Tinjauan Pustaka KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

a. Bayam Bayam adalah sayuran daun daerah tropik berbentuk perdu atau semak yang telah lama dikenal dan dibudidayakan secara luas oleh petani di seluruh wilayah Indonesia. Tanaman bayam dapat tumbuh kapan saja, baik pada waktu musim hujan ataupun kemarau. Tanaman ini kebutuhan airnya cukup banyak sehingga paling tepat ditanam pada awal musim hujan sekitar bulan Oktober-November dan dapat juga ditanam pada awal musim kemarau sekitar bulan Universitas Sumatera Utara Maret-April. Bayam mudah ditanam dan cepat menghasilkan. Dalam waktu kurang dari satu bulan bayam sudah dapat dipanen Nazaruddin, 1999. Adapun klasifikasi tanaman bayam adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Amaranthales Family : Amaranthaceae Genus : Amaranthus Spesies : Amaranthus tricolor Sutarya, dan Gerard Grubben, 1995. Di Indonesia hanya dikenal dua jenis bayam budidaya, yaitu bayam cabut Amatanthus tricolor dan bayam petik Amaranthus hybridus. Bayam cabut adalah bayam yang banyak diusahakan oleh petani. Terdiri dari dua varietas yaitu bayam hijau dan bayam merah. Pertumbuhannya cepat dan cepat berbunga. Bunganya kecil dan berkelompok pada ketiak daun dan ujung batang. Bayam petik sering disebut bayam kakap atau bayam tahun merupakan bayam yang pertumbuhannya lebih tegak, berdaun agak lebar. Bunganya banyak berkelompok pada ujung batangnya. Bentuk bijinya lebih kecil daripada bayam cabut. Jenis ini memiliki masa panen yang lama sampai satu tahun. Diluar dari jenis bayam tersebut merupakan bayam liar Bandini, 2001. Bayam merupakan jenis sayuran daun yang banyak manfaatnya bagi kesehatan dan pertumbuhan badan, terutama bagi anak-anak dan ibu hamil. Di dalam daun bayam terdapat cukup banyak kandungan protein, mineral, kalsium, zat besi, dan vitamin A dan C serta sedikit vitamin B Sunarjono, 2004. b. Kangkung Universitas Sumatera Utara Adapun klasifikasi tanaman kangkung adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Convolvulaceae Family : Convolvulaceae Genus : Ipomea Spesies : Ipomea reptans Poir. Rukmana, 1994. Jenis kangkung yang sudah umum dibudidayakan terdiri dari dua macam yaitu kangkung air dan kangkung darat. Kangkung air Ipomea aquatik Forsk. memiliki ciri yaitu tangkai daun panjang, daun lebar berwarna hijau tua segar, dan bunganya berwarna ungu. Kangkung air sebaiknya ditanam pada musim kemarau, karena air lahan agak berkurang sehingga memudahkan penanaman maupun pemanenan. Perbanyakan kangkung air dilakukan dengan setek batang. Kangkung darat Ipomea reptans Poir. memuliki bentuk daun panjang dengan ujung runcing, berwarna keputih-putihan dan bunganya berwarna putih. Kangkung darat sebaiknya ditanam pada musim penghujan. Ini disebabkan oleh kebutuhan airnya yang tinggi, apalagi jika kangkung ini ditanam di lahan kering. Kangkung darat diperbanyak dengan biji Nazaruddin, 1999. Pada kangkung air, setelah tanaman berumur 2 – 3 bulan mulai dapat dipangkas ujungnya sepanjang kurang lebih 20 cm, agar tanaman banyak bercabang. Pada kangkung darat pemanenan biasanya dilakukan setelah umur 28 – 35 hari dengan jalan mencabut bersama akarnya. Kangkung darat yang masih muda dan batang yang besar dan berlubang memiliki kualitas pasar yang lebih baik daripada kangkung air dengan batang yang tipis tetapi kasar Sutarya, dan Gerard Grubben, 1995. Universitas Sumatera Utara Sayuran kangkung merupakan sumber gizi yang murah harganya dan mudah didapatkan. Kegunaan sayuran kangkung selain sebagai sumber vitamin A dan mineral serta unsur gizi lainnya yang berguna bagi kesehatan tubuh, juga dapat berfungsi untuk menenangkan syaraf atau berkhasiat sebagai obat tidur Rukmana, 1994. Meskipun harga sayuran kangkung dan bayam relatif murah, tetapi jika dibudidayakan secara intensif dan berorientasi ke arah agribisnis akan memberikan keuntungan yang cukup besar bagi para petani. Selain itu, pemungutan hasil panen dalam waktu satu bulan dapat dilakukan secara rutin sehingga dengan pemasukan uang dari hasil panen yang kontinu ini dapat memperkuat meningkatkan posisi petani dalam memenuhi kewajiban finansialnya sehari-hari Sutarya, dan Gerard Grubben, 1995. Upaya dalam memenuhi kebutuhan konsumen pada beberapa jenis sayur tertentu dalam jumlah yang relatif sedikit tetapi lebih beragam akan mendororng petani untuk melakukan diversifikasi pertanian. Tuntutan untuk menanam berbagai jenis sayuran dilakukan petani agar peluang usaha tidak terbuang percuma karena tidak bisa memenuhi permintaan semua jenis sayuran Nazaruddin, 1999. Dalam pelaksanaan diversifikasi, ada beberapa pola tanam yang dapat diterapkan pada sebuah lahan. Adapun pola tanam yang biasa digunakan petani antara lain : 1. Tanaman campuran mixed cropping yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman pada suatu lahan dan dalam waktu yang sama. 2. Tumpang sari yaitu menanam tanaman semusim yang umurnya tidak jauh berbeda atau dengan tanaman berumur panjang yang nantinya menjadi tanaman pokok. Apabila tumpang sari hanya dilakukan dengan tanaman semusim maka setelah semua jenis tanaman panen diganti dengan tanaman baru. Sedangkan tumpang sari dengan tanaman berumur panjang dimaksudkan sebagai pemanfaatan lahan saja. Tanaman yang ditumpangsarikan hanya Universitas Sumatera Utara sebagai tanaman sela dari tanaman pokok yang belum besar. Tanaman utamalah yang dipertahankan. 3. Penanaman lorong alley crooping yaitu menanan tanaman berusia pendek misalnya wortel, selada, di antara larikan tanaman yang dapat tumbuh cepat dan tinggi serta berumur panjang tahunan. 4. Pergiliran tanaman rotasi tanaman taitu menanam jenis tanaman yang tidak sefamili secara bergantian bergilir. Tujuan cara ini untuk memutuskan siklus hidaup hama dan penyakit Pracaya, 2002. Penerapan pola tanam yang dipilih disesuaikan dengan maksud penanaman. Selain itu, juga disesuaikan dengan luas lahan, tenaga kerja, modal, aspek pasar, dan kultur bertani yang biasa dilakukan di daerah tersebut.

2.2. Landasan Teori