SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 739
dalam bentuk matriks perbandingan antara teori budaya Hofstede, Schein, Koentjaraninggrat, dan budaya Tri Hita Karana
THK dapat dilihat pada Tabel1 berikut. Tabel 1
Perbandingan Teori Budaya Hofstede, Schein, Koentjaraninggrat, dan THK
Sumber : Riana 2010
Dari Tabel 1 di atas dapat dijelaskan bahwa karakteristik dan dimensi budaya THK telah tercermin dalam dimensi beberapa konsep budaya Koentjaraninggrat, Schein, dan Hofstede. Dengan demikian,
konsep budaya THK merupakan konsep budaya di mana nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah mewarnai berbagai kehidupan masyarakat khususnya di Bali, termasuk dalam melakukan aktivitas bisnis
sehingga dapat dikatagorikan sebagai budaya organisasi.
2.3 Kepemimpinan Asta Dasa Paramiteng Prabu
Dalam ajaran hindu terdapat beberapa ajaran atau konsep kepemimpinan leadership yang menekankan kepada perilaku seorang pemimpin. Salah satunya dalam Kakawin Gajah Mada, sebuah
kakawin, selesai ditulis di Bali pada tanggal 10 November 1958, bertepatan dengan Hari Pahlawan Suhardana, 2008. Kakawin ini menguraikan kejayaan Mahapatih Gajah Mada yang terkenal bijaksana.
; 633? =3=3I; F7DE74GF F7D63B3F 33D3 =7B7?;?B;3 6; 3F3D3K3 F7F39 BDAW B7?;?B; =7D3 keras, visioner, cerdik, cermat, tipu daya, melenyapkan gangguan terhadap negara. Gajah Mada seorang
negarawan besar dan ajaran kepemimpinan yang diajarkan masih sangat relevan di implementasikan dewasa ini.
Sejarah telah mencatat bahwa misteri sukses Gajah Mada itu ternyata terletak pada kuatnya dalam meyakini dan menjalankan prinsip-prinsip kepemimpinan yang dinamakan Astadasa Paramiteng Prabhu
atau delapan belas prinsip-prinsip utama kepemimpinan. ini dinyatakan juga sebagai delapan belas rahasia sukses pemimpin besar Nusantara Gajah Mada, yang pada saat menjadi Patih Majapahit telah berhasil
menciptakan negara persatuan Nusantara.
2.4 Kinerja Perusahaan
2.4.1 Pengertian Kinerja Perusahaan
Sampai saat ini disadari bahwa belum terdapat kesepakatan bulat perihal pengertian kinerja perusahaan atau organisasi. Sebuah organisasi dapat langsung mengukur kinerjanya dari data internal,
seperti yang dilakukan banyak organisasi secara historis selama ini. Hasibuan 2013 mengartikan kinerja sebagai suatu catatan perolehan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu dan kegiatan selama
suatu periode waktu tertentu. Apabila prestasi kerja atau produktivitas kerja karyawan setelah mengikuti pengembangan, baik kualitas maupun kuantitas kerjanya meningkat, maka berarti metode pengembangan
K39 6;F7F3B=3 5G=GB 43;= +7639=3 7D36;
?767W;E;=3 =;7D3 E74393; T The record ;2;A;91?;0A10;:-?15K106;.2A:5;:-5B5E;.14-B5;0A5:3-?15K1059115;0”
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
740 | Kuta, 29-30 Oktober 2015 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja organisasi adalah prestasi akhir dari suatu organisasi
dan mengandung beberapa hal, seperti adanya target tertentu yang dicapai, memiliki jangka waktu dalam B753B3;3F3D97F63F7D53B3;K37WE;7E;63787=F;WF3E
2.4.2 Pengukuran Kinerja Organisasi Publik dan PDAM
Mardiasmo 2002, mengemukakan tolok ukur kinerja organisasi publik berkaitan dengan ukuran keberhasilan yang dapat dicapai oleh organisasi tersebut. Satuan ukuran yang relevan digunakan adalah
78WE;7E;B797A3363363F;9=3F=G3;F3EB73K33K3963B3F6;47D;=3=7B363BG4;=793 demikian, dapat dinyatakan kinerja organisasi publik adalah hasil kerja yang dapat menjamin tercapainya
tujuan organisasi sesuai dengan visi, misi dan sasaran organisasi. Sehingga untuk menilai kinerja organisasi BG4;=6;B7DG=34747D3B3;6;=3FADK3=;787=F;H;F3E7WE;7E;7=AA?;E637=G;F3E
Dwiyanto et al. 2002 mengemukakan beberapa indikator yang dapat dijadikan sebagai acuan guna mengukur kinerja organisasi publik, yakni: i responsivitas responsiveness, kemampuan birokrasi untuk
mengenal kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, ii kualitas layanan service quality, merupakan indikator yang relatif tinggi. Maka bisa menjadi satu ukuran kinerja birokrasi publik
yang mudah dan murah digunakan. Kepuasan masyarakat bisa menjadi indikator untuk menilai kinerja birokrasi publik. iii responsibilitas responsibility, menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan birokrasi
publik itu sesuai dengan prinsip administrasi yang benar den gan kebijakan birokrasi baik yang eksplisit dan implisit, dan iv akuntabilitas accountability, seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi publik
tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya, para pejabat politik tersebut dipilih oleh rakyat dengan sendirinya harus memprioritaskan kepentingan publik.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan air minum kepada masyarakat baik secara kuantitas, kualitas, dan kontinuitas, Kementrian Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan No. 47 Tahun 1999
Tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum. Pedoman ini harus dipakai untuk mengetahui keberhasilan direksi dalam mengelola PDAM sekaligus dijadikan dasar dalam menentukan
penggolongan tingkat keberhasilan PDAM. Pada Bab II pasal 2 dan pasal 3, disebutkan Badan Pengawas pada setiap akhir tahun buku melakukan penilaian atas kinerja PDAM meliputi aspek keuangan, aspek
operasional, dan aspek administrasi.
2.5 Studi Pendahuluan dan Hasil Pencapaian
Penelitian ini lebih bersifat penelitian sosial ekonomi, studi pendahuluan yang telah dilakukan menemu kenali fakta dan data mengenai permasalahan yang diangkat. Adapun hasil pencapaian yang
diperoleh adalah dapat mengungkapkan fenomena mengenai keterkaitan atau pengaruh masing-masing variabel berdasarkan data emperis hasil penelitian sebelumnya.
2.5.1 Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja organisasi.
Beberapa penelitian yang meneliti hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja organisasi, dimana budaya organisasi merupakan salah satu faktor kunci peningkatan kinerja organisasi Davidson
et al.,2007; Carl F Fey dan Denison, 2003; Gani, 2006; Supartha, 2006; Gunawan, 2009; Riana, 2010; dan Kamaliah, 2011 Hal yang sama juga dilakukan oleh Chouke dan Armstrong 2000; Michie dan
A.West; Lee dan Yu 2004; Koesmono 2011; Astawa et al. 2013 dan Rashid et al 2003. Dari berbagai penelitian yang dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap
peningkatan kinerja organisasi. Hal ini berarti pembentukan budaya organisasi yang positif dalam organisasi akan berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja organisasi. Pendapat yang sama dikemukakan oleh:
Moeljono 2008, Robbins dan Judge 2009, mengatakan bahwa budaya organisasi memengaruhi kinerja perusahaan.
Kondisi ini berbeda apa yang ditemukan oleh Raka Suardana 2003; Subroto 2009 ; Yuan dan Lee 2011; Ferbruanto; Dharmanegara et al 2013; Syauta 2012; Chen 2004; Sumarto dan Subroto 2011;
Xenikou dan Simosi 2006. mengatakan bahwa budaya organisasi tidak mempengaruhi kinerja perusahaan.