commit to user 112
lembaga penyelesaian perselisihan, padahal penyelesaian sengketa melalui cara non litigasi akan lebih efisien dan dapat memitigasi resiko yang ada.
Demikian pula dengan analisis faktor budaya hukum, mekanisme penyelesaian pembiayaan bermasalah di Bank Syariah Mandiri masih belum
selaras dengan undang-undang yang ada, hal ini dapat dilihat dari kebijakan yang ada yang tertuang dalam SOP serta Divisi Hukum di Bank Syariah
Mandiri tidak memberikan arahan kepada Notaris untuk menyelaraskan klausula dalam akad sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan ketentuan
dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia tentang penyelesaian sengketa atau penanganan pembiayaan bermasalah.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93PUU-X2012 tanggal 29 Agustus 2013 tentang
Penyelesaian Sengketa Bank Syariah tidak membawa dampak perubahan yang berarti pada pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah di Bank
Syariah Mandiri mengingat dari sistem struktur hukum dan budaya hukum yang ada belum sepenuhnya mendukung agar penyelesaian sengketa
pembiayaan bank syariah mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Kedudukan dan keberadaan Dewan Pengawas
Syariah belum optimal melaksanakan fungsinya sebagai Dewan Pengawas agar operasional perbankan syariah dalam hal ini penyelesaian sengketa bank
syariah mengacu pada fatwa Dewan Syariah Majelis Ulama Indonesia, yang menjadi landasan operasional bank syariah .
B. Kendala-Kendala yang Dihadapi Oleh Bank Syariah Mandiri di
Surakarta Dalam Menyelesaikan Pembiayaan Bermasalah Melalui Cara Non Litigasi.
Penyelesaian pembiayaan bermasalah dipengaruhi oleh berlakunya peraturan perundang-undangan dan atau peraturan lain yang dibentuk dengan
tujuan agar masyarakat serta aparat penegak hukum melaksanakannya secara
commit to user 113
konsisten. Efektivitas berlakunya hukum dalam masyarakat menurut Howard dan Mummer harus memenuhi syarat sebagai berikut :
97
a. Undang-undang harus dirancang dengan baik, kaidah-kaidah harus dirumuskan dengan jelas, mudah dipahami dan penuh kepastian;
b. Undang-undang sebaiknya bersifat melarang
prohibitur
dan bukan mengharuskan
mandatur
; c. Sanksi yang diancamkan dalam undang-undang haruslah berpadanan
dengan sifat undang-undang yang dilanggar; d. Sanksi yang diancamkan kepada si pelanggar tidaklah boleh terlalu berat;
e. Mengatur terhadap perbuatan yang mudah dilihat; f. Mengandung larangan yang berkesesuaian dengan moral;
g. Pelaksana hukum menjalankan tugas dengan baik, menyebar luaskan undang-undang, penafsiran yang seragam dan konsisten;
h. Suatu standar hidup sosio-ekonomi yang minimal harus ada dalam masyarakat.
Efektivitas hukum membahas bekerjanya suatu sistem hukum dalam masyarakat, yaitu mengenai perilaku masyarakat apakah sesuai dengan hukum
yang berlaku. Tidakan atau perilaku masyarakat dapat menunjukkan bahwa kaidah hukum berhasil atau tidak mencapai tujuannya juga dapat mengetahui
keberhasilan mempengaruhi atau mengatur sikap perilaku tertentu. Apabila warga masyarakat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan atau
dikehendaki hukum, maka dapat dikatakan hukum tersebut efektif dilaksanakan.
Menurut Lawrence Meir Friedman, dalam bukunya
The Legal System: A Social Sciense Perspective,
yang diterjemahkan oleh M. Khozim
98
Sistem hukum mengandung tiga komponen elemen utama yaitu substansi hukum,
struktur hukum pranata hukum dan budaya hukum yang saling berinteraksi.
97
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, op.cit., hlm. 309-310
98
Lawrence Meir Friedman, op.cit., hlm. 121
commit to user 114
Pembagian tersebut dimaksudkan untuk menganalisa bekerjanya suatu sistem hukum yang sedang berlangsung dalam suatu masyarakat.
Penjabaran lebih lanjut mengenai bekerjanya suatu sistem hukum dalam masyarakat dalam hal ini berkaitan dengan pelaksanaan penyelesaian
pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi di Bank Syariah Mandiri Surakarta adalah sebagai berikut :
1. Substansi Hukum Substansi hukum adalah keseluruhan asas hukum, norma hukum dan
aturan hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis berupa peraturan, keputusan-keputusan, doktrin-doktrin yang menentukan bisa atau tidaknya
hukum itu dilaksanakan, sehingga bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan
pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi bekerjanya suatu
sistem hukum dalam masyarakat adalah adanya peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh Penguasa berupa Hukum atau Undang-
Undang. Penyelesaian sengketa perbankan syariah telah diakomodasi dalam dua perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 tentang Peradilan Agama dan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang dijadikan sebagai landasan yuridis
dari pelaksanaan sistem perbankan. Kendala dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui cara
non litigasi berkaitan dengan subtansi hukum, adalah adanya ketidaksinkronan antara Pasal 26 Undang-Undang No.21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, yang menyebutkan bahwa kegiatan usaha bank syariah wajib tunduk kepada prinsip syariah yang di fatwakan oleh Majelis
Ulama Indonesia dan Fatwa tersebut dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia disatu sisi, di sisi lain dengan Pasal 55 Undang-Undang No.21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
commit to user 115
Terkait dengan hal tersebut penyelesaian sengketa melalui cara non litigasi seharusnya merujuk pada ketentuan sesuai Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia yaitu melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional Basyarnas sesuai amanah Pasal 26 Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan syariah yang telah dikuatkan pula dalam Peraturan Bank Indonesia No.919PBI2007 yang telah diubah dalam
Peraturan Bank Indonesia No.1016PBI2008 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran
Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, yang menunjukkan forum penyelesaian sengketa melalui Basyarnas.
Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah justru menunjukan ketidak tegasan dalam mengatur penyelesaian
sengketa melalui cara non litigasi yang memberikan kebebasan untuk memilih forum sesuai isi akad, sehingga diperlukan peraturan yang lebih
tegas dan jelas untuk mengatasi permasalahan tersebut.
b. Struktur Hukum Struktur hukum adalah keseluruhan institusi yang diciptakan dengan
berbagai fungsi untuk mendukung bekerjanya sistem hukum yaitu penegakan hukum beserta aparatnya yang menentukan bisa atau tidaknya
hukum itu dilaksanakan dengan baik tercermin dari baiknya faktor penegak hukum yang memainkan peranan.
Istitusi yang mendukung bekerjanya sistem hukum dalam hal ini mekanisme penyelesaian sengketa perbankan syariah antara lain
Pengadilan dan lembaga Basyarnas. Berdasarkan penelitian penulis, penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi di Bank
Syariah Mandiri dilakukan melalui mekanisme musyawarah, namun dalam hal penyelesaian sengketa
yang dilakukan melalui mekanisme musyawarah tidak menghasilkan kesepakatan maka tahapan penyelesaian
selanjutnya tidak melalui Basyarnas sebagaimana yang tertuang dalam
commit to user 116
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia melainkan melalui Pengadilan Negeri.
Kendala dalam pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi terkait dengan struktur hukum berdasarkan
penelitian penulis dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1
Mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase di Basyarnas tidak diterapkan di Bank Syariah Mandiri disebabkan oleh karena
ketidaksiapan infrastruktur
Basyarnas dalam
menghadapi perkembangan bank syariah, hal ini terbukti dengan belum adanya
KantorPerwakilan Basyarnas di Surakarta. 2
Keberadaan Dewan Pengawas Syariah yang hanya ada di Kantor Pusat Bank Syariah Mandiri, menyebabkan tidak terlaksana fatwa-fatwa
yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
3 Mekanisme penyelesaian sengketa melalui cara non litigasi berupa
Mediasi Perbankan sebagaimana diatur dalam Peraturan bank Indonesia No.919PBI2007 yang telah diubah dalam Peraturan Bank
Indonesia No.1016PBI2008 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta
Pelayanan Jasa Bank Syariah, belum pernah dilakukan di Bank Syariah Mandiri.
c. Budaya Hukum Budaya hukum yaitu kebiasaan-kebiasaan, opini-opini, cara berfikir
dan cara bertindak, baik dari para penegak hukum maupun dari warga masyarakat, berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat. Suasana
pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan. Semakin tinggi tingkat
kesadaran hukum masyarakat, maka akan tercipta kultur hukum yang baik, yang dapat merubah pola fikir masyarakat mengenai hukum.
commit to user 117
Kebudayaan diartikan sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup. Faktor kebudayaan
dapat menjadi faktor pendorong maupun menjadi hambatan efektivitas penegakan hukum. Sebagai faktor pendorong, budaya masyarakat jawa
cenderung merasa tidak aman dan malu apabila diketahui berkaitan dengan persoalan pembiayaan bermasalah atau sengketa di Bank, bagi
para pebisnis akan lebih memilih penyelesaian secara non formal sedangkan sebagai faktor penghambat adalah kecenderungan masyarakat
yang selalu ingin berperkara. Penegakan hukum tidak bisa hanya diserahkan kepada aparat hukum saja, tapi juga tentunya harus didukung
oleh semua pihak.
99
Penanganan pembiayaan bermasalah dalam hal ini penyelesaian sengketa di Bank Syariah Mandiri, diselesaikan melalui penyelesaian
internal dengan mengedepankan kaedah musyawarah. Masyarakat merupakan faktor yang mempengaruhi proses penegakan hukum, yaitu
sekelompok manusia yang terikat oleh suatu kebudayaan dan kepentingan serta erat kaitannya dengan berlakunya atau diterapkannya hukum
tersebut.Keberhasilan didalam pelaksanaan hukum dilihat apabila hukum yang dibuat telah tercapai maksudnya yaitu mengatur kepentingan
manusia. Apabila norma hukum ditaati dan dilaksanakan oleh masyarakat dan penegak hukum maka pelaksanaan hukum itu dapat dikatakan effektif
atau berhasil dalam implementasinya, sebaliknya apabila tidak ada kesadaran hukum masyarakat untuk mentaati dan mematuhi peraturan,
maka peraturan hukum yang dibuat menjadi tidak effektif dalam implementasinya. Standar sosio-ekonomi dalam masyarakat minimal
harus ada dalam masyarakat sehingga suatu undang-undang atau perturan hukum dapat efektif.
99
Taufik Simatupang, “Hukum dan pembangunan Ekonomi”, Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, Vol.9 , No. 1, April 2007, hlm.20
commit to user 118
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, faktor kesadaran masyarakat di Surakarta dalam kaitannya dengan perbankan syariah
belum terlalu menggembirakan, mengingat masyarakat belum sepenuhnya merespon dan memahami mengenai mekanisme perbankan syariah dan
penyelesaian sengketa perbankan syariah. Sumber daya manusia sebagai pendukung penegakan hukum antara
lain adalah para hakim, pengelola atau karyawan bank, negosiator, mediator, arbitor. Sumber daya insani di Bank Syariah Mandiri,
seyogyanya memiliki pendidikan dan keterampilan yang baik dan berwawasan luas dalam bidang ekomomi dan hukum. Hal tersebut
berkaitan dengan penyelesaian pembiayaan bermasalah atau penanganan pembiayaan bermasalah yang memerlukan keahlian khusus dalam hal
bernegosiasi serta pengambilan keputusan. Disisi lain sarana kantor harus memadai. Menjadi persoalan dalam
upaya penegakan hukum dengan melakukan penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase di lembaga Badan Arbitrase Syariah Nasional,
fasilitas kantor atau perwakilan lembaga tersebut tidak selalu ada di setiap kota, hanya ada di beberapa provinsi di Indonesia. Sehubungan dengan hal
tersebut di masa yang akan datang untuk mendukung penegakan hukum, agar diupayakan pembukaan kantor Basyarnas disetiap kota dimana kantor
bank syariah berada Secara keseluruhan penelitian berdasarkan komponen budaya
hukum, penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi di Bank Syariah Mandiri masih belum selaras dengan Undang-Undang.
Kendala-kendala dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui cara non litigasi terkait dengan budaya hukum sebagai komponen sistem
hukum adalah : 1
Kurangnya sosialisasi dan informasi keberadaan mekanisme penyelesaian sengketa perbankan syariah yang tercantum Undang-
Undang, Peraturan Bank Indonesia, Fatwa DSN.
commit to user 119
2 Kesiapan infrastruktur, sarana dan prasarana pendukung.
3 Kemampuan sumber daya insani yang profesional.
4 Kurangnya daya dorong Otoritas Jasa Keuangan untuk menetapkan
sanksi agar Perbankan Syariah mengindahkan regulasi yang telah
ditetapkan.
commit to user
120
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan