PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur Organisasi Subak Dukuh, Tahun 2015Error Bookmark
Isu kesehatan yang muncul belakangan ini berawal dari kekhawatiran terhadap dampak negatif mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung residu
kimia berlebih. Masalah lingkungan dan keamanan pangan memunculkan trend gaya hidup back to nature. Beberapa individu, kelompok dan organisasi
menyuarakan gerakan sistem pertanian ramah lingkungan yaitu pertanian organik. Sistem produksi pangan organik ini didasarkan pada standar produksi yang
spesifik dengan tujuan menciptakan agroekosistem yang optimal, lestari
berkelanjutan baik secara sosial, ekologi, ekonomi dan etika SNI 6729-2010.
Pertanian organik merupakan salah satu cara guna pemenuhan kebutuhan pangan yang aman dan berkelanjutan.
Pertanian organik mempunyai konsep yang berbeda dengan pertanian konvensional dalam hal kesuburan tanah, penggunaan bibit, pengelolaan hama dan
penyakit tanaman, kualitas produk dan kestabilan produksi. Penggunaan bibit yang adaptif terhadap masukan pupuk organik memberikan efek yang baik terhadap
sistem perakaran tanaman, menguntungkan aktivitas mikroorganisme dalam tanah dan perbaikan kesuburan tanah, kualitas produk lebih baik dan stabilitas produksi
jangka panjang. Peluang pasar produk pangan organik, terutama padi organik masih terbuka
lebar baik di dalam maupun luar negeri. Kontribusi pasar organik untuk wilayah Asia termasuk Indonesia masih potensial untuk dikembangkan. Pada tahun 2005,
pasar beras organik di Indonesia baru mencapai Rp. 28 milyar dengan pertumbuhan sekitar 22 per tahunnya. Volume produksi beras organik nasional meningkat dari
1.180 ton ditahun 2001 menjadi hampir 11.000 ton di tahun 2004. Beras organik
tersebut sebagian besar dipasarkan di supermarket tertentu di kotakotabesar di Indonesia.
Peralihan penggunaan pupuk kimia menuju ke pupuk organik juga dirasakan oleh anggota Subak Dukuh. Subak Dukuh merupakan subak yang terletak
di Desa Kapal, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Subak ini mempunyai total luas lahan yaitu 118 hektar dan mempunyai 162 anggota.
Pada awalnya dalam memenuhi kebutuhan usahataninya, petani menggunakan pupuk yang diproduksi oleh pabrik, yaitu pupuk kimia seperti
UREA, TSP triple super phosphate, dan KCL. Dengan dosis penerapan pupuk organik tersebut telah sesuai dengan anjuran PPL daerah setempat yakni Urea 150
kgH, TSP 100 kgH, dan KCL 50 kgH. Jika dilihat dari hasil panen dapat dikatakan sangat tinggi yaitu tujuh ton per hektar.
Namun kebutuhan akan pupuk tersebut semakin meningkat setiap tahunnya. Perekonomian petani semakin menurun mengingat pupuk yang digunakan
harganya mahal. Disamping itu, petani pun merasakan dampak negatif dalam penggunaan pupuk anorganik tersebut. Dampak negatif yang dirasakan adalah
rusak lahan pertanian dan mengerasnya struktur tanah. Kesehatan masyarakat pun ikut menurun akibat mengkonsumsi sebagian dari hasil panen yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Kurnia, 2004.. Setelah kurang lebih 30 tahun mengunakan pupuk anorganik, maka petani
mulai beralih mengunakan pupuk organik sejak tahun 2013. Tujuan penggunaan pupuk organik ini tidak lain untuk menjaga keseimbangan alam dan ekosistem di
dalamnya, serta turut menjaga kesuburan tanah tersebut.
Pada tahun 2013 Subak Dukuh mendapat penyuluhan tentang pemanfaatan pupuk organik pada budidaya tanaman padi dan mendapat bantuan subsidi pupuk
dari pemerintah berupa pupuk organik jenis petroganik yang berbentuk padat dengan butiran kecil granul untuk mempermudah dalam penebaran. Selain pupuk
organik, petani juga mulai mencampur dengan pupuk yang berasal dari kotoran sapi dan sebagian dari petani juga ada yang mencampurnya dengan pupuk anorganik.
Hal ini semata-mata sebagai penyeimbang dalam penggunaan pupuk organik. Melihat kondisi Subak Dukuh yang mulai mengalihkan pertaniannya dari
menggunakan pupuk anorganik menjadi organik, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai perilaku yang meliputi unsur pengetahuan, sikap,
dan Penerapan anggota subak dalam penggunaan pupuk organik pada budidaya tanaman padi sawah di Subak Dukuh.