STUDI DIFUSI INOVASI PROGRAM LAYANAN LISTRIK PRABAYAR PT.PLN (PERSERO) APJ SURAKARTA TERHADAP ADOPSI INOVASI PADA MASYARAKAT SURAKARTA

(1)

commit to user

i

STUDI DIFUSI INOVASI PROGRAM LAYANAN LISTRIK PRABAYAR PT.PLN (PERSERO) APJ SURAKARTA TERHADAP ADOPSI INOVASI

PADA MASYARAKAT SURAKARTA

DISUSUN OLEH : Renia Karlina

D0205115

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing Skripsi untuk dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pembimbing Skripsi,

Dra. H. Sofiah, M.Si NIP. 19530726 197903 2 001


(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji dan disahkan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Hari : Tanggal :

Panitia Penguji :

Drs. H. Sutopo JK, M.Si 19570505 198303 1 004

( ………)

Drs. Kandyawan

NIP. 19610413 199003 1 002 ( ………)

Dra. H. Sofiah, M.Si

NIP. 19530726 197903 2 001 ( ………)

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Dekan,

Drs. Supriyadi Sn. Su 19530128 198103 1 001


(4)

commit to user

iv MOTTO

“ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. “ (Q.S. Al-Ankabut : 69)

“ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. “ (Q.S Al-Insyroh : 11)

“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. “ (Q.S. Ar-Ra’d : 11)


(5)

commit to user

v

LEMBAR PERSEMBAHAN

T eruntuk Ayah dan Bunda,

K akakku Almh. M elia, Adikku N etia dan R efia T ercinta


(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puja dan sanjungan kita panjatkan kehadirat Allah SWT, sebaik – baiknya pencipta hukum, hakim paling adil dan paling baik, serta Tuhan Mahabijak dan Maha segalanya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Rasulullah SAW yang senantiasa kita nantikan syafa’atnya di hari akhir kelak. Berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul STUDI DIFUSI INOVASI PROGRAM LAYANAN LISTRIK PRABAYAR PT. PLN (PERSERO) APJ SURAKARTA TERHADAP ADOPSI INOVASI PADA MASYARAKAT SURAKARTA yang merupakan kewajiban penulis sebagai mahasiswa demi mencapai gelar sarjana jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Dalam skripsi ini berisi uraian-uraian penyebaran Program Layanan Listrik Prabayar yang merupakan terobosan baru dari pemerintah. Selain itu skripsi ini berisi tentang bagaimana masyarakat menerima sebuah terobosan baru tersebut dengan tanpa hambatan yang berarti.

Proses difusi dari Program Layanan Listrik Prabayar terdiri dari beberapa unsur yaitu inovasi, saluran komunikasi, jangka waktu dan sistem sosial. Dalam penelitian ini akan diuraikan lebih lanjut keempat unsur tersebut sesuai dengan penelitian di Kota Surakarta. Selanjutnya penulis juga menguraikan tentang adopsi inovasi berdasarkan teori Rogers dan Floyed Shoemaker yang memandang pengambilan keputusan dalam proses adopsi terdiri dari 5 tahapan yaitu


(7)

commit to user

vii

Pengetahuan (Knowledge), Persuasi (Persuasion), Keputusan (Decisions), Implementasi (Implementation), Konfirmasi (Confirmation). Dalam peneitian ini akan dijelaskan bagaimana tahapan-tahapan itu berlangsung pada masyarakat yang bersangkutan.

Penulis menyadari banyaknya keterbatasan dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada orang – orang yang telah membantu sampai terselesaikannya skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapakan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada :

1. Drs. H. Supriyadi, S.N, S.U selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Prahastiwi Utari, M.si.,Ph.D selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS.

3. Dra. H. Sofiah, M.Si selaku dosen Pembimbing Skripsi.

4. Keluargaku tercinta, mama dan papa serta kedua adikku atas dukungan dan doanya selama ini.

5. Bapak Puguh, General Manajer PT. PLN (Persero) APJ Surakarta yang telah mengizinkan penulis melaksanakan Kuliah Kerja Komunikasi di PT. PLN (Persero) APJ Surakarta.

6. Bapak Soeharmanto S.E., pembimbing lapangan yang telah memberikan nasihat, bimbingan serta saran yang begitu berarti.

7. Ibu Tyas, Ibu Lasmi, Bapak Kuncoro, Ibu Suli, dan Bapak Budi yang telah banyak memberi masukan dan berbagi pengalaman sehingga penulis semakin termotivasi.

8. Keluarga Besar Badan Eksekutif Mahasiswa UNS, BEM FISIP UNS, Partai Jembatan FISIP UNS, Studi Ilmiah Mahasiswa (SIM) UNS dan


(8)

commit to user

viii

KAMMI Daerah Solo yang memberi banyak pengalaman luar biasa. Semangat yang begitu luar biasa telah memberikan energi yang besar bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Uning, Ulfah, Nurul, Lia, “Teman – Teman PANGLIMA 2005”, dan “De Swang” yang telah memberikan banyak bantuan sehingga skripsi ini dapat segera terselesaikan.

10.Ulfah Hidayati, Aulia, Catur, Nia, Rahma, Aci, Rizka, Wiwich, Angga dan teman-teman Kos Al-Banna tercinta yang telah memberikan banyak dorongan untuk segera menyelesaikan skripsi ini

Besar harapan penulis, skripsi ini bukan hanya ditujukan sebagai formalitas belaka, tetapi juga sebagai pembelajaran dan dinamisasi dari proses tersebut. Akhir kata, semoga skripsi Studi Difusi Inovasi Program Layanan Listrik Prabayar PT.PLN (Persero) APJ Surakarta Terhadap Adopsi Inovasi Pada Masyarakat Surakarta ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surakarta, 15 Desember 2010 Penulis,


(9)

commit to user

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

MOTTO iv PERSEMBAHAN v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

ABSTRAK xiv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 8

C. Tujuan Penelitian 9

D. Manfaat Penelitian 9

E. Kerangka Teori 10

F. Definisi Konseptual 31

1. Difusi Inovasi Program Layanan Listrik Prabayar 31 2. Adopsi Program Layanan Listrik Prabayar 35

G. Kerangka Berfikir 36

H. Metodologi penelitian 37

1. Tipe Penelitian 37

2. Lokasi Penelitian 37


(10)

commit to user

x

4. Teknik Pengumpulan Data 39

a. Jenis Data 39

b. Teknik Pengumpulan Data 39

5. Teknik Validitas Data 41

6. Teknik Analisis Data 41

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 44

A. Deskripsi Lokasi PT. PLN (Persero) APJ Surakarta 44 1. Sejarah Berdirinya PT. PLN (Persero) 44

2. Visi dan Misi Perusahaan 48

3. Motto, Falsafah, dan Logo Perusahaan 48

4. Tujuan Perusahaan 49

5. Tata Nilai Anggota Perusahaan 49 6. Prinsip – Prinsip Etika Kerja 51

7. Dasar Hukum Perusahaan 51

8. Struktur Organisasi PT. PLN (Persero) APJ Surakarta 52 9. Divisi – Divisi PT. PLN (Persero) APJ Surakarta 53 10.Lingkup PT. PLN (Persero) APJ Surakarta 60 11.Kepegawaian PT. PLN (Persero) APJ Surakarta 61 B. Program Layanan Listrik Prabayar 63 1. Pengertian Program Listrik Prabayar 63 2. Tujuan Program Layanan Listrik Prabayar 63 3. Sasaran Program Layanan Listrik Prabayar 64 4. Manfaat Program Layanan Listrik Prabayar 64 5. Proses Pemasangan Listrik Prabayar 65

6. Token 66

7. Cara Menggunakan Listrik Prabayar 67 C. Karakteristik Masyarakat Surakarta 69 BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

A. Difusi Program Layanan Listrik Prabayar PT. PLN (Persero) APJ


(11)

commit to user

xi

1. Inovasi 74

2. Saluran Komunikasi 81

a. Media Massa 81

b. Komunikasi Interpersonal 90

c. Komunikasi Kelompok 92

3. Jangka Waktu 95

4. Sistem Sosial 99

B. Adopsi Program Layanan Listrik Prabayar 113

1. Pengetahuan (Knowledge) 114

2. Persuasi (Persuasion) 116

3. Keputusan (Decisions) 120

4. Implementasi (Implementation) 122

5. Konfirmasi (Confirmation) 133

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 144

A. Kesimpulan 144

B. Saran 148

DAFTAR PUSTAKA 150


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Table 1.1 Ramalan Kebutuhan Energi Listrik ……… 1 Tabel 1.2 Prakiraan Penyedian Energi Listrik di Indonesia ……….. 2 Tabel 2.1 Pemetaan Wilayah Kerja PT. PLN (Persero) APJ Surakarta …… 60 Tabel 2.2 Komposisi Karyawan Berdasarkan Bidang Kerja

Di PT. PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jaringan Surakarta … 62 Tabel 3.1 Data Tunggakan Pelanggan PT.PLN (Persero) APJ Surakarta

Tahun 2010 ……… 76

Tabel 3.2 Perkembangan Program Layanan Listrik Prabayar

Bulan Okteber 2010 ………. 97 Tabel 3.3 Pengelompokan Adopter Program Layanan Listrik Prabayar

di Surakarta ……….. 102

Tabel 3.4 Pengelompokan Adopter Program Layanan Listrik Prabayar


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Paradigma Proses Keputusan Inovasi ………. 21 Gambar 1.2 Pengkategorian Adopter Berdasarkan Keinovatifan ………….. 28 Gambar 1.3 Peningkatan Penggunaan Alat-Alat Komunikasi Tanpa Kawat

(Wireless) Di Amerika Tahun 2008 ..……… 30

Gambar 1.4 Komponen – Komponen Analisis Data Model Interaktif …….. 43 Gambar 3.1 Salah Satu Pemberitaan Program Layanan Listrik Prabayar Di


(14)

commit to user

xiv ABSTRAK

Renia Karlina, D0205115, Studi Difusi Inovasi Program Layanan Listrik Prabayar PT. PLN (Persero) APJ Surakarta Terhadap Adopsi Inovasi Pada Masyarakat Surakarta, Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011, 152 halaman.

Program Layanan Listrik Prabayar merupakan sebuah inovasi baru dari PT. PLN dalam menjual energi listrik dengan cara pelanggan membayar dimuka. Oleh karena itu perlu penyebaran (difusi) agar masyrakat mengetahui adanya program tersebut. Tujuan akhirnya adalah agar masyarakat mengadopsi atau menerima program tersebut. Proses difusi dan adopsi inovasi baru merupakan proses komunikasi yang ingin dikaji lebih mendalam oleh peneliti.

Penelitian ini betujuan untuk mengetahui proses difusi atau penyebaran dan adopsi Program Layanan Listrik Prabayar yang dilaksanakan PT. PLN (Persero) APJ Surakarta terhadap proses adopsi inovasi masyarakat Kota Surakarta.

Metodologi yang digunakan adalah deskripsi kualitatif dengan data primer berasal dari survei dan wawancara. Sedangkan data sekunder berasal dari dokumen-dokumen yang menunjang penelitian ini. Teknik analisis yang digunakan adalah melalui reduksi data, sajian data serta penarikan kesimpulan untuk menjamin validitas data yang diperoleh, maka dalam penelitian ini menggunakan teknik trianggulasi data.

Berdasarkan hasil peneitian, proses difusi Program Layanan Listrik Prabayar PT. PLN (Persero) APJ Surakarta Terhadap Adopsi Inovasi Masyarakat Surakarta lebih ditekankan pada tahap saluran komunikasi. Terdapat dua saluran yaitu melalui media massa dan komunikasi interpersonal. Akan tetapi, yang dianggap paling efektif adalah komunikasi tatap muka (interpersonal). Efek yang ditimbulkan setelah adanya difusi Program Layanan Listrik Prabayar PT. PLN (Persero) APJ Surakarta Terhadap Adopsi Inovasi Masyarakat Surakarta yaitu adanya perubahan pola pikir dan tingkah laku masyarakat berupa proses migrasi dari sistem pascabayar ke prabayar.

Setelah difusi yang dilakukan, masyarakat Kota Surakarta mengadopsi Program Layanan Listrik Prabayar ini melalui beberapa tahapan. Peneliti menggunakan teori Everet M. Rogers yang membagi proses adopsi menjadi beberapa tahap, yaitu Pengetahuan (Knowledge), Persuasi (Persuasion), Keputusan (Decisions), Implementasi (Implementations), Konfirmasi (Confirmation). Namun tidak semua narasumber melalui tahapan adopsi yang sama saat difusi berlangsung. Waktu yang dibutuhkan dalam penerimaan inovasi berbeda pada setiap individu. Faktor yang mempengaruhi kecepatan proses adopsi yaitu faktor pendidikan, pengalaman, kepentingan, ekonomi, interaksi, serta sumber daya yang dimiliki. Selain itu dalam penelitian ini diantara anggota sistem sosial yang memegang peranan penting dalam proses difusi adalah agen pembaru. Proses difusi murni dilakukan oleh pihak PLN. Selanjutnya, berperan sebagai agen pembaru dalam difusi Program Layanan Listrik Prabayar di Kota Surakarta yaitu para karyawan PT. PLN (Persero) APJ Surakarta. Dalam penelitian ini tidak ada pemuka pendapat yang membantu mempercepat proses difusi ke masyarakat.


(15)

commit to user

xv

Dalam penelitian ini masyarakat sebagai adopter terbagi menjadi beberapa kelompok adopter sesuai dengan kecepatan mereka dalam menerima inovasi baru. Pada penelitan ini narasumber dapat dipetakan menjadi innovator, Early Adopters (Perintis/Pelopor), Early Majority (Pengikut Dini), Late Majority (Pengikut Akhir), Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional). Penelitian ini menunjukkan bahwa pengadopsian inovasi di dalam suatu sistem sosial mengikuti kurva normal berbentuk lonceng jika diukur dari banyaknya pengadopsi dari waktu ke waktu.


(16)

commit to user

xvi

ABSTRACT

Renia Karlina, D020505115, Study of Innovation Diffusion of Pre-cost Electrical Services Program, innovated by PT. PLN (Persero) APJ Surakarta, toward Innovation Adoption of Surakarta’s Society, Faculty of Political and Social Science, University of Sebelas Maret Surakarta, 2010, 147 pages

Pre-cost Electrical Services program is a new innovation to sell electrical energy in which the customer paid in advance. Therefore, the diffusion is needed to promote that program in order to be known by society. The ending purpose is that the society can adopt and accept the program. In this case, the researcher would analyze further about the process of new innovation diffusion and adoption as a communication process.

The research was purposed to identify the process of diffusion and adoption of Pre-cost Electrical Services program, innovated by PT. PLN (Persero) APJ Surakarta, toward Innovation Adoption Process of Surakarta’s Society.

The research applied a descriptive qualitative method by conducting primary and secondary data. The primary data were received through survey and interview, whereas the documents related to the research were the secondary one. The techniques of analysis consisted of reducing, providing, and concluding the data. To guarantee their validity, the research applied triangulation technique.

According to the result, the diffusion process of Pre-cost Electrical Services program, innovated by PT. PLN (Persero) APJ Surakarta, toward Innovation Diffusion of Surakarta’s Society focused on the communication channels. There were two kinds of communication channels, they were: mass media and interpersonal communication. However, the most effective one was interpersonal communication face-to-face. The effect would be changing societies’ mind and behaviour from post-cost into pre-cost Electrical Services program.

After the diffusion process had been conducted, the society adopted the program through some steps. The researcher conducted the theory of Everet M. Rogers consisting five steps of adoption process, such as: Knowledge, Persuasion, Decision, Implementations, and Confirmation. However, not all of respondents conducted those steps. The time used of each person in accepting the innovation was different. There were many influences, such as: knowledge, experience, economic, interaction, and human resource development. In addition, the diffusion process is also influenced by the reformer agent. The pure diffusion was conducted by internal staffs of PT. PLN. Meanwhile, the workers of PT. PLN APJ Surakarta were the reformer agents. In this research, there was not argumentator who helped the acceleration of diffusion to the society.

In the research, the society conducting as adopter is divided into some groups based on their speed of accepting new innovation. In this case, the respondents were considered as innovators, Early Adopters, Early Majority, Late Majority,


(17)

commit to user

xvii

and Laggards. This research shows that innovation adoption within social system follows curvy lines if it is measured based on the number of adopters time by time.


(18)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Suatu kenyataan bahwa kebutuhan akan energi, khususnya energi listrik di Indonesia, semakin berkembang menjadi bagian tak terpisahkan dari kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari seiring dengan pesatnya peningkatan pembangunan di bidang teknologi, industri dan informasi. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut ini :

Tabel 1.1

Ramalan Kebutuhan Energi Listrik

Sektor

1990 2000 2010 GWh persen GWh persen GWh persen Industri 35.305 68,0 84.822 69,0 183.389 70,0 Rumah tangga 9.865 19.00 22.2392 18.0 40.789 16.0 Fasilitas umum 3.634 7,0 6.731 6.0 12.703 5.5 Komersial 3.115 6.0 8.811 7,0 21.869 8.5 Total 51.919 100.0 122.603 100.0 258.747 100.0

Sumber: Djojonegoro, 1992 1

Namun, pelaksanaan penyediaan energi listrik yang dilakukan oleh PLN, selaku lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola masalah kelistrikan di Indonesia, sampai saat ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan

1 

Djojonegoro,W., 1992, Pengembangan dan penerapan energi baru dan terbarukan, Lokakarya "Bio Mature Unit" (BMU) untuk pengembangan masyarakat pedesaan, BPPT, Jakarta, hal 8. 


(19)

commit to user

masyarakat akan energi listrik seiring dengan semakin bertambahnya kebutuhan energi listrik masyarakat Indonesia.

Kondisi geografis negara Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau dan kepulauan, tersebar dan tidak meratanya pusat-pusat beban listrik, rendahnya tingkat permintaan listrik di beberapa wilayah, tingginya biaya marginal pembangunan sistem suplai energi listrik, serta terbatasnya kemampuan finansial, merupakan faktor-faktor penghambat penyediaan energi listrik dalam skala nasional.2

Tabel 1.2

Prakiraan Penyedian Energi Listrik di Indonesia

Sumber Energi

1990 2000 2010 MW persen MW persen MW persen Batubara Gas Minyak Solar Panas Bumi Air Biomass Lain-lain (Surya Angin) 1.930 3.530 2.210 11.020 170 2.850 270 20 8.8 16.0 10.0 50.1 0.8 13.0 1.2 0.1 10.750 7.080 1.950 9.410 500 7.720 290 160 28.4 18.7 5.2 24.8 1.3 20.4 0.8 0.4 28.050 14.760 320 4.060 430 10.310 460 370 35.3 21.5 0.5 5.9 0.6 15.0 0.7 0.5

Total 22.000 100.0 37.860 100.0 68.760 100.0

Sumber: Djojonegoro, 1992 & Wibawa, 1996 3

2 

Ramani,K.V., 1992, Rural electnEcation and rural development, Rural electrification guide book for Asia & Pacific, Bangkok, hal 43. 

3 

Djojonegoro,W., 1992, Pengembangan dan penerapan energi baru dan terbarukan, Lokakarya "Bio Mature Unit" (BMU) untuk pengembangan masyarakat pedesaan, BPPT, Jakarta, hal 12. 


(20)

commit to user

Listrik merupakan energi yang jumlahnya terbatas. Saat ini permintaan listrik semakin tinggi, sedangkan persediaannya sangat terbatas. Berbagai langkah penghematan harus dilakukan oleh semua pihak. Hal ini semakin ditegaskan oleh Pemerintah melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008, tanggal 2 Mei 2008 tentang Penghematan Energi dan Air. Disebutkan dalam Inpres tersebut antara lain adanya kenaikan harga minyak dunia, pengurangan BBM untuk produksi tenaga listrik, dan usaha pertahanan pasokan tenaga listrik ke pelanggan. Pada masa Pemerintahan saat inipun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menegaskan bahwa listrik adalah satu hal yang akan mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Kebutuhan listrik yang semakin besar menunjukkan semakin besar jumlah pelanggan. Semakin bertambahnya jumlah pelanggan, menunjukkan semakin majemuk pelanggan atau masyarakat yang harus dilayani oleh satu-satunya lembaga pemerintah yang mengelola listrik di Indonesia ini. Hal ini tentu menjadi tanggung jawab tersendiri bagi PLN untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat Indonesia selaku pelanggannya.

Sebagai wujud komitmen PLN untuk terus meningkatkan pelayanannya kepada pelanggan, PLN selalu memberikan beragam inovasi terbaru untuk meningkatkan pelayanan kepada seluruh pelanggan. Salah satu bentuk inovasi PLN sebagai wujud komitmen PLN untuk terus berinovasi adalah Program Layanan Listrik Prabayar.

Program Layanan Listrik Prabayar adalah jawaban PLN dari banyaknya keluhan dari pelanggan selama ini. Keluhan tersebut seputar kesalahan pencatatan


(21)

commit to user

meter, jumlah tagihan yang tidak menentu setiap bulan, dan keluhan lain tentang tagihan listrik di rumah kontrakan/kos. Dengan adanya Listrik Prabayar pelanggan dapat dengan mudah mengendalikan pemakaian listriknya sesuai dengan kebutuhan.

Layanan Listrik Prabayar merupakan bentuk pelayanan PLN dalam menjual energi listrik dengan cara pelanggan membayar dimuka. Mudahnya, sebelum menggunakan listrik dari PLN, pelanggan terlebih dahulu membeli sejumlah nominal energi listrik, sesuai yang dibutuhkan.

Inovasi layanan ini terletak pada konsep layanannya yang mirip dengan konsep telepon selular prabayar. Dengan layanan ini, energi listrik (kWh)-nya dibeli oleh pelanggan. Pemakaian listriknya dapat dihemat sesuai kebutuhan, seperti pemakaian pulsa HP.

Kekhawatiran tagihan listrik membengkak tak perlu lagi terjadi. Baik yang disebabkan oleh penggunaan listrik yang tak terkontrol maupun terjadinya kesalahan baca meter. Dengan membeli listrik di awal, hal-hal yang tidak diinginkan tersebut tak perlu lagi terjadi.

Bila dibandingkan dengan penggunaan layanan pascabayar selama ini, pelanggan relatif tak leluasa untuk mengetahui berapa besar energi listrik yang telah dikonsumsi. Pelanggan dapat mengetahuinya setelah waktu pembayaran atau bahkan saat akan membayar di loket PLN. Maka, tak heran jika kadang pelanggan dibuat kaget oleh tagihan yang melambung tinggi yang disebabkan oleh penggunaan listrik yang tak terkendali.


(22)

commit to user

Dengan layanan listrik prabayar, pelanggan bukan saja bisa mengetahui sudah berapa banyak energi listrik yang dikonsumsi, namun juga dapat melihat berapa energi listrik yang masih tersisa untuk dapat digunakan.

Mengingat uniknya sifat layanan listrik prabayar ini, maka diperlukan alat khusus yang berbeda dengan layanan listrik pascabayar. Alat khusus ini dinamakan kWh Meter (meteran listrik) Prabayar, atau lebih dikenal sebagai Meter prabayar.

Setiap pelanggan prabayar akan dilengkapi dengan meter prabayar ini beserta 1 Kartu Prabayar. Meter tersebut yang akan mencatat penggunaan listrik anda. Sedang, kartu prabayar selain sebagai nomor identitas pelanggan prabayar juga berfungsi sebagai alat transaksi pembelian energi listrik. Kartu Prabayar tersebut dipakai oleh pelanggan selama masih berlangganan listrik PLN.

Jadi, saat membeli energi listrik (isi ulang), pelanggan harus menunjukkan dan memberikan kartu prabayar kepada petugas PLN untuk dilakukan pengisian energi listrik. Tanpa kartu prabayar, pengisian ulang tidak dapat dilakukan.

Sistem Prabayar merupakan bentuk paling efisien pembayaran listrik karena pelanggan hanya dibebankan membeli sejumlah kredit (isi ulang) untuk kemudian dipergunakan sampai kWh listrik tersebut habis. Hal ini sama seperti penggunaan isi ulang telepon selular yang biasa kita gunakan.

Program layanan ini merupakan lompatan inovasi yang menjembatani keinginan pelanggan khususnya solusi bagi penghuni musiman. Dengan demikian, pelanggan prabayar memiliki keunggulan dalam melakukan konservasi energi bila dibandingkan dengan pelanggan biasa.


(23)

commit to user

Selanjutnya, pelanggan juga dapat menggunakan listrik tanpa batasan daya, tidak ada ketentuan peruntukan listrik bagi rumah tangga, bisnis atau lainnya serta tidak perlu membayar rekening bulanan.

Tarip listrik Prabayar sesuai dengan Tarip Dasar Listrik (TDL Tahun 2004), yakni Tarip Multiguna untuk pelanggan Reklame, Billboard, pedagang Kaki-Lima dsb sebesar Rp 1.380/ kWh. Bila dibandingkan dengan tarip reguler, maka listrik prabayar boleh dikatakan lebih murah. Karena pelanggan tidak perlu lagi membayar Uang Jaminan Langganan (UJL), sementara harga per kWh-nya tetap (flat). Dengan listrik prabayar, keuntungan ganda diperoleh pelanggan, disamping dapat mengkontrol pemakaian listrik sesuai kemampuan biaya, juga tidak dikenakan UJL.

Bagi PLN, manfaat utama yang diperoleh adalah peningkatan citra pelayanan karena tidak akan ada lagi masalah kesalahan baca meter yang sering menjadi keluhan pelanggan saat ini.

Proses sosialisasi Layanan Listrik Prabayar ini haruslah ditangani secara serius dan terkoordinasi dengan baik, apalagi bagi suatu instansi pengelola negara yang melayani kepentingan masyarakat, agar adaptasi terhadap inovasi baru ini mudah diserap masyarakat.

Kemampuan dalam berkomunikasi sangat menentukan opini publik terhadap produk baru seperti Layanan Listrik Prabayar. Prinsip komunikasi dua arah merupakan tuntutan seorang PR agar dapat memberitahu atau dapat mengubah sikap, pendapat, perilaku tertentu perorangan/kelompok agar sesuai dengan tujuan


(24)

commit to user

institusi yang diwakilinya. Dengan kata lain dapat berkomunikasi se-efektif mungkin untuk menciptakan saling pengertian.

Tentunya semua itu tidak akan terwujud tanpa bantuan dari semua pihak, terutama pihak media. Organisasi tidak hanya membutuhkan liputan media cetak melainkan media penyiaran atau media elektronika dan media on line pun diharapkan bisa memberikan liputan yang bisa memperlancar proses sosialisasi kepada masyarakat. Hubungan yang baik antara kedua belah pihak akan membawa dampak penting dalam keberlangsungan PT. PLN (Persero) selanjutnya.

Dengan publik yang tersebar, bukan saja secara geografis tapi juga secara demografis, maka kegiatan komunikasi akan sulit dilakukan bila tidak memanfaatkan media massa. Media massa menjadi media komunikasi yang bisa menjangkau publik yang tersebar dan beragam kepentingannya itu. Sukar dibayangkan bila PT. PLN (Persero) harus menyampaikan berbagai informasi dengan menggunakan media tradisional, maka cara termudah adalah dengan menyampaikannya melalui media massa.

PT. PLN (Persero) yang berpusat di Jakarta tak bekerja sendiri dalam memantau dan memberikan layanan kepada konsumen si seluruh wilayah Indonesia. PT. PLN (Persero) memiliki perpanjangan tangan ke kota – kota besar lainnya di seluruh Indonesia yang disebut dengan Area Pelayanan dan Jaringan (APJ).

Salah satu kantor Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) adalah PT. PLN (Persero) APJ Surakarta yang berada di kota Surakarta. Dimana tingkat pemakai


(25)

commit to user

listrik masyarakat Solo cukup tinggi yaitu sebesar 225 juta kWh. Dari jumlah listrik yang digunakan, pemakai terbesar adalah rumah tangga yaitu sebesar 91%.

Humas APJ PLN Surakarta, Soeharmanto,S.E menyatakan sekitar 90% terserap di pelanggan rumah tangga, sisanya digunakan di masjid atau di kantor kelurahan. PLN APJ Surakarta mencatat sejak diluncurkan kali pertama bulan Desember 2009 hingga bulan April 2010, jumlah alat meteran listrik Prabayar yang telah terpasang secara riil di wilayah Soloraya mencapai 3.480-an unit. Respons pelanggan terhadap alat meteran prabayar tersebut cukup tinggi. Hal itu terlihat dari daftar tunggu pelanggan yang telah mendaftarkan diri untuk mengganti alat meteran lamanya dengan alat meteran Prabayar tersebut yang saat ini sudah mencapai lebih dari 500 pelanggan.

Guna menggambarkan dan memaparkan proses difusi inovasi program Layanan Listrik Prabayar di PT. PLN (Persero) APJ Surakarta serta mengidentifikasi masalah dan langkah yang diambil dalam mensosialisasikan program tersebut, maka diperlukan penelitian yang dapat mendeskripsikan hal itu dalam bentuk penelitian deskriptif kualitatif.

Berawal dari hal tersebut, peneliti ingin mendapatkan gambaran tentang Difusi Inovasi Program Layanan Listrik Prabayar PT. PLN (Persero) APJ Surakarta terhadap adopsi inovasi pada masyarakat Surakarta dan sejauh mana inovasi Program Layanan Listrik Prabayar tersebut mampu diadopsi oleh masyarakat di Surakarta.


(26)

commit to user

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah proses difusi inovasi Program Layanan Listrik Prabayar PT. PLN (Persero) APJ Surakarta terhadap adopsi inovasi pada masyarakat Surakarta?

2. Sejauh mana inovasi Program Layanan Listrik Prabayar tersebut mampu diadopsi oleh masyarakat, khususnya masyarakat di Surakarta?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran proses difusi inovasi Program Layanan Listrik Prabayar PT. PLN (Persero) APJ Surakarta terhadap adopsi inovasi pada masyarakat Surakarta. Serta untuk mengetahui sejauh mana inovasi Program Layanan Listrik Prabayar tersebut mampu diadopsi oleh masyarakat, khususnya masyarakat di Surakarta.

D. MANFAAT PENELITIAN

Dari hasil penelitian diharapkan akan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut: 1. Dapat menyumbangkan pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat di

bidang ilmu komunikasi.

2. Dapat digunakan sebagai sarana bagi penulis untuk memperluas wawasan mengenai ilmu komunikasi khususnya di bidang Komunikasi Pembangunan.


(27)

commit to user

3. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah masukan-masukan bagi pemilik dan pengelola perusahaan serta pemerintah dalam menjalankan kebijakan di masa yang akan datang.

E. KERANGKA TEORI

Komunikasi massa mempunyai efek, itu tidak bisa dibantah. Wujud efek bisa berwujud tiga hal : efek kognitif (pengetahuan), afektif (emosinal dan perasaan), dan behavioral (perubahan pada perilaku). 4

Penelitian empirik efek komunikasi massa mempunyai sejarah yang relatif cukup singkat. Sejarah dimulai tahun 1930-an dengan munculnya motion picture (gambar bergerak). Paling tidak dikenal tiga efek dalam komunikasi massa sejak tahun 1930-an, yakni efek tak terbatas (unlimited effect), diikuti efek terbatas (limited effect), kemudian effect moderat (not so limited effect) (Keith R. Stamm dan John E. Bowes, 1990). Jika dirinci rentang waktunya sebagai berikut :

1930 – 1950 efek tak terbatas (unlimited effect) 1050 – 1970 efek terbatas (limited effect)

1970 – 1980-an effect moderat (not so limited effect) 5

Efek tak terbatas (unlimited effect) didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut :

1. Ada hubungan yang langsung antara isi pesan dengan efek yang ditimbulkan.

4

Msi. Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 2007), hlm.228  5


(28)

commit to user

2. Penerima pesan tidak mempunyai sumber sosial dam psikologis untuk menolak upaya persuasif yang dilakukan media massa. 6

Tiga peristiwa (“perang dunia” siaran radio, propaganda Perang Dunia II, dan kampanye perang obligasi Kate Smith) disebut sebagai bukti munculnya efek tidak terbatas dari saluran komunikasi massa.

Kemudian analisis Cantril menunjukan bahwa pengaruh komunikassi massa sangat komplek dan bersifat langsung, meskipun ada penjelasan yang mengatakan bahwa pengaruh komunikasi massa kecil, misalnya pendapat bahwa kampanye Kate Smith hanya menunjukkan sedikit presentase audience untuk menerima kampanyenya (perang obligasi). 7

Meskipun banyak yang mengkritik, efek tak terbatas ini masih diyakini memiliki pengaruh yang kuat dalam “membentuk” benak audience. Paling tidak ada beberapa hal berikut yang bisa dijadikan sebagai alasan, yaitu :

1. Pengulangan (Redundancy)

2. Mengidentifikasi dan memfokuskan pada audience terentu yang ditargetkan Berbeda dengan asal usul “efek tidak terbatas” yang meragukan, sumber model efek terbatas awalnya diperkenalkan oleh Joseph Klaper. Dalam disertasinya yang berjudul “Pengaruh Media Massa” tahun 1960, ia menyimpulkan bahwa media massa mempunyai efek terbatas berdasarkan penelitiannya pada kasus kampanye publik, kampanye politik, dan percobaan pada desain pesan yang bersifat persuasif. Klaper menyimpulkan “Ketika media

6

Ibid, hal 216  7


(29)

commit to user

menawarkan isi yang diberitakan ternyata hanya sedikit yang bias mengubah pandangan dan perilaku audience”. 8

Joseph Klaper dalam buku The Effect of Mass Communication (1960) menunjukan bahwa faktor psikologis dan sosial ikut berpengaruh dalam proses penerimaan pesan dari media massa. Faktor-faktor tersebut antara lain proses seleksi, proses kelompok, norma kelompok, dan keberadaan pemimpin opini. Ada dua hal yang mendasari mengapa efek terbatas bisa terjadi, yaitu :

1. Rendahnya terpaan media

2. Perlawanan. Perlawanan berasal dari individu sebagai audience komunikasi massa. Perlawanan menjadi salah satu “alat penyaring” yang akan ikut mempengaruhi penolakan pesan-pesan media massa. Ini artinya, perlawanan lebih kuat pengaruhnya dibandingkan dengan terpaan media massa itu sendiri. 9

Pendapat terakhir dan aktual tentang efek komunikasi massa adalah “efek moderat”. Peran komunikasi massa ikut berubah dibarengi oleh peningkatan pendidikan masyarakat. Ada beberapa hal yang ikut mempengaruhi proses penerimaan pesan seseorang, misalnya selective exposure. Selective exposure sebenarnya adalah gejala kunci yang sering dikaitkan dengan model efek terbatas, tetapi bukti yang ada di lapangan justru sering bertolak belakang.

Dalam efek model moderat ini ada banyak variabel yang ikut mempengaruhi penerimaan pesan. Tidak hanya dari media massa itu sendiri, tetapi faktor lain, seperti : tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kebutuhan, dan sistem nilai yang dianutnya juga turut berpengaruh terhadap penerimaan pesan seseorang. Jadi

8

Ibid, hal 220  9


(30)

commit to user

semakin tinggi tingkat pendidikan individu, semakin selektif untuk menerima pesan-pesan yang berasal dari media massa. 10

Efek suatu komunikasi massa berupa realitas-realitas kemasyarakatan pada dasarnya dimulai dari “individu-individu yang jumlahnya tak terbatas. Individu-individu bersikap sendiri-sendiri menurut kondisinya masing-masing.” Oleh karena itu kita dapat menyatakan, bahwa efek terjadi pada individu-individu dan kemudian menjadi sikap masyarakat.

Menurut Astrid S. Susanto dalam Komunikasi Dalam Teori dan Praktek menunjukkan bahwa efek suatu komunikasi pada umumnya terhadap individu secara konkrit dapat diklasifikasi dalam tingkat-tingkat sebagai berikut :

1. Menerima idea, melaksanakan dan menganjurkan kepada orang lain. 2. Bisa menerima dan melaksanakan (tanpa merumuskan penganjurannya). 3. Idea bisa diterima tapi masih dipikirkan pelaksanaannya.

4. Idea tidak diterima.

5. Idea ditolak bahkan memikirkan kemungkinan mengambil saran / anjuran dari pihak lawan A, yaitu C.

6. Menolak idea A dan mengambil / melaksanakan idea dari lawan A, yaitu C.

7. Menolak idea dari A, menerima idea dari C (= lawan A) dan menganjurkan penggunaan idea C kepada orang lain.11

Sesungguhnya suatu idea yang menyentuh dan merangsang individu dapat diterima atau ditolak sebagaimana tingkat-tingkat efek yang tersebut itu atau ditolak sebagaimana tingkat-tingkat efek itu, pada umumnya melalui proses : 1. Proses mengerti (proses kognitif)

2. Proses menyetujui (proses obyektif), dan

10

Ibid, hal 227 

11

Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek (Bandung : P.T. Rindang Mukti. 1977), hlm 164 


(31)

commit to user

3. Proses perbuatan (proses sensmotorik) atau dapat juga dikatakan melalui proses :

a. Terbentuknya suatu pengertian / pengetahuan (knowledge) b. Proses suatu sikap menyetujui atau tidak menyetujui (attitude) c. Proses terbentuk gerak pelaksanaan (practice)

Proses di atas menurut E. Rogers dan Schoemaker (1971) sebenarnya melalui lima tahap, yaitu :

1. Kesadaran 2. Perhatian 3. Evaluasi 4. Coba-coba 5. Adopsi 12

Kelima tahap ini merupakan tahap dalam proses penyebaran sebuah ide atau inovasi baru kepada anggota suatu sistem sosial yang dikenal sebagai difusi. Difusi inovasi merupakan teori yang dipopulerkan oleh EverettRogers pada tahun

1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations. Everett Rogers

mendefinisikan difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam sebuah sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu :

“as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system.”

Unsur-unsur difusi (penyebaran) ide-ide baru ialah (1) inovasi yang (2) dikomunikasikan melalui saluran tertentu (3) dalam jangka waktu tertentu, kepada (4) anggota suatu sitem sosial.

12

Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktik. (Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009), hlm 165


(32)

commit to user

Rogers dan Floyed Shoemaker (1987) menegaskan bahwa “difusi merupakan tipe komunikasi khusus, yaitu mengkomunikasikan inovasi. Ini berarti kajian difusi merupakan bagian kajian komunikasi yang berkaitan dengan gagasan-gagasan baru, sedangkan pengkajian komunikasi meliputi semua bentuk pesan” atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.” Jadi jika yang dikomunikasikan bukan produk inovasi, maka kurang lazim disebut sebagai difusi.

Srinivas R Melkote dalam Communication for Development in the Third World menyatakan bahwa :

“The diffusion of innovations theory has important theoretical links with communication effects research. As pointed out earlier, the emphasis was on communication effects : the ability of media messages and opinion leaders to create kmowledge of new practices and ideas and persuade the target to adopt the exogenously introduced innovations.” 13

Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa teotri difusi inovasi tak bisa dipisahkan dari efek komunikasi. Teori difusi inovasi ini termasuk dalam efek model moderat, karena banyak variabel yang ikut mempengaruhi penerimaan pesan. Tidak hanya dari media massa, tetapi faktor lain, seperti : tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kebutuhan, dan sistem nilai yang dianutnya juga turut berpengaruh terhadap penerimaan pesan seseorang. Jadi semakin tinggi tingkat pendidikan individu, semakin selektif untuk menerima pesan-pesan yang berasal dari media massa. Dalam hal ini penekannya adalah efek komunikasi yaitu

13

Srinivas R. Melkote, Communication for Development in the Third World, Theory and Practice


(33)

commit to user

kemampuan pesan media dan opinion leader untuk menciptakan pengetahuan, ide dan penemuan baru dan membujuk sasaran untuk mengadopsi inovasi tersebut.

Inovasi adalah suatu ide, karya atau objek yang dianggap baru oleh seseorang. Ciri-ciri inovasi yang dirasakan oleh para anggota suatu sistem sosial menentukan tingkat adopsi : (1) relative advantage (keuntungan relative), (2) compatibility (kesesuaian), (3) complexity (kerumitan), (4) trialability (kemungkinan di coba), (5) observability (kemungkinan diamati).

Relative advantage adalah suatu derajat dimana inovasi dirasakan lebih baik dari pada ide lain yang menggantikannya.derajat keuntungan tersebut bisa dihitung secara ekonomis, tetapi faktor prestasi sosial, kenyamanan dan kepuasan juga merupakan unsur penting. Compatibility adalah suatu derajat dimana inovasi dirasakan ajeg atau konsisten dengan nilai – nilai yang berlaku, pengalaman dan kebutuhan mereka yang melakukan adopsi. Complexity adalah mutu derajat dimana inovasi dirasakan sukar untuk dimengerti dan dipergunakan. Trialability adalah mutu derajat dimana inovasi di eksperimentasikan pada landasan yang terbatas. Observability adalah suatu derajat dimana inovasi dapat disaksikan oleh orang lain.14

Dalam hubungan ini Sudikno memberikan gambaran bahwa sesuatu dikatakan baru bila :

1. Menciptakan sesuatu yang baru, yang sebelumnya belum ada. 2. Menciptakan sesuatu yang baru dari yang sudah ada.

3. Memperbarui sesuatu dari yang sudah ada.15

Umumnya aplikasi komunikasi massa yang utama berkaitan dengan proses adopsi inovasi ( hal – hal / nilai baru ). Kondisi perubahan sosial dan teknologi dalam masyarakat melahirkan kebutuhan yang dapat menggantikan metode lama dengan metode yang baru. Semua itu menyangkut komunikasi massa karena berada dalam situasi dimana perubahan potensial bermula dari riset ilmiah, dan kebijaksanaan umum yang harus diterapkan oleh masyarakat.

14 

Elvinaro Ardianto dan Lukiati K. Erdinaya, Komunikasi Massa : Suatu Pengantar (Bandung : Simbiosa Rekatama Media. 2005), hlm 63 

15 

Sutopo JK, Komunikasi Pembangunan dan Komunikasi Kependudukan (Surakarta : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 1986), hlm 51 


(34)

commit to user

Sesuai dengan pemikiran Rogers, terdapat empat unsur-unsur pokok dalam difusi, yaitu:

1. Inovasi : gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.

2. Saluran komunikasi : ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidak perlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal. Saluran komunikasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

a) Saluran interpersonal dan media massa.

Saluran interpesonal adalah saluran yang melibatkan tatap muka antara sumber dan penerima, antar dua orang atau lebih. Saluran media massa adalah penyampaian pesan yang memungkinkan sumber mencapai suatu audiens dalam jumlah besar, dapat menembus waktu dan ruang.

b) Saluran lokalit dan saluran kosmopolit.

Saluran interpersonal dapat berifat kosmopolit, yakni jika menghubungkan dengan sumber di atau dari luar sistem. Sebaliknya bersifat lokalit jika hanya terbatas pada daerah atau sistem sosial itu saja. Sedangkan saluran melalui media massa sudah pasti bersifat kosmopolit.

Dalam difusi inovasi saluran komunikasi memiliki karakter kelebihan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu, dalam menggunakan saluran komunikasi ini perlu mempertimbangkan berbagai hal. Hasil penelitian Rogers dan Beal (1960) berkaitan dengan saluran komunikasi menunjukan beberapa prinsip sebagai berikut :

a) Saluran komunikasi massa relatif lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran antar pribadi (interpersonal) relatif lebih penting pada tahap persuasi.

b) Saluran kosmopolit lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran lokal relatif lebih penting pada tahap persuasi.

c) Saluran media masa relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran antar pribadi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).

d) Saluran kosmopolit relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran lokal bagi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).16

16 


(35)

commit to user

Menurut Onong U. Effendi terdapat dua jenis komunikasi berdasarkan sifatnya, yaitu :

1. Komunikasi tatap muka (face to face communication)

Komunikasi tatap muka dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) dari komunikan. Pada komunikasi tatap muka terjadi umpan balik langsung (immediate feedback).

Berdasarkan jumlah komunikan yang dihadapi komunikator, komunikasi tatap muka diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Komunikasi antarpersona

Komunikasi antarpersona adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi ini paling efektif dalam mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung sehingga komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika komunikasi berlangsung.

b. Komunikasi kelompok

Pada dasarnya komunikasi kelompok (group communication) sama dengan komunikasi antarpersona, yang membedakannya adalah jumlah komunikannya.

Karena jumlah komunikannya menimbulkan konsekuensi, maka komunikasi kelompok diklasifikasikan menjadi :

i) Komunikasi Kelompok Kecil

Situasi komunikasi dinilai sebagai komunikasi kelompok kecil apabila terjadi komunikasi antarpersona dalam setiap komunikan. Dengan kata lain, antar komunikator dengan setiap komunikan dapat terjadi dialog.

ii) Komunikasi Kelompok Besar

Situasi komunikasi dinilai sebagai komunikasi besar apabila sukar terjadi komunikasi antarpersona antara komunikator dengan komunikan.

2. Komunikasi bermedia (mediated communication)

Komunikasi bermedia adalah komunikasi yang menggunakan saluran atau sarana untuk meneruskan suatu pesan kepada komunikan yang jauh tempatnya dan atau banyak jumlahnya.17

Komunikasi tatap muka biasa kita sebut dengan komunikasi langsung karena komunikator langsung berhadapan dengan komunikan. Selain itu, komunikator juga bisa langsung mengetahui timbal balik yang dilakukan oleh komunikan. Sedangkan komunikasi bermedia disebut juga komunikasi tidak langsung (indirect communication) karena komunikasi berlangsung melalui perantara media tertentu. Arus balik dari komunikan tidak bisa langsung

17

Onong U. Effendi, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (Bandung : Remaja Rosdakarya. 2005), hlm 8.


(36)

commit to user

dirasakan oleh komunikator. Komunikator tidak mengetahui tanggapan komunikan pada saat berkomunikasi.

3. Jangka waktu : proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

4. Sistem sosial : kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.18

Proses Keputusan Inovasi

The innovation-decision process merupakan proses mental yang mana seseorang atau lembaga melewati dari pengetahuan awal tentang suatu inovasi sampai membentuk sebuah sikap terhadap inovasi tersebut, membuat keputusan apakah menerima atau menolak inovasi tersebut, mengimplementasikan gagasan baru tersebut, dan mengkonfirmasi keputusan ini. Seseorang akan mencari informasi pada berbagai tahap dalam proses keputusan inovasi untuk mengurangi ketidakyakinan tentang akibat atau hasil dari inovasi tersebut.

Proses keputusan inovasi ini adalah sebuah model teoritis dari tahapan pembuatan keputusan tentang pengadopsian suatu inovasi teknologi baru. Proses keputusan inovasi dibuat melalui sebuah cost-benefit analysis yang mana rintangan terbesarnya adalah ketidakpastian ( uncertainty).

Orang akan mengadopsi suatu inovasi jika mereka merasa percaya bahwa inovasi tersebut akan memenuhi kebutuhan . Jadi mereka harus percaya bahwa inovasi tersebut akan memberikan keuntungan relatif pada hal apa yang digantikannya. Hal ini telah dibuktikan oleh C. C. Wong and P. L. Hiew melalui

18


(37)

commit to user

penelitiannya “Diffusion of Mobile Entertainment in Malaysia: Drivers and Barriers“.

Di dalam riset ini, teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling melibatkan orang-orang tertentu yang dianggap tahu dalam menyediakan informasi yang diperlukan.

Penelitian dilakukan terhadap 384 orang yang berusia antar 18 sampai 25 tahun. Terminologi usia yang dipilah karena kaum muda merupakan segmentasi awal dalam proses adopsi Mobile entertainment ini. Selain itu penelitian di lakukan di tiga kota besar di Malaysia yaitu Klang Lembah ( Kuala Lumpur/Selangor ( 34.5%1), Johore ( 13.2%1) dan Penang ( 6.9%1).

Dari penelitian tersebut terungkap sisi manfaat dirasa mempunyai dampak yang paling penting pada pada proses difusi Mobile entertainment di Malaysia.

Selain itu, penelitian tersebut menunjukkan bahwa masyarakat di Malaysia mengadopsi Mobile Entertainment karena sisi kemanfaatannya yang dirasa lebih besar dibandingkan dengan factor yang lain.

“ Results of the survey also show that there are strong positive correlations between all the factors, with pricing issue — perceived benefit showing the strongest relationship.”19

Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup hal-hal yang digambarkan sebagai berikut :

19

C. C. Wong and P. L. Hiew. “Diffusion of Mobile Entertainment in Malaysia : Drivers and Barriers”.World Academy of Science, Engineering and Technology, vol 33, no.11, pp. 135-138, 2005.


(38)

commit to user

Sistem Sosial

1. Norma-norma sistem 2. Toleransi terhadap nyimpangan 3. Kesatuan komunikasi

Ciri-ciri Inovasi dalam penga-matan penerima

1. Keuntungan relatif 2. Kompatibilitas 3. Kompleksitas 4. Trialabilitas 5. Observabilitas

(ANTACEDENT) (PROSES) (CONSEQUENCES)

SUMBER KOMUNIKASI Tetap menolak PERSUASI II PENGENALAN I MENOLAK KONFIRMASI IV Diskontinuansi 1. Ganti yang baru 2. Kecewa

Pengadopsian terlambat Terus men gadopsi

KEPUTUSAN III

Gambar 1.1 Paradigma Proses Keputusan Inovasi 20

1. Pengetahuan (Knowledge) : kesadaran individu akan adanya inovasi dan pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi.Tahap Munculnya Pengetahuan ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi.

2. Persuasi (Persuasion) : individu membentuk sikap setuju atau tidak setuju terhadap inovasi. Tahap Persuasi ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik

3. Keputusan (Decisions) : individu melibatkan diri pada aktivitas yang mengarah pada pilihan untuk menerima atau menolak inovasi.Tahap Keputusan muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.

20

Abdillah Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru (Surabaya : Penerbit Usaha Nasional. 1987), hlm 40


(39)

commit to user

4. Implementasi (Implementation) : tahapan implementasi ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi. 5. Konfirmasi (Confirmation) : individu mencari penguatan ( dukungan )

terhadap keputusan yang telah dibuatnya, tapi ia mungkin berbalik keputusan jika ia memperoleh isi pernyataan peryantaan yang bertentangan. Tahapan Konfirmasi, ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.21 Kelima langkah ini dapat digambarkan seperti di bawah ini :

1. Knowledge Stage

Proses keputusan inovasi ini dimulai dengan Knowledge Stage. Pada tahapan ini suatu individu belajar tentang keberadaan suatu inovasi dan mencari informasi tentang inovasi tersebut. Apa, bagaimana, dan mengapa merupakan pertanyaan yang sangat penting pada tahap ini. Pada tahap ini individu akan menetapkan “Apa inovasi itu?, Bagaimana dan mengapa ia bekerja? Menurut Rogers, pertanyaan ini akan membentuk tiga jenis pengetahuan (knowledge) : a) Kesadaran / pengetahuan mengenai adanya inovasi. Pengetahuan jenis ini

akan memotivasi individu untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya. Pada tahap ini inovasi mencoba diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi tersebut maka maka masyarakat

21 

Dodi Sukmayadi.2004. Cakrawala Inovasi Pendidikan: Upaya Mencari Model Inovasi (Book Report. Rogers, Everet M. (1983), 3rd, Diffusion of Innovations, The Free Press, N.Y). Bandung Program Pasca Sarjana- Universitas Pendidikan Indonesia. 


(40)

commit to user

tidak merasa memerlukan akan inovasi tersebut. Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran, atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui akan keberadaan suatu inovasi. b) Pengetahuan teknis, yaitu pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan

suatu inovasi dengan benar. Rogers memandang pengetahuan jenis ini sangat penting dalam proses keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian sebuah inovasi maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan memadai berkenaan dengan penggunaan inovasi ini.

c) Pengetahuan prinsip, yaitu pengetahuan tentang prinsip-prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja. Contoh dalam hal ini adalah ide tentang teori kuman, yang mendasari penggunaan vaksinasi dan kakus untuk sanitasi perkampungan dan kampanye kesehatan. Suatu inovasi dapat diterapkan tanpa pengetahuan ini, akan tetapi penyalahgunaan suatu inovasi akan mengakibatkan berhentinya inovasi tersebut. 22

Lalu apakah peranan para agen perubahan dalam menghasilkan ketiga jenis pengetahuan tersebut? Kebanyakan agen perubahan tampaknya memusatkan perhatian pada usaha untuk menciptakan awareness-knowledge yang sebenarnya untuk tujuan ini akan lebih efisien dengan menggunakan jalur media masa. Para agen perubahan mungkin akan memainkan peranan penting pada proses keputusan inovasi ini apabila mereka berkonsentrasi pada how-to-knowledge, yang mungkin

22

Abdillah Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru (Surabaya : Penerbit Usaha Nasional. 1987), hlm 45 


(41)

commit to user

akan lebih penting bagi para klien terutama pada tahap trial and decision pada proses tersebut.

2. Persuasion Stage

Tahap Persuasi terjadi ketika individu memiliki sikap positif atau negatif terhadap inovasi. Tetapi sikap ini tidak secara langsung akan menyebabkan apakah individu tersebut akan menerima atau menolak suatu inovasi. Suatu individu akan membentuk sikap ini setelah dia tahu tentang inovasi , maka tahap ini berlangsung setelah knowledge stage dalam proses keputusan inovasi. Rogers menyatakan bahwa knowledge stage lebih bersifat kognitif (tentang pengetahuan), sedangkan persuasion stage bersifat afektif karena menyangkut perasaan individu, karena itu pada tahap ini individu akan terlibat lebih jauh lagi. Tingkat ketidakyakinan pada fungsi-fungsi inovasi dan dukungan sosial akan mempengaruhi pendapat dan kepercayaan individu terhadap inovasi.

3. Decision Stage

Pada tahapan ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak suatu inovasi. Menurut Rogers adopsi (menerima) berarti bahwa inovasi tersebut akan digunakan secara penuh, sedangkan menolak berarti “not to adopt an innovation”. Jika inovasi dapat dicobakan secara parsial, umpamanya pada keadaan suatu individu, maka inovasi ini akan lebih cepat diterima karena biasanya individu tersebut pertama-tama ingin mencoba dulu inovasi tersebut pada keadaannya dan setelah itu memutuskan untuk menerima inovasi tersebut.


(42)

commit to user

Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja terjadi pada setiap proses keputusan inovasi ini. Rogers menyatakan ada dua jenis penolakan, yaitu active rejection dan passive rejection.

* Active rejection terjadi ketika suatu individu mencoba inovasi dan berfikir akan mengadopsi inovasi tersebut namun pada akhirnya dia menolak inovasi tersebut. * Passive rejection individu tersebut sama sekali tidak berfikir untuk mengadopsi

inovasi.

4. Implementation Stage ( Tahap implementasi)

Pada tahap implementasi, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat ketidakpastiannya akan terlibat dalam difusi. Ketidakpastian dari hasil-hasil inovasi ini masih akan menjadi masalah pada tahapan ini. Maka si pengguna akan memerlukan bantuan teknis dari agen perubahan untuk mengurangi tingkat ketidakpastian dari akibatnya. Apalagi bahwa proses keputusan inovasi ini akan berakhir. Permasalahan penerapan inovasi akan lebih serius terjadi apabila yang mengadopsi inovasi itu adalah suatu organisasi, karena dalam sebuah inovasi jumlah individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi ini akan lebih banyak dan terdiri dari karakter yang berbeda-beda.

Kapankah implementasi inovasi ini akan berakhir? Penemuan kembali biasanya terjadi pada tahap implementasi ini, maka tahap ini merupakan tahap yang sangat penting. Penemuan kembali ini adalah tingkatan di mana sebuah inovasi diubah atau dimodifikasi oleh pengguna dalam proses adopsi atau implementasinya. Rogers juga menjelaskan tentang perbedaan antara penemuan


(43)

commit to user

dan inovasi (invention dan Innovation). Invention adalah proses di mana ide-ide baru ditemukan atau diciptakan. Sedang inovasi adalah proses penggunaan ide yang sudah ada. Rogers juga menyatakan bahwa semakin banyak terjadi penemuan maka akan semakin cepat sebuah inovasi dilaksanakan.

5. Confirmation Stage

Ketika Keputusan inovasi sudah dibuat, maka si penguna akan mencari dukungan atas keputusannya ini . Menurut Rogers keputusan ini dapat menjadi terbalik apabila si pengguna ini menyatakan ketidaksetujuan atas pesan-pesan tentang inovasi tersebut. Akan tetapi kebanyakan cenderung untuk menjauhkan diri dari hal-hal seperti ini dan berusaha mencari pesan-pesan yang mendukung yang memperkuat keputusan itu. Jadi dalam tahap ini, sikap menjadi hal yang lebih krusial. Keberlanjutan penggunaan inovasi ini akan bergantung pada dukungan dan sikap individu. Tahap konfirmasi berlangsung setelah ada keputusan untuk menerima atau menolak selama jangka waktu yang tak terbatas. Pada tahap ini sesorang berusaha menghindari kenyataan yang menyimpang, yang bertentangan dengan keputusannya. Adaikata terjadi hal itu, ia berusaha memperrkecil ketidaksesuaian itu. 23

a) Dissonansi tindakan

Sebagian perubahan tingkah laku manusia terjadi karena adanya ketidakselarasan (dissonansi) atau ketidakseimbangan internal. Jika seseorang merasakannya, biasanya ia terdorong untuk mengurangi keadaan dengan jalan merubah pengetahuan, sikap, atau tindakan-tindakannya.

23 

Abdillah Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru (Surabaya : Penerbit Usaha Nasional. 1987), hlm 45-49 


(44)

commit to user

b) Discontiuance ( ketidakberlanjutan)

Discontinuance adalah suatu keputusan menolak sebuah inovasi setelah sebelumnya mengadopsinya. Ketidakberlanjutan ini dapat terjadi selama tahap ini dan terjadi pada dua cara :

* Pertama atas penolakan individu terhadap sebuah inovasi mencari inovasi lain yang akan menggantikannya. Keputusan jenis ini dinamakan replacement discontinuance.

* Yang kedua dinamakan disenchanment discontinuance. Dalam hal ini individu menolak inovasi tersebut disebabkan ia merasa tidak puas atas hasil dari inovasi tersebut. Alasan lain dari discontinuance decision ini mungkin disebabkan inovasi tersebut tidak memenuhi kebutuhan individu. sehingga tidak merasa adanya keuntungan dari inovasi tersebut.

Kategori Adopter

Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers (1961). Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut : 1. Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi.

Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi


(45)

commit to user

2. Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi

3. Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi para pengikut awal.

Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.

4. Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam

penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.

5. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum

kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders, sumberdaya terbatas.

Gambar 1.2 Pengkategorian Adopter berdasarkan keinovatifan 24

Dalam pelaksanaannya, sasaran dari difusi inovasi adalah para petani dan anggota masyarakat pedesaaan. Usaha – usaha difusi inovasi pertama kali dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1920-an dan 1930-an, dan sekarang menjadi program – program pembagunan di Negara sedang berkembang. Usaha –

24 

Abdillah Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru (Surabaya : Penerbit Usaha Nasional. 1987), hlm 88-89 


(46)

commit to user

usaha ini tidak hanya berhubungan dengan masalah pertanian saja, tetapi juga dengan masalah kesehatan, dan sosial politik.

Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama (mutual understanding) antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan (dalam hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi tertentu. Dalam komunikasi inovasi, proses komunikasi antara (misalnya penyuluh dan petani) tidak hanya berhenti jika penyuluh telah menyampaikan inovasi atau jika sasaran telah menerima pesan tentang inovasi yang disampaikan penyuluh. Namun seringkali (seharusnya) komunikasi baru berhenti jika sasaran (petani) telah memberikan tanggapan seperti yang dikehendaki penyuluh yaitu berupa menerima atau menolak inovasi tersebut.

Salah satu keberhasilan inovasi teknologi yang telah diadopsi secara luas adalah inovasi di bidang komuniksi tanpa kabel (Innovation in the Wireless Ecosystem) dimana alat komunikasi tanpa kabel ini telah mengubah dengan cepat cara berkomunikasi manusia satu sama lain dan cara mengakses serta berbagi informasi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Gerald R. Faulhaber dan David J. Farber dalam Innovation in the Wireless Ecosystem : A Customer-Centric Framework.

“ Wireless communication has already radically changed the way that not only Americans, but people the world over communicate with each other and access and share information.“

Dalam penelitiannya, Gerald R. Faulhaber dan David J. Farber melihat capaian wireless industry’s dalam tiga dimensi: (i) tingkat inovasi, (ii) bagaimana kompetitif industri adalah, dan (iii) bagaimana kompetisi inovasi dalam wireless


(47)

commit to user

industry’s. Ternyata ketiga dimensi tersebut memperlihatkan tingkat inovasi yang diterima oleh masyarakat dengan hasil yang luar biasa cepat.

“ All three segments of the wireless marketplace (applications, devices, and core networks) have extraordinary track records in innovation.This extraordinary innovation has been driven by the brutal competition that characterizes this industry. “25

Salah satu parameter tingkat adopsi inovasi dalam penelitian Gerald R. Faulhaber dan David J. Farber adalah peningkatan permintaan konsumen dalam mengakses suara dan data aplikasi yang mereka pilih. Gambar di bawah ini menunjukkan peningkatan penggunaan alat-alat komunikasi tanpa kawat (wireless) :

Gambar 1.3 Peningkatan Penggunaan Alat-Alat Komunikasi Tanpa Kawat (Wireless) Di Amerika Tahun 2008

25

Faulhaber, Gerald R. and David J. Farber. “Innovation in the Wireless Ecosystem : A Customer-Centric Framework”. International Journal of Communication, 4 (1), pp. 73-112, 2010


(48)

commit to user

Dalam penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah inovasi customer atau masyarakat selaku anggota sistem sosial dapat memutuskan untuk menerima (mengadopsi) atau menolak suatu inovasi dalam persaingan pasar.

“ A customer - centric perspective should govern the FCC’s (Federal Communications Commission) actions in the wireless ecosystem: let customers decide what they want in this competitive market.” 26

Dari penelitian yang mereka lakukan, mereka mendapatkan hasil bahwa tingkat adopsi masyarakat terhadap alat komunikasi tanpa kabel sangat tinggi. Hal ini terlihat dari tingkat inovasi yang ada, persaingan pasar, dan tingkat persaingan pasar yang memicu timbulnya inovasi.

Definisi Konseptual

1. Difusi Inovasi Program Layanan Listrik Prabayar

Difusi merupakan proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran dan jangka waktu tertentu diantara anggota suatu sistem sosial. Inovasi adalah gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. 27

Jadi difusi inovasi merupakan proses dimana suatu gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang dikomunikasikan melalui saluran dan jangka waktu tertentu diantara anggota suatu sistem sosial.

Unsur-unsur utama dari proses difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker dikutip oleh Hanafi dalam buku Memasyarakatkan Ide-Ide baru terdiri dari inovasi, saluran komunikasi, jangka waktu, dan sistem sosial.

26 

Faulhaber, Gerald R. and David J. Farber. “Innovation in the Wireless Ecosystem : A Customer-Centric Framework”. International Journal of Communication, 4 (1), pp. 73-112, 2010 

27 

Abdillah Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru (Surabaya : Penerbit Usaha Nasional. 1987), hlm 26 


(49)

commit to user

1) Inovasi

Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Kebaruan sebuah inovasi diukur secara subyektif, menurut individu yang menangkapnya. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan inovasi adalah Program Layanan Listrik Prabayar.

Listrik Prabayar, yaitu sistem pembayaran dan pembelian listrik yang dilkukan diawal, sebelum pemakaian.28 Seperti namanya, maka sistem penggunaan meteran ini seperti penggunaan pulsa telepon genggam dengan sistem Prabayar. Artinya, pelanggan harus mengisi atau membayar terlebih dahulu rencana penggunaan listrik sebelum listrik tersebut digunakan. Jadi, Layanan Listrik Prabayar merupakan bentuk inovasi pelayanan PLN dalam menjual energi listrik dengan cara pelanggan membayar dimuka. Layanan ini dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan.29

2) Saluran Komunikasi

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari sumber kepada penerima melalui media tertentu dan menimbulkan efek tertentu. Sedangkan saluran komunikasi adalah alat dimana pesan dari sumber dapat diterima oleh penerimanya.

Inti dari proses difusi adalah interaksi manusia dimana seseorang mengkomunikasikan ide baru kepada seseorang atau sekelompok orang. Sifat hubungan antara sumber dan penerima pesan ditentukan oleh kondisi apakah sumber mau menceritakan ide baru kepada penerima. Saluran komunikasi sangat

28

http://bisniskeuangan.kompas.com/2009/01/25/program-layanan-listrik-prabayar 

29 


(50)

commit to user

penting dalam penyampaian ide dari sumber kepada penerima untuk menentukan keputusan penerima apakah mengadopsi atau menolaknya.

Ada dua jenis saluran komunikasi yang digunakan dalam proses difusi, yaitu melalui media massa dan komunikasi interpersonal. Media massa digunakan jika sumber hanya ingin memberi tahu suatu inovasi kepada penerima karena dianggap lebih efisien. Namun jika sumber ingin memperngaruhi penerima, maka komunikasi interpersonal lebih tepat digunakan.

Dalam penelitian ini akan dijelaskan saluran komunikasi apa yang dipilih dalam proses difusi inovasi Program Layanan Listrik Prabayar dan bagaimana proses difusi itu berlangsung.

3) Jangka Waktu

Waktu merupakan pertimbangan yang penting dalam sebuah proses difusi yang tampak dalam :

a) proses pengambilan keputusan

b) keinovatifan seseorang, apakah relatif lebih lambat atau lebih awal c) kecepatan penagadopsian dalam suatu sistem sosial.30

Pengambilan keputusan inovasi adalah proses mental sejak awal mulai menegenal suatu inovasi sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu. Sedangkan masa pengambilan keputusan inovasi merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pengambilan keputusan inovasi atau disebut dengan adopsi.

30 

Abdillah Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru (Surabaya : Penerbit Usaha Nasional. 1987), hlm 26 


(51)

commit to user

Penelitian ini akan menggunakan indikator yang pertama sebagai pencatat waktu yaitu proses pengambilan keputusan. Masa pengambilan keputusan dalam penelitian ini dapat dilihat dari berapa lama waktu yang dibutuhkan masyarakat kota Surakarta dalam pengambilan keputusan inovasi mulai dari pengenalan sampai tahap menerima atau menolak Program Layanan Listrik Prabayar.

4) Anggota Sistem Sosial

Sistem sosial dapat didefinisikan sebagai kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah, dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Anggota sistem sosial pada penelitian ini adalah masyarakat kota Surakarta. Masyarakat kelurahan sendiri terbagi menjadi beberapa komponen yaitu PT. PLN (Persero) APJ Surakarta dan masyarakat kota Surakarta itu sendiri.

Dalam model komunikasi S-M-R-C-E terdapat efek yang ditimbulkan dalam berkomunikasi. Begitu juga dengan difusi Program Layanan Listrik Prabayar ini. Salah satu efek dan tujuan yang diharapkan dari Program Layanan Listrik Prabayar adalah masyarakat bermigrasi dari system pembayaran pascabayar ke prabayar bagi pelanggan lama dam bagi pelanggan baru mereka memilih menggunakan Program Layanan Listrik Prabayar. Partisipasi akan muncul setelah masyarakat mengalami beberapa tahapan adopsi. Di dalam penelitian ini akan dijelaskan sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat daloam menyukseskan program ini.


(52)

commit to user

2. Adopsi Inovasi Program Layanan Listrik Prabayar

Adopsi merupakan proses keputusan menerima sebuah inovasi baru dengan semua resiko yang menyertainya. Adopsi inovasi yang dilakukan masyarakat adalah ketika mereka memutuskan untuk menggunakan (mengadopsi) Program Layanan Listrik Prabayar.

Kecepatan proses penerimaan suatu inovasi yang disebarkan pada masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya sifat inovasi, saluran komunikasi, keadaan masyarakat, peranan penyuluh dan jenis pengambilan keputusan.

Menurut Everet M. Rogers (1983) dalam Diffusion of Innovation, proses adopsi memeliki beberapa tahapan dalam proses pengambilan keputusan, yaitu : 1. Pengetahuan (Knowledge) merupakan tahap munculnya pengetahuan ketika

seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi.

2. Persuasi (Persuasion) merupakan tahap persuasi ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik. 3. Keputusan (Decisions) merupakan tahap keputusan muncul ketika seorang

individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.

4. Implementasi (Implementations) merupakan tahapan implementasi ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.

5. Konfirmasi (Confirmation) merupakan tahapan konfirmasi, ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.31

Peneliti akan menjelaskan tahapan-tahapan adopsi dalam menerima Program Layanan Listrik Prabayar menurut teori yang disampaikan oleh Everet M. Rogers seperti yang sudah dijelaskan di atas. Pada bab penyajian dan analisis data akan

31 

Dodi Sukmayadi.2004. Cakrawala Inovasi Pendidikan: Upaya Mencari Model Inovasi (Book Report. Rogers, Everet M. (1983), 3rd, Diffusion of Innovations, The Free Press, N.Y). Bandung Program Pasca Sarjana- Universitas Pendidikan Indonesia. 


(53)

commit to user

dijelaskan satu per satu tentang tahapan-tahapan adopsi dari teori Everet M. Rogers ini. Pada setiap tahapan terjadi proses komunikasi.

Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir digunakan untuk memudahkan arah dalam penelitian. Kerangka berfikir menjelaskan bagaimana proses berfikir peneliti dalam mengadakan penelitian studi difusi inovasi Program Layanan Listrik Prabayar PT. PLN (Persero) APJ Surakarta terhadap adopsi inovasi pada masyarakat Kelurahan Jebres Surakarta. Adapun untuk lebih jelasnya kerangka berfikir ini akan disajikan dalam bentuk gambar sebagai berikut :

Difusi Inovasi

Dari tampilan gambar tersebut dapat terlihat bahwa kerangka pikir dalam penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui tentang proses difusi inovasi Program Layanan Listrik Prabayar PT. PLN (Persero) APJ Surakarta terhadap adopsi inovasi pada masyarakat Surakarta.

Untuk mengetahui adopsi inovasi pada masyarakat umum, peneliti terlebih dahulu harus mengetahui dan memahami secara mendalam elemen-elemen yang

Inovasi Layanan Listrik Pra Bayar

Adopsi inovasi oleh masyarakat umum

Paradigma Proses Keputusan Inovasi Program Layanan Listrik Pra Bayar : 1. Pengenalan 2. Persuasi 3. Keputusan 4. Implementasi 5. Konfirmasi Unsur-unsur difusi :

1.Inovasi

2.Saluran Komunikasi 3.Jangka Waktu


(54)

commit to user

bersangkutan, yaitu unsur-unsur difusi inovasi sendiri sebagi topik dalam penelitian ini serta paradigma proses keputusan inovasi Program Layanan Listrik Prabayar yang akan menentukan tingkat adopsi inovasi yang dilakukan oleh masyarakat. Pada akhir penelitian ini, akan diketahui bagaimana proses difusi inovasi Program Layanan Listrik Prabayar PT. PLN (Persero) APJ Surakarta terhadap adopsi inovasi pada masyarakat Surakarta.

F. METODOLOGI PENELITIAN 1. Tipe Penelitian

Metode adalah cara paling utama yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penetian deskriptif yang didukung dengan data kualitatif. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian ini hanya memaparkan situasi atau peritiwa, tidak mencari hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. (Rahmat, 1995:24). Sementara data kualitatif diperoleh dari pengolahan informasi yang didapatkan dari sumber data primer melalui wawancara, dan sumber data sekunder melalui dokumen resmi terkait.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di sebuah perusahaan BUMN di kota Surakarta yaitu PT. PLN (Persero) APJ Surakarta. Beralamat di Jalan Brigjen Slamet Riyadi No. 468 yang bergerak di bidang penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum di wilayah Surakarta dan sekitarnya.


(55)

commit to user

Selain itu penelitian ini mengambil lokasi di seluruh kota Surakarta, dimana terdapat pengguna layanan listrik Prabayar.

3. Populasi dan Narasumber

Pemilihan narasumber pada penelitian kualitatif lebih bersifat selektif, dimana peneliti mempergunakan bebagai pertimbangan berdasarkan konsep teoritis yang digunakan, keinginan pribadi, karakteristik empiris dan sebagainya. Pada riset kualitatif sampling mengarah pada generalisasi teoritis, bukan perumusan karakter populasi. Oleh karena itu, cuplikan dalam pendekatan ini lebih banyak bersifat “purposive sampling” (sample bertujuan), dimana peneliti cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui suatu maslah secara mendalam.32

Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai 13 orang narasumber. Peneliti juga membagi dua narasumber. Pertama, menarik 5 orang pegawai PT. PLN (Persero) APJ Surakarta sebagai informan, dimana seluruhnya dinilai memahami penuh tentang pengaplikasian proses difusi inovasi Program Layanan Listrik Prabayar PT. PLN (Persero) APJ Surakarta terhadap adopsi inovasi pada masyarakat di Surakarta.

Kedua, peneliti juga mewawancarai 8 orang masyarakat di Surakarta dimana sebelum menggunakan layanan listrik Prabayar, mereka adalah

32 

H.B. Sotopo, Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar Teori dan terapannya dalam penelitian


(56)

commit to user

orang yang biasanya menunggak pembayaran listrik setiap bulannya. Populasi merupakan keseluruhan obyek yang akan diteliti.

Diharapkan dengan diadakannya penelitian di kedua lokasi ini, peneliti dapat memperolah informasi yang sedetail-detailnya tentang karakteristik masyarakat / pelanggan yang sudah memakai Layanan Listrik Prabayar. Serta mendapat gambaran dan alasan komunitas yang sudah memperoleh difusi inovasi Layanan Listrik Prabayar tetapi tidak memakai layanan tersebut. 4. Teknik Pengumpulan Data

a. Jenis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua jenis data, yaitu : 1) Data primer

Adalah data yang langsung diperoleh dari lapangan, yaitu dari lokasi penelitian di PT. PLN (Persero) APJ Surakarta dan masyarakat di Surakarta.

2) Data sekunder

Merupakan data yang sumber utamanya diperoleh dengan cara mengutip atau memperoleh data dari yang sudah tersedia dan berkaitan dengan Difusi Inovasi Program Layanan Listrik Prabayar PT. PLN (Persero) APJ Surakarta terhadap adopsi inovasi pada masyarakat di Surakarta.

b. Teknik Pengumpulan Data


(57)

commit to user

- Wawancara / interview

Yaitu teknik mendapatkan data dengan cara mengadakan komunikasi langsung dengan informan yang relevan dengan obyek penelitian. Disini peneliti melakukan kegiatan tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang terkait dengan tetap berpegang pada interview guide.

- Observasi

Teknik observasi digunakan untuk mengali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat, atau lokasi, dan benda, serta rekaman gambar. Disini peneliti menggunakan teknik obsrvasi non-partisipasi dimana peneliti melakukan penelitian tanpa melibatkan diri.33

2) Adapun teknik pengumpulan data sekunder adalah :

Untuk mendapatkan data sekunder, peneliti melakukan penelitian kepustakaan yang merupakan pendukung dan pelengkap penelitian di lapangan. Studi pustaka ini dilakukan dengan identifikasi literatu – literature berupa buku-buku, maupun artikel – artikel dan jurnal yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dan mengumpulkan bahan – bahan yang berupa company profile, brosur, tabel, maupun grafik serta bahan – bahan pustaka lain yang berhubungan dengan obyek penelitian.

33 

H.B. Sotopo, Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar Teori dan terapannya dalam penelitian


(1)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari serangkaian data yang diperoleh di lapangan, baik itu melalui wawancara narasumber maupun hasil pengamatan selama penelitian, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa penyebaran (difusi) Program Layanan Listrik Prabayar PT. PLN (Persero) APJ Surakarta di Kota Surakarta berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan berbagai elemen dalam ilmu komunikasi yaitu pola, unsur, sistem, jenis, proses, sampai pada media komunikasi yang digunakan. Semua elemen tersebut menjadi satu dalam sebuah proses difusi dan adopsi inovasi yang dilakukan oleh pihak yang terkait.

1. Proses difusi dalam penelitian ini mempunyai empat unsur yaitu inoasi, saluran komunikasi, jangka waktu, dan sistem sosial. Dari keempat unsure tersebut yang paling berpengaruh dalam proses difusi adalah saluran komunikasi yang bersifat interpersonal. Hal ini disebabkan proses difusi merupakan sebuah proses komunikasi dimana ada komunikator yang menyampaikan pesan berupa sebuah inovasi kepada komunikan melalui saluran tertentu dan menimbulkan efek tertentu. Komunikator dalam penyebaran Program Layanan Listrik Prabayar adalah PT. PLN (Persero) APJ Surakarta, sedangkan komunikannya adalah masyarakat Kota Surakarta itu sendiri.


(2)

2. Saluran komunikasi yang digunakan dalam difusi Program Layanan Listrik Prabayar ada dua macam yaitu menggunakan media massa dan komunikasi interpersonal baik secara individu maupun kelompok. Media massa yang digunakan dibagi menjadi dua yaitu media cetak dan elektronik. Media cetak yang digunakan dalam proses difusi Program Layanan Listrik Prabayar di Kota Surakarta adalah spanduk, pamphlet, dan koran. Sedangkan media elektronik yang digunakan oleh PT. PLN (Persero) APJ Surakarta dalam penyebaran Program Layanan Listrik Prabayar adalah beberapa stasiun radio di Surakarta. Media lain yang digunakan untuk mensosialisasikan program layanan listrik prabayar adalah internet. Website resmi dari PT. PLN (Persero) APJ Surakarta untuk informasi Layanan Listrik Prabayar adalah

http://www.plnjateng.co.id dan jejaring social facebook.

3. Komunikasi interpersonal dilakukan dengan sosialisasi langsung kepada pelanggan atau sosialisasi door to door ke rumah – rumah pelanggan. sosialisasi langsung biasanya dilakukan di kantor – kantor resmi pembayaran PLN kepada pelanggan. Langkah lain yang ditempuh PLN adalah sosialisasi door to door. Dari pihak PLN mendatangi rumah pelanggan satu per satu. Tujuan dari sosialisasi door to door adalah sebagai langkah penjaringan pelanggan


(3)

komunikasi kelompok juga bertujuan untuk mempengaruhi orang lain, hanya jumlah audiennya saja yang membedakannya. Komunikasi kelompok merupakan bentuk komunikasi interpersonal yang bersifat lokalit. Komunikasi kelompok ini terlihat dalam berbagai kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan untuk menyebarkan program ini kepada masyarakat seperti sosialisasi berbentuk forum – forum pertemuan warga baik di tingkat kelurahan maupun di tingkat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW). Forum-forum sosialisasi ini sering diadakan khususnya untuk sosialisasi program Layanan Listrik Prabayar dan update

perkembangannya. Komunikasi interpersonal merupakan face to face

communication (komunikasi tatap muka) sehingga sangat efektif

digunakan untuk difusi inovasi agar masyarakat mau menerima dan mengadopsi inovasi tersebut. Dalam forum pertemuan terjadi proses komunikasi langsung dimana komunikasi berjalan duaarah. Ada feedback

yang dilontarkan oleh masyarakat saat proses sosialisasi berlangsung. 5. Setelah terjadi peoses difusi kemudian muncul efek baik primer maupun

sekunder. Efek primer berupa pemahaman tentang Program Layanan Listrik Prabayar maupun langkah nyata berupa bermigrasinya pelanggan lama dari layanan pascabayar ke layanan prabayar, dan bagi pelanggan baru mereka lebih memilih menggunakan Program Layanan Listrik Prabayar. Sedangkan efek sekunder berupa perubahan pengetahuan, perilaku, maupun sikap dari masyarakat kota Surakarta tentang Program Layanan Listrik Prabayar.


(4)

6. Dalam penerimaan Program Layanan Listrik Prabayar, waktu yang dibutuhkan masyarakat berbeda-beda satu sama lain. Ada yang cepat menerima, ada pula yang memerlukan waktu lebih lama untuk bisa menerima program tersebut. Hal ini tak terlepas dari latar belakang pendidikan, sosial, ekonomi, dan pengalaman.

7. Poses difusi atau penyebaran menimbulkan adopsi ataupun penolakan terhadap program tersebut. Dari hasil penelitian, masyarakat kota Surakarta menerima atau mengadopsi Program Layanan Listrik Prabayar dengan semua konsekuensi yang ditanggung. Namun, dalam proses adopsi tidak serta merta semua masyarakat langsung menerima. Ada beberapa tahapan yang dilalui dalam proses ini. Tahapan adopsi antara masing‐masing 

individu berbeda‐beda.  

8. Tahap – tahap adopsi tidak selalu dimulai dari tahap pengetahuan

(knowledge), persuasi (persuasion), keputusan (decisions), implementasi

(implementation), konfirmasi (confirmation) yang terjadi secara berurutan.

Proses adopsi di bidang Program Layanan Listrik Prabayar bisa terjadi dimulai dari tahap konfirmasi (Confirmation). Pada proses adopsi Program Layanan Listrik Prabayar sebagian besar masyarakat terjadi pada tahap konfirmasi (Confirmation). Hal ini terjadi dikarenakan awalnya mereka mengambil keputusan menerima inovasi Program Layanan Listrik Prabayar dimulai dari keterpaksaan. Akan tetapi, setelah merasakan


(5)

mereka memutuskan untuk tetap menggunakan Layanan Listrik Prabayar.

9. Pada penelitan ini narasumber dapat dipetakan menjadi beberapa golongan, yaitu innovator, Early Adopters (Perintis/Pelopor), Early

Majority (Pengikut Dini), Late Majority (Pengikut Akhir), Laggards

(Kelompok Kolot/Tradisional). Penelitian difusi yang ada umumya menunjukkan bahwa pengadopsian inovasi di dalam suatu system social mengikuti kurva normal berbentuk lonceng jika diukur dari banyaknya pengadopsi dari waktu ke waktu.

B. SARAN

1. Untuk difusi Program Layanan Listrik Prabayar sebaiknya ditambah dalam sosialisasi penggunaan media massa, terutama media televisi. Sosialisasi di berbagai media diintensifkan agar masyarakat lebih memahami Program Layanan Listrik Prabayar. Selama ini banyak pelanggan yang mengetahui Program Layanan Listrik Prabayar setelah mereka mengalami pemutusan listrik karena belum membayar tagihan listrik selama beberapa bulan. Harapannya pelanggan mengetahui Program Layanan Listrik Prabayar, sebelum mereka mengalami pemutusan listrik.

2. Kegiatan difusi yang berbentuk pertemuan langsung (face to face) hendaknya dibuat semenarik mungkin agar minat untuk mengikuti Program Layanan Listrik Prabayar lebih besar sehingga tujuan Program Layanan Listrik Prabayar dapat segera tercapai.


(6)

3. Apabila ada penelitian lanjutan dari Program Layanan Listrik Prabayar sebaiknya mengkaji tentang studi evaluasi efektifitas proses difusi inovasi Program Layanan Listrik Prabayar atau Program Layanan Listrik Prabayar (control, input, process, product). 


Dokumen yang terkait

Analisis Variansi tentang Pendapat Pelanggan Perusahaan Listrik Negara terhadap Inovasi Listrik Prabayar (Studi Kasus pada Masyarakat Kecamatan Medan Tuntungan)

2 55 51

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN BURNOUT PADA KARYAWAN PT.PLN (PERSERO) APJ SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN BURNOUT PADA KARYAWAN PT.PLN (PERSERO) APJ SURAKARTA.

0 0 16

RESPON PELANGGAN TERHADAP PRODUK LISTRIK PRABAYAR (Studi pada PT. PLN (Persero) APJ Pekalongan) Respon Pelanggan Terhadap Produk Listrik Prabayar (Studi pada PT. PLN (Persero) APJ Pekalongan).

1 2 15

DIFUSI INOVASI DAN ADOPSI KEBUDAYAAN KOREA (Difusi Inovasi dan Adopsi Remaja Surabaya terhadapKebudayaan Korea “Gangnam Style”).

9 36 112

DIFUSI INOVASI DAN ADOPSI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (Studi Difusi Inovasi dan Adopsi Jaminan Kesehatan Nasional sebagai Program BPJS Kesehatan di Desa Catur Kabupaten Boyolali).

1 3 15

DIFUSI DAN ADOPSI INOVASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN (Studi Difusi dan Adopsi Inovasi dalam Layanan “Mbela Wong Cilik” Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK) di Kabupaten Sragen).

0 0 18

DIFUSI DAN ADOPSI INOVASI DALAM MENGENDALIKAN PERTUMBUHAN PENDUDUK.

0 1 19

237413242 Paper Penyuluhan Adopsi Difusi Inovasi Pod Terhadap Dk

0 1 89

DIFUSI INOVASI DAN ADOPSI KEBUDAYAAN KOREA (Difusi Inovasi dan Adopsi Remaja Surabaya terhadap Kebudayaan Korea “Gangnam Style”) SKRIPSI

0 0 20

DIFUSI INOVASI PROGAM BANTUAN KESEHATAN MASYARAKAT KOTA SURAKARTA (Studi Deskriptif Kualitatif Difusi Progam Bantuan Kesehatan Masyarakat Kota Surakarta (BKMKS) di Kota Surakarta)

0 0 16