Analisis Tekstual Dan Musikal Nangen Nandorbin Pada Masyarakat Pakpak Di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat

(1)

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Atur Pandapotan Solin Usia : 52 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta / Pengelola Sanggar Pakpak di Pakpak bharat Alamat : Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat 2. Nama : Marseti Limbong S.pd, SD

Usia : 45 tahun Pekerjaan : Guru SD

Alamat : Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat 3. Nama : Alm. Esron Kaloko S.H

Usia : 57 tahun

Pekerjaan : PNS Dinas Kebudayaan Kab. Dairi Alamat : Jalan 45 Sidikalang

4. Nama : Nursina br. Cibro Usia : 56 tahun

Pekerjaan : Ketua Organisasi PERPPI (Persatuan Perempuan Pakpak Indonesia)

Alamat : Jalan Pasar Lama Sidikalang 5. Nama : H. Raja Ardin Ujung

Usia : 65 tahun

Pekerjaan : Ketua Organisasi IKPPI (Ikatan Pemuda Pakpak Indonesia) Alamat : Jalan Ujung Sidikalang


(2)

Usia : 27 tahun

Pekerjaan : Pengelola Sanggar Pakpak di Dairi Alamat : Jalan 45 Sidikalang

7. Nama : Lianna br. Cibro Usia : 74 tahun

Pekerjaan : petani

Alamat : Natam julu Pakpak Bharat 8. Nama : Rosma br. Berutu

Usia : 60 tahun Pekerjaan : petani

Alamat : Natam julu Pakpak Bharat 9. Nama : Happy Berutu S.sn

Usia : 54 tahun

Pekerjaan : Pelatih vokal Pakpak Alamat : Salak Pakpak Bharat 10. Nama : Barca Sagala

Usia : 55 tahun

Pekerjaan : Penyanyi Pakpak

Alamat : Jalan Merdeka Sidikalang 11. Nama : Agus Ujung S.H

Usia : 48 tahun

Pekerjaan : Anggota DPRD Kab. Dairi Alamat : Jalan SM.RAJA Sidikalang


(3)

LAMPIRAN FOTO-FOTO

Foto 1 : Ibu Lianna br. Cibro (74tahun), Informan Kunci Sedang menyajikan Nangen Nandorbin.

Foto 2 : Ibu Marseti Br Limbong S.Pd,SD. (45tahun) informan kunci sedang menyajikan Nangen Nandorbin.


(4)

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1985. Paper, Skripsi, Tesis, Disertasi, Makalah. Tarsito: Bandung.

Banjarnahor, Erni Juita, 2014. Tangis Beru Si Jahe di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat: Kontinuitas dan Perubahan Penyajian, Kajian Tekstual, dan Musikal. Medan: Departemen Etnomusikologi FIB USU (Skripsi Sarjana).

Bogdan, R. and Taylor, S. J. 1975. Introduction to Qualitative Resarch Method. Newyork: John Willey and Sons.

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 1995. Handbook of Qualitative Research. Thousand Oaks, London, dan New Delhi: Sage Publications.

Fadlin, 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritem Gendang Melayu Sumatera Timur. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Herkovits, Melville J., 1948. Man and His Work. New York: Alfred A. Knopft.

Kartomi, Margareth J., (1990), On Concepts and Classifications of Musical Instruments. Chicago dan London: The University of Chicago Press. Keraf, Goris, 1986. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat (ed.), 1980. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat, 1974. Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat, 1980a. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Rineka Cistra. Koentjaraningrat, 1980b. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Koentowidjojo, 1991. Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung:

Penerbit Mizan.

Koentjaraningrat. 1985. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Anthropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Lomax, Alan P. 1968. Folk Song Style and Culture. Transaction Books New Jersey.


(6)

Malm,William P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Merriam, Alan P 1964The Anthropology of Music. Chicago: Northwestern Univercity Press.

Meuraxa, Dada, 1974. Sejarah Kebudayaan Sumatera. Medan: Firma Hasmar. Molleong, Lexy J. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Nasution, S., 1982. Metode Research. Bandung: Jemmars.

Nettl, Bruno. 1964. Theory And Methode In Ethnomusicology. Newyork: The Free Press Of Glencoe.

Nettl, Bruno, 1973. Folk and Traditional of Western Continents, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.

Nettl, Bruno, 1992. “Ethnomusicology: Some Definitions, Problems and Directions.” Music in Many Cultures: An Introduction. Elizabeth May (ed.). California: University California Press.

Pasaribu, Ben M., 1986. Taganing Batak Toba: Suatu Kajian dalam Konteks Gondang Sabangunan. Skripsi Etnomusikologi Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Perlman, Marc. 1994. Unplayed Melodies: Music Theory in Postcolonial Java. Ph.D. dissertation, Wesleyan University.

Poerwadarminta, W.J.S. (ed.), 1965. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Purba, Setia Dermawan, 1994. Penggunaan, Fungsi, dan Perkembangan Nyanyian Rakyat Simalungun bagi Masyarakat Pendukungnya: Studi Kasus di Desa Dolok Meriah, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Tesis S-2. Jakarta: Universitas Indonesia. Putro, Brahma, 1981. Karo dari Jaman ke Jaman. Medan: Yayasan Masa Sachs, Curt dan Eric M. Von Hornbostel, 1914. “Systematik der

Musikinstrumente.” Zeitschrift für Ethnologie. Berlin: Jahr. Juga terjemahannya dalam bahasa Inggeris, Curt Sachs dan Eric M. von Hornbostel, 1992. “Classification of Musical Instruments.” Terjemahan Anthony Baines dan Klaus P. Wachsmann. Ethnomusicology: An Inroduction. Helen Myers (ed.). New York: The Macmillan Press.


(7)

Saragih, Tumpal H.F.M., 2013. Teknik Permainan Sarune oleh Bapak Kerta Sitakar. Medan: Departemen Etnomusikologi FIB USU (Skripsi Sarjana).

Sihotang, Batoan L., 2013. Kajian Organologi Kucapi Buatan Bapak Kami Capah di Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat. Medan: Departemen Etnomusikologi FIB USU (Skripsi Sarjana).

Tyas, Andijaning Hartaris 2007 Musik Modern Seni Musik 2 SMA kelas XI. Jakarta, Erlangga


(8)

BAB III

ANALISIS TEKSTUAL NANGEN NANDORBIN

3.1 Penyajian Nangen Nandorbin

Dalam Bab III ini, penulis akan menganalisis tekstual dan serta makna yang terkandung dari teks nangen nandorbin tersebut. Nangen nandorbin disajikan pada saat putri tersebut masih menginjak remaja. Pada umumnya, nyanyian ini hanya disajikan oleh keluarga dekat saja. Tidak ada peraturan waktu tertentu dalam menyajikan nyanyian ini. Nyanyian ini bebas disajikan pada saat kapan saja selagi seorang putri masih belum menikah.

Ketika nyanyian ini disajikan, maka ibunya tidak boleh bermain-main dalam menyampaikan pesan dan makna yang ada pada teks nyanyian tersebut. Nyanyian ini tidak diiringi alat musik. Nyanyian ini biasanya disajikan ketika melihat putrinya sudah beranjak dewasa, dan harus dididik menjadi seorang putri yang bernilai mahal. Kemudian, nyanyian ini disajikan secara perlahan dimana pada saat suasana dalam keadaan sunyi, maka si penyaji melontarkan perkataan mendidik dengan cara bernyanyi. Kemudian, nyanyian ini sering juga disajikan ketika ada anggota keluarga yang lain datang sehingga keluarga yang ada di sekitar tersebut merasa tertarik kepada putri yang telah terdidik tersebut, sehingga putri tersebut menjadi sorotan masyarakat Pakpak yang ada di Desa Sukaramai.

Pada umumnya, nyanyian ini hanya disajikan oleh kaum wanita dewasa saja. Sejauh pengamatan penulis, tidak ada kaum laki-laki yang menyajikan nyanyian ini walaupun dia merasakan bangga yang mendalam. Biasanya,


(9)

mereka mengungkapkan ekspresi kebahagiannya lewat tingkah laku yang baik saja.

3.2 Penggunaan Nangen Nandorbin

Nangen nandorbin digunakan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Nangen nandorbin ini bukanlah suatu bagian dari adat, tetapi tradisi yang dilakukan secara turun-temurun dan hanya digunakan dalam konteks kehidupan sehari-hari saja. Nyanyian ini sejenis bahasa yang digunakan untuk mendidik seorang putri yang belum menikah mendidik sifat, kepribadian, kebaikan atau hal-hal lainnya berupa didikan.

3.3 Analisis Semiotik terhadap Tekstual Nangen Nandorbin 3.3.1 Teks Nangen Nandorbin oleh Marseti Limbong S.Pd, SD

Sebelum menganalisis makna dan struktur dari teks nyanyian tersebut, maka penulis menuliskan teks dari nyanyian tesebut. Berikut ini adalah teks yang disajikan oleh Marseti Limbong yang kemudian saya terjemahkan sendiri ke dalam bahasa Indonesia.

Nandorbin

1. Sada Nandorbin Ko buluh i bernoh idi Nandorbin Nandorbin Sada-sadana kuambit Man permainku idi Nandorbin Nandorbin [Arti harfiah:


(10)

Satu, putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik Putriku yang terbaik

Satu-satunya untuk menjadi menantu Menantu yang menjadi kesayangan Putriku yang terbaik

Arti dalam konteks:

Seorang putri yang sudah siap untuk dilamar oleh siapapun,

Seorang putri tersebut dianggap seperti bambu yang sangat bermanfaat, Karena pada saat itu bambu sangat berperan penting bagi kehidupan masyarakat Pakpak,

Putri tersebut sudah siap menjadi menantu siapapun] 2. Dua Nandorbin

Ko buluh i bernoh idi Nandorbin Nandorbin

Dua-duana mahan silindung bulan Nandorbin Nandorbin

[Arti harfiah:

Dua, putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik Putriku yang terbaik

Putri yang siap menjadi menantu seorang raja Putriku yang terbaik


(11)

Seorang putri tersebut sudah siap menjadi menantu seorang raja yang memiliki takhta tertinggi pada masyarakat Pakpak,

Ia sudah layak menjadi bindo hara (istri seorang raja atau pertaki]

3. Tellu Nandorbin Ko buluh i bernoh idi Nandorbin Nandorbin

Tellu-telluna mahan tongket ku idi Nandorbin Nandorbin

[Arti harfiah:

Tiga, putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik Putriku yang terbaik

Menjadi pengokoh dalam keluarga yang melamar Putriku yang terbaik

Arti dalam konteks:

Seorang putri tersebut dapat menjadi pengokoh dalam keluarga yang melamar, atas permintaan ibu si pelamar]

4. Empat Nandorbin Ko buluh i bernoh idi Nandorbin Nandorbin

Empat-empatna mahan peningkat marga Nandorbin Nandorbin


(12)

Putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik Putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik Putriku yang terbaik

Mampu memberikan keturunan kepada keluarga si pelamar Putriku yang terbaik

Arti dalam konteks:

Seorang putri tersebut yang sudah siap memberikan keturunan kepada marga atau orang yang telah melamarnya,

Sehingga generasi penerus marga si pelamar tersebut makin bertambah]

5. Lima Nandorbin Ko buluh i bernoh idi Nandorbin Nandorbin

Lima-limana mahan dengngan merarih Nandorbin Nandorbin

[Arti harfiah:

Putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik Putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik Putriku yang terbaik


(13)

Putriku yang terbaik Arti dalam konteks:

Seorang putri tersebut telah siap menjadi tempat bernaung untuk suka maupun duka dalam konteks pembicaraan khusus di dalam keluarga]

6. Ennem Nandorbin Ko buluh i bernoh idi Nandorbin Nandorbin

Ennem-ennemna mahan dengngan mengula Nandorbin Nandorbin

[Arti harfiah:

Putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik Putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik Putriku yang terbaik

Mampu bekerja keras Putriku yang terbaik Arti dalam konteks:

[Seorang putri tersebut telah siap untuk bekerja keras, Demi menghidupi keluarga dan mengurus keluarga yang melamar tersebut]

7. Pitu Nandorbin Nandorbin Ko buluh i bernoh idi


(14)

Pitu-pituna man dengngan cayur ntua Nan Ndorbin Nan Ndorbin

[Arti harfiah:

Putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik Putriku yang terbaik

Seperti serumpun bambu yang terbaik Putriku yang terbaik

Siap mendampingi suami sampai akhir tuanya Putriku yang terbaik

Arti dalam konteks:

Seorang putri tersebut telah siap untuk mendampingi hidup si pelamar Tersebut sampai akhir tuanya]

Secara struktural, teks nangen nandorbin tersebut terdiri dari tujuh bait. Masing-masing bait di awalnya dimulai dengan kata-kata angka yaitu: sada (artinya satu); dua (dua), tellu (tiga), empat (empat), lima (lima), ennem (enam), dan pitu (tujuh). Kata-kata bilangan satu sampai tujuh dalam bahasa Pakpak ini mempertegas jumlah dan rangakian teks nangen nandorbin.

Selain itu, struktur teks nangen nandorbin ini, pada setiap baitnya banyak mengulangi kata nandorbin itu sendiri sebagai ekspresi gaya bahasa perulangan (repetisi) dan untuk mempertegas tema mengenai nandorbin itu sendiri. Begitu juga dengan baris Ko buluh i bernoh idi.


(15)

Tema utama teks ini adalah kesiapan seorang putri untuk disunting pujaan hati, yaitu yang dalam konsep budaya Pakpak tipe ideal suami sang calon mempelai perempuan ini adalah seorang pertaki atau raja (dalam pengertian luas). Jadi seorang suami idaman dalam konsep budaya Pakpak adalah suami yang memiliki berbagai keunggulan baik dari sisi kekuasaan politis, ekonomis, budaya, agama, dan aspek-aspek sejenisnya.

3.3.2 Formula Pembentukan Teks

Melihat struktur nangen nandorbin seperti terurai di atas, maka sebenarnya dapat dilacak terbentuknya formula (rumusan) dalam membentuk teks. Adapun formula tersebut dimulai dari kata bilangan untuk masing-masing bait. Kata ini diteruskan dengan Nandorbin, kedua kata ini membetuk baris pertama setiap baris dari tujuh baris secara keseluruhan. Kemudian pada baris kedua dilanjutkan dengan lima kata yaitu Ko buluh i bernoh idi. Dilanjutkan kepada baris ketiga Nandorbin nandorbin, dua kata ulangan yang membentuk satu kesatuan. Baris keempat adalah penciri setiap baris yang menggunakan rumus, kata bilangan baris, dan berubah terus setiap baitnya. Baris inilah yang menjadi tema utama di setiap bait. Kata-kata ini kemudian diselesaikan dengan baris kelima yang sama dengan baris ketiga yaitu menggunakan dua kata Nandorbin nandorbin. Fornula garapan teks setiap baris tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.


(16)

Bagan 3.1

Formula Pembentukan Teks Nangen Nandorbin Setiap Bait

Kata bilangan (indeks bait) Nandorbin

Ko buluh I bernoh idi

Baris pertama

Baris kedua

Baris ketiga

Nandorbin nandorbin

Baris keempat Kata bilangan (indeks bait)

+ akhiran na

Kata-kata khas penciri bait

Baris kelima (repetisi baris ketiga)


(17)

3.3.3 Isi Teks

Dalam teks ini menceritakan bagaimana penyaji mengungkapkan nyanyian nya ketika putri nya masih berada di hadapan nya. Dia menceritakan banyak hal dalam nyanyian ini, tidak hanya berkisar tentang kehidupannya sendiri. Dalam nyanyian ini, dia juga menceritakan tentang suka duka kehidupan setelah menikah, tanggung jawab yang besar bahwa dia adalah seorang putri terbaik yang di pinang oleh raja. Ungkapan hati seorang ibu untuk putri tercinta, berupa ekspresi kebahagiaan yang bersifat mendidik putrinya, agar menjadi wanita yang baik dan pantas menjadi menantu siapa pun yang akan melamarnya.

Di dalam teks yang di ungkapkan penyaji melalui nangen nandorbin yaitu kata-kata yang benar-benar terpilih, di dalam nyanyian ini si Ibu atau penyaji mendidik putrinya tersebut dapat menjadi pengokoh dalam keluarga yang melamar, sehingga ibu si pelamar semakin yakin bahwa putri yang akan dilamarnya tersebut merupakan putri yang terdidik dan pantas dijadikan bindohara (istri seorang raja). Di dalam nyanyian tersebut si ibu yang menyanyikan tersebut menceritakan bahwa putrinya sudah siap untuk memberikan keturunan kepada marga atau orang yang telah melamarnya, sehingga generasi penerus si pelamar tersebut semakin bertambah. Selain itu, dia juga menceritakan bagaimana penderitaan dalam menjalani kehidupannya. Hidup dengan serba kekurangan. Bagaimanapun kerasnya dia mencari nafkah, semangat untuk menghadapi keluarga yang baru, mencintai ibu mertua harus di seimbangkan dengan cinta ibu kandung, tidak boleh lebih mencintai ibu kandung dari pada ibu mertua.


(18)

Dalam penyajian yang disampaikan seorang ibu tersebut bahwa putrinya sudah dapat menjadi tempat bernaung keluarga si pelamar dalam suka maupun duka di dalam konteks khusus pembicaraan keluarga. Putri tersebut telah bersedia bekerja keras untuk memberi kehidupan yang layak terhadap keluarga yang akan melamarnya, mampu menghadapi segala ujian serta perihnya kehidupan, sehingga putri tersebut menjadi sorotan para kaum-kaum terpandang yang ada di daerah Pakpak.

3.3.4 Makna Teks

Dalam teks nangen nandrobin tersebut si penyaji menggunakan bahasa sehari sehari, namun pada bagian-bagian tertentu penyaji harus menggunakan pemilihan pemilihan kata yang tepat sesuai dengan tradisi yang berlaku. Istilah lain atau berupa ungkapan-ungkapan yang menyerupai pantun. Ada beberapa makna yang bisa saya lihat dari teks tersebut yaitu sebagai ungkapan rasa haru dan rasa bangga karena putrinya memang yang terbaik. Teksnya dapat kita lihat di bawah ini.

Sada Nandorbin Ko buluh i bernoh idi Nandorbin Nandorbin [Seorang putri yang sudah siap untuk dilamar oleh siapapun, seorang putri tersebut dianggap seperti bambu yang sangat bermanfaat].

Sada-sadana kuambit man permainku idi Nandorbin Nandorbin [Seorang putri tersebut menjadi pilihan satu satu nya untuk menjadi menantu kesayangan].


(19)

Dua-duana mahan silindung bulan Nandorbin Nandorbin [Seorang Putri tersebut sudah siap menjadi menantu seorang raja yang memiliki tahta tertinggi di masyarakat Pakpak dan dapat menjadi pelindung dalam keluarga tersebut].

Tellu-telluna mahan tongket ku idi Nandorbin Nandorbin [Seorang Putri tersebut dapat menjadi pengokoh dalam keluarga yang melamar, atas permintaan ibu si pelamar].

Empat-empatna mahan peningkat marga Nandorbin Nandorbin

[Seorang putri tersebut sudah dapat dipastikan, bahwa dia mampu untuk memberikan keturunan kepada keluarga si pelamar].

Lima-limana mahan dengngan merarih Nandorbin Nandorbin [Seorang putri itu mampu jadi tempat bernaung dan tempat bercerita dalam suka maupun duka].

Ennem-ennemna mahan denggan mengula Nandorbin Nandorbin [Seorang putri yang sudah mampu untuk bekerja keras dan menjadi sosok yang multitalenta].

Pitu-pituna man dengngan ncayur ntua Nandorbin Nandorbin [Seorang putri tersebut dapat menjadi teman sehidup semati].

Dalam teks tersebut, si penyaji mengungkapkan keterbaikan dan hal-hal yang berat untuk di topang oleh putri tersebut, agar mampu bertahan dan tetap menjadi putri terdidik. Makna selanjutnya adalah berupa pesan/doa kepada


(20)

putrinya dengan nangen nandorbin tersebut. Teksnya dapat kita lihat di bawah ini.

Buluh i bernoh [Serumpun bambu yang terbaik] Mahan silindung bulan [Menjadi pelindung] Mahan tongket ku idi [Menjadi tongkat penopang] Mahan peningkat marga [Menjadi peningkat keturunan] Mahan dengngan merarih [Menjadi teman bercerita] Mahan dengngan mengula [Menjadi teman bekerja]

Man dengngan ncayur ntua [Menjadi teman hidup sampai tua]

Dari teks di atas terlihat dengan jelas bahwa terdapat tujuh tipe wanita ideal untuk menjadi seorang istri dalam konsep etnosains masyarakat Pakpak. Seorang istri itu dilambangkan sebagai serumpun bambu terbaik. Bambu adalah simbol dari kekuatan wanita yang akan melahirkan tunas-tunas baru dari rumpun tersebut. Bambu juga adalah simbol dari perkembangan umat manusia, dari waktu ke waktu. Begitu juga bambu ini memiliki berbagai kegunaan di dalam kehidupan masyarakat Pakpak.

Dalam teks tersebut, si penyaji meyakinkan kepada masyarakat Pakpak bahwa putrinya sudah mampu menjadi yang terbaik. Dia juga sangat mendidik putrinya selama tinggal bersama, sehingga putrinya sudah dapat mencontohkan yang terbaik karena yang diperlihatkan ibunya adalah kepribadian yang terbaik. Dia juga berpesan banyak kepada putrinya agar dapat menghadapi berbagai rintangan serta permasalahan hidup.

Tipe ideal kedua seorang istri dalam budaya Pakpak adalah menjadi pelindung (mahan silindung bulan) baik untuk anak-anaknya maupun keluarga


(21)

inti dan keluarga batihnya. Seorang ibu akan selalu melindungi anak-anaknya dengan cara menyusui, memberi makan, memandikan, mengurusi segala keperluan anak dan suami, termasuk juga bekerja, dan melindungi nama baik keluarganya dan keluarga suaminya. Yang jelas ia menjadi sosok pelindung di dalam keluarga tersebut.

Tipe ideal ketiga seorang istri dalam kebudayaan Pakpak adalah menjadi figur ibu yang digambarkan sebagai tongkat penopang (tongket ku idi). Artinya seorang ibu itu adalah tongkat penopang keluarga. Ia harus dapat menyangga berdirinya bangunan rumah tangga, agar kokoh dalam menjalankan bahtera rumah tangga, sebagaimana kokohnya tongkat untuk membantu seorang dalam berjalan. Jadi seorang istri yang ideal dalam gambaran masyarakat Pakpak adalah istri yang terus berusaha menyokong berdirinya sumah tangga yang kuat, teritegrasi, dan memiliki kepekaan kekerabatan dan sosial.

Tipe ideal keempat seorang istri yang digambarkan dalam nangen nandorbin ini adalah menjadi peningkat keturunan (mahan peningkat marga). Di sinilah fungsi utama seorang istri itu, yaitu ia akan mampu melakukan reproduksi generasi-generasi manusia Pakpak melalui lembaga perkawinan. Seorang istri adalah tempat awal pertumbuhan manusia, dari masa pembuahan, kemudian datangnya ruh, selepas itu menjadi bentuk manusia, di mana di tempat ini yaitu alam rahim sudah terjadi interaksi alamiah antara ibu dan anaknya. Kemudian setelah itu di masa kehamilan kurang lebih sembilan bulan akan lahirlah anak-anak buah dari perkawinannya. Seorang ibu memliki peran utama dalam konteks meneruskan generasi manusia, termasuk orang-orang Pakpak. Melalui seorang ibulah akan terjadinya kesinambungan keturunan dan


(22)

tentu saja kebudayaan Pakpak. Jadi masyarakat Pakpak secara umum sangat menggantungkan kontinuitas dan perkembangan generasinya melalui seorang ibu. Demikian maksud tipe ideal yang keempat ini.

Seterusnya tipe ideal kelima seorang istri dalam konteks kebudayaan Pakpak adalah dilukiskan dalam baris teks mahan dengngan merarih (menjadi teman bercerita. Artinya dalam frase ini, seorang istri itu menjadi teman bercerita kepada suami yang amat dikasihinya, terutama dalam membina keluarga yang sempurna, menurut panduan adat dan juga agama. Dengan demikian, walaupun masyarakat Pakpak menganut garis keturunan dari pihak laki-laki (patrilineal), namun fungsi seorang istri sangatlah penting dalam konteks memberikan arah yang baik dalam membina keluarganya. Suami tidak akan dapat berjalan atau menentukan sendiri arah rumah tangganya. Ia tetap harus memusyawarahkan dan kemudian mencari kesepakatan dalam menentukan mahligai rumah tangganya.

Selanjutnya, tipe ideal yang keenam seorang istri dalam budaya Pakpak adalah menjadi teman bekerja untuk sang suami tercinta, yang diistilahkan dalam nangen ini sebagai mahan dengngan mengula (menjadi teman bekerja). Seorang istri bukan hanya pasif, artiny cukup sekedar melahirkan keturunan. Istri haruslah bekerja mengurusi anak, suami, dan keluarga saja, atau lebih jauh dari itu ia juga bekerja membantu ekonomi keluarga, seperti ikut bertani, mengambil kemenyan, menenun, dan sebagainya. Seorang istri yang ideal dalam kebudayaan Pakpak adalah istri yang rajin bekerja. Ia bertindak nyata dalam rangka membantu suami menghidupi keluarganya.


(23)

Tipe ideal yang terakhir, yaitu yang ketujuh yang diekspresikan dalam teks nangen nandorbin ini adalah seorang istri dalam kebudayaan Pakpak adalah man dengngan ncayur ntua (menjadi teman hidup sampai tua). Artinya adalah seorang istri adalah menjadi pendamping atau pasangan hidup terhadap suaminya untuk selama-lamanya yang dikonsepkan sampai tua dalam frase ini. Dengan demikian, secara etnosains, seorang istri dan seorang suami yang ideal dalam konteks kehidupan masyarakat Pakpak adalah istri dan suami yang menjaga keutuhan dan perkembangan rumah tangganya sampai ajal menemui mereka. Jadi tipe ideal rumah tangga dalam kehidupan masyarakat Pakpak adalah rumah tangga yang langgeng, kalau bisa jangan sampai bercerai. Sebab dampaknya akan merugikan kepada anak-anaknya dan juga keluarga kedua belah pihak.

Selain itu, larik di atas juga menggambarkan keberhasilan dalam hidup seorang Pakpak apabila ia mati dalam keadaan ncayur ntua, yaitu meninggal dunia dengan meninggalkan keturunan (anak dan cucu) yang berhasil di dalam kehidupannya. Ncayur ntua ini menjadi dambaan dari seorang Pakpak. Jika seseorang mampu mencapai derajat kematian ncayur ntua, maka ia akan dihargai, dihormati, diapresiasi dengan baik oleh seluruh warga Pakpak. Ini juga yang terkandung di dalam konsep adat Pakpak.

3.3.5 Pemilihan Teks

Dalam teks tersebut, ada beberapa istilah yang digunakan oleh penyaji dalam menyampaikan kata-kata dalam Nyanyiannya. Dengan kata lain, istilah


(24)

tersebut ditujukan kepada orang yang akan pelamar putrinya, agar orang yang akan melamar tersebut yakin dan percaya bahwa putri tersebut adalah putri terbaik dan pilihan, seperti contoh di bawah ini.

(a) buluh i bernoh: sebutan untuk putri yang terdidik,

(b) kuambit: sebutan halus untuk mengungkapkan perasaan,

(c) man permain: sebutan untuk putri tersebut diangkat menjadi menantu, (d) silindung bulan: sebutan untuk putri perumpaan cahaya bulan,

(e) mahan: sebutan untuk perkataan halus dijadikan yang terbaik.

Istilah tersebut merupakan suatu hal yang harus diketahui penyaji dalam menyampaikan nyanyiannya karena jika tidak tepat dalam menyebutkannya, maka orang-orang yang mendengar akan mengejek bahkan menertawakannya. Hal-hal tersebut sangatlah penting dalam menyajikan nyanyian ini. Dengan demikian si penyaji tidak boleh sembarangan dalam menyampaikan kata-kata dalam nyanyiannya.

Dalam teks tersebut juga terdapat istilah eufoniks yaitu menambah atau mengurangi suku kata dalam teks nyanyian untuk menambah efek musical atau keindahan dalam lagu tersebut, seperti: man, kata ini seharusnya mahan, tetapi dalam teks tersebut dikurangi menjadi man. Permen, kata ini seharusnya permain, tetapi dalam teks tersebut dikurangi menjadi permen.

3.3.6 Struktur Teks

Secara umum, teks yang terdapat dalam nangen nandorbin tidak mempunyai peraturan yang baku. Artinya, teks yang disampaikan secara spontan dan berdasarkan isi dari hati si penyaji. Tidak ada pembuka, bagian


(25)

tengah dan bagian akhir, atau teks yang sudah baku tetapi disampaikan sesuai dengan isi hati si penyaji. Hanya saja harus menggunakan kata-kata yang sopan dan istilah yang benar sesuai dengan tradisi yang berlaku seperti yang sudah dijelaskan di atas.Teks dari nyanyian tersebut juga tidak terikat rima atau sajak. Struktur teks dari Nangen nandorbin tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama, dia menyanyikan untuk putrinya. Teksnya dapat dilihat di bawah ini.

Sada Nandorbin ko buluh i bernoh idi

Putriku kau bagaikan bambu yang terbaik dari serumpun bambu yang ada di lembah tersebut.

Nandorbin Nandorbin Putriku yang terdidik.

Sebagian besar, dia lebih banyak menceritakan kehidupan dan didikan terbaik untuk putrinya, serta keluh kesah yang dialami dalam kehidupannya.


(26)

BAB IV

TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MUSIKAL NANGEN NANDORBIN

4.1 Teknik Transkripsi dan Hasilnya

Dalam disiplin ilmu etnomusikologi, transkripsi merupakan proses penulisan bunyi-bunyian musikal sebagai hasil dari pengamatan dan pendengaran suatu musik ke dalam bentuk simbol-simbol yang disebut dengan notasi. Untuk melakukan transkripsi melodi nangen nandorbin, penulis memilih notasi deskriptif yang dikemukakan oleh Charles Seeger. Notasi deskriptif adalah notasi yang ditujukan untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.

Dalam bab ini, penulis memilih untuk mentranskripsi dan menganalisis melodi nangen nandorbin yang disajikan oleh Marseti Limbong S.Pd, SD. Hasil transkripsi dan analisis dikerjakan dengan menggunakan notasi Barat. Penulis memilih notasi Barat agar dapat menggambarkan pergerakan melodi nangen nandorbin secara grafis. Hasil transkripsi yang dibuat oleh penulis yang dibantu Amsaal Siburian. Nangen nandorbin ini merupakan hasil penelitian pada tanggal 14 Maret 2015 lalu di kediaman Ibu Marseti Limbong, S.Pd., SD, di Desa Sukaramai, Kecamatan Kereajaan, Kabupaten Pakpak Bharat.

Selanjutnya dalam menganalisis nyanyian tersebut, penulis berpedoman


(27)

teori weightedscale. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu :tangga nada (scale), nada dasar (pitch center), wilayah nada (range), jumlah nada (frequency of note), jumlah interval, pola kadensa, formula melodi (melody formula), dan kontur (contour) (Malm dalam terjemahan Takari 1993:3).

Simbol dalam Notasi

1. Merupakan garis paranada yang memiliki lima buah garis paranada dan empat buah spasi dengan tanda kunci G.

2. = Merupakan empat buah not 1/8 yang digabung menjadi satu ketuk.

3. = Merupakan dua buah not 1/8 yang digabung menjadi satu ketuk.

4. = Merupakan tanda istirahat (rest) ¼ ketuk yang bernilai satu ketuk

5. = Merupakan tanda istirahat (rest) 1/16 ketuk yang bernilai ¼ ketuk

Selengkapnya hasil transkripsi berupaa notasi nangen nandorbin yang disajikan oleh Ibu Marseti Berru Limbong, dengan teknik dan simbol-simbol seperti diurai di atas, adalah sebagai berikut.


(28)

Notasi 4.1:

NANDORBIN

Penyaji: Marseti Berru Limbong

Direkam di: Desa Sukaramai, Kerajaan, Pakpak Tanggal perekaman: 14 Maret 2015


(29)

4.1.1 Tangga Nada (scale)

Tangga nada atau scale yang dimaksud dalam skripsi ini adalah nada-nada yang dipakai dalam lagu nangen nandorbin, yang berkaitan dengan melodi serta nada tonika. Tangga nada ini memiliki nada-nada anggota, yang membangun melodi secara keseluruhan.

Dalam mendeskripsikan tangga nada, penulis mengurutkan nada-nada yang terdapat dalam melodi nyanyian tersebut, berdasarkan kaidah penyusunan tangga nada atau modus melodi di dalam kebudayaan musik manapun di dunia ini. Dari hasil transkripsi diperoleh nada-nada anggota tangga nada nangen nandorbin ini sebagai berikut.

Notasi 4.2:

Tangga Nada Nangen Nandorbin

Es -- F -- Bes – C -- Es’

Adapun jarak antara nada-nada anggota tanggga nada ini adalah: 200 -- 500 -- 200 -- 500 sent

atau 1 -- 2½ -- 1 -- 2½ laras

Tangga nada tersebut dilihat dari hubungan antara nada yang satu dengan yang lainnya memiliki formula-formula interval yang menyusunnya sebagai berikut ini.


(30)

Notasi 4.3:

Hubungan Antar Nada dalam Tangga Nada Nangen Nandorbin

Dengan demikian tangga nada yang digunakan oleh penyanyinya untuk menyanyikan nangen nandorbin ini dapat diklasifikasikan kepada tangga nada yang menggunakan empat nada dalam satu oktaf, yang dalam peristilahan musik disebut dengan tetratonik.8

4.1.2 Nada Dasar (Pitch Center)

Dalam menentukan nada dasar pada nangen nandorbin ini, penulis menggunakan tujuh kriteria-kriteria generalisasi yang ditawarkan oleh Bruno Nettl

8Jika sebuah tangga nada (scale) menggunakan dua nada disebut dengan ditonik, tiga nada tritonik (sedangkan tritonus berkait dengan interval kuart aughmented contohnya F ke B atau balikannya kuint diminished, contoh B ke F), empat tetratonik, lima pentatonik, enam sektatonik, dan tujuh heptatonik. Sementara tangga nada diatonik adalah tangga nada yang mengacu kepada tangga nada musik Barat secara umum, yang menggunakan dua jenis interval yaitu penuh dan setengah, dengan bentuknya pada tangga nada mayor maupun minor (natural, harmonis, melodis, dan zigana).


(31)

dalam bukunya Theory and Method in Etnomusicology (1963:147), yaitu sebagai berikut.

1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering muncul dan nada mana yang paling jarang dipakai dalam suatu komposisi musik.

2. Kadang-kadang nada yang memiliki nilai ritmisnya besar dianggap nada dasar, meskipun jarang dipakai.

3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bagian tengah komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas tersebut.

4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun posisi tepat berada ditengah-tengah dapat dianggap penting.

5. Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai patokan. Contohnya sebuah posisi yang digunakan bersama oktafnya, sedangkan nada lain tidak memakai. Maka nada pertama tersebut boleh dianggap lebih penting.

6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa juga bisa dipakai sebagai patokan tonalitas.

7. Harus diingat barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-paokan diatas. Untuk mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik tampaknya adalah pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan musik tersebut (terjemahan Marc Perlman 1963:147).

Dengan melihat ketujuh kriteria di atas, maka dapat diuraikan nada dasar pada nangen nandorbin ini adalah seperti berikut.


(32)

1 Nada yang paling sering dipakai adalah nada: Bes 2 Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: Bes

3 Nada awal yang paling sering dipakai: Bes, dan nada akhir yang paling sering dipakai: F

4 Nada yang memiliki posisi paling rendah: Es 5 Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Es 6 Nada yang mendapat tekanan ritmis: Bes

7 Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan besar nada dasar lagu nangen nandorbin ini adalah nada: Es

Tabel 4.1:

Nada Dasar yang Dipergunakan pada Nangen Nandorbin

No Kriteria Nada 1 2 3 4 5 6 7 8 K1 K2 K31 K32 K4 K5 K6 K7 Bes Bes Bes F Es Es Bes Es

4.1.3 Wilayah Nada

Wilayah nada dapat didefiniskan merupakan retang antara nada yang terendah sampai yang tertinggi yang digunakan dalam sebuah bangunan musik,


(33)

terutama yang berkaitan dengan melodi. Wilayah nada ini selalu juga dalam istilah musik disebut dengan ambitus atau range.

Dengan berpedoman pada hasil transkripsi seperti terurai di atas maka wilayah nada yang digunakan penyanyi nangen nandorbin ini adalah dari nada terendahnya yaitu Es (dia atas C tengah) dan nada tertinggi adalah nada F. Jika di gambarkan di dalam monasi adalah sebagai berikut ini.

Notasi 4.4:

Wilayah Nada Nangen Nandorbin

Es F 1400 sent

7 laras

Dengan demikian tergambar dengan jelas bahwa ambitus suara yang diekspresikan oleh penyaji nangen nandorbin adalah satu oktaf lebih satu laras.

4.1.4 Jumlah Nada

Jumlah nada adalah banyaknya nada yang dipakai dalam suatu musik atau nyanyian. Banyaknya jumlah nada yang terdapat dalam nyanyian tersebut dapat dilihat dari bagan di bawah ini.


(34)

Notasi 4.5:

Jumlah Nada-nada yang Digunakan pada Nangen Nandorbin

Dari bagan di atas terlihat kepada kita bahwa dua nada yaitu Es dan F menggunakan duplikasi oktaf. Dua nada lainnya yaitu Bes dan C tidak menggunakan duplikasi oktaf. Dengan menyatukan nada-nada yang menggunakan duplikasi oktaf, maka nada yang terbanyak digunakan dalam nangen nandorbin adalah nada Bes yang muncul sebanyak 126 kali. Kemudian disusul oleh nada F yang muncul sebanyak 70 kali, selanjutnya nada Es 42 kali, dan nada C sebanyak 35 kali kemunculannya dalam komposisi musik vokal ini. Keseluruhan nada yang muncul adalah 273 kali.


(35)

Kemudian setiap nada tersebut dapat dipersentasekan berdasarkan kepentingannya di dalam komposisi lagu. Adapun persentase tersebut adalah sebagai berikut:

(a) Nada Es 42/273 x 100 = 15,83 % (b) Nada F 70/273 x 100 = 25,64 % (c) Nada Bes 126/273 x 100 = 46,15 % (d) Nada C 35/273 x 100 = 12,82 %

Jika digambarkan dalam bentuk diagram batang adalah sebagai berikut.

Diagram 4.1:

Diagram Batang Persentase Nada-nada Nangen Nandorbin


(36)

Diagram 4.2:

Diagram Pie Persentase Nada-nada Nangen Nandorbin

4.1.5 Jumlah Interval

Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain yang terdiri dari interval naik maupun turun. Sedangkan jumlah interval adalah banyaknya interval yang dipakai dalam suatu musik atau nyanyian. Berikut ini adalah interval dari nyanyian tersebut.


(37)

Tabel 4.2:

Interval yang Digunakan Nangen Nandorbin

Interval Posisi Total

Naik Turun

1P 110 110

2m 3 2 5

2M 66 39 105

3m 3M

4P 30 10 40

5P 8 20 28

5Aug 1 1 2

6M 1 8 9

4.1.6 Pola Kadensa

Pengertian kadensa adalah pergerakan nada akhir dari suatu frasa lagu. Pola kadens dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu semi kadens (half cadence) dan kadens penuh (full cadence). Semi kadens adalah suatu bentuk istirahat yang tidak lengkap atau tidak selesai dan memberi kesan adanya gerakan ritme yang lebih lanjut. Sedangkan kadens penuh adalah suatu bentuk istirahat di akhir frase yang terasa selesai sehingga pola kadens seperti ini tidak memberikan kesan untuk menambah gerakan ritem. Namun demikian,


(38)

penggunaan kadens pada lagu Nandorbin tersebut hanya menggunakan jenis semi kadens dikarenakan penggunaan melodi yang repetitif dan menunjukkan adanya kesan menambah gerakan ritem baru.

Pola semi kadens (half cadence) pada lagu nandorbin terdapat pada birama ke enam, delapan belas, dua puluh empat, tiga puluh, tiga puluh enam, empat puluh dua dan empat puluh delapan. Penggunaan kadens tersebut memiliki bentuk yang sama, yakni seperti pada analisis berikut ini.


(39)

Notasi 4.6:


(40)

Kadens a terdiri dari nada Bes sebesar not seperdelapan pada ketukan up beat dilanjutkan dengan seperdelapan nada Bes juga dan diakhiri oleh nada Bes seperdelapan dalam keadaan up beat. Kadens b diisi oleh nada Es pada posisi down beat durasi not seperdelapan dialnjutkan ke nada F sebesar not seperdelapan dan diakhiri oleh nada F dengan durasi not seperempat, dalam hal ini memiliki durasi satu ketukan dasar.

4.1.7 Formula Melodi

Formula melodi yang akan dibahas dalam tulisan ini meliputi bentuk, frasa dan motif. Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Dan motif adalah ide melodi sebagai dasar pembentukan melodi.

William P. Malm mengemukakan bahwa ada beberapa istilah dalam menganalisis bentuk, yaitu:

1. Repetitif yaitu bentuk nyanyian yang diulang-ulang.

2. Ireratif yaitu bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil dengan kecenderungan pengulangan-pengulanag di dalam keseluruhan nyanyian.

3. Strophic yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks nyanyian yang baru atau berbeda.

4. Reverting yaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan pada frasa pertama setelah terjadi penyimpanganpenyimpangan melodi. 5. Progresive yaitu bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan


(41)

Melihat kepada hal yang dikemukakan oleh Malm mengenai bentuk nyanyian, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa melodi dari nyanyian tersebut adalah strophic yang artinya bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks nyanyian yang baru atau berbeda. Dalam nyanyian nangen nandorbin ini, contohnya adalah sebagai berikut.

Notasi 4.7:


(42)

4.1.8 Analisis Bentuk, Frase, dan Motif pada Nangen Nandorbin

Secara garis besar, bentuk, frasa dan motif yang terdapat dalam Nangen Nandorbin adalah sebagai berikut.

Tabel 4.3:

Frase dan Bentuk Nangen Nandorbin

Birama Frase Bentuk

1-4 A

I

4-6 B

7-10 A

I

10-12 B

13-16 A

I

16-18 B

19-22 A

I

22-24 B

25-28 A

I

28-30 B

31-34 A

I

34-36 B

37-40 A

I

40-42 B

43-46 A

I


(43)

Frase-frase yang membentuk komposisi nangen nandorbin ini di dalam bentuk notasi adalah seberti analisis berikut ini.

Notasi 4.8:


(44)

Dari notasi di atas dapat dideskripsikan dua frase yang membentuk nagen nandorbin ini sebagai berikut.

(i) Frase A, pada birama pertama dimulai dari tiga nada Bes masing-masing not seperdelapan, dilanjutkan dengan nada Es seperdelapan, rangkaian ini mengisi dua ketukan awal pada birama pertama. Diteruskan dengan nada F sebesar not seperempat pada ketukan ketiga dan disambung dengan nada F juga sebesar not tiga perdelapan dan digenapi oleh nada F seperenam belas pada ketukan keempat birama pertama ini. Sesudah itu pada birama kedua ketukan pertamanya diisi oleh dua nada F masing-masing not seperdelapan, dilanjutkan ke ketukan kedua diisi nada Es seperdelapan dan nada Bes seperdelapan. Diteruskan dengan nada C seperdelapan dan nada Bes seperdelapan pada ketukan ketiga birama ini. Dilanjutkan kpeda nada Es bawah seperdelapan dan Bes seperdelapan menutup ketukan keempat birama kedua ini. Setersunya dilanjutkan dengan nada C seperdelapan Bes seperdelapan, Es seperdelapan dan F seperdelapan, diteruskan kepada F tiga perenam belas dan Bes seperenambelas. Kemudian pada ketukan keempat birama tiga ini diisi oleh dua nada Bes masing-masing not seperdelapan. Pada ujung frase ini, ketukan pertama birama keempat diisi oleh dua nada Bes masing-masing seperdelapan, kemudian digunakan tanda istirahat dua seperdelapan.

(ii)Frase B, dimulai nada C seperdelapan ditambah tiga nada Bes masing-masing seperdelapan. Diteruskan ke birama berikutnya dengan menggunakan nada C seperdelapan, Bes seperdelapan, Es seperdelapan,


(45)

dan F seperdelapan. Rangkaian nada ini kemudian dilanjutkan dengan menggunakan nada Bes seperdelapan, C seperdelapan, Es seperdelapan, F seperdelapan, dan frase ini ditutup dengan nada F seperempat ditambah tanda istirahat tiga perempat. Kedua-dua frase inilah menjadi pembentuk komposisi nangen nandorbin.

Dari dua frase tersebut, maka selanjutnya lebih detil lagi dapat dianalisis motif-motif melodi yang digunakan nangen nandorbin ini. Selengkapnya dapat diuraikan sebagai berikut.

Notasi 4.9


(46)

Motif melodi frase A terdiri dari: a, b, a1, c, d, a2, dan a3. Sementara di sisi lainnya, frse B dibentuk oleh motif-motif: a4, e, f, dan a21. Dengan demikian motifnya cenderung berkembang terus. Di samping itu, khusus motif a, motif yang statis yaitu rangkaian nada-nada yang sama sangat berkembang di dalam melodi nangen nandorbin ini.

4.1.9 Kontur

Kontur adalah garis melodi dalam sebuah lagu. Malm (dalam Irawan 1997: 85), yang dapat dibedakan beberapa jenis kontur, yaitu:

1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nadayang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.

2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah.

3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada yang lebih tinggi atau sebaliknya.

4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu nada ke nada yang lain baik naik maupun turun.

5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.

6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada yang lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun minor.


(47)

7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai batas-batasan.

Garis kontur yang terdapat pada melodi nangen nandorbin adalah ascending, descending dan static. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar di bawah ini.

Notasi 4.10:


(48)

Notasi 4.11:


(49)

Melihat dari dua notasi grafik di atas dapat dikemukakan mengenai kontur secara umum, dua frase nangen nandorbin ini, yaitu sebagai berikut.

1. Frase A dibentuk oleh dua kontur, yang pertama adalah kontur pendulum ke arah atas dan ditambah dengan bahagian ujungnya yaitu kontur naik (ascending). Keduanya dapat digambarkan sebagai berikut:

2. Frse B dibentuk oleh dua kontur juga. Yang pertama adalah kontur menurun, dan yang kedua adalah kontur pendulum ke arah atas, yang secara umum dapat digambarkan sebagai berikut.

Secara umum melodi nangen nandorbin disusun oleh tiga bentuk kontur, yaitu pendulum ke atas, naik, dan turun.


(50)

4.1.10 Analisis Waktu

Nangen nandorbin selain dikomposisikan oleh dimensi ruang (tangga nada) juga disusun berdasarkan waktu. Aspek waktu ini mencakup: meter, aksentuasi, tempo, durasi, aksentuasi, dan.lain-lainnya. Inilah aspek-aspek yang mendukung dimensi waktu.

4.1.10.1 Meter

Meter yang dimaksud di dalam skripsi ini adalah kesatuan unit-unit ketukan yang menjadi siklus dari melodi nangen nandorbin. Secara umum meter yang digunakan dalam nangen nandorbin ini adalah empat. Keempat ketukan dasar dalam meter ini ditulis dalam tanda birama 4/4. Proses pembentukan meter dalam lagu ini dapat dikonsepkan sebagai berikut.

Bagan 4.1:

Meter Nangen Nandorbin

Kemudian diterapkan di dalam melodi adalah sebagai berikut.


(51)

4.1.10.2 Aksentuasi

Sebagaimana lazimnya melodi yang terikat dalam meter dan juga pulsa dasar, maka nangen nandorbin dalam menyusun dimensi ruang menggunakan aksentuasi-aksentuasi metrik, dan sekaligus juga melodis. Aksentuasi-aksentuasi metrik ini, berdasarkan aspek audio, adalah:

1. Untuk ketukan pertama di setiap birama adalah intensitas kuat, 2. Untuk ketukan kedua di setiap birama adalah intensitas lemah, 3. Untuk ketukan ketiga di setiap birama adalah intensitas sedang, dan 4. Untuk ketukan keempat pada setiap birama adalah intensitas lemah,

Keempat intensitas (aksentuasi) ini dapat digambarkan sebagai berikut. Bagan 4.1:

Aksentuasi Metrik Nangen Nandorbin

Aksentuasi seperti terurai di atas adalah aksentuasi berdasarkan meter yang digunakan. Selain itu, aksentuasi juga terjadi dalam melodi, yang menjadi bahagian terintegrasi dari keseluruhan melodi. Aksentuasi melodi di dalam nangen nandorbin secara umum memiliki hubungan dengan aksentuasi meter, namun perjalanan melodi juga memberikan aksentuasi ritmenyya tersendiri


(52)

juga, namun tidak sampai berlawanan. Ang jelas dasar aksentuasinya adalah ostinato (ulangan-ulangan).

4.1.10.3 Tempo

Tempo adalah cepat lambatnya sebuah komposisi musik disajikan. Tempo ini bisa saja dideskripsikan dengan kata-kata atau juga bisa ditentukan berdasarkan ketukan-ketukan pada metronom (Metronom Maelzal). Dalam musik Barat misalnya tempo ini dideskripsikan dengan kata-kata: largo, adagio, moderate, tempo dimarcia, presto, prestissimo, dan lain-lainnya.

Setelah m,endengarkan secara audio, maka tempo ang digunakan dalam nangen nandorbin, berdasarkan sistem metronom adalah sekitar 120 kietukan dasar per menit. Artinya adalah dalam satu menit terdapat ketukan dasar sebanyak 120. Atau dalam setiap detiknya ada dua ketukan dasar. Jika dideskripsikan dengan kata-kata, maka tempo yang digunakan pada nangen nandorbin ini adalah sedang. Tempo ini dapat dikonsepkan sebagai berikut.

Notasi 4.12:

Tempo Nangen Nandorbin

MM = 120


(53)

4.1.10.4 Durasi

Durasi adalah panjang dan pendekna not yang digunakan dalam konteks menyusun ritme (pola rime dan motif ritme). Dengan melihat notasi sebagai hasil transkripsi, maka durasi-durasi yang digunakan dalam nangen nandorbin ini adalah sebagai berikut:

A. Durasi not

1. Not seperempat

2. Not tiga perenam belas

3. Not seperdelapan

4. Not seperenam belas

B. Durasi tanda istirahat

1. Tanda istirahat ¾

2. Tanda istirahat ¼

Dikaitkan dengan garapan durasi pada setiap ketukan dasar, maka nangen nandorbin ini dikomposisikan dengan:

a. Satu ketukan dasar diisi oleh not seperempat b. Satu ketukan dasar diisi oleh dua not seperdelapan

c. Satu ketukan dasar diisi oleh satu not tiga perenambelas dan satu perenam belas


(54)

d. Satu ketukan dasar diisi oleh tanda istirahat seperempat Dapat digambarkan sebagai berikut.

Notasi 4.13

Garapan Durasi Per Satu Ketukan Dasar Nangen Nandorbin


(55)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap nangen nandorbin ini, ada beberapa kesimpulan yang bisa penulis peroleh, yaitu sebagai berikut. 1. Nangen nandorbin adalah suatu nyanyian nasihat yang bersifat mendidik

yang disajikan oleh kaum wanita ketika ada putrinya yang sudah beranjak dewasa. Disajikan di hadapan seorang putri tersebut di rumah dan tidak diiringi alat musik.

2. Jika melihat teksnya, penulis menemukan hal baru yang belum pernah penulis ketahui sebelumnya yaitu bahwa teks atau objek yang dinyanyikan tidak hanya berkisar tentang nasihat-nasihat baik kepada putri tersebut saja, tetapi nyanyian tersebut adalah tempat atau kesempatan untuk mencurahkan isi hati si penyaji. Hal-hal yang disampaikan bercerita tentang kelebihan, sifat serta kebiasaan-kebiasaan terbaik yang dilakukan oleh si putri tersebut, dia juga menceritakan bagaimana keluh kesah atau penderitaan yang akan dihadapi dalam hidup nya apabila sudah menikah kelak dan sering pula menceritakan atau, mengenang masa-masa pembelajaran pernikahan melalui nyanyian nangen nandorbin tersebut. Melalui nyanyian tersebut, si penyaji mencurahkan isi hatinya agar putrinya kelak menjadi putri sorotan masyarakat Pakpak yang ada di Desa Sukaramai.


(56)

Secara tematik, teks lagu nangen nandorbin ini adalah menceritakan tipe ideal seorang ibu rumah tangga dalam konteks kebudayaan Pakpak. Ada tujuh tipe idealnya yaitu: (1) buluh i bernoh (seperti serumpun bambu yang terbaik), (2) mahan silindung bulan (menjadi pelindung), (3) mahan tongket ku idi (menjadi tongkat penopang), (4) mahan peningkat marga (menjadi peningkat keturunan), (5) mahan dengngan merarih (menjadi teman bercerita), (6) mahan dengngan mengula (menjadi teman bekerja), dan (7) man dengngan ncayur ntua (menjadi teman hidup sampai tua). 3. Jika melihat teksnya, penulis menyimpulkan bahwa tidak ada peraturan atau

teks yang baku dalam nyanyian tersebut. Artinya, si penyaji bebas mengungkapkan sesuai dengan isi hatinya. Namun, ada pemilihan kata yang digunakan seperti : inang ni berruna yang ditujukan untuk ibu, tendi ni inangna yang ditujukan kepada putrinya dan lain sebagainya.

4. Jika melhat struktur melodinya, dapat disimpulkan bahwa melodi yang digunakan adalah cenderung berulang-ulang, hanya teksnya saja yang berubah. Sama halnya dengan struktur teks, bahwa tidak ada peraturan yang baku terhadap melodi yang digunakan. Nangen nandorbin ini bukanlah suatu adat dalam masyarakat Pakpak, namun tradisi yang dilakukan secara turun-temurun. Jika dalam suatu pernikahan tidak ada penyajian nyanyian ini, maka akan terasa sunyi dan suasana bahagia tidak terasa. Tetapi ketika nyanyian ini disajikan, maka orang-orang yang akan merasa bahagia apabila sudah meminang putri yang terdidik tersebut.Ada kebahagiaan yang mendalam ketika mendengar nyanyian ini. Penulis juga merasakan hal tersebut ketika mendengar nyanyian ini.


(57)

Secara struktural melodi lagu nangen nandorbin ini disusun oleh unsur-unsur melodi sebagai berikut: (i) tangga nada yang digunakan adalah tetratonik; (ii) wilayah nadanya 7 laras, satu oktaf lebih satu laras; (iii) nada dasar berada pada nada paling rendah yaitu Es; (iv) formula melodinya strofik; (v) interval yang digunakan adalah dari prima sampai sekta mayor; (vi) pola-pola kadensanya biner; (vii) jumlah nada-nada yang digunakan mayoritas berada pada nada ketiga, dan (viii) kontur yang digunakan ada tiga yaitu pendulum ke atas, naik, dan turun.

Jika melihat keberadaannya dalam situasi sosial masyarakat di masa kini, yaitu nyanyian ini sudah jarang disajikan karena beberapa faktor sosial dan budaya yaitu:

1. Faktor agama, hal ini disebabkan karena adanya kebahagiaan yang dianggap berlebihan sedangkan menurut agama yang kita yakini bahwa setiap orang harus menikah karena jodoh sudah ditentukan oleh Sang Pencipta.

2. Pada saat sekarang ini sudah jarang ditemukan orang yang bisa menyajikan nyanyian ini diakibatkan karena kurangnya minat dan perhatian terhadap nyanyian ini, baik generasi tua maupun generasi muda. Tidak jarang ditemukan bahwa dalam suatu pernikahan tidak menyajikan nyanyian ini. Biasanya jika tidak ada anggota keluarga yang bisa untuk menyajikan nyanyian ini, maka orang lain yang bukan keluarga dekat yang bisa menyajikan nyanyian ini disuruh untuk bernyanyi. Tetapi jika tidak ada yang bisa, maka tidak harus dilakukan.


(58)

3. Perkembangan tekhnologi yang semakin maju yang membuat orang semakin tidak peduli dengan tradisinya sendiri. Orang-orang lebih tertarik terhadap teknologi yang semakin maju.

5.2 Saran

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis bersedia untuk diberikan saran atau kritik yang membangun agar tulisan ini lebih baik lagi. Penulis juga memberikan saran kepada masyarakat Pakpak agar kiranya tetap memelihara dan memberikan perhatian terhadap kebudayaan yang ada baik seni musik, seni vokal dan seni tari.

Penulis juga melihat bahwa kebudayaan Pakpak sudah semakin hilang seiring dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, sebagai masyarakat Pakpak mari kita sama-sama menunjukkan dan memberikan perhatian terhadap kebudayaan yang kita miliki sebagai identitas bangsa.


(59)

BAB II

ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK BHARAT DI DESA SUKARAMAI PAKPAK BHARAT

2.1 Wilayah Budaya Etnik Pakpak

Pada Bab II ini, saya akan membahas tentang etnografi1 umum

masyarakat2 Pakpak secara umum, serta menggambarkan tentang lokasi penelitian yang saya teliti. Di sini akan saya jelaskan beberapa hal, seperti bahasa, mata pencaharian, sistem kekerabatan, serta kesenian yang terdapat di daerah lokasi yang saya teliti.

Etnik3 Pakpak adalah salah satu suku pribumi di Provinsi Sumatera

Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1Dalam konteks studi disiplin antropologi dan juga etnomusikologi, yang dimaksud dengan etnografi adalah sebuah karya antropologi yang isinya berupa deskripsi mengenai kebudayaan satu suku bangsa (etnik). Jenis karya etnografi adalah karangan penting dan mengandung bahan pokok dari kajian antropologis. Namun demikian dalam kenyataannya, karena di dunia ini terdapat berbagai suku bangsa yang jumlahnya kecil (ratusan saja) dan ada yang besar sampai jutaan, maka seorang ahli antropologi (antropolog) yang mendeskripsikan sebuah etnografi, tentu saja tidak bisa mencakup keseluruhan dari suku bangsa yang besar jumlahnya. Oleh itu, pakar antropologi biasanya membatasi jumlah atau lokasi suku bangsa yang ditelitinya. Dalam melakukan penelitian terhadap nangen nandorbin ini, penulis tidak mendeskripsikan keseluruhan etnik Pakpak yang berada di kawasan Sumatera Utara dan Aceh, namun sesuai dengan batasan kajian ini, hanya akan forkus terhadap etnografi etnik Pakpak yang terdapat di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara.

2Masyarakat (society) adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Lihat Koentjaraningrat (1974:11). Menurut J.L. Gillin dan J.P. Gillin, yang dimaksud masyarakat adalah: "... the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative,"--yang ertinya: "kelompok manusia yang terbesar, yang secara umum memiliki adat istiadat, tradisi, sikap, dan rasa bersatu, yang merupakan kesatuan tingkah laku mereka." Lebih jauh lihat J.L. Gillin dan J.P. Gillin (1954:139).

3Etnik atau etnik adalah unsur serapan dari bahasa Inggris ethnic. Di dalam bahasa Indonesia kata ini selalu ditulis dengan etnik, yang maknanya adalah sama dengan suku atau suku bangsa. Di dalam Kamus besar bahasa Inddonesia (KBBI versi luar jaringan/luring) yang dimaksud dengan etnik adalah di dalam ilmu antropologi adalah bertalian dengan kelompok


(60)

1. Kabupaten Dairi ibu kotanya Sidikalang yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 148 Desa. Kelurahannya meliputi Suak Keppas dan Pegagan.

2. Kabupaten Aceh Singkil ibu kotanya Singkil yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 148 Desa. Kelurahannya meliputi seluruh daerah Suak Boang.

3. Kabupaten Pakpak Bharat ibu kotanya Salak yang terdiri dari 8 Kecamatan dan 59 Desa. Kelurahannya meliputi Suak Simsim dan sebagian daerah Keppas.

4. Kota Subulussalam ibu kotanya Subulussalam yang terdiri dari 5 Kecamatan dan Desa/Kelurahan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Singkil dan masih termasuk Suak Boang.

5. Kabupaten Tapanuli Tengah ibu kotanya Pandan yang terdiri dari 6 Kecamatan dari daerah (wilayah) Kabupaten Tapanuli Tengah adalah hak ulayat Tanah Pakpak (Suak Kelasen) yang terdiri dari Kecamatan Barus, Barus Utara, Sosar Godang, Andam Dewi, Manduamas dan Sirandorung dan 56 Desa/kelurahan.

6. Kabupaten Humbang Hasundutan ibu kotanya Dolok Sanggul yang terdiri dari 3 Kecamatan, yaitu : Kec. Pakkat, Kec. Parlilitan dan Kec. Tara Bintang dan masih termasuk ke dalam Suak Kelasen.

Luas wilayah tanah Pakpak keseluruhan adalah 8.331,12 km2 yang terdiri dari 52 Kecamatan dan 471 Desa/Kelurahan.

sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Dengan demikian etnik ini didasari oleg faktor genealogis serta kebudayaan (terutama unsur religi, bahasa, dan adat). Sebuah kelompok etnik dipandang memiliki nenek moyang atau keturunan yang sama.


(61)

Tabel 2.1

Luas Wilayah Budaya Etnik Pakpak di Sumatera Utara dan Aceh

Sumber: Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat (2015)

Selanjutnya tanah hak ulayat Pakpak berbatasan sebagai berikut. (a) Sebelah Utara berbatasan dengan Aceh Tenggara dan Aceh Selatan, (b) Sebelah Timur berbatasan dengan Tanah Karo,

(c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Tapanuli Utara, dan (d) Sebelah Barat berbatasan dengan Tapanuli Tengah.

No Kabupaten/Kecamatan Luas

1 Kabupaten Dairi 1.927,8 Km2

2 Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Madya Subulussalam

375,8 Km2

3 Kabupaten Pakpak Bharat 1.221,3 Km2

4 Kabupaten Barus 84,83 Km2

5 Kecamatan Sosor Gadong 143,18 Km2

6 Kecamatan Andam Dewi 122,42 Km2

7 Kecamatan Manduamas 99,55 Km2

8 Kecamatan Sirandorung 87,82 Km2

9 Kecamatan Pakkat 459,140 Km2

10 Kecamatan Parlilitan 598,70 Km2

11 Kecamatan Tara Bintang 277,30 Km2


(62)

2.2 Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi Pakpak

Lokasi penelitian yang penulis ambil terletak di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat yang merupakan salah satu daerah/wilayah bermukimnya suku Pakpak yang disebut dengan Suak Pakpak Simsim dan Keppas. Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebuah kabupaten yang berada di perbatasan Dairi dan Aceh, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Dairi.

Kabupaten Pakpak Bharat terletak di Pesisir Pantai Barat Sumatera dengan luas wilayah 2.187 Km2 terletak di 2 02’27’30”Lintang Utara /9704’

-97 45” 00” Bujur Timur yang berbatasan langsung dengan Kota Subulussalam

di sebelah Utara, Samudera Indonesia di sebelah Selatan provinsi Sumatera Utara di sebelah Timur dan Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan di sebelah Barat.

Kabupaten Pakpak Barat terbagi dalam 8 Kecamatan, yaitu sebagai berikut:

(1) Kecamatan Salak, (2) KecamatanTinada, (3) Kecamatan Sipagindar, (4) Kecamatan Kerajaan, (5) Kecamatan Siempat Rube,

(6) Kecamatan PGGS (Pergenteng-genteng sengkut), (7) Kecamatan Sitellu tali urang jehe,


(63)

2.3 Penduduk Pakpak di Desa Sukaramai

Berdasarkan data kependudukan yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Desa Sukaramai, Pakpak-Barat, tahun 2015 maka jumlah keseluruhan penduduk desa adalah 1.599 jiwa, yang terdiri dari 817 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 782 jiwa berjenis kelamin perempuan. Sehingga dapat dikatakan bahwa laki-laki lebih banyak 35 orang dibandingkan perempuan. Dari total 1.599 jiwa penduduk

Desa Sukaramai ini, terdapat sebanyak 343 keluarga. Umumnya sistem pengelolaan keluarga adalah berbasis pada keluarga inti, yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya. Namun ada juga yang menerapkan sistem keluarga batih atau extended family, yang terdiri dari ayah, ibu, anak-anak, dan kerabat dekatnya seperti nenek, kakek, paman, kemenakan, dan lainnya.

Berikut ini adalah data penduduk Desa Sukaramai berdasarkan jenis kelamin dan jumlah keluarga

Tabel 2.2

Penduduk Desa Sukaramai Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki 817 Jiwa

Perempuan 782 Jiwa

Jumlah Total 1599 Jiwa

Jumlah Kepala Keluarga 343 Jiwa


(64)

Kemudian data kependudukan lainnya adalah tingkat pendidikan penduduk di Desa Sukaramai. Dari tabel berikut ini dapat diketahui bahwa masyarakat Desa Sukaramai telah sadar akan pentingnya pendidikan dalam rangka menjawab tantangan sosial, yaitu mencari pekerjaan berdasarkan ilmu formal yang diperoleh. Ini dapat dibuktikan bahwa sebahagian besar usia sekolah adalah bersekolah, yaitu usia 7 sampai 18 tahun sebanyak 21 orang. Kemudian tamatan Sekolah Dasar sebanyak 125 orang, tamatan Sekolah Menengah Pertama dan sederajat 111 orang, tamat SMA dan sederajat 75 orang. Bahkan tamatan Perguruan Tinggi (baik dari D1, D2, D3, dan S1) mencapai total 30 orang. Jadi angka ini cukup menggembirakan dalam konteks pendidikan masyarakat Desa Sukaramai. Tingkat pendidikan tersebut tentu perlu juga diimbangi dengan rasa memiliki dan menghayati kebudayaan tradisinya, termasuk melestarikan nangen nandorbin secara bersama-sama.

Tabel 2.3

Data Pendidikan Penduduk Desa Sukaramai Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Usia Keterangan

Pendidikan

Laki-laki (orang)

Perempuan (orang)

3-5 Tahun Belum masuk TK 2 2

3-6 Tahun Sedang TK 30 34

7-18 Tahun Yang tidak pernah

sekolah


(65)

7-18 Tahun Yang sedang bersekolah

120 121

18-56 Tahun Yang tidak pernah bersekolah

2 3

18-56 Tahun Yang pernah SD

tetapi tidak tamat

15 20

18-56 Tahun Tamat

SD/Sederajat

125 125

12-56 Tahun Tidak tamat SMP 11 12

18-56 Tahun Tidak tamat SMP 12 15

18-56 Tahun Tamat SMP/

Sederajat

110 111

18-56 Tahun Tamat SMA /

Sederajat

75 75

18-56 Tahun Tamat

D1/Sederajat

2 3

18-56 Tahun Tamat D2 /

Sederajat

5 5

18-56 Tahun Tamat D3 /

Sederajat

2 1

18-56 Tahun Tamat S1 /

Sederajat

20 21

Total 551558


(66)

2.4 Sistem Religi dan Kepercayaan

Pada mulanya masyarakat Pakpak di desa Sukaramai masih menganut animisme dan dinamisme. Mereka percaya akan adanya kekuatan yang berasal dari luar dirinya sendiri. Mereka percaya kepada roh-roh nenek moyang maupun kepada benda-benda alam yang dianggap mempunyai kekuatan gaib. Sistem religi yang seperti itu percaya kepada dewa-dewa juga.

Sesuai dengan perkembangan zaman, maka pada masa sekarang masyarakat Pakpak menganut berbagai agama besar dunia, terutama agama-agama samawi,4 yaitu: Kristen dan Islam. Antara umat beragama ini di dalam kebudayaan Pakpak terjadi toleransi, yang saling menghargai perbedaan-perbedaan yang hidup bersama di dalam satu wilayah budaya, yaitu budaya Pakpak.

2.4.1 Kepercayaan Kepada Dewa-dewa

Dahulu suku Pakpak mempercayai kekuatan alam gaib dan percaya bahwa alam sumber kehidupan. Masyarakat Pakpak percaya terhadap Debata Guru/Batara Guru yang dikatakan dalam bahasa Pakpak Sitimempa/ Simenembe nasa si lot yang artinya yang “menciptakan yang ada di dunia ini.” Debata Guru atau Batara Guru menjadikan wakilnya untuk menjaga dan melindungi. Selain itu masyarakat Pakpak awal, mempercayai makhluk-makhluk gaib sebagai berikut ini.

4Agama samawi adalah merujuk kepada tiga agama di dunia ini yaitu: Yahudi, Kristen, dan Islam. Ketiga-tiga agama ini berinduk dari ajaran-ajaran Nabi Ibrahim Alaihissalam. Ketiganya memandang bahwa ajaran-ajaran yang sampai kepada mereka adalah berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut Yahweh di dalam agama Yahudi, Tuhan Bapa dalam Kristen, dan Allah Subhanahu Watala dalam Islam. Istilah samawi berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah langit. Dengan demikian istilah ini merujuk kepada agama yang diturunkan Tuhan melalui wahyu-Nya yang diturunkan kepada umat manusia melalui Nabi-nabi-Nya.


(67)

1. Beraspati Tanoh

Diberi simbol dengan gambar Cecak yang berfungsi melindungi segala tumbuh-tumbuhan. Jadi, jika seorang orang tua menebang pohon bambu, kayu atau tumbuhan lainnya, maka ia harus permisi kepada Beraspati Tanoh.

2. Tunggung Ni Kuta

Tunggung ni kuta ini diyakini mempunyai peranan untuk menjaga dan melindungi kampung atau desa serta manusia sebagai penghuninya. Karena itu, maka tunggung nikuta memberikan kepada manusia beberapa benda yaitu sebagai berikut:

a. Lapihen, yaitu terbuat dari kulit kayu yang di dalamnya terdapat tulisan-tulisan yang berbentuk mantra maupun ramuan obat-obatan serta ramalan-ramalan. Tentang ramalan-ramalan tersebut, orang yang membaca harus jujur dan beretika baik serta tujuan untuk kepentingan umum.

b. Naring, yaitu wadah berisi ramuan untuk pelindung kampung.Apabila suatu kampung mendapat ancaman, maka naring akan memberikan pertanda suara gemuruh atau siulan agar masyarakat dapat mengantisipasi gangguan tersebut.

c. Pengulu Balang, yaitu sejenis patung yang terbuat dari batu. Pengulu balang dapat memberikan bunyi (suara gemuruh) sebagai tanda gangguan, bala, musuh, dan penyakit yang mengancam sebuah desa.

d. Sibiangsa, yaitu wadah berbentuk guci yang diisi ramuan yang ditanam di dalam tanah yang bertugas untuk mengusir penjahat yang datang.


(68)

e. Sembahen Ni Ladang, yaitu roh halus dan penguasa alam sekitarnya yang diyakini dapat mengganggu kehidupan manusia sekaligus dapat melindungi manusia apabila diberikan sesajian.

f. Tali Solang, yaitu tali yang disimpul di ujungnya mempunyai kepala ular yang digunakan untuk menjerat musuh.

g. Tongket Balekat, yaitu terbuat dari kayu dan hati ular yang berukuran lebih kurang (1) meter yang diukir dengan ukiran Pakpak dan dipergunakan untuk menerangi jalan yang gelap.

h. Kahal-kahal, yaitu menyerupai telapak kaki manusia untuk melawan musuh. i. Mbarla, yaitu roh yang berfungsi untuk menjaga ikan di laut, sungai dan

danau.

j. Sineang Naga Lae, yaitu roh yang menguasai laut, danau, dan air.

2.4.2 Kepercayaan kepada Roh

Etnik Pakpak sebelum datangnya Kristen dan Islam, percaya kepada roh-roh, yang diklasifikasikan dan diistilahkan sebagai berikut ini.

a. Sumangan, yaitu tendi (roh) orang yang sudah meninggal mempunyai kekuatan yang menentukan wujud dan hidup seseorang yang dikenang. b. Hiang, yaitu kekuatan gaib yang dibagikan kepada saudara secara

turun-temurun.

c. Begu Mate Mi Lae atau disebut juga dengan begu sinambela, yaitu roh orang yang meninggal diakibatkan karena hanyut di dalam air atau sungai.

d. Begu Laus, yaitu sejenis roh yang menyakiti orang yang datang dari tempat lain secara lintas dan dapat membuat orang menjadi sakit secara tiba-tiba.


(69)

Biasanya begu laus adalah roh orang yang meninggal dunia secara mendadak.

Selain kepercayan-kepercayaan di atas, masyarakat Pakpak juga mempunyai beberapa kegiatan ritual yang berhubungan dengan kehidupan mereka yaitu sebagai berikut,

a. Meraleng Tendi

Meraleng tendi adalah ritual yang dilakukan ketika seseorang terkejut karena mendengar suara keras dan keadaan dimana seseorang sedang terancam suatu bahaya. Dengan keadaan seperti ini, maka tendi(rohnya) akan pergi meninggalkan raganya. Untuk menjemput tendi (roh) yang pergi tersebut, maka diadakanlah upacarameraleng tendi. Biasanya diadakan dengan membawa sesajen seperti : ayam merah atau ayam putih yang diberikan kepada roh nenek moyang yang sudah meninggal. Sesajen tersebut dibawa ke tempat pemakaman nenek moyang tersebut atau sesuai dengan petunjuk datu atau dukun.

b. Tolak Bala Atau Pelaus Persilihi Urat-Urat Ambat

Apabila seseorang merasa nasibnya sangat malang/sial dan mendapat mimpi-mimpi buruk, maka ia akan berusaha untuk menghindarkannya. Usaha untuk hal itu disebut dengan tolak bala atau pelaus persilihi uraturat ambat. Upacara ini dilakukan dengan cara mengambil ramuan atau bahan berupa akar kayu yang melintang di jalan atau arahnya memotong jalan. Akar ini dipahat atau dibentuk berbentuk patung manusia yang diberi tudung kain dan disemburi dengan sirih. Kemudian disediakan makanan berupa ikan yang bentuknya lurus atau dalam bahasa Pakpak disebut Nurung ncayur(sejenis ikan


(70)

jurung) serta dilengkapi dengan nasi kuning. Selanjutnya, akar yang sudah dibentuk seperti patung tadi diletakkan di atas niru (tampi) kemudian diletakkan di persimpangan jalan. Hal ini bermakna“ Inilah sebagai pengganti badan semoga jauhlah bahaya dan datanglah keselamatan.” Kepercayaan-kepercayaan di atas sudah jarang dilaksanakan atau ditemukan pada masyarakat Pakpak yang ada di Aceh Singkil sejak masuknya agama. Masyarakat Pakpak di sana sebagian besar sudah memeluk agama yang tetap, yaitu agama yang sudah diakui oleh Pemerintah. Sebagian besar masyarakat Pakpak yang ada di sana beragama Islam, Kristen Protestan, dan sebagian kecil beragama Kristen Khatolik.

2.5 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Pakpak sejak dahulu kala sudah ada suatu ikatan yang mengatur tata krama dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari yang dilaksanakan dan ditaati oleh masyarakat itu sendiri. Sistem tersebut selalu ada dalam upacara-upacara adat termasuk juga dalam upacara kematian.

2.5.1 Sulang Silima

Sulang silima adalah lima kelompok kekerabatan yang terdiri dari kulakula, dengan sebeltek situaan/anak yang paling tua, dengan sebeltek siditengah atau anak tengah dan dengan sebeltek siampun-ampun/anak yang paling kecil, serta anak berru. Sulang silima dalam masyarakat Pakpak adalah kelompok besar dalam kekerabatan masyarakat Pakpak. Sulang silima ini berkaitan dengan pembagian sulang/jambar dari daging-daging tertentu dari seekor hewan seperti kerbau, lembu atau babi yang disembelih dalam konteks upacara adat masyarakat Pakpak.


(71)

Pembagian daging atau jambar ini disesuaikan dengan hubungan kekerabatannya dengan pihak kesukuten atau yang melaksanakan upacara. Dalam masyarakat Pakpak, kelima kelompok tersebut masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain dalam acara adat.

a. Kula-kula, merupakan salah satu unsur yang paling pentingdalam sistem kekerabatan pada masyarakat Pakpak. Kula-kula adalah kelompok/ pihak pemberi istri dalam sistem kekerabatan masyarakat Pakpak dan merupakan kelompok yang sangat dihormati dan dianggap sebagai pemberi berkat oleh masyarakat. Dengan demikian, kula-kula juga disebut dengan istilah Debata Ni Idah (Tuhan yang dilihat). Oleh karena itu, pihak kula-kula ini haruslah dihormati. Sikap menentang kula-kula sangat tidak dianjurkan dalam kebudayaan masyarakat Pakpak. Dalam acara-acara adat, kelompok kula-kula diwajibkan untuk hadir, termasuk juga dalam adat kematian dan mendapat peran yang penting termasuk juga dalam upacara kematian.

b. Dengan sebeltek adalah mereka yang mempunyai hubungan tali persaudaraan yang mempunyai marga yang sama. Mereka adalah orang-orang yang satu kata dalam permusyawaratan adat. Selain itu, dalam sebuah upacara adat ada kelompok yang dianggap dekat dengan dengan sebeltek Dalam sebuah acara adat, dengan sebeltek dan seluruh keluarganya akan ikut serta dan mendukung acara tersebut. Secara umum, hubungan dengan sebeltek ini dapat disebabkan karena adanya hubungan pertalian darah, sesubklen/semarga, memiliki ibu yang bersaudara, memiliki istri yang bersaudara, dan memiliki suami yang bersaudara.


(1)

penulis, memberikan arahan, ilmu, serta saran-saran kepada penulis hingga tulisan ini bisa selesai, dan banyak memberikan penulis pelajaran mengenai norma-norma kehidupan, penulis menganggap bapak tidaklah sekedar dosen pembimbing bahkan penulis sudah menganggap seperti ayah penulis yang berada di perkuliahan yang telah mengarahkan penulis untuk dapat lebih baik lagi menghadapi segala masalah yang ada pada diri maupun dari luar. Ya Allah berikan segala yang terbaik kepada bapak dosen hamba sehingga mereka dapat memberikan yang terbaik kepada seluruh mahasiswa dan mahasiswi nya,berikan nikmat dunia dan akhirat, Amin ya rabbal alamin.

Kepada kakak dan abang tercinta Cahaya Melati Sidabutar, AMK beserta suami Muhammad Rizal S.E., Toyo Ayu Sidabutar, AM.Keb beserta suami Brigadir Ahmad Fauzy S.H., Abang semata wayang penulis Muslim Pangihutan Sidabutar, S.E., Adik tersayang Rohna Laba Sari Sidabutar dan kelima keponakan penulis yang selalu memberikan penulisan keceriaan, kesayangan Aunty Icha Nabila Putri, Muhammad Affandy, Muhammad Riski Fauzy, Muhammad Siddiq Izzaty dan Qynaura Nazhilfa Aziyu. Terimakasih atas semangat, dukungan, arahan, motivasi, serta doa-doanya kepada penulis. Mereka adalah orang-orang yang juga selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis. Ketika penulis mengalami saat-saat sulit, kalian selalu ada dan memberikan semangat untuk penulis. Terimakasih abang dan kakak, biarlah kiranya Allah SWT selalu memberkahi kalian. Adek sayang kalian.

Kepada Teman Spesial Penulis Ero Sinulingga S.E. yang selalu menemani penulis dari awal penelitian hingga penyelesaian tulisan ini , selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dengan penuh cinta, kasih dan sayang Umi Love Abi.


(2)

Kepada bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. yang telah mengarahkan penulis dan selalu memberikan perhatian kepada penulis selama dari masa perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Kepada seluruh bapak/ibu dosen Departemen Etnomusikologi yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama di bangku perkuliahan. Terimakasih bapak dan ibu, kiranya Allah SWT memberi berkah kepada bapak dan ibu.

Kepada staf/pegawai departemen etnomusikologi yang telah membantu proses administrasi penulis hingga bisa selesai dengan baik. Mereka adalah Ibu Adri Wiyani Ridwan, S.S. dan Kak Siti Nurhawani.

Kepada teman-teman stambuk 2011 yang penulis kasihi dan sayangi , penulis tidak dapat menuliskan nama teman-teman satu persatu , Terimakasih buat setiap kebaikan, perhatian, semangat dan pertolongan yang diberikan kepada penulis. Bahkan ketika penulis mengalami masalah, kalian ada untuk memberikan semangat dan pertolongan untuk penulis. Terimakasih juga buat setiap hal yang telah kita lalui di sepanjang masa perkuliahan. Kiranya persahabatan kita tetap terjalin baik dan kita akan menjadi orang-orang yang sukses.

Kepada abang dan kakak terdekat penulis H.A Marthin Tambunan S.Sn. dan Pretty Manurung S.Sn., yang memberikan semangat, motivasi, membantu dalam pengerjaan tulisan ini serta doa kepada penulis. Terimakasih buat senyum, keceriaan abang dan kakak yang membuat penulis menjadi semangat.


(3)

Kepada Sanggar Nina Nola kabupaten Pakpak Bharat yang telah memberikan semangat, motivasi, doa serta saran-saran kepada penulis. Bapak Atur Pandapotan Solin beserta Ibu Marseti berru Limbong S.pd, SD.

Begitu juga kepada seluruh alumni, senior dan junior dan pihak-pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Kiranya Allah SWT selalu memberikan berkah dan maghfirah nya kepada kita semua, amin allahumma amin.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan yang mungkin karena keterbatasan penulis dalam penyajiannya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, kiranya tulisan ini bermanfaat bagi setiap pembaca.

Wassalam

Njuah-njuah banta karina.

Medan, Januari 2015 Penulis,

Mona Salam Sidabutar NIM 110707056


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... V KATA PENGANTAR ... Vii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pokok Permasalahan ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

1.5 Konsep ... 13

1.6 Kerangka Teori ... 14

1.6.1 Teori Semiotika ... 14

1.6.2 Teori Weighted Scale ... 16

1.7 Metode Penelitian ... 17

1.7.1 Studi Kepustakaan... 18

1.7.2 Observasi ... 19

1.7.3 Wawancara ... 20

1.7.4 Kerja Laboratorium ... 20

BAB II: ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK-BHARAT DI DESA SUKARAMAI PAKPAK BHARAT 2.1 Wilayah Budaya Etnik ... 22

2.2 Lokasi Lingkungan Alam Dan Demografi Pakpak ... 25

2.3 Penduduk Pakpak di Desa Sukaramai ... 26

2.4 Sistem Religi Dan Kepercayaan ... 29

2.4.1 Kepercayaan Kepada Dewa-Dewa ... 29

2.4.2 Kepercayaan Kepada Roh ... 31

2.5 Sistem Kekerabatan ... 33

2.5.1 Sulang Silima ... 33

2.6 Mata Pencaharian ... 36

2.7 Bahasa ... 37

2.8 Kesenian ... 38

2.8.1 Seni Musik ... 38

2.8.2 Musik Vokal ... 42

BAB III ANALISIS TEKTUAL NANGEN NANDORBIN 3.1 Penyajian Nangen Nandorbin ... 49

3.2 Penggunaan Nangen Nandorbin ... 50

3.3 Analisis Semiotik Terhadap Tektual Nangen Nandorbin ... 50

3.3.1 Teks Nangen Nandorbin oleh Marseti Limbong S.pd.SD ... 50

3.3.2 Formula Pembentukan Teks ... 56

3.3.3 Isi Teks ... 58

3.3.4 Makna Teks ... 59

3.3.5 Pemilihan Teks ... 64

3.3.6 Struktur Teks ... 65

BAB IV ANALISIS MUSIKAL NANGEN NANDORBIN 4.1 Teknik Transkripsi dan Hasilnya ... 67


(5)

4.1.2 Nada Dasar (pitch center) ... 71

4.1.3 Wilayah Nada ... 73

4.1.4 Jumlah Nada ... 74

4.1.5 Jumlah Interval ... 77

4.1.6 Pola Kadensa ... 78

4.1.7 Formula Melodi ... 81

4.1.8 Analisis Bentuk, Frasa dan Motif Pada Nangen Nandorbin .... 83

4.1.9 Kontur (contour) ... 87

4.1.10 Analisis Waktu ... 91

4.1.10.1 Meter ... 91

4.1.10.2 Aksentuasi ... 92

4.1.10.3 Tempo ... 93

4.1.10.4 Durasi ... 94

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 96

5.2 Saran ... 99

Daftar Pustaka ... 100


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Luas Wilayah Budaya Etnik Pakpak di Sumatera Utara dan

Aceh ... 24

Tabel 2.2 Penduduk Desa Sukaramai Berdasarkan Jenis Kelamin ... 26

Tabel 2.3 Data Pendidikan Penduduk Desa Sukaramai Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 27

Tabel 4.1 Nada Dasar Yang Dipergunakan Pada Nangen Nandorbin .... 73

Tabel 4.2 Interval Yang digunakan Nangen Nandorbin ... 78

Tabel 4.3 Frase dan Bentuk Nangen Nandorbin ... 83

DAFTAR NOTASI Notasi 4.1 Nandorbin ... 69

Notasi 4.2 Tangga Nada Nangen Nandorbin ... 70

Notasi 4.3 Hubungan Antar Nada Dalam Tangga Nada Nandorbin ... 71

Notasi 4.4 Wilayah Nada Nangen Nandorbin ... 74

Notasi 4.5 Jumlah Nada-nada yang Digunakan Pada Nangen Nandorbin ... 75

Notasi 4.6 Pola Kadensa Nangen Nandorbin ... 80

Notasi 4.7 Formula Melodi Strofik Nangen Nandorbin ... 82

Notasi 4.8 Frase-frase Nangen Nandorbin ... 84

Notasi 4.9 Motif-motif Nangen Nandorbin ... 86

Notasi 4.10 Kontur Frase A Nangen Nandorbin ... 88

Notasi 4.11 Kontur Frase B Nangen Nandorbin ... 89

Notasi 4.12 Tempo Nangen Nandorbin ... 93

Notasi 4.13 Garapan Durasi Per-satu Ketukan Dasar Nangen Nandorbin ... 95

DAFTAR BAGAN Bagan 3.1 Formula Pembentukan Teks Nangen Nandorbin ... 57

Bagan 4.1 Meter Nangen Nandorbin ... 91

Bagan 4.1 Aksentuasi Metrik Nangen Nandorbin ... 92

DAFTAR DIAGRAM Diagram 4.1 Diagram Batang Persentase Nada-nada Nangen Nandorbin ... 76

Diagram 4.2 Diagram Pie Persentase Nada-nada Nangen Nandorbin.... 77

DAFTAR GAMBAR Foto 1 Informan Kunci Sedang Menyajikan Nangen Nandorbin Ibu Lianna br. Cibro (74tahun) ... 105

Foto 2 Informan Kunci Sedang Menyajikan Nangen Nandorbin Ibu Marseti br. Limbong S.Pd, SD. ... 105