dikhawatirkan ekstensi kebudayaan nasional bergeser nilainya menjadi budaya marginal pinggiran. Apalagi prosentase terbesar penerima korean
wave di Indonesia adalah remaja. Padahal, remaja merupakan tonggak
pembangunan nasional. Jika remaja sekarang sudah tidak mengenal kebudayaannya sendiri, maka kebudayaan nasional dapat mengalami
kepunahan dan berganti dengan kebudayaan baru yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kepribadian nenek moyang negara kita.
Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap efek dari yang ditimbulkan oleh media massa yang berlebihan dari
kalangan remaja kota Surabaya. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi dampak negatif yang muncul akibat dari korean wave agar kebudayaan asli
Indonesia masih memiliki nilai budaya yang tinggi di mata masyarakat Indonesia.
2.1.5 Kebudayaan Indonesia
Kebudayaan Indonesia dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan lokal yang telah ada sebelum terbentuknya negara Indonesia
pada tahun 1945. Seluruh kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku di Indonesia merupakan bagian integral dari
kebudayaan Indonesia http:tiankids.web.id. Menurut J.J. Hoenigman http:id.wikipedia.orgwikiBudaya,
wujud kebudayaan Indonesia dibedakan menjadi tiga yaitu gagasan, aktivitas, dan artefak.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1. Gagasan Wujud ideal
Wujud ideal kebudayaan berbentuk ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak, tidak dapat
diraba atau disentuh. 2.
Aktivitas tindakan Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Dalam hal ini, hal yang diamati adalah pola perilaku masyarakat Surabaya terhadap budaya pop Korea yang
meliputi gaya berpakaian, model rambut, dan interaksi sosial. 3.
Artefak karya Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari
aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat yang berupa benda-benda
atau hal-hal
yang dapat
diraba, dilihat,
dan didokumentasikan.
Ketiga wujud kebudayaan di atas akan digunakan sebagai media untuk mengetahui efek dari yang ditimbulkan oleh media massa yang
berlebihan dari kalangan remaja kota Surabaya. Kebudayaan Indonesia dapat dikatakan tenar apabila kebudayaan masih diketahui, dipahami atau
dimengerti, ditaati, dan dihargai Soekanto 2006: 177 oleh masyarakat kota Surabaya di tengah-tengah arus globalisasi budaya pop Korea hallyu
atau korean wave.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.1.6 Media Mengubah budaya Negara yang Berkembang
Marshall McLuhan, media-guru dari University of Toronto, mengatakan bahwa the medium is the mass-age. Media adalah era massa.
Maksudnya adalah bahwa saat ini kita hidup di era yang unik dalam sejarah peradaban manusia, yaitu era media massa. Terutama lagi, pada era
media elektronik seperti sekarang ini. Media pada hakikatnya telah benar- benar mempengaruhi cara berpikir, merasakan, dan bertingkah laku
manusia itu sendiri. Kita saat ini berada pada era revolusi, yaitu revolusi masyarakat menjadi massa, oleh karena kehadiran media massa.
McLuhan memetakan sejarah kehidupan manusia ke dalam empat periode: a tribal age era suku atau purba, literate age era literalhuruf,
a print age era cetak, dan electronic age era elektronik. Menurutnya, transisi antar periode tadi tidaklah bersifat bersifat gradual atau evolusif,
akan tetapi lebih disebabkan oleh penemuan teknologi komunikasi. The Tribal Age. Menurut McLuhan, pada era purba atau era suku
zaman dahulu, manusia hanya mengandalkan indera pendengaran dalam berkomunikasi. Komunikasi pada era itu hanya mendasarkan diri pada
narasi, cerita, dongeng tuturan, dan sejenisnya. Jadi, telinga adalah “raja” ketika itu, “hearing is believing”, dan kemampuan visual manusia belum
banyak diandalkan dalam komunikasi. Era primitif ini kemudian tergusur dengan ditemukannya alfabet atau huruf.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
The Age of Literacy. Semenjak ditemukannya alfabet atau huruf, maka cara manusia berkomunikasi banyak berubah. Indera penglihatan
kemudian menjadi dominan di era ini, mengalahkan indera pendengaran. Manusia berkomunikasi tidak lagi mengandalkan tuturan, tapi lebih
kepada tulisan. The Print Age. Sejak ditemukannya mesin cetak menjadikan alfabet
semakin menyebarluas ke penjuru dunia. Kekuatan kata-kata melalui mesin cetak tersebut semakin merajalela. Kehadiran mesin cetak, dan
kemudian media cetak, menjadikan manusia lebih bebas lagi untuk berkomunikasi.
The Electronic Age. Era ini juga menandai ditemukannya berbagai macam alat atau teknologi komunikasi. Telegram, telpon, radio, film,
televisi, VCR, fax, komputer, dan internet. Manusia kemudian menjadi hidup di dalam apa yang disebut sebagai “global village”. Media massa
pada era ini mampu membawa manusia mampu untuk bersentuhan dengan manusia yang lainnya, kapan saja, di mana saja, seketika itu juga.
Inti dari teori McLuhan adalah determinisme teklologi. Maksudnya adalah penemuan atau perkembangan teknologi komunikasi itulah yang
sebenarnya yang mengubah kebudayaan manusia. Jika Karl Marx berasumsi bahwa sejarah ditentukan oleh kekuatan produksi, maka
menurut McLuhan eksistensi manusia ditentukan oleh perubahan mode komunikasi.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Sedangkan Cultural Norms Theory Norma Budaya – DeFleur. Media massa menyampaikan informasi dengan cara-cara tertentu dapat
menimbulkan kesan yang oleh khalayak disesuaikan dengan norma-norma dan nilai-nilai budayanya.
Pesan media mampu mengubah norma-norma budaya yang telah ada berlaku dalam masyarakat. Dalam hal ini ada tiga indikator peran
media terhadap budaya, yakni: 1.
Memperkuat norma budaya. Seperti reality show “Etnic Runway” di salah satu stasiun telivisi
terkemuka di Indonesia, yang menyajikan tayangan tentang budaya Indonesia yang hampir punah oleh perkembangan jaman.
2. Mengubah norma budaya.
Seperti serial komedi “Opera Van Java” di salah satu stasiun telivisi terkemuka di Indonesia, yang menyajikan hiburan komedi
dihiasi dengan unsur adat Jawa Sinden, Gendang, Baju Adat, Wayang orang, dsb tetapi juga di selipkan unsur kebudayaan
negara lain di setiap episodenya. 3.
Menciptakan norma budaya baru Banyaknya serial telivisi seperti sinetron, serial film telivisi,
telenovela, dan saat ini yang diminati adalah serial film Korea. Media massa mempengaruhi budaya-budaya masyarakatnya
dengan cara, pesan-pesan yang disampaikan media massa memperkuat budaya yang ada. Ketika suatu budaya telah kehilangan tempat
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
apresiasinya, kemudian media massa memberi lahan atau tempat maka budaya yang pada awalnya sudah mulai luntur menjadi hidup kembali.
Contoh : Acara pertunjukan Wayang Golek atau Wayang Kulit yang ditayangkan Televisi terbukti telah memberi tempat pada budaya tersebut
untuk diapresiasi oleh masyarakat. Media massa telah menciptakan pola baru tetapi tidak bertentangan bahkan menyempurnakan budaya lama.
Contoh : Acara Ludruk Glamor misalnya memberi nuansa baru terhadap budaya ludruk dengan tidak menghilangkan esensi budaya asalnya.
Media massa mengubah budaya lama dengan budaya baru yang berbeda dengan budaya lama. Contoh : Terdapat acara-acara tertentu yang
bukan tak mungkin lambat laun akan menumbuhkan budaya baru. Menurut Paul Lazarfeld dan Robert K Merton terdapat empat sumber
utama kekhawatiran masyarakat terhadap media massa, yakitu : 1.
Sifat Media Massa yang mampu hadir dimana-mana Ubiquity serta kekuatannnya yang potensial untuk memanipulasi dengan
tujuan-tujuan tertentu. 2.
Dominasi kepentingan ekonomi dari pemilik modal untuk menguasai media massa dengan demikian media massa dapat
dipergunakan untuk menjamin ketundukan masyarakat terhadap status quo sehingga memperkecil kritik sosial dan memperlemah
kemampuan khalayak untuk berpikir kritis.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. Media massa dengan jangkauan yang besar dan luas dapat
membawa khalayaknya pada cita rasa estetis dan standar budaya populer yang rendah.
4. Media massa dapat menghilangkan sukses sosial yang merupakan
jerih payah para pembaharu selama beberapa puluh tahun yang lalu.
http:rizqisme.wordpress.com20120403236
2.1.7 Internet