangan bank syariah dan pihak terkait yaitu Notaris tentang Pengadilan Agama, Basyarnas sebagai struktur hukum dalam mekanisme penyelesaian sengketa bank syariah. Di sisi lain pemilihan penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri apabila diamati terdapat beberapa hal yang perlu mendapat pertimbangan perbankan syariah yaitu : a. Belum tersedianya hukum materiil baik yang berupa undang-undang, maupun kompilasi sebagai pegangan para hakim di Pengadilan Negeri dalam memutus perkara syariah b. Masih banyak para aparat hukum di Pengadilan Negeri yang belum mengerti tentang ekonomi syariah atau hukum bisnis Islam 3. Belum tersedianya lembaga penyidik khusus di Pengadilan Negeri yang kompeten dan menguasai hukum syariah. 96 Mengenai Budaya hukum yaitu kebiasaan-kebiasaan, opini-opini, cara berfikir dan cara bertindak, baik dari para penegak hukum maupun dari warga masyarakat, berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat. Suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan. Semakin tinggi tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan tercipta kultur hukum yang baik, yang dapat merubah pola fikir masyarakat mengenai hukum. Berdasarkan analisis Budaya hukum yang merupakan komponen sistem hukum, menunjukkan bahwa kesadaran hukum masyarakat atas perkembangan perbankan syariah umumnya dan mekanisme penyelesaian sengketa pembiayaan melalui cara non litigasi masih kurang selaras. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkembang di masyarakat antara lain : a. Sebagian masyarakat telah memiliki kesadaran untuk menyelesaikan sengketa melalui cara non litigasi dengan mengutamakan kaidah 96 Surawardi K..Lubis, Farid Wajdi. loc.cit. commit to user 111 musyawarah, namun disisi lain informasi mengenai cara dan bagaimana mendapatkan informasi tentang hal tersebut sangat minim. b. Sampai saat ini perbankan syariah belum sepenuhnya mengindahkan regulasi tentang penyelesaian sengketa pembiayaan yang diatur dalam Undang-Undang, peraturan maupun Fatwa Dewan Syariah Nasional. Hal ini ditunjukkan dari berbagai akad yang ada. c. Pemerintah dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan belum mendorong perbankan syariah untuk mematuhi mekanisme penyelesaian sengketa non litigasi melalui Basyarnas sesuai Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia, sehingga diperlukan upaya lain berupa sanksi bagi bank yang tidak mematuhi aturan tersebut. d. Adanya kendala kemampuan sumber daya insani yang profesional. e. Terkesan pemerintah kurang serius dan masih setengah hati dalam mengelola perbankan syariah. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka analisis Mekanisme Pelaksanaan Penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi di Bank Syariah Mandiri Surakarta secara substansi hukum telah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, Peraturan Bank Indonesia dan atau Peraturan Otoritas Jasa Keuangan , Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan peraturan lain terkait, yang dituangkan dalam Sistem Operasional dan Prosedur SOP Bank Syariah Mandiri dengan mengedepankan prinsip musyawarah. Terkait dengan analisis faktor struktur hukum ternyata tidak ada kesesuaian dengan undang-undang dan peraturan yang ada, karena Bank Syariah Mandiri Surakarta dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi tidak melalui Basyarnas sebagaimana yang tertuang dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Peraturan Bank Indonesia. Hal ini tercermin dalam akad pembiayaan sebagai dasar adanya perjanjian yang langsung menunjuk Pengadilan Negeri sebagai commit to user 112 lembaga penyelesaian perselisihan, padahal penyelesaian sengketa melalui cara non litigasi akan lebih efisien dan dapat memitigasi resiko yang ada. Demikian pula dengan analisis faktor budaya hukum, mekanisme penyelesaian pembiayaan bermasalah di Bank Syariah Mandiri masih belum selaras dengan undang-undang yang ada, hal ini dapat dilihat dari kebijakan yang ada yang tertuang dalam SOP serta Divisi Hukum di Bank Syariah Mandiri tidak memberikan arahan kepada Notaris untuk menyelaraskan klausula dalam akad sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan ketentuan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia tentang penyelesaian sengketa atau penanganan pembiayaan bermasalah. Secara keseluruhan dapat disimpulkan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93PUU-X2012 tanggal 29 Agustus 2013 tentang Penyelesaian Sengketa Bank Syariah tidak membawa dampak perubahan yang berarti pada pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah di Bank Syariah Mandiri mengingat dari sistem struktur hukum dan budaya hukum yang ada belum sepenuhnya mendukung agar penyelesaian sengketa pembiayaan bank syariah mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Kedudukan dan keberadaan Dewan Pengawas Syariah belum optimal melaksanakan fungsinya sebagai Dewan Pengawas agar operasional perbankan syariah dalam hal ini penyelesaian sengketa bank syariah mengacu pada fatwa Dewan Syariah Majelis Ulama Indonesia, yang menjadi landasan operasional bank syariah .

B. Kendala-Kendala yang Dihadapi Oleh Bank Syariah Mandiri di