TESIS S351208022 ITA TRESNAWATI
commit to user
PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH MELALUI CARA NON LITIGASI PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI
DI SURAKARTA
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Magister Kenotariatan
Oleh :
ITA TRESNAWATI
NIM. S351208022
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
(2)
commit to user
ii
PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH MELALUI CARA NON LITIGASI PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI
DI SURAKARTA
DISUSUN OLEH : ITA TRESNAWATI
NIM. S351208022
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing : Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal
1. Pembimbing I Burhanudin Harahap, SH.,MH., MSi.,PhD ……….….. ...
NIP. 19600716 198503 1 004
2. Pembimbing II Bambang Santoso, SH., M Hum ……..…….. ...
NIP.19620209 198903 1 001
3. Penguji Toto Susmono Hadi, SH., MH. ……..…….. ...
Seminar Hasil
Mengetahui :
Ketua Program Studi Magister Kenotariatan
Burhanudin Harahap, SH., MH., MSi., PhD NIP. 19600716 198503 1 004
(3)
commit to user
iii
PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH MELALUI CARA NON LITIGASI PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI
DI SURAKARTA DISUSUN OLEH : ITA TRESNAWATI
NIM. S351208022
Telah disetujui oleh Tim Penguji :
Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal
1. Ketua : Prof. Dr. Adi Sulistiyono, SH.,MH.
NIP. 196302091988031003 ... ... ., MSI., Phlm.D.
2. Sekretaris : Burhanudin H., SH.,MH.,MSI., Ph.D
NIP. 196007161985031004 l . ... ... ...lah., MHL...M., Phlm.D 8503 1 001
3. Penguji : Dr. Pujiono, SH., MH.Prof., M.Hum.
Pembanding NIP. 197910142003121001NIP.19601107 198601 1 001
Internal ... ...
4. Penguji : Dr. Mulyoto, SH., MKnDr .Irnawanrori, M., MM.
Pembanding.
Eksternal ... ...
5. Anggota : Bambang Santoso, SH., M.HumDTr. Mulyoto,
M.TTTKn. NIP. 196202091989031001 ... ...
Mengetahui :
Direktur Program Kepala Program Studi
Pascasarjana Magister Kenotariatan
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Burhanudin H, SH., MH., MSi., Ph.D
(4)
commit to user
iv
PERNYATAAN
NAMA : ITA TRESNAWATI
NIM : S351208022
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul
“PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH MELALUI CARA NON
LITIGASI PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI DI SURAKARTA” adalah
benar-benar karya saya sendiri. Hal yang bukan karya saya, dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut diatas tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, November 2015 Yang membuat pernyataan,
(5)
commit to user
v
MOTTO
Elmu kedah disarengan ku iman, taqwa tur ikhlas; Kedah sumujud kanu murbeng alam, nukagungan elmu; Kedah hormat tilawah ka guru anu ngatikna;
Anu bakal nyalametkeun kadiri sawarga hancenganana;
Tebihan adigung adiguna, ieu aing uyah kidul asa pang aingna; Ngarasa taya anu nyaruaan, sirik pidik jail aniaya;
Poho ka purwa daksina, poho kana poe panghisaban; Nu bakal nyilakakeun kadiri, naraka hancenganana.
(Anonim, piwuruk sepuh)
Penulisan Hukum ini kupersembahkan untuk : Ibunda tercinta, ibu Atikah
Ayahanda tercinta, Bpk Soewarna Suamiku tercinta, Mas Iskandar Zulkarnain
(6)
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Assalamuálaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhannahu Wa Taála atas segala limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tesis yang berjudul “PENYELESAIAN PEMBIAYAAN
BERMASALAH MELALUI CARA NON LITIGASI PADA PT. BANK
SYARIAH MANDIRI DI SURAKARTA” sebagai tugas yang harus
diselesaikan oleh setiap mahasiswa untuk melengkapi syarat memperoleh derajat Magister (S2) dalam Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian atas Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Melalui Cara Non Litigasi Pada PT.Bank Syariah Mandiri di Surakarta, didasarkan pada perkembangan sistem keuangan syariah di Indonesia. Perkembangan perbankan syariah di negara dengan warga negara muslim yang cukup besar seperti di Indonesia yang begitu signifikan, tentunya membawa konsekuensi akan terjadinya suatu masalah yang dapat menimbulkan sengketa dalam kegiatan transaksi perbankan.
Pada dasarnya penyelesaian sengketa perbankan syariah telah diakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 junto Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, dengan demikian dalam sengketa perbankan syariah pihak-pihak yang bersengketa diberi kebebasan untuk menentukan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa yang dikehendaki, baik melalui cara litigasi di Peradilan Agama, Peradilan Umum, atau melalui cara non litigasi/diluar Peradilan sepanjang tidak ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Namun dalam hal para pihak telah memperjanjikan untuk penyelesaian sengketa di luar lembaga peradilan maka terdapat pilihan penyelesaian sengketa non litigasi yaitu melalui musyawarah, mediasi, melalui proses Arbitrase di Badan Arbitrase Syariah Nasional atau melalui alternatif penyelesaian sengketa lainnya.
(7)
commit to user
vii
Banyak pihak yang berperan besar dalam memberikan bantuan dan perhatian sampai selesainya tesis ini, untuk itu ucapan penghargaan dan terimakasih penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Burhanudin Harahap., S.H., M.H., MSi., Ph.D, selaku Ketua Program
Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus pembimbing tesis yang telah memberikan waktu, tenaga, bimbingan dan memberikan berbagai masukan serta saran dalam menyusun tesis ini.
5. Bapak Bambang Santoso, SH. M Hum., selaku pembimbing tesis yang telah
memberikan waktu, tenaga, bimbingan dan memberikan berbagai masukan serta saran dalam menyusun tesis ini.
6. Segenap Dosen Pengajar Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
7. Bapak Budi Ganito selaku Branch Manager, Bapak Ilhamsjah M. Arbi selaku
Marketing Manager dan Staff serta karyawan lainnya di PT. Bank Syariah Mandiri Surakarta yang telah meluangkan waktu kepada penulis untuk melaksanakan wawancara dan juga memberikan ilmu, pembelajaran, serta membantu penelitian penulis.
8. Karyawan dan Staff Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu kelancaran perkuliahan sampai dengan terselesaikannya tesis ini.
9. Kedua Orang tuaku, Bapak Soewarna dan ibu Atikah Soewarna, serta
kakak-kakak dan adik-adik yang selalu ada memberikan dukungan, doa, semangat, dan kasih sayang kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
(8)
commit to user
viii
10.Suamiku, Mas Iskandar Zulkarnain, yang telah memberi kesempatan kepada
penulis untuk mewujudkan mimpi yang tertunda, yang dengan sabar mendampingi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
11.Anak-anakku, Ayuningtyas Kumalasari dan Setianingtyas Permatasari,
walaupun kalian berada di kota yang berbeda, telah merelakan waktu dan perhatian ibunya terbagi, senantiasa mendo‟akan serta menyemangati ibunya untuk menyelesaikan penulisan tesis ini, semoga menjadi motivasi untuk ananda mewujudkan cita-cita dan mimpi-mimpi kalian.
12.Sahabat-sahabat, adik-adik dan anak-anak penulis semasa perkuliahan serta
teman-teman kelas B dan kelas A Angkatan I Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan dukungan kepada penulis sehingga penulis lebih semangat dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih atas kebersamaannya.
13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan kontribusi kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari segi substansi maupun teknik penulisan, oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan penulisan hukum selanjutnya. Semoga tesis ini memberikan manfaat kepada semua pihak, baik untuk penulisan, akademisi maupun masyarakat umum.
Surakarta, November 2015 Penulis
(9)
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
MOTTO ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
ABSTRAK ... xiii
ABSTRACT ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II. LANDASAN TEORI ... 9
A. Kerangka Teori... 9
1. Tinjauan tentang Perbankan Syariah ... 9
a. Pengertian Bank Syariah ... 9
b. Prinsip Kegiatan Usaha atau Operasional Bank Syariah ... 12
c. Produk Bank Syariah ... 17
2. Tinjauan tentang Pembiayaan ... 19
a. Pengertian Pembiayaan ... 19
b. Unsur-unsur dalam Pembiayaan ... 21
c. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan ... 21
d. Jenis-jenis Pembiayaan Syariah ... 22
(10)
commit to user
x
f. Jaminan dalam Pembiayaan ... 25
g. Akad Pembiayaan ... 27
3. Tinjauan tentang Pembiayaan Bermasalah ... 28
a. Pengertian Pembiayaan Bermasalah ... 28
b. Sebab-sebab Timbulnya Pembiayaan Bermasalah ... 28
4. Tinjauan tentang Penyelesaian Sengketa ... 29
a. Penyelesaian Sengketa Menurut Sistem Hukum di Indonesia . 29 b. Penyelesaian Sengketa Dalam Sejarah Islam ... 37
5. Teori Hukum ... 45
B. Penelitian Yang Relevan ... 47
C. Kerangka Berpikir ... 51
BAB III. METODE PENELITIAN... 53
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60
A. Pelaksanaan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Melalui Cara Non Litigasi Pada PT. Bank Syariah Mandiri di Surakarta dan Kesesuaian Pelaksanaannya Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Undang-Undang serta Peraturan Terkait ... 60
B. Kendala-Kendala yang Dihadapi oleh Bank Syariah Mandiri di Surakarta dalam Menyelesaikan Sengketa Pembiayaan Melalui Cara Non Litigasi ... 112
BAB V. PENUTUP ... 120
A. Kesimpulan ... 120
B. Implikasi ... 123
C. Saran ... 124 DAFTAR PUSTAKA
(11)
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional ... 17 Tabel 2 Jumlah kasus di BASYARNAS ... 42
(12)
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kerangka berpikir ... 51 Gambar 2 Teknik Analisis Data ... 57
(13)
commit to user
xiii
ABSTRAK
ITA TRESNAWATI. S.351208022. 2015. PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH MELALUI CARA NON LITIGASI PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI DI SURAKARTA. Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi pada Bank Syariah Mandiri di Surakarta dan kesesuaiannya terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang dan Peraturan Terkait serta kendala-kendala yang dihadapi oleh Bank Syariah Mandiri di Surakarta dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif, dengan pendekatan kualitatif. Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Teknik Pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan wawancara. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan teknik analisis kualitatif dengan model interaktif.
Berdasarkan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, penyelesaian sengketa terkait kegiatan ekonomi perbankan syariah diselesaikan dengan dua cara, yaitu melalui cara litigasi dan cara non litigasi. Pilihan litigasi dilakukan melalui lembaga Pengadilan Agama. pilihan penyelesaian sengketa non litigasi yaitu melalui musyawarah, mediasi
perbankan, melalui Arbitrase di Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) atau melalui alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah atau mekanisme penyelesaian sengketa melalui cara non litigasi di Bank Syariah Mandiri Surakarta dilakukan secara internal Bank melalui upaya penagihan, restrukturisasi dan likuidasi / penjualan agunan dengan mengedepankan kaidah musyawarah sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) atau Kebijakan Internal Penanganan Pembiayaan Bermasalah.
Hasil penelitian, penulis menemukan hal-hal sebagai berikut : adanya ketidak sinkronan antara Pasal 26 dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, adanya kendala ketidak siapan infrastruktur Basyarnas sebagai lembaga penyelesai sengketa, kurangnya peran dan fungsi Dewan Pengawas Syariah, kurangnya sumber daya insani yang profesional dan kurangnya sosialisasi dan informasi mekanisme penyelesaian sengketa perbankan syariah di masyarakat sesuai ketentuan Undang-Undang, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
(14)
commit to user
xiv
ABSTRACT
ITA TRESNAWATI. S.351208022. 2015. SETTLEMENTS OF FINANCING DISPUTES THROUGHT NON-LITIGATION MEASURE AT THE LIMITED LIABILITY COMPANY OF PT. BANK SYARIAH MANDIRI IN SURAKARTA. The Graduate Program in Notary, the F aculty of Law, Sebelas Maret University, Surakarta.
The objectives of this research are to examine: (1) how the settlements of financing disputes through non-litigation measure are implemented at the Limited Liability Company of PT. Bank Syariah Mandiri in Surakarta; and whether the implementation of the financing dispute settlement through the non-litigation measure at the Limited Liability Company of PT. Bank Syariah Mandiri in Surakarta has been in accordance with Law Number: 21 of 2008, related laws and regulations; (2) the what constraints are encountered by the Limited Liability Company of PT. Bank Syariah Mandiri in Surakarta in the settlements of financing disputes through the non-litigation measure. This research used the descriptive and empirical legal research with qualitative approaches. The data used in this research were primary ones.
They were collected through literature study and interview and analyzed by using the qualitative analysis technique with the interactive model of analysis. In accordance with Article 55 of Law Number: 21 of 2008 regarding Islamic Banking, the settlements of disputes related to the the econimic activities of Islamic banking are solved through two measures, namely: litigation and non-litigation measures. The former are conducted through religious courts. However, if the parties have pledged to solve the disputes outside the religious courts, there is another option of dispute settlement, namely: non litigation one through discussion, mediation, arbritation at National Shariah Arbritation Board (BASYARNAS) or through other alternative ways. Implementation of the settlement of non performing financing or the dispute settlement mechanism by way of non-litigation in Bank Syariah Mandiri of Surakarta done internally through collection efforts, restructuring and liquidation / sale of collateral with the advanced rules of deliberation according to Standard Operating Procedures (SOP) or the Internal Policy of Financing Problem.
Based on the results of the study, the authors found the following matters, namely the existence of the suitability between Article 26 and Article 55 of Law 21 of 2008 concerning Islamic Banking, the unpreparedness of infrastructure constraints of Sharia Arbitration Board, lack of role and function of the Supervisory Board of Sharia and lack of professional human resources, and lack of socialization as well as information about Islamic banking dispute resolution mechanisms contained in the Act, regulations of Bank Indonesia, National Syariah Board of Indonesia Ulama Council Islam emphasizes the settlement of disputes through non-litigation completion than by way of litigation, banking dispute resolution mechanisms contained in the Act, regulations of Bank Indonesia, National Syariah Board of Indonesia Ulama Council
(15)
commit to user 1
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Sistem Perbankan syariah adalah bagian yang berkembang pesat dari sektor keuangan dunia. Kebutuhan akan adanya bank yang beroperasi sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip ekonomi Islam di Indonesia secara yuridis baru dimulai dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
dengan menggunakan istilah “Bank berdasarkan prinsip bagi hasil”. Sistem ini
semakin berkembang sejak adanya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengakui keberadaan bank konvensional dan bank syariah secara berdampingan. Hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 1 ayat 3 Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, mengakui keberadaan bank syariah di Indonesia yang menjalankan fungsi lembaga perantara keuangan sesuai prinsip syariah sebagai landasan operasionalnya. Bank Syariah menurut Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.
Perkembangan perbankan syariah yang begitu signifikan tentunya membawa konsekuensi kemungkinan akan terjadinya suatu masalah yang dapat menimbulkan sengketa dalam kegiatan transaksi perbankan. Sengketa muncul diakibatkan oleh berbagai alasan dan masalah, terutama karena adanya
conflict of interest diantara para pihak. Kondisi ini tentu menimbulkan kebutuhan terhadap suatu aturan guna menyelesaikan sengketa tersebut. Dalam
(16)
commit to user
konteks kegiatan transaksional perbankan syariah, sengketa antara nasabah
dan bank selama ini lebih banyak diakibatkan oleh tiga hal yaitu:1
1. Adanya perbedaan penafsiran mengenai akad yang sudah disepakati.
2. Adanya perselisihan ketika transaksi sudah berjalan.
3. Adanya kerugian yang dialami salah satu pihak sehingga melakukan
wanprestasi.
Sejak lahirnya Undang Nomor 3 Tahun 2006 junto Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sengketa bidang perbankan syariah menjadi kewenangan lingkungan Peradilan Agama sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 junto Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, yang menyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ; a. Perkawinan; b. Waris; c. Wasiat; d. Hibah; e. Wakaf; f. Zakat; g. Infak; h. Sedekah; dan i. Ekonomi Syariah.
Menurut penjelasan Pasal 49 huruf i Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 junto Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, yang dimaksud undang-undang dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah antara lain meliputi bank syariah, sehingga dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa bank syariah merupakan salah satu bidang ekonomi syariah yang termasuk dalam kewenangan absolut lingkungan Peradilan Agama.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah lebih mempertegas mekanisme penyelesaian sengketa antara pihak bank dengan nasabah. Cara penyelesaian sengketa perbankan syariah telah diatur dalam Pasal 55 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah sebagai berikut:
1 Khopiatuziadah, “Kajian Yuridis Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah”. Jurnal
(17)
commit to user
“Ayat (1) penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.
Ayat (2) dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad.
Ayat (3) penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.”
Penjelasan Pasal 55 ayat (2) menyebutkan yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad” adalah upaya sebagai berikut :
a. Musyawarah;
b. Mediasi perbankan;
c. Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga
arbitrase lain; dan/atau
d. Melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
Berdasarkan ketentuan Pasal 55 tersebut maka penyelesaian sengketa terkait kegiatan ekonomi perbankan syariah diselesaikan dengan dua cara,
yaitu melalui cara litigasi dan cara non litigasi. Adanya pilihan forum (choice
of forum) yang dimungkinkan untuk penyelesaian sengketa dalam Pasal 55 ayat (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Uraian tersebut di atas menunjukan bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah telah diakomodasi dalam 2 (dua) undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 junto Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dengan demikian dalam sengketa perbankan syariah pihak-pihak yang bersengketa diberi kebebasan untuk menentukan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa yang dikehendaki, baik melalui cara litigasi di Peradilan Agama, Peradilan Umum, atau melalui cara non litigasi/diluar Peradilan sepanjang tidak ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
Pada saat para pihak memperjanjikan untuk menyelesaikan sengketa di luar lembaga Peradilan maka terdapat pilihan penyelesaian sengketa non litigasi yaitu melalui musyawarah, mediasi , melalui proses arbitrase di Badan
(18)
commit to user
Arbitrase Syariah Nasional atau melalui alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Adanya pilihan hukum menimbulkan pertentangan karena tidak adanya kepastian hukum dalam praktek mengenai lembaga penyelesaian sengketa yang dipilih. Anggapan tidak adanya kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah menjadi latar belakang munculnya gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh Ir.Haji Dadang Achmad (Direktur CV. Benua Enginering Consultant) atas Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Gugatan uji materi menghasilkan putusan bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 Tanggal 29 Agustus 2013 tentang Penyelesaian Sengketa Bank Syariah, ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah tidak mengalami perubahan baik ayat (1), ayat (2) maupun ayat (3), akan tetapi penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi karena dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dalam pelaksanaannya sampai saat ini tidak menunjukan adanya perubahan yang signifikan, karena dalam praktek pemahaman mengenai penyelesaian sengketa pada Perbankan Syariah di Surakarta masih tidak terdapat kesamaan pendapat mengenai pilihan forum atau mekanisme penyelesaian sengketa. Penerapan prinsip syariah yang seharusnya menjadi landasan operasional dalam menjalankan fungsinya sebagai bank syariah kaitannya dengan adanya sengketa antara nasabah dengan pihak bank syariah belum dapat diterapkan dan ditegakkan secara optimal, sehingga harapan agar penerapan prinsip syariah dapat ditegakkan secara konkrit dan konsisten dalam sistem operasioanl bank syariah belum terwujud.
.
(19)
commit to user
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penelusuran terhadap informasi penelitian sebelumnya yang relevan telah dilakukan oleh beberapa penulis antara lain : pertama Syarifah Lisa Andriati, melakukan penelitian dengan
judul “Penyelesaian Sengketa Perdata antara Nasabah dengan Bank Melalui
Mediasi Perbankan”. Kedua, Rachmansyah Purba, melakukan penelitian
dengan judul “Penyelesaian Sengketa pada Perbankan Syariah Pasca
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama”. Penelitian tersebut
dilakukan untuk menyelesaikan studinya guna meraih gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (2009). Ketiga, Syahrizal, melakukan penelitian dengan judul
“Dualisme Kewenangan Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah antara
Mahkamah Syariah dan Pengadilan Negeri di Kota Banda Aceh”. Penelitian
tersebut dilakukan untuk menyelesaikan studinya guna meraih gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada (2012).
Perbedaan antara penelitian yang dilakukan sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan penulis terletak pada adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 Tanggal 29 Agustus 2013 tentang Penyelesaian Sengketa Bank Syariah, adanya klausula mekanisme penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Negeri pada akad / perjanjian pembiayaan Bank Syariah Mandiri di Surakarta yang tidak sesuai dengan Undang-Undang, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia sebagai landasan operasional Bank Syariah Mandiri di Surakarta dan adanya ketidak sinkronan antara Pasal 26 dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dilihat secara deskriptif, kausalitas dan solutifnya sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini akan membahas secara lebih mendetail tentang pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi dan implementasinya secara deskriptif, kausalitas dan solutif.
(20)
commit to user
Metode dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yang bersumber pada data primer dan data sekunder. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif, keseluruhan hasil analisis disajikan secara deskriptif yaitu memaparkan secara lengkap masalah yang diteliti dengan disertai ulasan-ulasan. Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan tesis ini adalah teori Sistem Hukum yang menganalisis permasalahan yang akan dikaji yaitu bekerjanya suatu sistem hukum yang berlangsung dalam suatu masyarakat.
Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan, untuk lebih mengetahui penyelesaian sengketa non litigasi antara nasabah dan bank syariah maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH MELALUI CARA NON LITIGASI PADA PT BANK SYARIAH MANDIRI DI SURAKARTA”
B.Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang masalah dan untuk lebih mengetahui proses penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui cara
non litigasi pada Bank Syariah Mandiri di Surakarta dan kesesuaiannya terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah serta Undang-Undang dan Peraturan Terkait ?
2. Apa kendala yang di hadapi oleh Bank Syariah Mandiri di Surakarta dalam
menyelesaikan pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi?
C.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
(21)
commit to user
1. Tujuan Obyektif
a. Mengetahui pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui
cara non litigasi pada Bank Syariah Mandiri di Surakarta dan kesesuaiannya terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah serta Undang-Undang dan Peraturan Terkait.
b. Mengetahui kendala-kendala yang menghambat proses penyelesaian
pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi pada Bank Syariah Mandiri di Surakarta.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan penulis di bidang ilmu
hukum baik teori maupun praktik dalam hal ini lingkup hukum perdata, khususnya mengenai pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi pada Bank Syariah Mandiri di Surakarta.
b. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh derajat magister
dalam bidang Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya merupakan upaya untuk pembelajaran yang diharapkan dapat menambah khasanah ilmu khususnya ilmu kenotariatan, mengenai penyelesaian sengketa dalam kaitannya dengan pembiayaan antara nasabah dengan bank syariah. Secara khusus hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam hal:
a. Mengetahui pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah yang
dapat ditempuh melalui cara non litigasi antara nasabah dengan bank syariah dan kesesuaiannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah serta Undang-Undang dan Peraturan Terkait.
(22)
commit to user
b. Mengetahui kendala-kendala yang menghambat proses penyelesaian
pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi antara nasabah dengan bank syariah.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan pada pemerintah dalam hal:
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi
pihak-pihak yang berkaitan dalam upaya penyelesaian sengketa pembiayaan melalui cara non litigasi antara nasabah dengan bank syariah.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi
peneliti-peneliti lain yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai bidang yang sama, atau yang akan mengadakan penelitian sejenis.
(23)
commit to user
9 BAB II
LANDASAN TEORI
A.Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Perbankan Syariah a. Pengertian Bank Syariah
Perbankan Syariah merupakan pengembangan sistem perbankan di Indonesia disamping sistem perbankan konvensional yang telah ada sebelumnya yaitu sistem perbankan yang menerapkan sistem bagi hasil dan jual beli, saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, mengedepankan nilai kebersamaan dan persaudaraan, investasi beretika serta menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransakasi. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk bertransaksi yang didasarkan pada sistem bunga dan larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram.
Menurut Pasal 1 angka 1 dan angka 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan
Perbankan Syariah adalah “segala sesuatu yang menyangkut tentang
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”,
sedangkan Bank Syariah adalah “Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Syariah“.
Bank syariah lahir dengan konsep dan filosofi yang berbeda jika
dibandingkan dengan bank konvensional. Bank konvensional
menerapkan bunga menjadi bagian integral dari seluruh kegiatan bisnisnya, sedangkan bank syariah melarang penerapan bunga dalam
(24)
commit to user
semua transaksi perbankan. Jumhur ulama menyatakan bahwa bunga bank hukumnya sama dengan riba, yakni haram. Adapun konsep yang
ditawarkan bank syariah adalah penggunaan sistem bagi hasil (profit-loss
sharing), yaitu pembagian keuntungan atau kerugian sesuai dengan
prosentase (nisbah bagi hasil) yang telah disepakati pada awal kontrak
bank dengan nasabah.2
Keberadaan lembaga keuangan dalam sistem ekonomi sangatlah penting, karena tanpa lembaga keuangan yang baik dan profesional akan mengganggu aktivitas bisnis dan ekonomi. Secara umum bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas keuangan yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.3
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah secara tegas mengakui eksistensi dari perbankan syariah, yaitu Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah diartikan sebagai prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah.
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menentukan bahwa setiap pihak yang akan melakukan kegiatan usaha bank syariah atau unit usaha syariah atau bank pembiayaan rakyat syariah wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dari Bank Indonesia.
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah serta Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam melakukan kegiatan-kegiatan
2 Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia,
SalembaEmpat, Jakarta, 2013, hlm.
3 Imamudin Yuliadi. Ekonomi Islam. Sebuah Pengantar. LPPI. Yogyakarta.2001, hlm.
(25)
commit to user
usahanya harus memperhatikan fatwa dari Dewan Syariah Nasional. Namun apabila ternyata kegiatan usaha yang akan dilakukan tersebut belum difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional, maka bank wajib meminta persetujuan Dewan Syariah Nasional. Bank umum yang telah diberikan izin oleh Bank Indonesia khusus untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, baik kantor pusat, kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang dari bank tersebut, dilarang melakukan kegiatan usaha perbankan secara konvensional.
Kegiatan usaha penghimpunan dana, penyaluran dana dan pelayanan jasa bank berdasarkan prinsip syariah, merupakan jasa perbankan yang wajib memenuhi prinsip syariah. Penjelasan atas PBI No.10/16/PBI/2008 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia No.9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, menyebutkan bahwa pemenuhan prinsip syariah dilaksanakan dengan memenuhi ketentuan pokok hukum Islam antara lain prinsip
keadilan, dan keseimbangan („adl wa tawazun), kemaslahatan
(maslahan), dan universalisme (alamiyah) serta tidak mengandung
gharar, maysir, riba, zalim dan obyek haram.
Bank Syariah Mandiri dalam kegiatannya menganut 3 (tiga) prinsip
syariah yaitu:4
1) Prinsip Keadilan
Prinsip ini tercermin dari penerapan imbalan atas dasar bagi hasil dan pengambilan margin keuntungan yang disepakati bersama antara bank dan nasabah
2) Prinsip Kesederajatan
Bank syariah menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun bank pada kedudukan yang sama dan sederajat. Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, risiko dan
(26)
commit to user
keuntungan yang berimbang diantara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun bank.
3) Prinsip Ketentraman
Produk-produk bank syariah telah sesuai dengan prinsip dan kaidah mu‟amalah Islam (halal), antara lain tidak ada unsur riba dan menerapkan zakat harta. Dengan demikian nasabah merasakan ketentraman lahir maupun batin.
b. Prinsip Kegiatan Usaha atau Operasional Bank Syariah
Berdasarkan prinsip kegiatan usaha atau operasional bank terdapat perbedaan-perbedaan yang substantif antara bank syariah dan bank
konvensional sebagai berikut:5
Tabel 2. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank Syariah Bank Konvesional
1) Berdasarkan pada prinsip
investasi bagi hasil
2) Menggunakan prinsip jual-beli
3) Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan kemitraan
4) Melakukan investasi-investasi
yang halal saja
5) Setiap produk dan jasa yang
diberikan sesuai dengan fatwa Dewan Syariah
6) Dilarangnya gharar dan maysir
7) Menciptakan keserasian di antara
keduanya
8) Tidak memberikan dana secara
tunai, tetapi memberikan barang
yang dibutuhkan (finance the
goods and services)
1) Berdasarkan tujuan
membungakan uang
2) Menggunakan prinsip
pinjam-meminjam uang
3) Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan kreditur-debitur
4) Investasi yang halal atau yang
haram
5) Tidak mengenal dewan sejenis
seperti Dewan Syariah
6) Terkadang terlibat dalam
speculative FOREX dealing.
Berkontribusi dalam terjadinya kesenjangan antara sektor riil dengan sektor moneter
7) Memberikan peluang yang sangat
besar untuk sight streaming
(penyalahgunaan dana pinjaman)
8) Rentan terhadap negative spread
5 Rustam. op. cit., hlm. 5
(27)
commit to user
9) Bagi hasil menyeimbangkan sisi
liabilitas (harta diam) dan aset (harta bergerak)
Secara garis besar terdapat perbedaan mendasar mengenai kegiatan usaha atau operasional antara bank syariah dan bank konvensional antara lain menyangkut aspek akad dan legal, lembaga penyelesaian sengketa, struktur organisasi, bisnis dan usaha yang dibiayai serta lingkungan kerja dengan penjelasan sebagai berikut :
1) Akad dan Aspek Legalitas
Akad atau perjanjian dalam bank syariah memiliki
konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila akad atau
perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil
qiyamah nanti.6
Setiap akad dalam perbankan syariah baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi
ketentuan akad, seperti hal-hal berikut:7
a) Rukun, seperti: Penjual, Pembeli, Barang, Harga, Akad/Ijab-Qabul.
b) Syarat, seperti:Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas
barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hokum, Harga
barang dan jasa harus jelas, Tempat penyerahan (delivery) harus
jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi, Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang
terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.
6 Afzalur Rahman. 1990. Economic Doctrines of Islam. Islamic Publication.1990,
Lahore. hlm. 65, dikutip dari, Muhammad Syafi‟i Antonio. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik.
Gema Insani Press. Jakarta, 2001, hlm. 29 7 ibid., hlm. 30
(28)
commit to user
2) Lembaga Penyelesaian Sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak dapat memilih menyelesaikannya di Peradilan Agama, Peradilan Umum atau menyelesaikan sengketa sesuai tata cara dan hukum Islam melalui musyawarah atau melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya,
Lembaga yang mengatur penyelesaian sengketa sesuai hukum atau materi berdasarkan prinsip syariah diluar Peradilan, pada saat dibentuk dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia dan saat ini telah berubah nama menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).
3) Struktur Organisasi
Bank syariah memiliki struktur organisasi yang sama dengan bank konvensional dalam hal keberadaan organ Komisaris dan Direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan prinsip syariah.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah suatu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaaan keputusan Dewan Syariah Nasional (DSN) pada lembaga keuangan syariah, dengan posisi setingkat Dewan Komisaris. Pada bank syariah penetapan Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
(29)
commit to user
Dewan Pengawas Syariah memiliki fungsi antara lain :
(1) Melakukan pengawasan secara periodik pada Lembaga
Keuangan Syariah yang berada dibawah pengawasannya;
(2) Berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan Lembaga
Keuangan Syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada Dewan Syariah Nasional;
(3) Melaporkan perkembangan produk dan operasional Lembaga
Keuangan Syariah yang diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran dan membuat pernyataan berkala bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah;
(4) Merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan
pembahasan Dewan Syariah Nasional;
(5) Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang
diawasinya.8
Dewan Syariah Nasional merupakan lembaga otonom Majelis Ulama Indonesia yang berhak mengeluarkan fatwa-fatwa terkait dengan ekonomi syariah, dipimpin oleh Ketua Majelis Ulama
Indonesia dan Sekretaris (ex-officio). Kegiatan sehari-hari Dewan
Syariah Nasional dijalankan oleh Badan Pelaksana Harian dengan seorang Ketua dan Sekretaris serta beberapa Anggota.
Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah
menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian dan keuangan, mengeluarkan fatwa atas jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah serta mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.
8 Dewi Nurul Musjtari, Penyelesaian Sengketa dalam Praktik Perbankan Syariah,
(30)
commit to user
4) Lingkungan Kerja dan Corporate Culture
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang
sejalan dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan
shiddiq mencerminkan integritas eksekutif muslim yang baik.
Karyawan bank syariah harus skillful dan profesional (fathanah) dan
mampu melakukan tugas secara team work sehingga informasi merata
di seluruh fungsional organisasi (tabligh). Demikian pula dalam hal
reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai
dengan syariah.9
Cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan bank syariah merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam, sehingga setiap jajaran sumber daya insani perbankan syariah harus senantiasa terjaga. Keberadaan sistem perbankan syariah telah membuktikan dapat
menghilangkan negative spread dalam dunia perbankan konvensional yang
menyebabkan banyak bank-bank konvensional mengalami masalah. Namun demikian, hingga saat ini masih terdapat beberapa hambatan yang muncul dalam praktik perbankan syariah yang sering disebutkan sebagai kelemahan dari sistem perbankan syariah.
Hal-hal yang dapat dianggap sebagai kelemahan perbankan syariah tersebut antara lain :
a). Kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai produk dan jasa perbankan syariah.
b). Institusi pendukung bank syariah yang belum lengkap dan efektif. c). Efisiensi operasional perbankan syariah yang masih belum optimal. d). Porsi skim pembiayaan bagi hasil dalam transaksi bank syariah perlu
ditingkatkan.
9 Afzalur Rahman, Islamic Doctrine on Banking and Insurance Muslim Trust Company.
Muslim Trust Company. London, 1980, hlm. 145 dikutip dari Muhammad Syafi‟i Antonio. op.
(31)
commit to user
Pada dasarnya prinsip kegiatan usaha atau operasional bank syariah mencakup lima aspek yaitu:
a). Prinsip titipan atau simpanan dalam tradisi fiqh Islam dikenal dengan
prinsip Al Wadi‟ah.Al Wadi‟ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari
satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus
dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.10
b).Prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam 4
(empat) akad utama, yaitu: al musyarakah, al mudharabah, al muzara‟ah
dan al musaqah.11
c).Prinsip jual beli, bentuk-bentuk akad jual beli yang sering dipergunakan dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah
adalah bai‟ al murabahah, bai‟ as salam dan bai‟ al istishna.
d).Prinsip sewa (al ijarah) adalah akad pemindahan hak guna atas barang
atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Bank Syariah yang
menawarkan produk al ijarah ini dapat melakukan leasing, baik dalam
bentuk operating lease maupun financial lease.
e).Prinsip Jasa. Termasuk dalam kelompok jasa ini terdapat beberapa
produk bank syariah, yaitu: al wakalah, al kafalah, al hawalah, ar-rahn
dan al qardh.
c. Produk Bank Syariah
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat.12 Pengertian Bank menurut Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah lembaga keuangan
yang berfungsi sebagai intermediasi keuangan (financial intermediary
10 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dala m Tata Hukum
Perbankan Indonesia. PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2005, hlm. 56 11 Muhammad Syafi‟i Antonio, op.cit., hlm. 90-95
(32)
commit to user
institution), sehingga dalam sebuah bank terdapat minimal dua macam kegiatan yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan, untuk kemudian menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan dana.
Proses penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh
perbankan syariah pada prinsipnya hampir sama dengan perbankan konvensional, artinya dalam sistem perbankan syariah dikenal
produk-produk berupa giro (demand deposit), tabungan (saving deposit),
deposito (time deposit) sebagai sarana untuk menghimpun dana dari
masyarakat. Perbedaannya adalah bahwa dalam sistem perbankan syariah tidak dikenal adanya bunga sebagai kontraprestasi terhadap nasabah deposan, melainkan melalui mekanisme bagi hasil dan bonus yang
bergantung pada jenis produk apa yang dipilih oleh nasabah.13
Produk penghimpunan dana (funding) yang ada dalam sistem
perbankan syariah terdiri dari (1) Giro: Giro Wadiah dan Giro
Mudharabah; (2) Tabungan: Tabungan Wadiah dan Tabungan
Mudharabah; (3) Deposito: Deposito Mudharabah. Proses penyaluran dana kepada masyarakat dilakukan oleh perbankan syariah melalui
produk Murabahah, Mudharabah, Musyarakah, Bai‟Bitsaman Ajil,
Bai‟As-Salam, BaiÁl-Istisna, Ijarah, Hawalah, Rahn, Qardhul Hasan.
Berkenaan dengan pengertian prinsip syariah dalam kegiatan usaha dan produk bank syariah, maka bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari prinsip syariah. Karena itu, bank syariah melakukan kegiatan
usaha yang tidak mengandung unsur-unsur :14
a). Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transakasi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas,
kuantitas, dan waktu penyerahannya (fardhl), atau dalam transaksi
pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas
13 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia . Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta. 2007, hlm. 79
14 Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia , Sinar Grafika,
(33)
commit to user
mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena
berjalannya waktu (na‟siah).
b). Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan.
c). Gharar, yaitu transaksi yang obyeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah;
d). Haram, yaitu transaksi yang obyeknya dilarang dalam syariah; atau e). Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak
lainnya
2. Tinjauan tentang Pembiayaan a. Pengertian Pembiayaan
Bank Syariah dalam kegiatan penyaluran dana melakukan investasi
karena prinsip yang dilakukan adalah prinsip penanaman dana/atau penyertaan dan disebut pembiayaan karena bank syariah menyediakan dana guna membiayai kebutuhan nasabah yang memerlukan dan layak
memperolehnya.15 Salah satu tugas pokok bank adalah penyaluran
pembiayaan, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi
kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.16
Kegiatan bank di bidang pemberian fasilitas pembiayaan adalah fungsi utama dari bisnis perbankan, yakni fungsi menyalurkan dana kepada mereka yang memerlukannya setelah menerima pengumpulan dana dari para deposan penyimpan dana. Fungsi ini juga memberikan
return atau penghasilan yang paling besar sebanding dengan risiko yang
dihadapi perbankan.17
15 Zaenul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Alvabet, Jakarta, 2002, hlm. 217
16 Muhammad Syafi‟i Antonio.,Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Gema Insani Press. Jakarta. 2001, hlm. 160
17 Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum. Kanisius. Yogyakarta.
(34)
commit to user
Risiko yang dihadapi perbankan dalam penyaluran pembiayaan antara lain adalah tidak dilunasinya pembayaran kewajiban oleh nasabah yang akan menimbulkan kerugian bagi bank dan berdampak pada perekonomian negara sehingga memerlukan perhatian secara seksama
sebagaimana dikemukakan oleh George G. Kaufman “Bank (depository
institutions) failures are widely perceved to have greater adverse effects or economy and thus are considered more important than the failure of
other types of business firms”.18
Menurut Pasal 1 butir 25 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
1) Transaksi bagi hasil/dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
2) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik.
3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan
istisna.
4) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh
5) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa.
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan /atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi
hasil.
Menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon nasabah penerima fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya
18 George G.Kaufman, “Bank Failures Systemick Risk an Bank Regulation”, Artikel pada The Cato Jurnal, Vol.16, 2009, hlm.1
(35)
commit to user
sebelum menyalurkan dana. Untuk memperoleh keyakinan bank dalam hal penyaluran dana, maka Bank Syariah dan atau Unit Usaha Syariah wajib melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari calon nasabah penerima fasilitas.
b. Unsur-unsur dalam Pembiayaan
Menurut Kasmir, unsur-unsur pembiayaan adalah sebagai berikut:19
1) Kepercayaan
Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada debitur baik dalam bentuk uang, jasa maupun barang dipercaya akan benar-benar dapat diterima kembali oleh pihak pemilik dana dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
2) Kesepakatan
Pembiayaan didasarkan atas suatu kesepakatan yang dituangkan dalam suatu perjanjian di mana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya.
3) Jangka waktu
Setiap pembiayaan yang diberikan mempunyai jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. masa pengembalian pembiayaan .
4) Risiko
Suatu risiko muncul karena ada tenggang waktu pengambilan (jangka waktu). Semakin panjang jangka waktu suatu pembiayaan maka semakin besar risiko tidak tertagih, demikian pula sebaliknya.
5) Balas Jasa
Balas jasa merupakan keuntungan atas pemberian suatu pembiayaan atau jasa dalam bentuk bagi hasil dan biaya administrasi pembiayaan.
c. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan
Dalam konteks kegiatan ekonomi, setiap usaha apapun itu tidak pernah lepas dari tujuan untuk mencari keuntungan, namun karena di dalam pembiayaan terkandung unsur resiko, maka usaha mencari
(36)
commit to user
keuntungan tersebut harus memperhatikan prinsip-prinsip kehati-hatian mengingat dana yang disalurkan dalam pembiayaan adalah dana dari masyarakat.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan penyaluran pembiayaan adalah untuk memperoleh keuntungan yang aman, sehingga pada saatnya masyarakat penyimpan dana di bank dapat memperoleh kembali simpanannya berikut bagi hasil tanpa khawatir
kehilangan dana tersebut.20
d. Jenis-jenis Pembiayaan Syariah
Sesuai Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/35/PBI/2005 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah serta Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, produk-produk pembiayaan bank syariah adalah antara lain:
1) Murabahah
Murabahah adalah pembiayaan dimana pihak bank syariah
menyediakan dana untuk membeli barang yang dibutuhkan nasabah/umat. Secara operasional, praktik murabahah adalah jual beli barang sebesar harga perolehan atau harga jual (harga beli ditambah biaya transportasi, PPN dan sebagainya) ditambah dengan keuntungan (margin) yang disepakati.
2) Mudharabah
Mudharabah adalah pembiayaan untuk masyarakat yang
memiliki keahlian tetapi tidak memiliki modal, dimana bank syariah bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek usaha. Bank syariah
sebagai shohibul maal (pemilik modal) memberikan pembiayaan
modal usaha pada masyarakat (mudhorib) untuk dikelola secara baik.
Rasio keuntungan disepakati bersama antara pihak bank syariah
20 Rimsky K. Judisseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia. Gramedia.
(37)
commit to user
dengan nasabah. Apabila terjadi kerugian dari proyek yang dijalankan nasabah, masing-masing pihak secara berimbang menanggung kerugian tersebut.
3) Musyarakah
Musyarakah adalah pembiayaan modal kerja atau investasi dimana bank syariah menyediakan sebagian dari modal usaha keseluruhan, dan dalam proses manajemen, pihak bank syariah dapat dilibatkan secara langsung sehingga keduanya berserikat dalam usaha. Pembiayaan musyarakah ini didasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan porsi penyertaan.
4) Bai‟ Bitsaman Ajil
Bai‟ Bitsaman Ajil adalah perjanjian jual beli dengan suatu akad sebagaimana terjadi dalam prinsip murabahah tetapi pembayaran sejumlah harga beli oleh nasabah dilakukan secara angsuran.
5) Bai‟ as-Salam
Bai‟As-Salam adalah pembiayaan dimana nasabah memesan barang melalui bank syariah. Jenis barang dan harganya telah ditentukan dan nasabah melunasi harga barang tersebut pada saat akad (nasabah telah menitipkan uang tunai pada bank syariah), kemudian pihak bank syariah menyediakan barang yang dipesan pada waktu jatuh tempo.
6) Bai‟ al Istisna
Bai‟ al Istisna yaitu kontrak order yang ditandatangani bersama antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan suatu jenis barang tertentu.
7) Ijarah
Ijarah adalah perjanjian sewa barang antara pemilik barang
dengan penyewa yang memperbolehkan penyewa untuk
memanfaatkan barang dengan membayar sewa sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.
(38)
commit to user 8) Hawalah
Hawalah adalah pembiayaan yang terjadi apabila seseorang memiliki pembiayaan kepada orang lain kemudian yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada bank syariah untuk membayar hutangnya tersebut dan status hutang beralih kepada bank syariah. 9) Rahn
Rahn adalah gadai yang dilakukan secara sukarela atas dasar
tolong menolong tanpa mencari keuntungan. Rahn berlaku untuk
semua harta, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
10) Qardhul Hasan
Qardhul Hasan adalah kebijakan pembiayaan yang diberikan bank syariah kepada nasabah tanpa pungutan bagi hasil. Dalam hal ini nasabah hanya dibebani tanggung jawab mengembalikan pembiayaan sejumlah yang diterimanya dari bank syariah tanpa tambahan apapun, dan membayar biaya administrasi. Imbalan kepada bank syariah atas dasar kerelaan peminjam.
e. Prosedur Pembiayaan
Prosedur pembiayaan merupakan suatu metode yang harus ditempuh untuk melaksanakan kegiatan pembiayaan. Setiap pejabat bank yang berhubungan dengan pembiayaan harus menempuh prosedur pembiayaan yang sehat, meliputi prosedur persetujuan pembiayaan,
prosedur administrasi, serta prosedur pengawasan pembiayaan.21
Adapun prosedur atau mekanisme penyaluran pembiayaan di bank
syariah secara umum adalah sebagai berikut:22
1) Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan dengan ketentuan
sebagai berikut:
21 Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syaria h. Azkia. Tangerang. 2009, hlm.
253
22 Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syaria h. PT.Gramedia Pustaka
(39)
commit to user
a) Memberikan kejelasan tentang platform pembiayaan yang
dimohon;
b) Memberikan kejelasan tentang rencana penggunaan dana;
c) Memberikan kejelasan tentang rencana jangka panjang waktu
pelunasan;
d) Memberikan kejelasan tentang rencana jaminan atas pembiayaan
yang dimohon;
e) Memberikan laporan keuangan perusahaan minimal dua tahun
terakhir;
f) Memenuhi ketentuan umum administrasi.
2) Penerimaan berkas permohonan oleh petugas bank syariah, sedapat
mungkin permohonan pembiayaan tersebut diajukan dalam bentuk tertulis.
3) Berkas pemohon kemudian dipelajari sampai didapatkan suatu
kesimpulan bahwa permohonan tersebut layak untuk ditindak lanjuti.
4) Survei lapangan.
5) Melakukan analisis pembiayaan, yaitu suatu rangkaian kegiatan dalam
rangka menilai informasi, data-data serta fakta di lapangan sehubungan diajukannya permohonan pembiayaan oleh seseorang.
6) Realisasi penyaluran pembiayaan.
f. Jaminan dalam Pembiayaan
Jaminan dalam suatu pembiayaan diperlukan sekali terutama untuk
menghindari resiko kerugian apabila debitur tidak mengembalikan /melunasi pembiayaan yang diterimanya. Selain jaminan berupa keyakinan atas kemampuan debitur untuk melunasi pembiayaannya, bank juga mengutamakan agunan atau jaminan dalam penyaluran pembiayaan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 1 ayat 23 menyatakan: “agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan
(40)
commit to user
nasabah /debitur dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Perbankan, Pasal
24 ayat 1 menyebutkan bahwa “Bank Umum tidak memberi kredit tanpa
jaminan kepada siapapun”. Berdasarkan pengertian tersebut, nilai dan
legalitas jaminan yang dikuasai oleh bank atau yang disediakan nasabah/ debitur harus cukup untuk menjamin fasilitas pembiayaan dalam bank
syariah yang diterima nasabah/debitur.23
Berdasarkan Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah, agunan adalah jaminan tambahan baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada Bank Syariah dan atau Unit Usaha Syariah guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas.
Secara umum, jaminan kredit atau pembiayaan diartikan sebagai
penyerahan kekayaan, atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk
menanggung pembayaran kembali suatu pembiayaan.24 Sementara itu
kegunaan jaminan adalah untuk:25
1) Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan
pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut, apabila nasabah melakukan cidera janji, yaitu tidak membayar kembali pembiayaannya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.
2) Menjamin agar nasabah berperan serta dalam transaksi untuk
membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk dapat berbuat demikian diperkecil terjadinya.
23
Thomas Suyatno, dkk. Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia, Jakarta, 2003, hlm. 88
24 Ibid., hlm. 139
(41)
commit to user
3) Memberi dorongan kepada debitur (tertagih) untuk memenuhi
perjanjian/akad pembiayaan. Khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar ia tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.
g. Akad Pembiayaan
Akad Pembiayaan adalah hal terpenting yang harus dibuat dalam suatu perjanjian pada bank syariah sebagai bukti adanya kesepakatan antara para pihak. Akad menurut Pasal 1 ayat 13 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah kesepakatan tertulis antara Bank atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang memuat hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah.
Pelaksanaan akad harus memenuhi rukun dan syarat sesuai hukum
Islam. Menurut jumhur (mayoritas) fukaha, rukun akad terdiri dari :26
1). Pernyataan untuk mengikatkan diri (sighat al-aqad)
2). Pihak-pihak yang berakad 3). Obyek akad
Syarat umum yang harus dipenuhi dalam suatu akad menurut para ulama fikih, antara lain :27
1). Pihak-pihak yang melakukan akad telah dipandang mempu bertindak menurut hukum
2). Obyek akad diakui oleh syara‟ 3). Akad itu tidak dilarang oleh syara‟
4). Akad yang dilakukakan memenuhi syarat khusus sesuai akad 5). Akad itu bermanfaat
6). Ijab tetap utuh sampai terjadi Kabul
7). Ijab dan Kabul dilakukan dalam satu majelis 8). Tujuan akad itu harus jelas dan diakui oleh syara‟
26 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 103
(42)
commit to user
3. Tinjauan tentang Pembiayaan Bermasalah a. Pengertian Pembiayaan Bermasalah
Pembiayaan merupakan kegiatan utama bank, sebagai usaha untuk memperoleh laba, tetapi rawan risiko yang tidak saja dapat merugikan bank, tetapi juga berakibat kepada masyarakat penyimpan dan pengguna
dana.28 Salah satu risiko dalam kegiatan pembiayaan tersebut adalah
pembiayaan bermasalah.
Pembiayaan atau kredit bermasalah, yang dalam bahasa Inggris
diistilahkan sebagai problem loan atau Non Performing Financing
(NPF) ialah pembiayaan yang tergolong kurang lancar, diragukan, dan macet. Hal ini merupakan fenomena yang terjadi dalam industri perbankan, pembiayaan macet merupakan salah satu risiko utama. Untuk menghindari agar pembiayaan bermasalah tidak menimbulkan masalah berkelanjutan, maka bank harus senantiasa melakukan tindakan pengamanan dengan cara melakukan upaya:
1) penyisihan kerugian,
2) penyelamatan,
3) penghapusbukuan,
4) penghapus-tagihan,
5) penagihan kredit hapus buku.29
b. Sebab-sebab Timbulnya Pembiayaan Bermasalah
Penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah adalah karena
kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapi nasabah. Penyebab kesulitan keuangan perusahaan nasabah dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu (1) faktor internal bank, (2) faktor nasabah dan (3) faktor eksternal.30
28 Arifin. op, cit., hlm. 257
29
Hariyani Iswi, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet. Elex Media Komputindo. Jakarta, 2010, hlm. 258
(43)
commit to user
Faktor internal adalah faktor yang ada di dalam bank, antara lain
yaitu kebijakan pembiayaan yang kurang tepat, kuantitas, kualitas dan integritas sumber daya manusia yang kurang memadai, terbatasnya SDI yang tersedia, memberikan perlakuan khusus kepada nasabah, adanya pengelola yang menerima suap atau hadiah; adanya kelemahan organisasi, sistem dan prosedur pembiayaan; prasarana dan sarana lain yang tersedia kurang memadai; pihak bank kurang teliti dalam pembuatan akad pembiayaan.
Faktor nasabah antara lain adalah aspek karakter, aspek
operasional, aspek legal yuridis dan aspek agunan. Timbulnya kesulitan-kesulitan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh faktor manajerial dapat dilihat dari beberapa hal, seperti kelemahan dalam kebijakan pembelian dan penjualan, lemahnya pengawasan biaya dan pengeluaran, kebijakan piutang yang kurang tepat, penempatan yang berlebihan pada aktiva tetap, permodalan yang tidak cukup.
Faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar kekuasaan
manajemen perusahaan, seperti bencana alam, peperangan, perubahan dalam kondisi perekonomian dan perdagangan, perubahan-perubahan teknologi, dan lain-lain.
4. Tinjauan tentang Penyelesaian Sengketa
a. Penyelesaian Sengketa Menurut Sistem Hukum di Indonesia
Hukum sebagai suatu sistem dapat berperan di masyarakat karena memiliki peran strategis dan dominan dalam kehidupan masyarakat. Hukum merupakan sarana untuk menciptakan ketertiban masyarakat dengan tujuan untuk menciptakan kedamaian.
Eric L. Richard dalam bukunya Law For Global Business,
sebagaimana yang dikutip oleh Ade Maman Suherman, mengatakan bahwa terdapat 6 (enam) keluarga sistem hukum yang utama di dunia
(44)
commit to user
(The World‟s Major Legal System), yang terdiri dari : 31
1) Civil Law System, yaitu sistem hukum yang berakar dari hukum
Romawi (Roman Law) yang dipraktekan oleh Negara-negara Eropa
Kontinental termasuk bekas jajahannya;
2) Commmon Law System, yaitu sistem hukum yang berdasarkan custom,
atau kebiasaan berdasarkan preseden atau judge made law.
Dipraktekkan di Negara Anglo Saxon, seperti Inggris dan Amerika; 3) Islamic Legal System, yaitu sistem hukum yang berdasarkan syariat
islam yang bersumber dari Kitab Al-Qurán dan Hadist;
4) Sosialis Law, yaitu sistem hukum yang dipraktekan di negara-negara sosialis;
5) Sub-Saharan Africa, yaitu sistem hukum yang dipraktekkan di Negara Afrika yang berada di sebelah selatan gurun sahara;
6) Far East, yaitu sistem hukum yang kompleks, karena merupakan
perpaduan antara Civil Law System dan Islamic Legal System sebagai
basis fundamental masyarakat.
Civil Law System merupakan sistem hukum yang dianut oleh negara-negara Eropa Kontinental, sehingga sistem hukum ini disebut juga sistem hukum Eropa Kontinental. Salah satu negara Eropa yang meresepsi hukum romawi adalah Perancis. Pemilihan negara Perancis sebagai titik awal untuk mengetahui sistem hukum yang berlaku di Indonesia, didasarkan pada pertimbangan antara Perancis dan Belanda terdapat pertautan sejarah akibat penjajahan Perancis terhadap Belanda. Demikian pula antara Belanda dan Indonesia terdapat pertautan sejarah akibat penjajahan, yang akhirnya sistem hukum Indonesia terpengaruh
oleh hukum Belanda dan menerapkan Civil Law System.
Karakteristik dari Civil Law System adalah sbb :
1) Adanya kodifikasi hukum. Kodifikasi hukum timbul dari pemikiran
31 Otong Rosadi, Andi Desmo, Studi Politik Hukum, Suatu Optik Ilmu Hukum, Thafa
(45)
commit to user
bahwa diperlukannya suatu kepastian hukum dan kesatuan hukum;
2) Hakim tidak terikat pada preseden, sehingga undang-undang
merupakan sumber hukum yang utama. Penganut sistem Civil Law memberi keleluasaan yang besar bagi hakim untuk memutus perkara tanpa perlu meneladani putusan hakim terdahulu. Yang menjadi pegangan bagi hakim adalah aturan yang dibuat oleh parlemen, yaitu undang-undang;
3) Sistem peradilan bersifat inkuisitorial, yaitu hakim mempunyai
peranan besar dalam mengarahkan dan memutus perkara, hakim bersifat aktif menemukan fakta dan cermat dalam menilai alat bukti.
Sistem ini mengandalkan profesionalisme dan kejujuran hakim.32
Pengertian penyelesaian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara perbuatan menyelesaikan. Sedangkan menyelesaikan berarti menyudahkan, menjadikan berakhir, membereskan atau
memutuskan, mengatur, memperdamaikan (peselisihan atau
pertengkaran), atau mengatur sesuatu sehingga menjadi baik.33 Sengketa
adalah perselisihan atau pertentangan, sedangkan menurut Salim HS dan Erlies Septiana, sengketa diartikan sebagai pertentangan, perselisihan atau percekcokan yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak lainnya dan/atau antara pihak yang satu dengan berbagai pihak, yang berkaitan dengan sesuatu yang bernilai, baik berupa uang maupun benda.34
Definisi sengketa menurut Vilhem Aubert35 Sengketa adalah suatu
kondisi yang ditimbulkan oleh dua orang atau lebih yang dicirikan oleh beberapa tanda pertentangan secara terang-terangan, dibedakan menjadi
dua macam konflik yaitu conflict of interest and claims of right.
32 Ibid., hlm.28
33 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., hlm.1020
34 Salim HS., Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 137
35 Pujiyono, Eksistensi Model Penyelesaian Sengketa Antara Nasabah dan Bank Syariah
(46)
commit to user
Argumen klaim kepentingan lebih kompromis penyelesaiannya dibandingkan dengan konflik klaim kebenaran yang didasarkan pada terminologi kebenaran, bukan kepentingan , norma-norma dan hukum.
Merujuk pada karakteristik Civil Law System tersebut yang salah
satunya menyebutkan bahwa undang-undang merupakan sumber hukum utama maka agar memiliki kepastian hukum, penyelesaian sengketa di Indonesia harus diatur atau diakomodasi dalam suatu undang-undangPenyelesaian sengketa perbankan syariah di Indonesia telah diakomodasi dalam 2 (dua) undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 junto Undang-Undang Nomor 50 Tahun 20009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama; dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Untuk lebih memperjelas uraian penyelesaian sengketa perbankan syariah menurut sistem hukum di Indonesia, dapat disampaikan sebagai berikut :
1) Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Cara Litigasi
Tugas dan kewenangan Pengadilan Agama adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di bidang ekonomi syariah. Secara lengkap Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Peradilan Agama menyebutkan bahwa “Pengadilan Agama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqoh; dan i. ekonomi syariah.”
Dalam penjelasan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 tentang Peradilan Agama dinyatakan bahwa “penyelesaian
sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syariah, melainkan juga dibidang ekonomi syariah lainnya”. Selain itu yang dimaksud
(47)
commit to user
orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan pasal ini.
Batasan ekonomi syariah menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 junto Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi:
a) Bank syariah,
b) Lembaga keuangan mikro syariah,
c) Asuransi syariah,
d) Reasuransi syariah,
e) Reksa dana syariah,
f) Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah,
g) Sekuritas syariah,
h) Pembiayaan syariah,
i) Pegadaian syariah,
j) Dana pensiun lembaga keuangan syariah; dan
k) Bisnis syariah.
Disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 junto Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, memberikan perluasan kewenangan kepada Pengadilan Agama dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah, mengingat sebelumnya sengketa dalam bidang perbankan syariah termasuk dalam lingkup kewenangan absolut lingkungan Peradilan Umum.
Kewenangan Peradilan Umum dalam menyelesaikan sengketa di bidang perbankan syariah banyak menimbulkan persoalan bukan hanya dari sisi kompetensi hakim Peradilan Umum yang belum tentu menguasai masalah ekonomi syariah, tetapi juga dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan tidak menggunakan prinsip syariah
(1)
commit to user
Gunarto Suhardi. 2003. Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum. Kanisius. Yogyakarta
Gunawan Wijaya. 2001. Alternatif Penyelesaian Sengketa. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Habib Adjie dan Muhammad Hafidh, 2011, Akta Perbankan Syariah yang Selaras Pasal 38 Undang-Undang Jabatan Notaris, Pustaka Zaman, Semarang.
Hariyani Iswi, 2010, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet. Elex Media Komputindo. Jakarta
Hennie Van Greuning & Zamir Iqbal. 2011. Analisis Resiko Perbankan Syariah. Salemba Empat. Jakarta
Heri Sudarsono. 2005. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi dan Illustrasi. Ekonisia. Yogyakarta
HR. Ahmad. 1419 H-1998 M. Alam Alkutub, cetakan pertama, Beirut Lebanon HR. Ibnu Majah. Darul Fikri. tanpa tahun, tanpa no cetakan
HR Turmuzi. 1419 H-1998 M. Dar ihya at turats al araby, Beirut, Lebanon
HB.Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif (dasar teori dan terapannya dalam penelitian), UNS Press, Surakarta
Imamudin Yuliadi. 2001. Ekonomi Islam. Sebuah Pengantar. LPPI. Yogyakarta I Made Widnyana. 2007. Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR), Indonesia
Business Law Center (IBLC), bekerjasama dengan Kantor Hukum Gani Djemat & Partners, Jakarta
Ikatan Bankir Indonesia. 2014. Memahami Bisnis Bank Syariah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Kasmir. 2004. Dasar-Dasar Perbankan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta _________. 2012. Manajemen Perbankan, Ed. Revisi. Grasindo. Jakarta
Lawrence Meir Friedman. 2009. Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, diterjemahkan oleh M.Khozim, Nusa Media, Bandung
M. Ali Hasan.2003. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta
(2)
commit to user
Muhammad Syafi‟i Antonio 2001. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik. Gema
Insani Press. Jakarta
Marwan Effendy. 2014. Teori Hukum, Referensi (Gaung Persada Press Group), Jakarta
Mohammad Nur Mahri. 2013. „Penyelesaian Sengketa Bank Syariah Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)” Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta
Permadi Gandapraja. 2004. Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3, Cetakan I, PT (Persero) Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka, Jakarta
Rachmadi Usman. 2001. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Gramedia. Jakarta
_________. 2003. Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. Citra Aditya Bakti. Bandung
Rimsky K. Judisseno. 2002. Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia. Gramedia. Jakarta
Rachmansyah Purba, 2009, Penyelesaian Sengketa pada Perbankan Syariah Pasca Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Medan.
Salim HS., Erlies Septiana Nurbani. 2013. Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta
Sutan Remy Sjahdeini. 2005. Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. PT. Pustaka Utama Grafiti. Jakarta
Sudikno Mertokusumo. 2010. Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Universitas Atmajaya, Yogyakarta.
Suhrawardi K. Lubis, Farid Wajadi. 2012. Hukum Ekonomi Islam, Sinar Grafika, Jakarta
Syarifah Lisa Andriati,2008, Penyelesaian Sengketa Perdata antara Nasabah dengan Bank Melalui Mediasi Perbankan, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Medan.
(3)
commit to user
Syahrizal, 2012, Dualisme Kewenangan Penyelesaian Sengketa perbankan
Syariah antara Mahkamah Syariah dan Pengadilan Negeri di Kota
Banda Aceh, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Thomas Suyatno, dkk. 2003. Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia, Jakarta Zainul Arifin. 2009. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Azkia. Tangerang Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta
Jurnal/ Majalah
Felix Oentoeng Soebagjo, “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Bidang Perbankan”, Bahan Diskusi Terbatas Pelaksanaan Mediasi Perbankan oleh Bangsa Indonesia dan Pembentukan Lembaga Mediasi Perbankan Independen, Kerjasama Magister Hukum Bisnis dan Kenegaraan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta dan Bank Indonesia. Yogyakarta. 21 Maret 2007
George G.Kaufman, “Bank Failures Systemick Risk an Bank Regulation”,
Artikel pada The Cato Jurnal, Vol.16, 2009
Khopiatuziadah, “Kajian Yuridis Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah”.JurnalLegislasi Indonesia. Vol. 10, No. 3, 2013
Muchtar A.H. Labetubun., “Kompetensi Pengadilan Agama Terhadap Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Berdasarkan Hukum Islam.” SASI: dalam Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon. Vol. 18, 2012, No. 1, hlm. 58
Mohammad Fajrul Falaakh, “Perlindungan Nasabah Bank Melalui Fungsi Mediasi dan Supervisi Bank Indonesia”. Makalah pada Diskusi Terbatas Pelaksanaan Mediasi Perbankan , oleh Bank Indonesia dan Pembentukan Lembaga Mediasi Perbankan Independen, Kerjasama Bank Indonesia dan Magister Hukum UGM, Denpasar, 11 April 2007. hlm. 5
Muhammad Syafi‟i Antonio. 1994. “Prinsip dan Etika Bisnis dalam
Islam”. Paper dipresentasikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara
Nindyo Pramono, “Lembaga Mediasi Perbankan Independen dan Mediasi Perbankan oleh BI (Temporary)”. Makalah pada Diskusi Terbatas Pelaksanaan Mediasi Perbankan oleh Bank Indonesia dan Pembentukan Lembaga Mediasi Perbankan Independen, Kerjasama Bank Indonesia dan Magister Hukum UGM, Denpasar, 11 April 2007. hlm. 3
(4)
commit to user
Nari Lee & Marcus Norrgard, “Alternatif to Litigation in IP Disputes in
Asia and Finlandia”, California Western International Law Journal, Vol 43,
No.1, Art.6
Taufik Simatupang, “Hukum dan pembangunan Ekonomi”, Jurnal Ilmiah
Kebijakan Hukum, Vol.9 , No. 1, April 2007, hlm.20
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 junto Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 Tanggal 29 Agustus 2013 tentang Penyelesaian Sengketa Bank Syariah
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 junto Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan
Peraturan Bank Indonesia No.9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah
Peraturan Bank Indonesia PBI No 13/9/PBI/2011, Tanggal 8 Februari 2011 Tentang perubahan atas PBI No. 10/18/2008, Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia- Bank Indonesia. 2006. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Edisi Revisi Tahun 2006, CV Gaung Persada, Jakarta
(5)
commit to user INTERNET
Abdul Manan. 2009. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Sebuah
Kewenangan Baru Peradilan Agama,
http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/makalah% 20pak%20manan.pdf,
diakses tanggal 2 Juni 2014
Anonim. 2008. Pelaksanaan Fungsi Mediasi Perbankan. Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan Bank Indonesia. http://www.bi.go.id, tanggal akses 17 Juni 2010
Erna Priliasari. Mediasi Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Terhadap Nasabah Bank. Artikel dalam www.legalitas.org
Anonim. Pelaksanaan Fungsi Mediasi Perbankan. Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan Bank Indonesia. http://www.bi.go.id, tanggal akses 17 Juni 2014
(6)
commit to user
132 LAMPIRAN