Pertanyaan Penelitian Tujuan Penelitian Tinjauan Pustaka

6 Berdasarkan aturan PBB, penetapan status keanggotaan penuh bagi sebuah negara membutuhkan rekomendasi Dewan Keamanan, 19 sebelum mendapat persetujuan dua pertiga dari 193 negara anggota PBB. Sebagai organisasi internasional, PBB sudah seharusnya memberikan peluang bagi negara yang ingin bergabung di dalamnya sesuai ketentuan yang tercantum dalam piagam PBB. Persoalan pengajuan keanggotaan penuh PBB oleh Palestina ini perlu diteliti lebih lanjut karena meskipun setiap negara atau bangsa memiliki hak yang sama untuk merdeka dan berdaulat, namun dalam hal ini Palestina banyak menghadapi hambatan dalam proses untuk mewujudkan negara yang merdeka dan berdaulat. Penelitian ini akan membahas seperti apa hambatan yang dihadapi Palestina dalam upaya memperoleh status keanggotaan di PBB pada tahun 2011.

B. Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini akan berfokus pada hambatan yang dihadapi Palestina dalam upaya memperoleh status keanggotaan penuh di PBB tahun 2011. Adapun pertanyaan yang muncul dari penelitian ini adalah: “Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat penerimaan status keanggotaan penuh Palestina di PBB tahun 2011?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat pengajuan keanggotaan penuh Palestina di PBB. 19 Piagam PBB Bab II Keanggotaan , Pasal 4. 7 2. Memberikan gambaran tantangan yang dihadapi Palestina dalam mengajukan proposal keanggotaan penuh di PBB.

D. Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian terkait persoalan Palestina memang sudah banyak dilakukan. Khususnya persoalan terkait konflik antara Palestina dengan Israel. Konflik berkepanjangan yang belum juga menemukan kata sepakat dan perdamaian antar kedua belah pihak ini sudah seringkali menjadi perhatian masyarakat internasional. Bantuan dan dukungan yang berupa support maupun materi dari masyarakat internasional banyak mengalir untuk warga Palestina. Ilan Pappe dalam bukunya 20 Pembersihan Etnis Palestina mengungkapkan bahwa, tahun 1947 paska resolusi 181 Palestina justru cenderung memboikot cara kerja PBB. Keputusan ini terjadi akibat kekhawatiran akan adanya propaganda Israel dalam keputusan PBB. Keputusan yang tercantum dalam resolusi 181 tentang pembagian wilayah Arab-Israel, Palestina sebagai penduduk pribumi tidak mendapatkan jaminan kedaulatan di tanah air mereka sendiri. Ironisnya Israel sebagai pendatang justru mendapatkan kompensasi berupa wilayah di sebagian pemukiman penduduk arab Palestina. Keputusan pemisahan ini menjadi peluang bagi Israel yang pada akhirnya paska pemisahan tersebut Israel kemudian mendeklarasikan kemerdekaan negaranya. Dampak lain terhadap resolusi 181 adalah warga Palestina yang tinggal di wilayah yang menjadi jatah Israel diusir dari tempat mereka bahkan tidak jarang terjadi pembantaian. 20 Ilan Pappe. Pembersihan Etnis Palestina. Jakarta: PT. Gramedia. 2009. 8 Oren Barak dalam artikelnya 21 yang berjudul The Failure of the Israeli- Palestinian Peace Process, mengatakan bahwasanya Palestina cukup aktif dalam perundingan damai. Perundingan dianggap sebagai satu-satunya upaya yang tepat untuk menyelesaikan konflik. Namun Barak menggambarkan bahwa perundingan yang ada justru mengalami kegagalan khusunya dalam hal ini Perjanjian Oslo. Dalam hal ini tindak kekerasan dibenarkan sebagai solusi radikal terhadap persoalan konflik yang terjadi. Barak menilai, kegagalan dari proses Oslo harus menjadikan Palestina melakukan perjuangan yang bebas tanpa harus dibatasi oleh warisan masa lalu. Louis Kriesberg dalam artikelnya 22 Mediation and the Transformation of the Israeli –Palestinian Conflict mengungkapkan bahwa selama tahun 1990 konflik Israel-Palestina mengalami transformasi yang mendalam dan kadang-kadang mengalami gangguan yang cukup parah serta adanya sebuah kemunduran dari proses perdamaian. Konstribusi dari berbagai mediator dalam konflik ini cukup beragam dengan harapan agar dapat memberikan konstribusi yang tepat dan efektif. Dalam hal ini peran serta dari berbagai pihak sangat diperlukan, baik dari pihak musuh maupun mediator yang memiliki peran masing-masing. Dalam penyelesaian konflik, tidak ada metode mediasi tunggal yang bisa memadai kombinasi pendekatan yang diperlukan, kadang-kadang secara simultan dan kadang-kadang secara berurutan. Ini akan membantu memastikan bahwa perdamaian tidak dilakukan hanya dari atas kebawah, 21 Oren Barak. The Failure of the Israeli-Palestinian Peace Proces, 1993-2000. Journal of Peace Research, 42:6. Nov 2005. 22 Louis Kriesberg. Mediation and The Transformation of Conflict The Israel-Palestinian Conclict. Juornal of Peace Research. 38:3 May 2001,h: 374. 9 tetapi juga dari bawah keatas. Pendekatan ini penting bagi rakyat Palestina yang tidak memiliki kekuatan konvensional dan sering terisolasi. Proses negosiasi telah menjadi sarana untuk berjuang yang sah bagi mereka dan merupakan hak. Eko Septianto Vernanda dalam skripsinya 23 Proposal Palestina untuk Mendapatkan Status Keanggotaan di Perserikatan Bangsa-Bangsa menjelaskan bahwa proposal pengajuan keanggotaan Palestina ke-PBB merupakan upaya untuk mendapatkan pengakuan sebagai Negara. Meskipun gagal memperoleh status sebagai negara anggota Member State pada 2011. Palestina akhirnya mendapatkan status sebagai negara pengamat non anggota Non Member State setelah pengajuan Mahmoud Abbas yang kedua pada tahun 2012. PBB akhirnya mengakui Palestina sebagai negara dengan diterimanya Palestina sebagai negara pengamat yang semula hanya entitas pengamat Non Member Entity di PBB. Berbeda dari penelitian sebelumnya,fokus penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hambatan pengajuan palestina menjadi anggota penuh PBB pada tahun 2011. Dalam penelitian ini penulis menganggap bahwa faktor-faktor yang menjadi penghambat diplomasi Palestina dalam upaya memperoleh status keanggotaan penuh di PBB perlu diteliti lebih lanjut.

E. Kerangka Pemikiran