16
Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam diagnosis filariasis adalah gejala dan riwayat mengalami
limfadenopati regional, limfadenitis berulang serta gejala menahun.
24
2. Diagnosis Parasitologik
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan menemukan mikrofilaria pada pemeriksaan darah jari pada malam hari.
Pemeriksaan dapat dilakukan slang hari yaitu 30 menit setelah pemberian dietilkarbamasin 100 mg. Dari mikrofilaria yang
terdeteksi secara morfologis dapat ditentukan spesies cacing filaria.
26
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada stadium prepaten, inkubasi, amikrofilaremia dengan gejala kronik, occult filariasis,
deteksi antibodi dan atau antigen dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang diagnosis.
25
Deteksi antibodi tidak dapat membedakan infeksi akut dan infeksi kronik. Deteksi antigen diantaranya deteksi metabolit, sekresi
dan ekskresi parasit dapat menunjang diagnosis parasitologik.
24
3. Diagnosis Epidemiologik
Endemisitas filariasis pada suatu daerah diketahui dengan menentukan microfilarial rate mf rate, Acute Disease Rate ADR
dan Chronic Disease Rate CDR dengan memeriksa sedikitnya 10 dari jumlah penduduk. Pendekatan praktis untuk menentukan daerah
yang termasuk endemis filariasis dapat dilakukan melalui penemuan penderita elefantiasis. Dengan ditemukannya satu penderita
elefantiasis dari 1000 penduduk yang ada, diperkirakan ada 10 penderita klinis akut dan 100 penderita yang mikrofilaremik.
25
2.4.6 Pengobatan Filariasis
Pengobatan filariasis dilakukan dengan pemberian obat Dietilkarbamasin yang merupakan satu-satunya obat filariasis yang
ampuh baik untuk filariasis bancrofti maupun malayi, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini aman dan tidak
17
menyebabkan resistensi obat, tetapi memberikan efek samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara dan mudah diatasi dengan obat
simptomatik. Namun, Dietilkarbamasin tidak dapat digunakan kepada penderita sebagai kemoprofilaksis.
26
Pengobatan filariasis bertujuan untuk mengurangi kecacatan pada setiap penderita agar penderita mampu merawat diri secara
mandiri. Pengobatan tatalaksana kasus klinis kronis filariasis dilakukan sejak tahun 2005-2009.
27
Pada tahun 2005 kasus klinis kronis filariasis yang ditangani sebanyak 21 dan 3 tahun kemudian tepatnya pada tahun 2008, kasus
klinis kronis filariasis meningkat menjadi 40. Diharapkan pada tahun- tahun berikutnya kasus klinis kronis filariasis yang diobati meningkat
sesuai yang ditargetkan yaitu mencapai 90.
28
Grafik 2.1. Realisasi Tatalaksana Kasus Klinis Kronis Filariasis Tahun 2005 - 2009
18
2.5 Epidemiologi Filariasis
Filariasis tersebar luas hampir di semua propinsi di Indonesia. Pada tahun 2000 ada 6.233 kasus kronis filariasis dari 26 propinsi di Indonesia.
Pada tahun 2005, tercatat 8.243 penduduk mengalami kasus kronis filariasis di 33 propinsi di Indonesia. Sampai tahun 2009 tercatat sudah terjadi 11.914
kasus kronis filariasis yang tersebar di 33 propinsi di Indonesia.
25
Peningkatan jumlah kasus yang terjadi disebabkan bertambahnya jumlah kasus baru dan laporan baru kasus lama. Gambaran distribusi filariasis
di Indonesia tahun 2000-2009 dapat dilihat pada Grafik 2.2:
Grafik 2.2. Distribusi Kasus Filariasis di Indonesia Tahun 2000-2009
Pada tahun 2009 dilaporkan 3 tiga propinsi dengan jumlah kasus terbanyak filariasis yaitu Nanggroe Aceh Darussalam 2.359 orang, Nusa
Tenggara Timur 1.730 orang, dan Papua 1.158 orang. Tiga propinsi kasus terendah filariasis ada di Bali 18 orang, Maluku Utara 27 orang dan
Sulawesi Utara 30 orang.
26
Distribusi kasus filariasis yang terjadi di Indonesia pada tahun 2009 tercatat dalam bentuk grafik yang berisi jumlah kasus per-provinsi dari 33
propinsi di Indonesia. Gambaran distribusi kasus filariasis per-propinsi di Indonesia tahun 2009 dapat dilihat pada Grafik berikut ini: