Latar Belakang Masalah MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN METAPHORICAL THINKING.

1 Nurbaiti Widyasari, 2013 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Metaphorical Thinking Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengambilan keputusan terhadap masalah yang dihadapi oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari tentu tidak terlepas dari aspek-aspek yang mempengaruhinya. Keputusan dan pertimbangan tersebut tentu tidak datang dengan sendirinya, melainkan hadir melalui proses membangun dan membandingkan gagasan-gagasan dari beragam situasi yang dihadapi. Terdapat salah satu kemampuan yang harus dimiliki seseorang dalam proses membangun dan membandingkan gagasan-gagasan yang diperolehnya, yaitu kemampuan penalaran. Seperti yang diungkapkan oleh Wahyudin 2008: 520, penalaran menawarkan cara-cara yang tangguh untuk membangun dan mengekspresikan gagasan-gagasan tentang beragam fenomena yang luas. Seorang penalar yang baik haruslah diperkenalkan dengan situasi-situasi permasalahan yang berhubungan dengan penalaran sedini mungkin termasuk dalam pelajaran matematika di sekolah. Hal ini dikarenakan penalaran dapat membantu siswa melihat matematika sebagai sesuatu yang logis dan masuk akal, sehingga dapat membantu mengembangkan keyakinan siswa bahwa matematika merupakan sesuatu yang mereka dapat pahami, pikirkan, jastifikasi, dan evaluasi Baroody, 1993: 59, sehingga melalui penalaran, siswa dapat lebih memaknai apa yang telah mereka pahami, serta dengan memahami suatu konsep matematika dapat mengakibatkan meningkatnya kemampuan penalaran. Hal tersebut mengakibatkan penalaran menjadi salah satu kompetensi yang harus dimiliki dan dikembangkan siswa sebagai tujuan dari pembelajaran matematika. Seperti yang tertuang dalam kurikulum KTSP BSNP, 2006: 140 mengenai salah satu dari tujuan pembelajaran matematika, yakni menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam Nurbaiti Widyasari, 2013 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Metaphorical Thinking Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika yang tertuang di dalam KTSP sebelumnya, Mullis, et al. 2009: 20 dalam Assessment Frameworks mengungkapkan terdapat tiga ranah kognitif matematika, yakni knowing pengetahuan, applying penerapan, dan reasoning penalaran. Ranah-ranah kognitif tersebut merupakan kemampuan yang dijadikan dasar dalam pengembangan soal-soal untuk studi The Trends in International Mathematics and Science Study TIMSS pada tahun 2011. Hal ini dikarenakan penalaran merupakan tahap berpikir matematika yang mencakup kapasitas untuk berpikir secara logis dan sistematis, termasuk di dalamnya penalaran intuitif dan induktif yang didasarkan terhadap pola dan sifat keteraturan yang dapat digunakan dalam menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin, serta soal-soal yang memuat kemampuan penalaran memungkinkan menuntut seseorang menggunakan pengetahuan dan pemahamannya dalam wilayah matematika yang berbeda Mullis, et al., 2009: 45. Pernyataan Mullis, et al mengimplikasikan bahwa dalam pembelajaran matematika diharapkan 1 siswa dalam menyelesaikan masalah tidak hanya mengingat prosedur penyelesaian, 2 siswa mengeksplorasi pola, tidak hanya sekedar mengingat rumus, 3 dan siswa memformulasikan dugaan, tidak hanya mengerjakan latihan rutin Schoenfeld; Reys, Suydam, Lindquist Smith, dalam Dahlan 2011: 4.9. Selain kemampuan penalaran matematis juga terdapat kemampuan afektif yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh setiap siswa, seperti yang tercantum dalam tujuan pembelajaran matematika di sekolah, yaitu memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan BSNP, 2006: 140. Hal ini dikarenakan, pembelajaran matematika tidak hanya berkaitan tentang pembelajaran konsep, prosedural, dan aplikasinya, tetapi juga terkait dengan pengembangan minat dan ketertarikan terhadap matematika sebagai cara yang powerful dalam menyelesaikan masalah Nurbaiti Widyasari, 2013 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Metaphorical Thinking Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Dahlan, 2011: 8.47. Pengembangan minat dan ketertarikan terhadap matematika tersebut akan membentuk kecenderungan yang kuat yang dinamakan disposisi matematis mathematical disposition. Disposisi matematis berkenaan dengan bagaimana seseorang berpikir dan berbuat secara matematik dengan cara yang positif. NCTM dalam Standard 10 NCTM, 1989: 233 mengemukakan bahwa disposisi matematis menunjukkan: 1. Rasa percaya diri dalam menggunakan matematika, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan, dan memberikan alasan. 2. Fleksibilitas dalam menyelidiki gagasan matematik dan berusaha mencari metode alternatif dalam memecahkan masalah. 3. Tekun mengerjakan tugas matematik. 4. Minat, rasa ingin tahu, dan daya temu dalam melakukan tugas matematik. 5. Cenderung memonitor dan merefleksikan kinerja dan penalaran mereka sendiri. 6. Menilai aplikasi matematika ke situasi lain dalam bidang lainnya dan pengalaman sehari-hari, 7. Penghargaan peran matematika dalam kultur dan nilai matematika, sebagai alat dan bahasa. Sejalan dengan NCTM, Sumarmo 2012: 2 mendefinisikan disposisi matematis sebagai suatu keinginan, kesadaran, dedikasi dan kecenderungan yang kuat pada diri siswa untuk berpikir dan berbuat secara matematik dengan cara yang positif dan didasari dengan iman, taqwa, dan ahlak mulia. Selanjutnya Sumarmo juga menambahkan 2012: 2 seseorang yang memiliki disposisi matematis yang tinggi akan membentuk individu yang tangguh, ulet, bertanggung jawab, memiliki motif berprestasi yang tinggi, serta membantu individu mencapai hasil terbaiknya. Hal ini dikarenakan terdapat hubungan yang positif antara sikap terhadap matematika dengan prestasi matematika Mullis, Martin, Foy, Arora, 2012: 326. Oleh sebab itu, dapat Nurbaiti Widyasari, 2013 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Metaphorical Thinking Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu disimpulkan bahwa kemampuan kognitif dan afektif dalam hal ini penalaran serta disposisi matematis merupakan kemampuan yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh setiap siswa. Akan tetapi, pentingnya penalaran yang telah dijelaskan sebelumnya tidak sejalan dengan kemampuan penalaran matematis yang telah dicapai siswa saat ini. Hal ini terlihat dari hasil penelitian-penelitian terdahulu. Pada penelitian yang dilakukan Putri 2011 diperoleh hasil rata-rata skor postes kemampuan penalaran matematis siswa SMP melalui pembelajaran matematika realistik sebesar 48,17 dari skor ideal, begitu juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar 2011 diperoleh hasil rata-rata postes kemampuan penalaran matematis siswa SMP melalui pembelajaran model Pace berbantuan Geogebra diperoleh sebesar 59,44. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Wachyar 2012 melalui penelitiannya dengan menggunakan pendekatan kontekstual, diperoleh rata-rata hasil postes kemampuan penalaran sebesar 56,3 dari skor ideal. Selain hasil penelitian-penelitian terdahulu, kemampuan penalaran siswa Indonesia dapat diketahui dari hasil survei kemampuan yang dilakukan oleh TIMSS pada tahun 2011 dan Programme for International Student Asessment PISA pada tahun 2009. TIMSS dan PISA merupakan dua lembaga dunia yang menyelenggarakan tes yang salah satunya ditujukan untuk pelajar setingkat SMP yang telah dipilih secara acak dari tiap negara. Tes yang diberikan oleh TIMSS menitikberatkan pada kemampuan knowing sebanyak 35, applying sebanyak 40, dan reasoning sebanyak 25, sedangkan untuk tes PISA menitikberatkan kepada kemampuan pemecahan masalah, penalaran, dan komunikasi. Penyelenggaraan TIMSS dilakukan setiap empat tahun sekali dan penyelenggaraan PISA dilakukan setiap tiga tahun sekali. Berdasarkan hasil TIMSS pada tahun 2011, kemampuan penalaran matematis siswa kelas VIII di Indonesia masih di bawah rata-rata, hanya 17 yang menjawab secara benar sedangkan rata-rata internasional sebanyak 30. Nurbaiti Widyasari, 2013 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Metaphorical Thinking Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Ryan is packing books into a rectangular box. All the book are the same size. What is the largest number of books that will fit inside the box? Answer: _________ Selanjutnya secara keseluruhan hasil survei TIMSS tahun 2011 dan PISA pada tahun 2009, Indonesia juga berada di bawah rata-rata dengan perolehan nilai 386 untuk TIMSS dari nilai scale centerpoint 500, dan memperoleh nilai 371 untuk PISA dari nilai rata-rata 496. Berikut ini merupakan salah satu soal penalaran yang diujikan TIMSS pada tahun 2011 kepada siswa setingkat kelas VIII di seluruh negara yang berpartisipasi. Sebagai perbandingan kinerja performance siswa setingkat kelas VIII antara siswa Indonesia dengan Malaysia pada TIMSS 2011 akan diperlihat pada tabel di bawah ini Mullis, et al., 2012: 114. Tabel 1.1 Persentase Pencapaian Hasil Belajar Siswa pada Standar Internasional TIMSS 2011 Berdasarkan data tabel 1.1 terlihat bahwa kinerja siswa Indonesia masih di bawah kinerja siswa Malaysia dan International median, hanya sekitar 43 siswa Indonesia yang memenuhi low benchmark pada TIMSS 2011. Level kemampuan Negara Advanced Benchmark 625 High Benchmark 550 Intermediate Benchmark 475 Low Benchmark 400 Indonesia 2 15 43 Malaysia 2 12 36 65 International Median 3 17 46 75 20 cm 15 cm 6 cm 36 cm 30 cm 20 cm Nurbaiti Widyasari, 2013 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Metaphorical Thinking Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Selain aspek kognitif yang diukur juga oleh TIMSS pada tahun 2011, yakni sikap terhadap matematika. Hasil mengenai sikap siswa Indonesia setingkat kelas VIII terhadap matematika yang dibandingkan dengan Malaysia seperti yang terlihat pada tabel 1.2 berikut Mullis, et al., 2012: 332: Tabel 1.2 Persentase Sikap Siswa Terhadap Matematika pada TIMSS 2011 Pernyataan sikap Negara Like Learning Mathematics Somewhat Like Learning Mathematics Do not Like Learning Mathematics Indonesia 20 70 10 Malaysia 39 46 15 International Average 26 42 31 Berdasarkan laporan TIMSS 2011 mengenai sikap terhadap matematika terlihat bahwa siswa Indonesia yang menyukai belajar matematika masih di bawah rata-rata internasional, sedangkan siswa Indonesia yang tidak menyukai matematika menunjukkan hasil yang lebih baik, hanya sekitar 10. Akan tetapi, sikap menyenangi matematika tidak dapat dipandang sebagai keseluruhan dari disposisi matematis. Hal ini dikarenakan disposisi matematis dipandang lebih dari sekedar bagaimana siswa menyenangi matematika NCTM, 1989: 233. Meskipun sikap menyenangi matematika tidak dapat dipandang sebagai disposisi secara keseluruhan, sikap tersebut dapat dijadikan dasar untuk menumbuhkan sikap- sikap positif lainnya, seperti kepercayaan diri, minat terhadap matematika, melihat kegunaan matematika, dan lain-lain. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perlunya meningkatan sikap menyenangi belajar matematika agar dapat berkembangnya sikap-sikap positif lainnya yang termuat dalam disposisi matematis, sehingga akan berdampak positif terhadap prestasi belajar. Berdasarkan pemaparan-pemaparan sebelumnya mengenai kemampuan penalaran dan disposisi matematis, diperlukan solusi yang mengatasi permasalahan yang dihadapi saat ini. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan kondisi tersebut adalah penerapan pendekatan yang kurang tepat dalam proses Nurbaiti Widyasari, 2013 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Metaphorical Thinking Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu belajar-mengajar. Seperti yang diungkapkan oleh Bell 1978: 121, bahwa pemilihan strategi mengajar yang tepat dan pengaturan lingkungan belajar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesuksesan pelajaran matematika. Proses pemilihan dan penerapan baik itu metode, strategi, atau pendekatan haruslah disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan. Hal ini dimaksudkan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai, serta penerapan yang dilaksanakan haruslah sejalan dengan bagaimana belajar matematika yang baik. Noornia 2011: 20 mengemukakan beberapa hal penting yang harus diketahui seseorang bila ingin belajar matematika dengan baik, antara lain: 1. Menyadari bagaimana sebenarnya matematika diciptakan. 2. Mengetahui apa produk dari pengetahuan matematika itu. 3. Mengetahui apa nilai kebenaran dalam matematika itu. Pengetahuan mengenai bagaimana matematika diciptakan atau dihasilkan tidak terlepas dari sifat matematika itu sendiri, dimana sifat dasar dari matematika adalah konsep yang secara penuh abstrak Nunez, 2008: 341. Sifat dasar ini sedikit bertentangan dengan bagaimana pembelajaran matematika yang bermakna bagi siswa. Sutawidjaja dan Dahlan 2011: 6.3 menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa perlu diajak bermatematika dalam konteks kehidupan mereka sehari-hari, karena dapat memberi kesan kepada siswa bahwa matematika yang dipelajari berguna bagi kehidupannya. Pendekatan metaphorical thinking adalah pendekatan pembelajaran untuk memahami dan menjelaskan konsep-konsep yang abstrak menjadi hal yang lebih konkrit melalui visualisasi dan analogi dengan membandingkan dua hal atau lebih yang berbeda makna, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan. Karakteristik dari pendekatan metaphorical thinking adalah menjembatani konsep-konsep yang abstrak menjadi hal yang lebih konkrit. Hal ini dikarenakan metaphors merupakan bagian dalam kehidupan sehari-hari. Metaphorical thinking merupakan jembatan antara model dan interpretasi, memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk mengeksploitasi pengetahuannya dalam belajar matematika, dan melalui metaphorical thinking proses belajar siswa menjadi Nurbaiti Widyasari, 2013 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Metaphorical Thinking Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu bermakna karena siswa dapat melihat hubungan antara konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang telah dikenalnya Hendriana, 2009: 8. Lebih lanjut lagi Lakoff dan Nunez dalam Dogan-Dunlap, 2007: 210 menyatakan bahwa metaphors memainkan peranan yang penting dalam penalaran matematis. Melalui proses bermetafora siswa dilatih untuk melihat hubungan antara pengetahuan yang telah mereka peroleh dengan pengetahuan yang akan diperolehnya, serta siswa dilatih untuk menganalogikan suatu model dan interpretasi atas pengetahuan yang mereka bangun. Kedua proses tersebut merupakan bagian dari penalaran, sehingga melalui proses bermetafora diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam bernalar. Selain itu, melalui proses bermetafora juga diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kemampuan mereka, dan juga melihat hubungan antara pengetahuan yang mereka peroleh dengan kehidupan sehari-hari. Proses mengeksplorasi kemampuan ini akan menimbulkan rasa ingin tahu, merefleksikan terhadap pengetahuan yang telah dibangun, fleksibel terhadap gagasan matematik yang terbentuk, dan juga akan berakibat timbulnya kepercayaan diri dalam diri siswa. Proses dalam melihat hubungan dengan kehidupan sehari-hari akan berakibat siswa dapat menilai bagaimana aplikasi matematika ke situasi lain dalam pengalaman sehari-hari, dan memahami peran matematika dalam kehidupan sehari-hari. Proses-proses tersebut merupakan bagian dari disposisi matematis, sehingga melalui proses bermetafor diharapkan dapat meningkatkan kemampuan disposisi matematis siswa. Selain pendekatan metaphorical thinking yang akan diterapkan serta kemampuan penalaran dan disposisi matematis yang akan diteliti, terdapat hal lain yang yang harus diperhatikan dalam pembelajaran, yaitu kemampuan awal matematika. Hal ini dikarenakan matematika merupakan ilmu yang hierarki dan saling berkaitan antara konsep yang satu dengan yang lainnya. Siswa diharapkan dapat mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan baru yang diperolehnya, sehingga proses pembelajaran yang terjadi lebih bermakna. Seperti yang diungkapkan oleh Ausubel dalam Dahar, 1996: 112, belajar yang Nurbaiti Widyasari, 2013 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Metaphorical Thinking Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep- konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif. Struktur kognitif yang dimaksud oleh Ausubel adalah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi- generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa Dahar, 1996: 110. Oleh karena itu, informasi yang diperoleh melalui kemampuan awal siswa perlu diperhatikan untuk mengetahui peningkatan dan pengaruh interaksinya dengan model pembelajaran terhadap kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa. Berdasarkan pemaparan-pemaparan sebelumnya, penelitian ini mencoba menjawab atas permasalahan yang telah diutarakan sebelumnya, yaitu dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Disposisi Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan Metaphorical Thinking ”.

B. Rumusan Masalah