Alanin aminotransferase ALT dan Aspartat aminotransferase AST Infundasi

kuning jaundice . Kolestasis juga terjadi karena adanya perubahan membran permeabilitas hepasosit atau canaliculi empedu. Pembentukan empedu terjadi tergantung pada transportasi ATP empedu ke lumen canaliculi . Senyawa bahan kimia memiliki efek pada permeabilitas membran dan mengganggu gradient Na + dan K + dapat menyebabkan kolestasis Hodgson, 2010. d. Nekrosis Nekrosis bersifat irreversibel akibat hilangnya fungsi sel normal pada hati. Nekrosis biasanya adalah cedera akut dan hanya mempengaruhi beberapa hepatosit nekrosis fokal atau melibatkan seluruh lobus nekrosis masif . Kematian sel terjadi bersamaan dengan pecahnya membran plasma yang didahului dengan perubahan morfologis seperti pembengkakan seluler mitokrondria dengan gangguan krista, melarutnya organel sel dan mengkerutnya inti sel. Di daerah yang mengalami nekrosis terjadi peningkatan eosinofil dan respon imun. Peristiwa yang dapat menyebabkan perubahan ini meliputi terikatnya metabolit reaktif protein dan lemak tak jenuh mengakibatkan peroksidasi lemak dan kerusakan membran, gangguan homeostasis Ca 2+ , inferensi jalur metabolisme, pergeseran keseimbangan Na + dan K + dan penghambatan sintesis protein. Nekrosis yang meluas dapat menyebabkan kerusakan hati yang parah dan kegagalan hati Hodgson, 2010.

B. Alanin aminotransferase ALT dan Aspartat aminotransferase AST

Enzim yang sering berhubungan dengan kerusakan hepatoselular adalah aminotransferase, diantaranya adalah Alanin aminotransferase ALT dan Aspartat aminotransferase AST. Kedua enzim ini dikatakan enzim hati karena tingginya konsentrasi enzim ini dalam sel hepatosit Sacher dan McPherson, 2004. Enzim ALT berfungsi mengkatalisis pemindahan alanine menjadi bagian dari gugus keton pada α -ketoglutarate sehingga menghasilkan pyruvate dan glutamate sedangkan enzim AST berfungsi mengkatalisis pemindahan aspartate menjadi bagian dari gugus keton pada α -ketoglutarate sehingga menghasilkan oxaloacetate dan glutamate Thapa dan Walia, 2007. Enzim ALT utamanya terdapat dalam sitosol khususnya di sel hepatosit. Enzim ALT adalah enzim spesifik yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya gangguan hati. Enzim AST terdapat dalam sitosol dan mitokondria yang mana jumlahnya tinggi pada sel-sel organ jantung, jaringan otot, ginjal dan otak Thapa dan Walia, 2007. Selain ALT-AST ada beberapa enzim lainnya yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya kerusakan hati seperti enzim Fosfatase Alkali ALP dan gama-glutamil transpeptidase GGT Sacher dan McPherson, 2004.

C. Hepatotoksin

Hepatotoksin diklasifikasikan menjadi :

1. Hepatotoksin teramalkan tipe A

Hepatotoksin tipe A merupakan suatu senyawa atau obat yang mempengaruhi sebagian besar individu yang mana akan memberikan efek toksik jika ditelan dalam jumlah yang cukup. Jenis hepototoksin ini bergantung pada jumlah dosis yang diberikan. Beberapa obatsenyawa tipe ini adalah parasetamol asetaminofen, karbon tetraklorida, salisilat, tetrasiklin dan metotrexat Forrest, 2006.

2. Hepatotoksin tak teramalkan tipe B

Hepatotoksin tipe B merupakan suatu senyawa atau obat yang jika diberikan pada orang-orang tertentu akan memberikan efek toksik. Hepatotoksin jenis ini tidak bergantung pada dosis pemberian. Contoh senyawa obat jenis ini adalah klorpromazin, halotan dan isoniazid Forrest, 2006.

D. Karbon Tetraklorida

Gambar 2. Struktur Karbon Tetraklorida pubchem.ncbi.nlm.nih.gov Karbon tetraklorida Gambar 2 adalah cairan jernih, mudah menguap, memiliki bau yang khas dan memiliki berat molekul 153,82 Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995. Ketoksikan karbon tetraklorida lebih dipelajari secara ekstensif dibandingkan dengan hepatotoksin yang lain. Ketoksikan karbon tetraklorida bergantung pada aktivasi metabolik CYP2E1. Hati menjadi target utama efek toksisitas karbon tetraklorida karena mengandung banyak sitokrom P450. Karbon tetraklorida dengan dosis rendah dapat menyebabkan perlemakan di hati dan kehancuran sitokrom P450. Kerentanan ketoksikan sitokrom P450 berada pada daerah sentrilobular dan mid-zona hati. Pada tikus, isozim yang selektif adalah CYP2E1. Kerusakan CYP2E1 dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia, semakin banyak oksigen maka kerusakan yang terjadi akan semakin besar. Kerusakankehancuran ini disebabkan oleh radikal trikloroperoxi yang mana lebih reaktif daripada radikal triklorometil • CCl 3 Timbrell, 2009. Gambar 3. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida Timbrell, 2009 Dalam prosesnya pada gambar 3, CYP2E1 bersifat reduktif dan mengkatalis penambahan elektron yang mana akan memungkinkan pembelahan hemolitik, hilangnya ion klorida dan pembentukan radikal triklorometil • CCl 3 . Radikal triklometil akan mengalami salah satu reaksi. Atom hidrogen dari donor berasal dari metilen akan menjembatani reaksi antara radikal triklorometil dengan asam lemak tak jenuh atau protein yang mana akan menghasilkan ikatan kovalen. Radikal kovalen triklorometil ini akan kembali mengikat lemak mikrosomal dan protein dan akan bereaksi langsung dengan membran fosfolipid dan kolesterol yang mana akan menimbulkan efek toksik. Hasil lainnya adalah kloroform yang dikenal sebagai metabolit karbon tetraklorida. Hasil lainnya juga adalah produksi metabolit radikal yang reaktif tidak stabil dengan bantuan O 2 mengakibatkan terjadi peroksidasi lipid. Pembentukan peroksidasi lipid ini akan menghasilkan pemecahan lemak tak jenuh dan dari pemecahan lemak tak jenuh ini akan memberikan senyawa karbonil seperti 4-hydroxynonenal dan hydroxyalkenal lainnya. Dimana senyawa-senyawa ini akan menghambat sintesis protein dan menghambat enzim glukosa-6-fosfat Timbrell, 2009. Satu sampai tiga jam setelah pemejanan karbon tetraklorida, trigliserida akan menumpuk di hepatosit dan terlihat droplet lemak. Lemak yang berada di hati akan menghambat sintesis protein yang mengakibatkan produksi kompleks lipoprotein menurun sehingga pengangkutan lemak keluar dari hati menjadi terhambat, hal ini akan menyebabkan perlemakan hati steatosis Timbrell, 2009. Kerusakan hati dapat memicu terjadinya cedera membran hepatosit yang dapat menyebabkan keluarnya isi sel ke dalam aliran darah, diantaranya adalah enzim ALT-AST. Enzim ALT-AST secara normal berada di dalam sel namun jika terjadi kerusakan sel hepatosit enzim ini akan keluar dan masuk ke dalam aliran darah. Pada penyakit hati, kadar serum ALT dan AST akan naik maupun turun secara bersamaan Sacher dan McPherson, 2004. Menurut penelitian Cao, Li, Chen, Cai, Tu 2014 aktivitas serum ALT-AST pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida akan meningkat 3 – 4 kali dari nilai normal. Hal ini menegaskan bahwa penginduksian karbon tetraklorida dapat meningkatkan aktivitas serum ALT-AST. E. Persea americana Mill. 1. Taksonomi Kingdom : Plantae Tumbuhan Subkingdom : Tracheobionta Tumbuhan berpembuluh Super Divisi : Spermatophyta menghasilkan biji Divisi : Magnoliophyta Tumbuhan berbunga Kelas : Magnoliopsida berkeping duadikotil Sub Kelas : Magnoliidae Ordo : Laurales Famili : Lauraceae famili Laurel Genus : Persea Mill. Spesies : Persea americana Mill. Alpukat USDA, 2014.

2. Sinonim

Persea gratissima Gaertn.f., Persea drymifolia Schlecht. Cham ., Persea nubigena L.O. Williams Proseanet, 2014.

3. Nama lain

Amerika: avocado ; Burma: htaw bat , kyese ; Inggris: alligator pear, avocado, avocado-pear, butter fruit ; Perancis: avocat, avocatier, zabelbok, zaboka ; Filipina: avocado ; Jerman: Alligatorbirne, Avocadobirne ; Indonesia: adpukat, avokad ; Malaysia: apukado, avocado ; Spanyol: aguacate, pagua ; Thailand: awokado ; Vietnam: bo, lê dâù Yasir, Das, Kharya, 2010.

4. Morfologi

Pohon alpukat Persea americana Mill. berwarna hijau dengan tinggi mencapai 20 m. Mempunyai daun tunggal, tersusun spiral, tepi daun rata; panjang tangkai daun 1,5 – 5 cm; daun berbentuk eplips hingga lanset, bulat telur hingga bulat telur sungsang, panjang daun 5 - 40 cm dan lebar 3 – 15 cm, permukaan atas daun diselaputi lilin. Perbungaan berupa tongkol majemuk malai yang muncul di ujung cabang; bunga banci tersusun atas 3 daun mahkota, memiliki bau harum; perhiasan bunga tersusun atas dua lingkaran; benang sari 9 di dalam 3 lingkaran; kumpulan benang sari di bagian dalam mengeluarkan 2 nektar dibagian dasarnya; putik terdiri atas satu ruang bakal buah, tangkai kepala putik ramping dengan kepala putik tunggal simple papillate stigma. Buah besar berdaging dan berair, berbiji tunggal, permukaan buah halus, panjang 7 -20 cm. buah besar dan bulat, dilapisi dua lapisan dan dua kotiledon besar yang melindungi embrio kecil Proseanet, 2014.

5. Kandungan kimia

Buah dan daun alpukat Persea americana Mill. mengandung beberapa kandungan fitokimia seperti saponin, tannin, flavonoid, alkaloid, fenol dan steroid Arukwe, et al ., 2012. Di dalam kulit dan biji alpukat kaya akan katekin, procyanidin dan hydroxycinnamic acid Rodriquez-Carpena, et al ., 2011. Biji alpukat mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, triterpenoid, tannin, flavonoid dan saponin Marlinda, Sangi dan Wuntu, 2012. Kulit alpukat mengandung 5-O-caffeoylquinic acid dan turunan quercetin Kosinska, et al ., 2012.

6. Khasiat dan kegunaan

Secara tradisional biji Persea americana Mill. digunakan untuk mengobati diare, disentri, sakit gigi, parasit didaerah usus, perawatan kulit dan kecantikan. Daun Persea americana Mill. dilaporkan memiliki aktivitas anti- inflamasi dan analgesik Idris, Ndukwe dan Gimba, 2009. Ekstrak daunnya digunakan untuk antihipertensi dan diuretik. Secara tradisional biji Persea americana Mill. digunakan untuk pengobatan hipertensi Asaolu, Fisayo, Sunday, Olugbenga, Aluko, Tola, 2010. Menurut penelitian Putri 2013 biji Persea americana Mill. memiliki efek hepatoprotektif.

F. Infundasi

Infundasi adalah salah satu metode ekstraksi yang merupakan proses penarikan suatu kandungan kimia yang dapat larut dalam pelarut cair tertentu sehingga dapat terpisah dari bahan yang tidak larut. Infundasi dilakukan untuk menyari kandungan senyawa aktif yang larut dalam air yang diperoleh dari bahan- bahan nabati pada suhu 90 o C selama 15 menit. Hasil proses infundasi disebut infusa Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1986. Setelah itu, dilakukan penyerkaian kain flannel menggunakan air panas tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995.

G. Landasan Teori

Dokumen yang terkait

Efek hepatoprotektif jangka panjang dekok biji Persea americana Mill. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 3 127

Efek hepatoprotektif jangka panjang dekokta kulit buah persea americana Mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 8

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 112

Efek hepatoprotektif pemberian infusa kulit Persea americana Mill. terhadap ALT-AST tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 125

Uji efek hepatoprotektif jangka pendek sediaan dekokta kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas alt-ast pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 8

Pengaruh waktu pemberian infusa biji alpukat (persea americana mill.) secara akut sebagai hepatoprotektif terhadap aktivitas alt-ast serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 7

Efek hepatoprotektif jangka pendek dekok biji persea americana mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 115

Uji efek hepatoprotektif jangka pendek sediaan dekokta kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas alt ast pada tikus terinduksi karbon tetraklorida

0 1 6

Efek hepatoprotektif jangka pendek dekok biji persea americana mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 113

Efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 121