18
BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT PAKPAK DAN SANGGAR NINA
NOLA DI DESA SUKARAMAI, KECAMATAN KERAJAAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT
2.1 Letak Geografis Kabupaten Pakpak Bharat
Kabupaten Pakpak Bharat adalah salah satu kabupaten yang ada di Sumatera Utara. Kabupaten ini dibentuk pada tanggal 25 Februari 2003, beribu kotakan
Salak. Kabupaten ini berdiri sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi, dengan 8 kecamatan yaitu Kecamatan Salak, Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe,
Kecamatan Pangindar, Kecamatan Sitellu Tari Urang Julu, Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Tinada, dan
Kecamatan Siempat Rube dan memiliki jumlah Desa sebanyak 52 Desa. Pakpak Bharat bukan menunjukkan daerah Pakpak yang terletak di bagian
barat, melainkan memiliki dua arti nama yang digabungkan menjadi satu yaitu Pakpak adalah nama daerah sedangkan Bharat adalah baik, jadi Pakpak Bharat
adalah daerah Pakpak yang baik. Kabupaten Pakpak Bharat terletak pada garis 2,00 – 3,00 Lintang Utara dan 96,00 – 98,30 Bujur Timur, dan berada di
ketinggian 2501.400 M di atas permukaan laut.
Kabupaten Pakpak Bharat memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara : Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kecamatan Lae Parira dan
Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi Sebelah Selatan : Kecamatan Tara Bintang Kabupaten Humbang Hasundutan,
Kecamatan Manduamas Kabupaten Tapanuli Tengah
Universitas Sumatera Utara
19
Sebelah Timur : Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi, Kecamatan Harian Kabupaten Tobasa
Sebelah Barat : Kecamatan Aceh Singkil Provinsi Nangroe Aceh Darussalam
Luas keseluruhan Kabupaten Pakpak Bharat adalah 1.218,30 km 121.830 Ha atau 1,7 dari luas provinsi Sumatera Utara. Dari luas wilayah tersebut 63.974 Ha
52,51 diantaranya merupakan lahan yang efektif dan 53.156 Ha 43,63 merupakan lahan yang belum dioptimalkan. Pada umumnya masyarakat Pakpak
Bharat tinggal di pedesaan dengan mata pencaharian utamanya adalah bertani. Data Statistik Kecamatan Kerajaan 2013
Gambar 2.1: Peta Kecamatan Kerajaan Dilihat Dari Kabupaten Pakpak Bharat
Universitas Sumatera Utara
20
2.2 Sistem Kepercayaan
Sebelum agama Islam dan Kristen masuk ke wilayah Pakpak, masyarakat setempat menganut kepercayaan yang disebut persilihi atau perbegu. Persilihi
atau perbegu ini ialah suatu kepercayaan yang meyakini bahwa alam ini berada dibawah kuasa pengaruh roh-roh gaib atau dengan adanya Dewa-Dewa maupun
roh-roh nenek moyang yang dikultuskan lihat, Naiborhu, 1988 : 22-26
7
2.2.1 Kepercayaan Terhadap Dewa-dewa
.
Sebelum agama masuk ke lingkungan masyarakat Pakpak, masyarakat mempercayai kekuatan gaib dan percaya bahwa alam adalah sumber kehidupan.
Masyarakat Pakpak percaya terhadap Debata GuruSinembe nasa si lot yang artinya maha pencipta segala sesuatu yang ada di bumi ini yang diklasifikasikan
atau diistilahkan sebagai berikut. Debata Guru Batara Guru menjadikan wakilnya untuk menjaga dan melindungi,
yaitu : 1.
Beraspati Tanoh
Diberi simbol dengan menggambar cecak yang berfungsi melindungi segala tumbuh-tumbuhan. Jadi, jika seorang orang tua menebang pohon bambu, kayu
atau tumbuhan lainnya, maka ia harus permisi kepada Beraspati Tanoh.
7
Skripsi Sarjana Kajian Organologi Kuapi Pakpak Buatan Bapak Kami CapahDi Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat, oleh Batoan Sihotang 2013:30.
Universitas Sumatera Utara
21
2. Tunggung Ni Kuta
Tunggung Ni Kuta ini diyakini mempunyai peranan untuk menjaga dan melindungi kampung atau desa serta manusia sebagai penghuninya. Karena itu,
maka Tunggung Ni Kuta memberikan kepada manusia beberapa benda yaitu sebagai berikut :
a. Lapihen, yaitu terbuat dari kulit kayu yang di dalamnya terdapat tulisan-
tulisan yang berbentuk mantra ataupun ramuan obat-obatan serta ramalan- ramalan.
b. Naring, yaitu wadah berisi ramuan untuk pelindung kampung. Apabila
suatu kampung akan mendapat ancaman, maka naring akan memberikan pertanda berupa suara gemuruh ataupun siulan.
c. Penghulu balang, yaitu sejenis patung yang terbuat dari batu yang
berfungsi untuk memberikan sinyal berupa gemuruh sebagai tanda gangguan, bala, musuh, atau penyakit bagi suatu desa.
d. Sibiangsa, yaitu wadah berbentuk guci yang diisi ramuan yang ditanam di
dalam tanah yang bertugas mengusir penjahat yang datang. e.
Sembahen ni ladang, yaitu roh halus dan penguasa alam sekitarnya yang diyakini dapat menggangu kehidupan dan sekaligus dapat melindungi
kehidupan manusia apabila diberi sesajen. f.
Tali solang, yaitu tali yang disimpul di ujungnya, mempunyai kepala ular yang digunakan untuk menjerat musuh.
Universitas Sumatera Utara
22
g. Tongkat balekat, yaitu terbuat dari kayu dan hati ular yang berukuran
lebih kurang satu meter yang diukir dengan ukiran Pakpak dan dipergunakan untuk menerangi jalan.
h. Kahal-kahal, yaitu menyerupai telapak kaki manusia untuk melawan
musuh. i.
Mbarla, yaitu roh yang berfungsi untuk menjaga ikan di laut, sungai dan danau.
j. Sineang Naga Lae, yaitu roh yang menguasai laut, danau dan air.
2.2.2 Kepercayaan Terhadap Roh- Roh
Selain kepercayaan terhadap Dewa-dewa, masyarakat Pakpak juga memiliki
kepercayaan terhadap roh-roh yang meliputi :
a. Sumangan, yaitu tendi roh orang yang sudah meninggal mempunyai
kekuatan yang menentukan wujud dan hidup seseorang yang dikenang. b.
Hiang, yaitu kekuatan gaib yang dibagikan kepada saudara secara turun temurun.
c. Begu Mate Mi Lae atau disebut juga dengan beguSinambela, yaitu roh
orang yang sudah meninggal diakibatkan karena hanyut di dalam air atau sungai.
d. Begu Laus, yaitu sejenis roh yang menyakiti orang yang datang dari
tempat lain dan dapat membuat orang menjadi sakit secara tiba-tiba. Kepercayaan- kepercayaan diatas sudah jarang dilaksanakan oleh masyarakat
Pakpak khususnya yang berada di wilayah Kecamatan Kerajaan sejak masuknya
Universitas Sumatera Utara
23
agama. Masyarakat Pakpak di daerah ini sebagian besar sudah memeluk agama yang tetap, yaitu agama yang sudah diakuai oleh pemerintah. Sebagian besar
masyarakat yang ada di daerah ini beragama Islam, Kristen dan sebagian kecil beragama Khatolik.
2.3 Sistem Kekerabatan
Seperti halnya etnik lain, etnik Pakpak juga memiliki sistem kekerabatan yang dapat membedakannya dengan etnik lainnya.
2.3.1 Marga
Marga dalam kajian antropologi disebut dengan klen yaitu suatu kelompok kekerabatan yang dihitung berdasarkan satu garis unilineal, baik melalui garis
laki-laki patrilineal maupun perempuan matrilineal. Marga pada masyarakat Pakpak bukan hanya sekedar sebutan atau konsep tetapi di dalamnya nilai budaya
yang mencakup norma dan hukum yang berguna untuk mengatur kehidupan sosial. Misalnya dengan adanya marga maka dikenal perkawinan eksogami marga,
yakni adat yang mengharuskan seseorang kawin diluar marganya. Bila terjadi perkawinan semarga maka orang tersebut diberi sanksi hukum berupa pengucilan,
cemoohan, dan malah pengusiran, karena melanggar adat yang berlaku.
2.3.2 Sulang Silima
Sulang silima adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari kula- kula, dengan sebelteksiampun-ampun anak yang paling kecil, serta anak berru.Sulang
silima ini berkaitan dengan pembagian sulangjambar dari daging-daging tertentu
Universitas Sumatera Utara
24
dari seekor hewan seperti kerbau, lembu, atau babi yang disembelih dalm konteks upacara adat masyarakat Pakpak. Pembagian dagingjambar ini disesuaikan
dengan hubungan kekerabatannya dengan pihak kesukuten atau yang melaksanakan upacara. Dalam masyarakat Pakpak, kelima kelompok tersebut
masing- masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain dalam acara adat.
1 Kula-kula
Kula-kula merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam sistem kekerabatan pada masyarakat Pakpak. kula-kula adalah kelompokpihak pemberi
istri dalam sistem kekerabatan masyarakat Pakpak dan merupakan kelompok yang sangat dihormati dan dianggap sebagai pemberi berkat oleh masyarakat. Dengan
demikian, kula-kula juga disebut dengan istilah Debata Ni Idah Tuhan yang dilihat. Oleh karena itu, pihak kula-kula ini haruslah dihormati. Sikap menentang
kula-kula sangat tidak dianjurkan dalam kebudayaan masyarakat Pakpak. Dalam acara-acara adat, kelompok kula-kula diwajibkan untuk hadir, termasuk juga
dalam adat kematian dan mendapat peran yang penting termasuk juga dalam upacara kematian.
2 Dengan sebeltekSenina
Dengan sebelteksenina adalah mereka yang mempunyai hubungan tali persaudaraan yang mempunyai marga yang sama. Mereka adalah orang-orang
yang satu kata dalam permusyawaratan adat. Selain itu, dalam sebuah upacara adat ada kelompok yang dianggap dekat dengan sebeltek, yaitu senina. Dalam
Universitas Sumatera Utara
25
sebuah acara adat, senina dan seluruh keluarganya akan ikut serta dan mendukung acara tersebut. Secara umum, hubungan senina ini dapat disebabkan karena
adanya hubungan pertalian darah, sesubklensemarga, memiliki ibu yang bersaudara, memiliki istri yang bersaudara dan memiliki suami yang bersaudara.
3 Anak beru
Anak berru artinya anak perempuan yang disebut dengan kelompok pengambil anak dara dalam sebuah acara adat, anak berru lah yang bertanggung
jawab atas acara adat tersebut. Tugas anak berru adalah sebagai pekerja, penanggung jawab dan pembawa acara pada sebuah acara adat. Sedangkan
situaan adalah anak yang paling tua, siditengah adalah anak tengah dan siampun- ampun adalah anak yang paling kecil. Mereka adalah pihak yang mempunyai
ikatan persaudaraan yang terdapat dalam sebuah ikatan keluarga. Kelima kelompok diatas mempunyai pembagian sulang jambar yang
berbeda, yaitu sebagai berikut : Kula-kula pihak pemberi istri dari keluarga yang berpesta akan mendapat sulangper-punca naidep. Situaan orang tertua yang
menjadi tuan rumah sebuah pesta akan mendapat sulang per-isang-isang. Siditengah keluarga besar dari keturunan anak tengah akan mendapat sulang
per-tulantengah. Siampun-ampun keturunan paling bungsu dalam satu keluarga akan mendapat sulang per-ekur-ekur.Anak berru pihak yang mengambil anak
gadis dari keluarga yang berpesta akan mendapat sulang perbetekken atau takal peggu. Biasanya penerimaan perjambarenanak berru disertai dengan takal peggu.
Yang artinya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar terhadap
Universitas Sumatera Utara
26
berjalannya pesta. Anak berru lah yang bertugas menyiapkan makanan serta menghidangkan selama pesta berlangsung.
2.4 Sistem Bahasa
Pada umumnya, bahasa yang dipakai oleh masyarakat di Kecamatan Kerajaan adalah bahasa Pakpak karena mayoritas penduduk disana adalah suku Pakpak. Hal
ini menyebabkan kehidupan sehari- hari penduduk disana menggunakan bahasa Pakpak begitu juga dalam acara adat. Terdapat juga sebagian kecil suku lain
seperti suku Toba, Karo, Nias dan Jawa yang datang kedaerah Kecamatan Kerajaan, tetapi setelah tinggal beberapa lama disana, masyarakat dari suku-suku
tersebut diatas sudah mengerti dan fasih menggunakan bahasa Pakpak. Selain bahasa Pakpak, bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah
bahasa Indonesia yang digunakan di tempat-tempat umum, seperti sekolah,
puskesmas dan kantor Kelurahan.
Ada beberapa jenis gaya bahasa yang digunakan dalam kehidupan masyarakat
Pakpak, yaitu :
1. Rana telangke yaitu kata-kata perantara atau kata-kata tertentu untuk menghubungkan maksud si pembicara terhadap objek si pembicara.
2. Rana tangis yaitu gaya bahasa yang dituturkan dengan cara menangis atau bahasa yang digunakan untuk menangisi sesuatu dengan teknik bernyanyi
narrative songs atau lamenta dalam istilah etnomusikologi yang disebut tangis mangaliangi bahasa tutur tangis.
3. Rana mertendung yaitu gaya bahasa yang digunakan dihutan.
Universitas Sumatera Utara
27
4. Rana nggane yaitu bahasa terlarang, tidak boleh diucapkan di tengah- tengah kampung karena dianggap tidak sopan, dan
5. Rebun rana tabas atau mangmang yaitu bahasa pertapa datu atau bahasa
mantera oleh guru Naiborhu, 2002:51.
2.5 Sistem Kesenian