KETENTUAN LAIN-LAIN KETENTUAN UMUM

9 dari 28 Pasal 22 1 Untuk las karbit, kawat las dibagi dalam kelompok sesuai dengan Lampiran I tabel 13. 2 Penggantian dari suatu kelompok kawat las dengan kelompok kawat las lain harus diuji ulang. Pasal 23 1 Untuk las busur listrik TIG Tungsten Innert Gas Welding kawat las dibagi dalam kelompok sesuai dengan Lampiran 1 tabel 14. 2 penggantian dari suatu kelompok kawat las dengan kelompok kawat lain harus diuji ulang. 3 Penggantian dari suatu jenis gas tunggal dengan gas tunggal lain atau dengan gas campuran harus diuji ulang. Pasal 24 1 Untuk las busur listrik submerged, elektroda las dibagi dalam kelompok sesuai dengan Lampiran 1 tabel 15. 2 Penggantian elektroda las dengan kadar Mn 1,75 - 2,25 dengan elektroda las dengan kadar Mn kurang dari 1,00 atau sebaliknya harus diuji ulang. 3 Penggantian tipe atau komposisi fluks harus diuji ulang. 4 Penggantian ukuran butir-butir fluks tidak perlu diuji ulang. Pasal 25 Posisi percobaan las berlaku untuk posisi las tertentu sesuai dengan Lampiran 1 tabel 9. Pasal 26 Percobaan dari suatu proses las ke proses las yang lain atau ke proses las kombinasi diperlukan uji ulang.

BAB V KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 27 Pengelasan contoh pèrcobaan las seperti pada Lampiran 1 tabel 2 dilakukan dari satu sisi tanpa pelat alas dan berlaku untuk teknik pengelasan dari 2 dua sisi dan dari satu sisi dengan atau tanpa pelat alas. 10 dari 28 Pasal 28 1 Bagi juru las yang telah menempuh ujian juru las dan lulus dengan kwalifikasi golongan I satu sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diakui sebagai juru las kelas I satu sedangkan juru las golongan II dua dan golongan III tiga ditinjau kembali. 2 Peninjauan kembali juru las golongan II dua dan golongan III tiga tersebut ayat 1 ditetapkan oleh Direktur.

BAB VI KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29 1 Juru las yang telah menempuh ujian juru las dengan hasil memuaskan diberikan sertifikat juru las sesuai dengan kwalifikasinya disertai buku kerja juru las. 2 Sertifikat juru las dan buku kerja juru las tersebut ayat 1 dikeluarkan oleh Direktur. Pasal 30 1 Pengawasan juru las dilakukan oleh Pegawai Pengawas. 2 Juru las yang dianggap tidak terampil, sertifikat dan buku kerjanya dicabut oleh Direktur atas usul Pegawai Pengawas. Pasal 31 Setiap 3 tiga bulan sekali Pengurus atau juru las harus memperlihatkan buku kerja juru las kepada Pegawai Pengawas setempat untuk dicatat dan diketahui. Pasal 32 Pengurus wajib melaksanakan dan bertanggung jawab terhadap ditaatinya Peraturan Menteri ini. Pasal 33 Pengurus yang tidak mentaati ketentuan sebagaimana tersebut pasal 32 dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- seratus ribu rupiah sebagaimana dimaksud pasal 15 ayat 2 Undang undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 11 dari 28 Pasal 34 Pelaksanaan lebih lanjut dari Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh Direktur. Pasal 35 Segala peraturan yang mengatur kwalifikasi juru las yang bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal 36 Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 08 Maret 1982 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA ttd. HARUN ZAIN 12 dari 28 Lampiran 1 : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 02Men1982 tentang Kwalifikasi Juru Las di Tempat Kerja. Tabel :1 DAFTAR PENGELOMPOKAN PEKERJAAN LAS No. JENIS KONSTRUKSI JURU LAS KELAS I JURU LAS KELAS II JURU LAS KELAS III I Ketel - ketel uap, bejana tekan, aparat, industri kimia dan industri perminyakan. Sambung - sambungan pada bagian-bagian yang mengalami teka- nan over druk- over druk misalnya badan silindris, front, din- ding pipa-pipa sebagai penguat, penguat- penguat dinding, plendes sambung sambungan pipa dan pipa-pipa bertekanan. tangan, penyangga, isolasi, bagian dari dapur pengapian ketel uap. Pekerjaan-pekerjaan las yang tidak menderita tekanan salat-salat bagian luar. II Mesin dan alat kerja Penyangga lager, kerang turbine, konstruksi roda, plendes-plendes dan lain-lain bagian mesin Penguat-penguat, konsul-konsul, lubang- lubang inspeksi dan lain-lain. Roda-roda alat peladenan, konstruksi dudukan yang ringan pelat-pelat pelindung. III Alat-alat angkat dan transport Penyangga-penyangga jembatan pemuat, gio- kon vonkranen tuas dan kran, pertalen voorkranen. Pekerjaan las sambungan pada pekerjaan sambungan golongan I dengan sifat sederhana dan sedang, tromol lier Winch kerangka lier, bordes - bordes penguat- penguat. Kotak-kotak pe lindung, tangga dan anak tangga, potor- potor ballast. IV Konstruksi baja. Alat-alat angkat kraan Pintu pintu air mentase khusus. Kolom-kolom, pelat-pelat dasar, pengantung- pengantung ketel bejana tekan. Got-got, pipa-pipa, saluran, jendela- jendela, balok-balok dinding. V Jembatan Dlurung Induk hoofdlinggers penyangga - penyangga melintang, diagonal - diagonal dan batang-batang ver tikal, penguat-penguat, penyangga - penyangga angin. Bordes-bordes, konsel-konsel tangga. Pekerjaan-pekerjaan pipa, saluran, got-got. VI Saluran-saluran pipa Pipa-pipa Uap, pipa- pipa penyalur bahan yang kerofis, mudah terbakar dan beracun, saluran-saluran pipa di pakai pada suhu rendah. Pipa-pipa air dingin, distribusi gas sejauh pekerjaannya dilakukan secara mudah dan sederhana. VII Peralatan kereta api Pelanting - pelanting Lokomotif-lokomotif Konstruksi ringan 13 dari 28 atel, drasi, wieg, balk, balok-balok bumper, konstruksi bagian-bagian penyangga kereta, sambungan pokok dan pada pelanting. dan kereta-kereta kerangka. seperti langit-langit kerangka atap kereta, dinding-dinding dan lain-lain Keterangan Pekerjaan-pekerjaan montage dan reparasi: Pekerjaan ini dimaksud yang dikerjakan dilapangan yang berkaitan dengan kelompok- kelompok tersebut diatas. pada umumnya pengawasan dan pengelolaan lebih berkurang daripada bengkel dan kebanyakan diserahkan saja pada juru lasnya. lagi pula pekerjaan banyak dipersulit oleh keadaan tempat gang-gang sempit dan lain-lain. 14 dari 28 TABEL 2. Posisi Las Tanda Gambar Penjelasan Di bawah Tangan. 1G Pelat: Kedudukan pelat horizontal, pengelasan dari atas Pipa: Kedudukan sumbu pipa horisontal, pada waktu Pengelasan pipa diputar-putar, pengelasan dari atas 2G Pelat: Kedudukan pelat vertikal dengan sumbu las horizontal Pipa: Kedudukan sumbu pipa vertikal dengan sumbu las horizontal, pada waktu pengelasan pipa tidak boleh diputar-putar. Vertikal 3 G Pelat : Kedudukan pelat vertikal dengan sumbu las vertikal. Diatas kepala. 4 G Pelat: Kedudukan pelat horizontal pengelasan dari bawah. Horizontal 5 G Pipa : Kedudukan sumbu pipa horizontal, dengan sambungan las vcrtikal, pada waktu pengelasan pipa tidak boleh diputar-putar. Miring 45° 6 G Pipa : kedudukan pipa miring 45° dari horizontal, pada waktu pengelasan pipa tidak boleh diputar-putar Penyimpanan kedudukan benda kerja yang diperkenankan tidak boleh lebih dari ke keterangan sebagai berikut: • Untuk 1G, 2G, 3G, 4G, dan 5G : 150 terhadap bidang-bidang horizontal vertikal. • Untuk 6G, 450 terhadap bidang horizontal. 15 dari 28 TABEL 3. Tabel pelat atau tabel dinding Pipa t mm. Tinggi las maximum berlaku untuk las muka dan las akar mm. t 3 t 3 sd 6 t 6 sd 12 t 12 sd 25 t 25 1 1,5 2,5 3 5 TABEL 4. Tabel Pelat atau dinding Pipa t Panjang garis terak t 20 mm t 20 mm sd 60 mm t 60mm 6,5 mm t3 20 mm TABEL 5. T T b 20 mm 20 mm sd 30 mm 30 mm t t 30 mm 30mm l,5 t l,5 T Tabel T dan lebar batang coba lengkung tergantung dari tebal dinding Pipa t dan diameter dalam pipa Dd dan contoh las seperti pada label 5. TABEL 6 TABEL 7. t T Db B 10 mm 10 mm t 10 mm 50 mm 50 sd 76 mm 76 mm 14 lingkaran pipa 20 mm 30 mm Percobaan lengkung las muka dilakukan dengan permukaan las muka menghadap kebawah sehingga akan mengalami tegangan tarik yang terbesar. Percobaan lengkung las akar dilakukan dengan permukaan Las akar menghadap kebawah sehingga akan mengalami tegangan tarik terbesar. Bagian tengah-tengah Las harus berada dibawah tengah-tengah duri pelengkung. 16 dari 28 TABEL 8 . Kelompok bahan menurut Tabel : 8 D Maximum Rm x 45 kgmm 2 2 T Rm 45 kgmm 2 sd 55 kgmm 2 3 T

I, II

Rin 55 kgmm 2 4 T II 4 T IV 3 T V 4 T xx x Rm - Kuat tarik xx. Untuk bahan-bahan yang istimewa dan baja-baja “CLADDED” Instansi yang berwenang dapat menentukan syarat-syarat lain. TABEL 9. Berlaku untuk posisi las X Posisi Percobaan Las Pelat Pipa 1 G 2 G 3 G 4 G 5 G 6 G 2G 1G, 2G 1G, 3G 1G, 4G 1G, 3G, 4G Semua 1G 1G, 2G -------- -------- 1G, 5G Semua X Kwalifikasi pengelasan untuk pipa berlaku untuk Plat dengan posisi las yang tercantum pada Tabel 9 apabila diameter dalam pipa dari percobaan las 200 mm. Kwalifikasi pengelasan pipa dengan Dd 80 mm tidak berlaku untuk pengelasan pipa 80 mm. Catatan: Juru las yang telah lulus uji contoh 2G dan 5G pipa dengan diameter luar 200 mm dengan teknik pengelasan dari satu sisi tanpa pelat alas, dengan syarat-syarat pemeriksaan khusus sesuai dengan prosedur las yang berlaku, yang ditentukan oleh instansi yang berwenang. TABEL 10 c Mn Cr Mo V Sisa Rexxkgmm 2 Kelompok I 0,23 1,6 - - - 0,8 33 II 0,25 1,6 2,5 0,6 0,12 0,8 45 III 0,25 1,6 2,5 1,1 0,16 0,8 45 IV BAJA TAHAN KARATAUSTENTIK V BAHAN-BAHAN LAIN TERMASUK BAJA “CLADDED” XX Yang dimaksud dengan sisa adalah nilai spesifik maksimum dari jumlah unsur unsur laddle analysis yang tidak disebut dalam Tabel untuk masing-masing kelompok, kecuali Si tidak termasuk dalam ketentuan ini. XX. Re- Batas Ulur. 17 dari 28 Baja claded - clad material Kelompok bahan menurut ketentuan pada Tabel 11. TABEL 11. Percobaan Las Kelompok Berlaku untuk kelompok bahan Dengan las karbit atau TIG Dengan las busur listrik I I I, II dan III II I dan II I, II dan III III I, II dan III I, II dan III IV IV IV V DITENTUKAN OLEH INSTANSI YANG BERWENANG Baja Claded : ialah baja yang permukaannya dilapisi dengan bajalogam lain, dimana massa dari bajalogam pelapis 3 dan massa baja induk. Proses pelapisan dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya digulungkan digilaskan dituangkan di cor dll. 18 dari 28 PENGELOMPOKAN ELEKTRODA LAS UNTUK LAS BUSUR LISTRIK TABEL 12 Kelompok No. Bahan pelapis elektroda las Posisi las Asus Listrik Menurut klasifikasi A. W. S. Di bawah tangan Bolak-balik atau searah elektroda - atau + Oksida Besi Ti- nggi Las sudut Horizontal Bolak-balik atau searah elektroda SFA 5.1 E6020 SFA 5.5 E7020 -Al Di bawah tangan Bolak-balik atau searah elektroda - atau + Serbuk Besi Titania Las sudut horizontal Bolak-balik atau searah elektroda - atau + SFA 5.1 E7024 Di bawah tangan Bolak-balik atau searah elektroda - atau + Serbuk besi oksida besi Las sudut horizontal Bolak-balik atau searah elektroda - SFA 5.1 E6027dan SFA 5.5 E7027-A1 Di bawah tangan Bolak-balik atau searah elektroda + 1 Serbuk Besi Hidrogen Rendah Las sudut horizontal Bolak-balik atau searah elektroda + SFA 5.1 E7028 Semua Bolak-balik searah elektroda - SFA 5.1 E6012 2 Natrium Titania Tinggi Kalium Titania tinggi Semua Bolak-balik atau searah elektroda - atau + SFA 5.1 E6013 SFA 5.5 3013-G, E9013-G dan E10013-G. Serbuk Besi Titania Semua Bolak-balik atau searah elektroda - atau + SFA 5.1 E7014 Natrium Sellulose Tinggi. Semua Searah elektroda + SEA 5.1 E6010 SFA 5.5 E7010-G, E8010-G. E9010-G Dan E10010-G 3 Kalium sellulose Tinggi. Semua Bolak-balik atau searah elektroda + SFA 5.1 E6011 SFA 5.5 E7011-G, E8011-G, E9011-G. Natrium Hidrogen Rendah Semua Searah elektroda + E E10011-G SFA 5.1 E7015 SFA 5.5 E7015-G, E8015-G, E9015-G, E10010-G. El 1015-G. E12016-G. 4.a. Kalium Hidrogen Rendah Semua Bolak-balik atau searah elektroda + SFA 5.1 E7016. SFA 5.5 E7016-G, E8016-G, E9016-G, E10016-G, E11016-G, E12016-G, 19 dari 28 Serbuk Besi Hidrogen Rendah Semua Bolak-balik atau searah elektroda + SFA 5.1 E7018. SFA 5.5 E7018-G, E8018-G, E9018-G, E10018-G, E11018-G, E12018-G, Natrium Hidrogen Rendah Semua Sarah elektroda + SFA 5.4 E 502-15 4.b. dengan jumlah unsur- unsur paduan 6 Kalium Hidrogen Rendah Semua Bolak-balik atau searah elektroda + SFA 5.4 E 502-16 Natrium Hidrogen Rendah Semua Searah elektroda + SFA 5.4 E410-15, E430-15, E502-15, E505-15, dan E7Cr-16. 4.c. dengan jumlah unsur- unsur paduan 6 Kalium Hidrogen Rendah Semua Bolak-balik atau searah elektroda + SFA 5.4 E410+16, E430-l6, E502-l6, E505-l6, dan E7Cr-16, Natrium Hidrogen Rendah Semua Searah elektroda + SFA E308-IS, E308L-15, E309-15, E309Cb-15, E308M0-15, E310-15, E3l0Cb-15, E312-15, E516-8-2-15, E316-15, E3l6L-15, E317-15, E318-15 E320-15, E330-15, E347-15, dan E349-15. 5. Elektroda lasa Cr – Ni Kalium Hidrogen Rendah Semua Bolak-balik atau searah elektroda + SFA 5.4 E308-16, E308L-16. E309-16, E309Cb-16 E308Mo-16 E310-16 E310Cb-16 E3l0Mo-16 E312-15 E16-8-2-16 E316-16 E316L-16 E317-16, E318-16, E320-16, E330- 16, E347- 16, E349- 16, 6 JENIS-JENIS ELEKTRODA LAS YANG TIDAK TERCANTUM PADA TABEL 12. 20 dari 28 TABEL 13. PENGELOMPOKAN KAWAT LAS UNTUK LAS KARBIT Kelompok No. Untuk Pengelasan Jems Bahan Menurut Kiasifikasi A.W.S 1 Baja Karbon Rendah dan Baja Paduan Rendah SFA 5.2 RG.45, RG.60 dan RG.65 2 Diozidised Cu SFA 5.7. R Cu 3 Paduan Cu-Si SFA 5.7. R CuSi-A 4 Paduan Cu-Ni SFA 5.7. R CuNi 5 Cu, paduan Cu-Zn, Baja, Besi tuang, Baja dengan Besi Tuang SFA 5.7. R CuZn 6 Paduan Ni- Cu SFA 5.14. R NiCu-5 7 Paduan Ni Cr.Fe SFA 5.14. R Ni Cr Fe-4. TABEL 14 PENGELOMPOKAN KAWAT LAS UNTUK TIG Kelompok No. Untuk pengelasan jenis bahan Menurut Kiasifikasi A.W.S. 1 Baja karbon rendah dan baja paduan rendah SFA 5.2 RG 45, RG 60, dan RG 65. 2 Baja tahan karat Cr dan Cr- Ni SFA 5.9. ER XX 3 Aluminium dan aluminium paduan SFA 5.10 ER 1100, ER1260, ER5554, ER.5356, ER5556, ER5183,ER5654, dan ER4043 4 Ni SFA5.14.ERNi.3 5 Ni-Cu SFA5.14.ER Ni-Cu-7 6 Ni -Cr - Fe SFA 5.14 ER NiCr.3 dan ER NiCrFe-5 7 Ni- Mo dan Ni-Mo-Cr SFA 5.14. ER Ni-Mo-4 dan ER Ni-Mo-5 21 dari 28 TABEL 15 : PENGELOMPOKAN ELEKTRODA LAS UNTUK BUSUR LISTRIK SUBMERGED Susunan Kimia Kelompok No C Mn Si S P Cu Jumlah unsur-unsur yang lain maks Menurut kwalifikasi A.W.S SFA 5.17 Maks 0,10 0,30-0,55 maks0,05 0,035 0,03 0,15 0,50 EL8 Maks 0,10 0,30-0,55 0,10-0,20 0,035 0,03 0,15 0,50 EL 8 K 1. Merendah 0,07 0,15 0,35-0,60 Maks 0,05 0,035 0,03 0,15 0,50 EL 12 Maks 0,06 0,90-1,40 0,40 - 0,70 0,035 0,03 0,15 0,50 EM 5 K 0,07 - 0,15 0,85-1,25 Maks 0,05 0,035 0,03 0,15 0,50 EM 12 0,07 - 0,15 0,85-1,25 0,15 - 0,35 0,035 0,03 0,15 0,50 EM 12 K 0,07 - 0,19 0,90-1,40 0,45 - 0,70 0,035 0.03 0,15 0,50 EM 13 K 2. Mn- Medium 0,12 - 0,20 0,85-1,25 0,15 - 0,35 0,035 0,03 0,15 0,50 EM 15 K 3. Mn-tinggi 0,10 - 0,18 1,75-2,25 Maks 0,05 0,035 0,03 0,15 0,50 EM 14 22 dari 28 LAMPIRAN II : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NO. PER 02MEN1982 TENTANG KWALIFIKASI JURU LAS DI TEMPAT KERJA. Contoh Percobaan Las untuk Pelat: ukuran contoh percobaan las pelat untuk ujian kwalifikasi Juru Las adalah Panjang minimum 300 mm lebar 250 mm seperti Gb. 1. - Gambar. 1 - Penyerongan kampuh las 600 - 700 berlaku untuk contoh percobaan las dengan posisi las 1G sd 4G. Untuk posisi las 2G penyerongan kampuh las diperkenankan 150 untuk pelat bawah dan 450 untuk pelat atas. t untuk contoh percobaan las busur listrik 12 sd 15 mm. t untuk contoh percobaan las karbit Tig 3,5 sd 6 mm. Contoh Percobaan Las untuk pipa: Ukuran contoh percobaan las pipa untuk ujian kwalifikasi Juru Las adalah panjang 250 mm dan diameter Dd = diameter dalam pipa yang ber-sangkutan seperti Gb.2. - Gambar 2.- 23 dari 28 Untuk contoh percobaan las busur listrik Dd 200 mm, t 6 mm. Untuk contoh percobaan las karbid dan Tig Dd = + 75 sd 100 mm. t = 3,5 sd 6 mm. PENGAMBILAN BATANG - BATANG LENGKUNG DARI CONTOH PERCOBAAN LAS PELAT. - Gambar.3- PENGAMBILAN BATANG-BATANG COBA LENGKUNG DARI CONTOH LAS PIPA. Untuk contoh percobaan las 5 G dan 6 D pada pengambilan batang coba sebagai patokan harus di perhatikan bagian A posisi dibawah tangan dan bagian B posisi diatas kepala. CLM = Batang coba lengkung las muka CLA = Batas coba lengkung las akar - Gambar.4 - 24 dari 28 BENTUK DAN UKURAN BATANG COBA LENGKUNG UNTUK CONTOH PERCOBAAN LAS PELAT. -Gambar.5- - Tebal T dan lebar b dari barang coba lengkung tergantung dari tebal t dari contoh las seperti pada tabel 5. - Permukaan las muka dan las akar harus diratakan dengan permukaan pelat. BENTUK DAN UKURAN BATANG COBA DAN LENGKUNG UNTUK CONTOH PERCOBAAN LAS PIPA. permukaan las muka dan las akar harus diratakan dengan permukaan dinding pipa. - Gbr.5- - Gbr.6- 25 dari 28 PERCOBAAN LENGKUNG DILAKUKAN DENGAN DURI PELENGKUNG YANG UJUNGNYA DIBULATKAN DAN ROL-ROL TUMPU YANG DAPAT DIPUTAR. Syarat-syarat percobaan lengkung Batang coba lengkung dilengkung sampai mencapai sudut lengkung 180° merupakan bentuk U seperti pada gambar 8 tidak diperkenankan menunjuk retakan lebih dan 3 mm pada arah panjang dan 1,5 mm pada arah lintang batang coba. Apabila terdapat dua buah batang coba lengkung menunjukan retak-retak melebihi ketentuan tersebut diatas maka hasil percobaan lengkung dinyatakan tidak memenuhi syarat. Apabila terdapat satu batang coba lengkung menunjukan retak-retak melebihi ketentuan tersebut diatas, pengawas ujian dapat mengijinkan untuk mengadakan percobaan lengkung yang sama lengkung Las muka atau lengkung las akar. Apabila satu batang coba dan percobaan ulang menunjukan retak-retak melebihi ke tentuan tersebut diatas maka hasil percobaan Iengkung dinyatakan tidak memenuhi Syarat. Apabila percobaan lengkung ulang berhasil dengan baik, maka percobaan lengkung dinyatakan memenuhi syarat. 26 dari 28 LAMPIRAN III : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.O2MEN1982 Tentang Kwalifikasi Juru Las di-Tempat Kerja. Tabel : Jumlah dan ukuran liang-liang Renik Maksimum yang diperkenankan menurut film radiograph untuk panjang las 150 mm. Ukuran liang-liang renik gelembung gas mm Tebal Pelat Ukuran Besar Jumlah Ukuran sedang Jumlah Ukuran Halus Jumlah Jumlah liang renik 3 - - - - 0,4 49 4, 6 - - 0,6 31 0,4 100 10 12 2,5 4 0,8 40 0,5 101 19 19 3 4 0,9 50 0,6 99 29 25 3 5 1 50 0,7 101 38 37 3 7 1,2 50 0,8 99 58 50 3 10 1,4 51 I 100 75 62 3 12 1,6 51 1,1 99 97 75 3 15 1,7 50 1,2 99 11 Gambar untuk tiap-tiap pelat menunjukan jumlah dan besar liang maksimum yang masih dapat diterima acceptable. Tebal pelat: 12 mm. Batas jumlah gelembung-gelembung gas yang diperkenankan: 19 mm 2 Gambar gelembung-gelembung gas: jumlah gelembung 2 gas Gambar 1. 27 dari 28 Tebal pelat: 19 mm. Batas jumlah luas gelembung gas yang diperkenankan : 29 mm 2 Ukuran gelembung gas: Jumlah gelembung 2 gas: Ukuran Campuran Ukuran gelembung gas: Jumlah gelembung 2 gas: Gambar 2 Tebal pelat: 25 mm. Batas jumlah luas gelembung-gelembung gas yang diperkenankan: 38 mm 2 Ukuran gelembung 2 gas: Jumlah gelembung 2 gas: Gambar 3. 28 dari 28 Tebal Pelat : 50 mm Batas Jumlah Luas gelembung-gelembung gas yang diperkenankan: 75 mm 2 Ukuran gelembung 2 gas: Jumlah gelembung 2 gas: Gambar 4 1 dari 4 PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI No: PER.03MEN1982 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TENAGA KERJA. MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I Menimbang : bahwa dalam rangka melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja serta kemampuan fisik dari tenaga kerja, maka perlu dikeluarkan peraturan tentang Pelayanan Kesehatan Kerja. Mengingat : 1. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918. 2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per. 02Men1980. 3. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kepts. 79Men1977. M E M U T U S K A N Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMI- GRASI TENTANG PELAYANAN KESEHATAN KERJA. Pasal 1 Dalam peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: a. Pelayanan Kesehatan adalah usaha kesehatan yang dilaksanakan dengan tujuan: 1. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental, terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja. 2. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja. 3. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental rohani dan kemampuan fisik tenaga kerja. 2 dari 4 4. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang menderita sakit. b. Tempat kerja adalah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 Undang- undang Nomor 1 Tahun 1970. c. Pengurus adalah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970. d. Pengusaha adalah sebagaimana yang dimaksud pada surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kepts 79Men1977. e. Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah dokter atau pegawai teknis yang berkeahlian khusus yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pasal 2 Tugas pokok pelayanan Kesehatan Kerja meliputi: a. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. b. Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja. c. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja. d. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitair. e. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja. f. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat kerja. g. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan. h. Pendidikan Kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk petugas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan. i. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan di tempat kerja. j. Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja. k. Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan tertentu dalam kesehatannya. l. Memberikan laporan berkala tentang Pelayanan Kesehatan Kerja kepada pengurus. 3 dari 4 Pasal 3 1 Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan Pelayanan Kesehatan Kerja. 2 Pengurus wajib memberikan Pelayanan Kesehatan Kerja sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 4 1 Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja dapat: a. Diselenggarakan sendiri oleh pengurus. b. Diselenggarakan oleh pengurus dengan mengadakan ikatan dengan dokter atau Pelayanan Kesehatan lain. c. Pengurus dari beberapa perusahaan secara bersama-sama menyelenggarakan suatu Pelayanan Kesehatan Kerja. 2 Direktur mengesahkan cara penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja sesuai dengan keadaan. Pasal 5 Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja dipimpin dan dijalankan oleh seorang dokter yang disetujui oleh Direktur. Pasal 6 1 Pengurus wajib memberikan kebebasan profesional kepada dokter yang menjalankan Pelayanan Kesehatan Kerja. 2 Dokter dan tenaga kesehatan dalam melaksanakan Pelayanan Kesehatan Kerja, bebas memasuki tempat-tempat kerja untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dan mendapatkan keterangan-keterangan yang diperlukan. Pasal 7 1 Pengurus wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Kerja kepada Direktur. 2 Tata cara bentuk laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Direktur. 4 dari 4 Pasal 8 Dokter maupun tenaga kerja kesehatan wajib memberikan keterangan-keterangan tentang Pelaksanaan Kesehatan Kerja kepada Pegawai Pengawas Keselarnatan dan Kesehatan Kerja jika diperlukan. Pasal 9 Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja melakukan pengawasan terhadap ditaatinya pelaksanaan peraturan ini. Pasal 10 1 Pelanggaran terhadap Pasal 3 ayat 2, Pasal 6 ayat 1 Pasal 7 ayat 1 dan Pasal 8 diancam hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda setinggi-tingginya seratus ribu rupiah, sesuai dengan Pasal 15 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970. 2 Tindakan pidana tersebut pada ayat 1 adalah pelanggaran. Pasal 11 Hal-hal yang dianggap perlu untuk melaksanakan peraturan ini akan diatur oleh Direktur. Pasal 12 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 23 April 1982 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA ttd. HARUN ZAIN 1 dari 25 PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02MEN1983 T E N T A N G INSTALASI ALARM KEBAKARAN AUTOMATIK MENTERI TENAGA KERJA Menimbang: a. bahwa dalam rangka kesiapan siagaan pemberantasan pada mula terjadinya kebakaran maka setiap instalasi alarm kebakaran automatik harus memenuhi syarat-syarat keselamatan kesehatan kerja; b. bahwa untuk itu perlu dikeluarkan Peraturan Menteri yang mengatur instalasi Alarm Kebakaran Automatik. Mengingat: 1. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Lembaran Negara Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 No. 2918. 2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 03Men1978 tentang Persyaratan Penunjukan dan Wewenang serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja. M E M U T U S K A N Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG INSTALASI ALARM KEBAKARAN AUTOMATIK.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: a. Instalasi Alarm Kebakaraan Automatik adalah sistem atau rangkaian alarm kebakaran yang menggunakan detektor panas, detektor asap, detektor nyala api dan titik panggil secara manual serta perlengkapan lainnya yang dipasang pada sistem alarm kebakaran; b. Kelompok alarm adalah bagian dari sistem alarm kebakaran termasuk relai, lampu, saklar, hantaran dan detektor sehubungan dengan perlindungan satu area; 2 dari 25 c. Detektor lini adalah detektor yang unsur perasa ataupenginderaannya berbentuk batang atau pita; d. Titik panggil manual atau tombol pecah kaca adalah alat yang bekerja secara manual dan alarmnya tidak dapat dioperasikan sepanjang kaca penghalangnya belum dipecahkan; e. Ruang kontrol adalah ruangan dimana panil indikator ditempatkan; f. Detektor adalah alat untuk mendeteksi pada mula kebakaran yang dapat membangkitkan alarm dalam suatu sistem; g. Panil indikator adalah suatu panil kontrol utama yang dilengkapi indikator beserta peralatannya; h. Detektor panas adalah suatu detektor yang sistem bekerjanya didasarkan atas panas; i. Detektor nyala api flamedetektor adalah detektor yang sistem bekerjanya didasarkan atas panas api; j. Detektor asap smoke detector adalah detektor yang sistem bekerjanya didasarkan atas asap; k. Panil mimik adalah panil tiruan yang memperlihatkan indikasi kelompok alarm kedalam bentuk diagram ataau gambar; l. Panil pengulang adalah suatu panil indikator kebakaraan duplikat yanga hanya berfungsi memberi petunjuk saja dan tidak dilengkapi peralatan lainnya; m. Tegangan ekstra rendah adalah tegangan antara fasa dan nol, paling tinggi 50 volt; n. Sistem penangkap asap sampling device adalah suatu rangakaian yang terdiri dari penginderaan dengan alat-alat penangkap asapnya; o. Pengurus adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab terhadap penggunaan instalasi alarm kebakaraan automatik; p. Pegawai Pengawas atau Ahli Keselamatan Kerja adalah Pegawai Teknis berkeahlian khusus yang ditunjuk oleh Menteri sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamaan Kerja; q. Direktur adalah Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja, Transkop No. Kepts.-79Men1977; r. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan. 3 dari 25 Pasal 2 Peraturan ini mulai berlaku untuk perencanaan, pemasangan, pemeliharaan, dan pengujian instalasi alarm kebakaran automatik di tempat kerja. Pasal 3 1 Detektor harus dipasang pada bagian bangunan kecuali apabila bagian bangunan tersebut telah dilindungi dengan sistem pemadam kebakaran automatik. 2 Apabila detektor-detektor dipasang dalam suatu ruangan aman yang tahan api strong room, maka detektor-detektor tersebut harus memiliki kelompok alarm yang terpisah atau harus terpasang dengan alat yang dapat mengindikasi sendiri yang dipasang diluar ruangan tersebut. 3 Setiap ruangan harus dilindungi secara tersendiri dan apabila suatu ruangan terbagi oleh dinding pemisah atau rak yang mempunyai celah 30 tiga puluh cm kurang dari langit-langit atau dari balok melintang harus dilindungi secara sendiri sendiri. 4 Barang-barang dilarang untuk disusun menumpuk seolah-olah membagi ruangan, kecuali untuk ruang demikian telah diberikan perlindungan secara terpisah. Pasal 4 1 Pada gedung yang dipasang sistem alarm kebakaran automatik maka untuk ruangan tersembunyi harus dilindungi dan disediakan jalan untuk pemeliharaannya, kecuali hal-hal sebagai berikut: a. ruangan tersembunyi dimana api kebakaran dapat tersekat sekurang-kurangnya selama satu jam; b. ruangan tersembunyi yang berada diantara lantai paling bawah dengan tanah yang tidak berisikan perlengkapan listrik atau penyimpanan barang dan tidak mempunyai jalan masuk; c. ruangan tersembunyi dengan jarak kurang dari 80 delapan puluh cm di bawah atap; d. ruangan tersembunyi dengan jarak kurang dari 80 delapan puluh cm yang terletak diantara langit-langit palsu dan lembaran tahan api di atasnya. e. ruangan tersembunyi dengan jarak kurang dari 35 tiga puluh lima cm yang terletak diantara permukaan sebelah langit-langit dengan permukaan sebelah bawah lantai atasnya tanpa menghiraukan konstruksinya. 4 dari 25 2 Apabila suatu ruangan tersembunyi dengan jarak kurang dari 80 delapan puluh cm sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 c dan d terdapat peralatan listrik yang dihubungkan dengan hantaran utama dan peralatan listrik tersebut tidak diselubungi dengan bahan yang tidak dapat terbakar, maka pada ruangan tersebut harus dipasang detektor dengan jarak 6 enam m dari lokasi peralatan listrik tersebut. Pasal 5 1 Setiap perlengkapan listrik seperti papan saklar, papan pengukur dan sejenisnya yang memiliki luas permukaan melampaui 1,5 satu setengah m 2 dan ditempatkan dalam almari, maka almari itu harus dipasang detektor, kecuali bila perlengkapan tersebut secara sepenuhnya terselubung dalam bahan yang tidak dapat terbakar. 2 Setiap perlengkapan hubung bagi yang tidak ditempatkan secara masuk ke dalam tembok harus dianggap sebagai telah dilindungi oleh perlindungan normal bagi daerah yang bersangkutan 3 Setiap perlengkapan hubung bagi yang terbuat dari bahan yang tidak terbakar dan pemasangannya dimasukan ke dalam tembok tidak perlu dipasang detektor Pasal 6 1 Setiap almari dalam tembok yang memiliki tinggi lebih dari 2 dua m atau tingginya mencapai langit-langit serta mempunyai isi lebih dari 3 tiga m 3 harus dipasang detektor. 2 Almari seperti tersebut ayat 1 tidak diperlukan pemasangan detektor bila ruangan- nya terbagi-bagi oleh pemisah atau rak-rak sehingga menjadi bilik-bilik yang mempunyai isi kurang dari 3 tiga m 3 . Pasal 7 Almari tembok tempat kain atau sejenisnya tanpa menghiraukan ukurannya harus dipasang detektor. 5 dari 25 Pasal 8 1 Lubang untuk sarana alat pengangkut, peluncur lift, penaik vertikal dan lubang sejenisnya dengan luas lebih dari 0,1 satu persepuluh m 2 dan kurang dari 9 sembilan m 2 serta kedap. 2 Bila lubang seperti tersebut dalam ayat 1 tidak kedap kebakaran, maka detektor harus dipasang di setiap langit-langit lantai dengan jarak horizontal tidak lebih 1,5 satu setengah m dari lubangnya. 3 Setiap daerah diantara dua lantai yang memiliki lubang dengan luas lebih dari 9 sembilan m 2 , maka disetiap tingkat harus dipasang satu detektor pada langit-langit dengan jarak 1,5 satu setengah m dari sisi lubang. 4 Bila lubang seperti tersebut dalam ayat 1 dengan pintu tahan api dan dapat menutup sendiri secara automatik tidak perlu dipasang detektor pada setiap lantainya. Pasal 9 Ruang bangunan tangga dalam bangunan yang kedap kebakaran harus dipasang detektor di atasnya sedangkan untuk ruang bangunan tangga yang tidak kedap kebakaran harus dipasang detektor pada setiap permukaan lantai utamanya. Pasal 10 1 Bila pintu tahan api memisahkan daerah yang dilindungi dengan daerah yang tidak dilindungi, maka harus dipasang detektor di daerah yang dilindungi dengan jarak 1,5 satu setengah m dari pintu tersebut. 2 Bila pintu tahan api memisahkan dua daerah yang dilindungi penempatan detektor seperti ayat 1 tidak diperlukan. Pasal 11 Setiap lantai gedung dimana secara khusus dipasang saluran pembuangan udara harus dilindungi sekurang-kurangnya satu detektor asap atau sejenisnya yang ditempatkan pada saluran mendatar lubang pengisap sedekat mungkin dengan saluran tegaknya. Pasal 12 1 langit-langit yang membentuk kisi-kisi dengan luas yang terbuka lebih dari 23 dua per tiga luas seluruh langit-langit tidak diperlukan detektor di bawah langit-langit tersebut dan detektor dipasang pada langit-langit sebelah atasnya. 6 dari 25 2 Apabila bagian langit-langit yang berbentuk kisi-kisi mempunyai ukuran tiap kisinya dengan salah satu sisi lebih dari 2 dua m dan luasnya lebih dari 5 lima m 2 harus dipasang detektor di bawahnya. 3 Bila digunakan detektor nyala api untuk maksud langit-langit seperti ayat 1, maka detektor harus dipasang pada bagian atas dan bawah dari langit-langit tersebut. Pasal 13 1 Dinding luar dari bangunan yang akan dilindungi terbuat dari baja yang digalvanisasi, kayu, semen, asbestos atau bahan semacam itu maka harus dipasang detektor bila: a. bangunan tersebut berada pada jarak 9 sembilan m dari bangunan yang tidak dilindungi yang terbuat dari bahan yang sama. b. bangunan tersebut berada pada jarak 9 sembilan m dari gudang tempat penim- bunan bahan-bahan yang mudah terbakar. 2 Detektor tersebut ayat 1 harus ditempatkan di bawah emperan atap sepanjang dinding luar dengan jarak 12 dua belas m satu dengan lainnya. Pasal 14 Rumah Penginapan, Unit Perumahan yang tidak terbagi dan semacamnya yang memiliki bentuk yang tidak lazim serta merupakan hunian tunggal dengan luas tidak lebih dari 46 empat puluh enam m 2 cukup dilindungi dengan sebuah detektor sedang kamar mandi dan kakusnya tidak diperlukan perlindungan khusus. Pasal 15 Bila gedung memiliki atap tidak datar yang berbentuk gigi gergaji prisma atau sejenisnya harus dipasang satu deretan detektor dengan jarak tidak lebih dari 1 satu m dari garis tegak lurus di bawah bubungan atapnya dan kelandaian atap lebih kecil dari 1 satu : 20 dua puluh dianggap beratap datar. Pasal 16 Lokasi atau area yang tidak memerlukan pemasangan detektor adalah: a. kakus tunggal, kamar mandipancuran atau kamar mandi tunggal; b. berada terbuka dengan deretan tiang kolom, jalanan beratap atau atap yang meng- gantung dan sebagainya jika terbuat dari bahan yang tidak dapat terbakar dan ruangan 7 dari 25 tersebut tidak dipakai untuk menyimpan barang ataupun sebagai tempat parkir mobilkendaraan; c. pelataran, kap penutup, saluran dan sejenisnya yang lebarnya kurang dari 2 dua m serta tidak menghalangi mengalirnya udara yang harus bebas mencapai detektor yang terpasang di atasnya. Pasal 17 Semua permukaan kontak listrik dari saluran sistem harus memiliki kontak yang baik dengan permukaan yang rata dan terbuat dari perak atau bahan sejenisnya. Pasal 18 Detektor, pemancar berita kebakaran dan panil indikator harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga alat tersebut secara normal tidak terganggu oleh getaran atau goncangan yang dapat menimbulkan operasi palsu dari sistem. Pasal 19 1 Perlengkapan yang akan ditempatkan pada lokasi yang mengandung kelembaban, korosi atau keadaan khusus yang lainnya, maka disain dan konstruksi harus menjamin bekerjanya sistem tanpa meragukan. 2 Peralatan serta perlengkapan yang dipasang pada ruangan yang mengandung gas atau debu yang mudah terbakar atau meledak, maka peralatan serta perlengkapan tersebut harus memenuhi persyaratan untuk penggunaan ruangan tersebut. Pasal 20 Panil indikator harus dilengkapi dengan: a. fasilitas kelompok alarm; b. sakelar reset alarm; c. pemancar berita kebakaran; d. fasilitas pengujian dan pemeliharaan; e. fasilitas pengujian baterai dengan volt meter dan amper meter; f. sakelar penguji beterai; g. indikator adanya tegangan listrik; h. sakelar yang dilayani secara manual serta lampu peringatan untuk memisahkan lonceng dan peralatan kontrol jarak jauh remote control; 8 dari 25 i. petunjuk alarm yang dapat didengar. j. sakelar petunjuk bunyi untuk kesalahan rangkaian. Pasal 21 1 Panil indikator harus ditempatkan dalam bangunan pada tempat yang aman, mudah terlihat dan mudah dicapai dari ruangan masuk utama dan harus mempunyai ruang bebas 1 satu m di depannya. 2 Apabila panil indikator di disain untuk dapat melakukan pemeliharaan dari belakang panil, maka harus diadakan ruangan bebas 1 satu m. 3 Apabila panil indikator ditempatkan dibelakang pintu, maka pintu tersebut harus diberi tanda sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 dan tidak boleh dikunci. 4 Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 panil indikator dapat ditempatkan pada tempat yang jauh dari ruangan masuk utama dengan syarat harus dipasang panil mimik atau panil pengulang secara jelas kelihatan dari ruangan masuk utama. Pasal 22 Setiap kelompok alarm harus dilengkapi dengan: a. indikator alarm yang berupa lampu merah atau sarana lain yang setaraf. b. indikator yang mengeluarkan isyarat palsu yang berupa lampu kuning. atau isyarat lain yang setaraf dan indikator tersebut dapat digunakan untuk beberapa kelompok alarm. c. penguji alarm berupa fasilitas pengujian untuk simulasi detektor dalam membang- kitkan alarm. d. penguji kepalsuan fasilitas pengujian kesalahan. e. sakelar penyekat dilengkapi lampu putih dengan tulisan “SEKAT” dan untuk indikator gabungan dengan tulisan “SEKAT KELOMPOK”. f. tanda pengenal untuk sakelar atau indikator yang ditempatkan di bagian depan panil indikator. Pasal 23 Pada panil indikator harus dipasang suatu isyarat yang dapat terlihat dan terdengar dari jarak jauh yang bekerja apabila ada sebuah detektor atau terjadi suatu rangkaian terbuka. 9 dari 25 Pasal 24 Pada bagian depan panil indikator harus dipasang: a. amper meter jenis kumparan dengan batas ukur yang sesuai atau lampu berwarna biru untuk menunjukan pengisian atau pengosongan; b. volt meter jenis kumparan dengan batas ukur yang sesuai dan dipasang tetap; c. sakelar penguji baterai dengan kemampuan uji 3 tiga kali beban penuh dalam keadaan sakelar pengisi terbuka dan sakelar tersebut harus dari jenis yang tidak mengunci yang dapat meriset sendiri. Pasal 25 Lampu panil indikator bila digunakan lampu jenis kawat pijar harus dari jenis kawat pijar kembar dengan kedudukan bayonet atau dua lampu pijar tunggal dan tegangan yang masuk tidak boleh lebih dari 80 delapan puluh tegangan lampu. Pasal 26 1 Penyusunan indikator harus sedemikian rupa, sehingga bekerjanya setiap indikator dapat menunjukan secara jelas asal suatu panggilan. 2 Apabila luas bangunan atau lokasi detektor mungkin menunjukan semua lokasi secara tepat pada panil indikator maka penyusunan dan penempatan indikator dapat dilakukan pada suatu panil yang terpisah didekatnya dengan diberi tanda secara permanen. Pasal 27 1 Pengawatan dari bagian tegangan ekstra rendah pada panil indikator, panil pengulang atau panil mimik harus menggunakan kabel PVC atau yang sederajat dengan ukuran yang sesuai. 2 Kabel sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus terdiri dari sekurang-kurangnya tujuh urat dengan garis tengah tidak kurang dari 0,67 enam puluh tujuh per seratus mm. 3 Bagian tegangan ekstra rendah panil indikator, panil pengulang atau panil mimik harus dilakukan pengawatan dengan hantaran yang nilai penyekatnya mampu ter- hadap tegangan 250 dua ratus lima puluh volt. 10 dari 25 Pasal 28 1 Pada atau didekat panil indikator harus dipasang titik panggil manual yang mudah dicapai serta terlihat jelas setiap waktu. 2 Semua titik panggil sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat dihubungkan dengan kelompok alarm detektor automatik yang meliputi daerah dimana titik panggil manual tersebut dipasang. 3 Penutup titik panggil manual harus jenis “pecah kaca” atau dari jenis lain yang disetujui oleh Pegawai Pengawas. 4 Titik panggil manual yang tidak merupakan bagian dari panil indikator harus disambung menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dua puluh tiga dan Pasal 49 empat puluh sembilan Pasal 29 1 Lemari panil indikator kebakaran harus kedap debu dan mempunyai pintu yang dapat dikunci. 2 Semua indikator kelompok dan sakelarnya yang berada di dalam lemari tersebut harus tetap tampak dari luar tanpa membuka pintu almarinya. Pasal 30 1 Panil indikator harus diberi tanda secara permanen dan jelas tentang pabrik pem- buatnya dan disertai tipe dari panil dan nomor pengesahan sistem alarmnya. 2 Apabila lemari panil indikator ditempatkan disebuah ruangan khusus, maka bagian depan pintu ruangan tersebut harus diberi tulisan “PANIL INDIKATOR KE- BAKARAN” dengan warna yang kontras terhadap warna disekitarnya. 3 Pintu sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak boleh memiliki tanda lain selain tulisan “PANIL INDIKATOR KEBAKARAN” dengan tinggi huruf tidak kurang dari 50 lima puluh mm. Pasal 3l 1 Setiap sistem alarm kebakaran harus mempunyai gambar instalasi secara lengkap yang mencantumkan letak detektor dan kelompok alarm. 2 Gambar instalasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus sesuai dengan instalasi yang terpasang sebenarnya dan disahkan oleh Direktur atau Pejabat yang ditunjuk. 11 dari 25 Pasal 32 Penggunaan simbol dalam sistem alarm kebakaran harus sesuai dengan lampiran Per aturan Menteri ini. Pasal 33 1 Setiap instalasi alarm kebakaran harus mempunyai buku akte pengesahan yang dikeluarkan oleh Direktur. 2 Selain buku akte pengesahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus disediakan pula buku catatan yang ditempatkan di ruangan panil indikator. 3 Buku catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 digunakan untuk mencatat semua peristiwa alarm, latihan, penggunaan alarm dan pengujiannya. 4 Buku akte pengesahan dan buku catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan 2 harus ditunjukan kepada Pegawai Pengawas atau Ahli kepada Pegawai Pengawas atau Ahli Keselamatan Kerja. Pasal 34 1 Setiap kelompok alarm harus dapat melindungi maximum 1000 seribu m 2 luas lantai dengan ketentuan jumlah detektor dan jarak penempatannya tidak boleh lebih dari yang ditetapkan dalam Pasal 6 sd 65 atau Pasal 72 dan 78 dengan mengingat jenis detektornya. 2 Setiap lantai harus ada kelompok alarm kebakaran tersendiri. 3 Apabila pada lantai yang bersangkutan terdapat ruangan yang dipisahkan oleh dinding tahan kebakaran yang tidak dapat dicapai melalui lantai itu, maka ruangan tersebut harus memiliki kelompok alarm kebakaran tersendiri. Pasal 35 Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat 1 di atas batas luas lantai untuk satu kelompok alarm kebakaran dapat diperluas areanya dengan syarat sebagai berikut: a. dalam bangunan yang tidak bertingkat dan tidak terbagi-bagi satu kelompok alarm kebakaran dapat melindungi area maksimum 2000 dua ribu m 2 luas lantai; b. ruangan tersembunyi dengan luas tidak lebih dari 500 lima ratus m 2 detektornya dapat dihubungkan dengan kelompok alarm kebakaran yang berada di bawahnya, jika jumlah luas yang dilindungi tidak lebih dari 1000 seribu m 2 ; 12 dari 25 c. lantai panggung mezzanine detektornya dapat dihubungkan dengan kelompok alarm kebakaran lantai di bawahnya bila jumlah luas yang dilindungi tidak lebih dari 1000 seribu m 2 . Pasal 36 Sumber tenaga listrik untuk sistem alarm kebakaran harus dengan tegangan tidak kurang dari 6 enam Volt. Pasal 37 1 Sumber tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 harus dalam bentuk baterai akimulator yang diisi terus-menerus dengan pengisi baterai. 2 Sumber tenaga listrik sebagaimana dimaksud Pasal 36 dalam bentuk baterai kering tidak boleh digunakan kecuali dalam keadaan khusus dan diijinkan oleh Pegawai Pengawas. 3 Suatu pembatas rangkaian yang dapat memutus dan menyambung sendiri harus dipasang di dalam rangkaian antara baterai dengan sistemnya dan ditempatkan dekat baterai. Pasal 38 1 Pengisi baterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 1 harus dapat mengisi secara terus menerus sehingga tegangan baterai akimulator tetap. 2 Pengisi baterai sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus terpasang tetap tanpa kontak tusuk dan dihubungkan pada sisi pemberi arus dari papan hubung atau sakelar utama. 3 Pengisi baterai sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat disambung pada bagian beban sakelar tersebut, dengan syarat sakelarnya diberi tanda yang jelas untuk sistem alarm kebakaran. 4 Suatu sakelar pemisah untuk sumber tenaga pengisi baterai harus dipasang di dekat pengisi baterai tersebut. 5 Sakelar pemisah sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 harus dipasang di dalam lemari panil indikator. 13 dari 25 Pasal 39 Baterai akimulator sistem alarm kebakaran harus mampu bertahan selama sekurang- kurangnya 4 empat hari penuh untuk memberikan isyarat secara normal tanpa adanya bantuan dari pemberi arus utama. Pasal 40 Baterai akimulator harus ditempatkan di ruangan terpisah pada tempat yang kering, berventilasi yang cukup, mudah dicapai untuk suatu pemeriksaan serta di dalam lemari yang terkunci atau suatu tempat yang hanya bisa dibuka dengan menggunakan suatu alat dan bagian dalamnya harus dilindungi dari korosi. Pasal 41 Perlengkapan tambahan yang tidak merupakan peralatan pokok dari sistem alarm kebakaran yang telah disahkan dapat dihubungkan lewat relai dengan syarat bahwa alat perlengkapan tambahan tersebut tidak mengganggu bekerjanya sistem. Pasal 42 1 Tegangan yang lebih dari tegangan ekstra rendah untuk pelayanan jarak tidak boleh ke panil indikator. 2 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak berlaku tegangan sumber tenaga utama untuk panil indikator. 3 Apabila digunakan alat tambahan seperti alat pengendali springkler, CO 2 , air conditioning dan sebagaimana yang bergabung dengan instalasi alarm kebakaran harus disediakan sumber tenaga dengan tegangan ekstra rendah dan alat tambahan tersebut tidak boleh mempengaruhi sumber daya instalasi alarm kebakaran. Pasal 43 1 Apabila digunakan sakelar aliran air flow switch, sakelar tekanan air pressure switch dan sejenisnya untuk menggerakan alarm kebakaran yang berhubungan dengan instalasi pemadam kebakaran bentuk tetap seperti springkler, CO 2 , dan sebagainya, dapat disambung sebagai kelompok alarm terpisah dan panil indikator alarm atas persetujuan Direktur atau pejabat yang ditunjuk. 14 dari 25 2 Penggunaan sakelar aliran air flow switch dan sejenisnya sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang disambung khusus untuk keperluan isyarat saja, harus dike- lompokan terpisah dari indikator alarm. Pasal 44 1 Sistem alarm kebakaran harus dilengkapi sekurang-kurangnya sebuah lonceng. 2 Lonceng sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus dipasang di luar bangunan dan dapat terdengar dari jalan masuk utama serta dekat dengan panil indikator. 3 Sirene, pengaum atau sejenisnya dapat dipakai sebagai pengganti lonceng atas persetujuan Direktur atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 45 1 Lonceng harus dari jenis bergetar dan bekerjanya dengan sumber tenaga baterai. 2 Lonceng harus dipasang dengan sebuah genta yang berdiameter sekurang-kurangnya 150 seratus lima puluh mm; 3 Gangguan pada sirkit lonceng tidak boleh mempengaruhi berfungsinya alarm. 4 Sirkit lonceng harus diamankan dengan sebuah pengaman arus lebih yang sesuai. 5 Lonceng yang dipasang di luar bangunan harus dari jenis konstruksi yang tahan cuaca. 6 Pada lonceng harus ditulis “KEBAKARAN” dengan warna kontras dan tinggi hurufnya tidak kurang dari 25 dua puluh lima mm. Pasal 46 Pengawatan sistem alarm kebakaran harus dipasang sesuai ketentuan pegawatan instalasi tegangan ekstra rendah, kecuali yang ditetapkan dalam Pasal 47. Pasal 47 1 Semua hantaran sistem alarm kebakaran harus dari jenis yang disiplin. 2 Penampang hantaran sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 sekurang-kurangnya 1,2 dua belas per sepuluh mm 2 , sedangkan lubang kabel ini harus sekurang-kurangnya berinti empat dan setiap inti terdiri 10 sepuluh urat dengan diameter tidak kurang dari 0,25 dua puluh lima per seratus mm. 3 Tebal salut hantaran sekurang-kurangnya 0,25 dua puluh lima per seratus mm dari tebal selubung sekurang-kurangnya 1 satu mm. 15 dari 25 Pasal 48 Hantaran sistem alarm kebakaran antar gedung harus dari jenis yang dapat ditanam dan harus diberi perlindungan terhadap kerusakan mekanik. Pasal 49 1 Pengawatan dengan sistem lingkar masuk loop in system harus dipakai pada detektor yang dihubungkan paralel dan setiap hantaran yang masuk dan keluar dengan tegangan yang sama harus disambung pada sekrup tersendiri pada terminal yang sama. 2 Sepanjang hantaran tidak boleh ada sambungan kecuali pada pengawatan yang sangat panjang atau untuk menyambung hantaran fleksible yang menurun. 3 Sambungan hanya diperkenankan dalam kotak terminal tertutup. Pasal 50 1 Terjadinya kontak antara yang bertegangan dengan langit-langit dimana dipasang detektor harus dicegah. 2 Bila suatu detektor dipasang dengan menggunakan hantaran fleksible berisolasi ganda, maka hantaran fleksible itu tidak boleh lebih panjang dari 1,5 satu sete- ngah m. 3 Diameter hantaran fleksible sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 sekurang- kurangnya 0,75 tujuh puluh lima per seratus mm dan harus memiliki jepit hantaran pada setiap ujungnya. Pasal 51 Detektor dapat dilengkapi dengan alat indikator dengan syarat bila ada gangguan pada indikator tersebut tidak mempengaruhi berfungsinya detektor. Pasal 52 Pengawatan sistem alarm kebakaran harus terpisah dari pengawatan instalasi tenaga dan atau penerangan. 16 dari 25 Pasal 53 Semua detektor kecuali detektor yang dipasang pada etalase toko harus diusahakan ruangan bebas sekurang-kurangnya dengan radius 0,3 tiga per sepuluh m dengan kedalaman 0,6enam per sepuluh m. Pasal 54 1 Dalam satu sistem alarm kebakaran boleh dipasang detektor panas, asap dan nyala secara bersama dengan syarat tegangannya harus sama. 2 Detektor yang dipasang sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat dilakukan dengan ketentuan satu detektor asap atau satu detektor nyala dapat menggantikan dua detektor panas. Pasal 55 Bila instalasi kebakaran automatik yang telah ada ditambah maka gabungan instalasi tersebut harus diuji bahwa instalasinya menyatu dan berfungsi dengan baik serta disahkan oleh Direktur. Pasal 56 1 Tahanan isolasi setiap kelompok alarm terhadap tanah harus diuji dengan cara semua hantaran terhubung paralel dengan alat ukur tahanan isolasi. 2 Alat ukur tahanan isolasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus mempunyai tegangan 24 dua puluh empat volt arus searah atau dua kali tegangan kerjanya dengan ketentuan pilih yang terbesar dan mempunyai tahan tidak boleh kurang dari nilai hasil bagi 50 lima puluh mega ohm dengan jumlah detektor, titik panggil dan lonceng atau satu mega ohm dengan ketentuan pilih yang terkecil.

BAB II PEMELIHARAAN DAN PENGUJIAN