4.4.1. Gambaran Histopatologi Paru-Paru
Gambaran histopatologi paru-paru menunjukkan bahwa masih dapat ditemukan alveol, akan tetapi terjadi emfisema pulmonum. Menurut Rao 2010
emfisema adalah udara berlebih pada alveol paru-paru yang mengakibatkan terjadinya pelebaran alveol. Emfisema terjadi karena rupturnya dinding alveol
sehingga ruang alveolar saling bergabung dan membesar Gambar 4A. Emfisema pulmonum pada hewan umumnya bersifat sekunder karena selalu
terjadi setelah adanya gangguan aliran udara. Berdasarkan daerah paru-paru yang terpengaruh, emfisema diklasifikasikan menjadi emfisema alveolar dan emfisema
interstitial. Emfisema alveolar dicirikan dengan distensi dan rupturnya dinding alveolar, sehingga membentuk gelembung udara dengan berbagai ukuran di
parenkim paru-paru. Emfisema interstitialis terjadi saat akumulasi udara menembus dinding alveolar dan dinding bronkhioli kemudian masuk ke jaringan
ikat interlobular, sehingga menyebabkan distensi dari septa interlobular McGavin dan Zachary 2001; Rao 2010. Ditemukannya dinding alveolar yang ruptur dan
membesar pada jaringan paru-paru singa secara mikroskopik menunjukkan adanya emfisema alveolar.
Pada hewan, emfisema umumnya terjadi sebagai lesio sekunder akibat terhambatnya aliran udara atau sebagai lesio pada saat hewan mati. Emfisema
akibat kerusakan pulmonal umumnya terjadi pada hewan yang menderita bronkopneumonia. Adanya eksudat pada bronkopenumonia menyumbat bronkus
dan bronkiolus sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara udara yang masuk dan keluar dari paru-paru McGavin dan Zachary 2001. Gambaran
histopatologi dengan pewarnaan HE terhadap organ paru-paru juga menunjukkan bahwa daerah interstisium paru-paru mengalami penebalan, serta terdapat
infiltrasi sel radang makrofag dan limfosit pada interstisium. Adanya infiltrasi sel radang makrofag dan limfosit dapat menunjukkan bahwa paru-paru mengalami
peradangan pada interstisium atau pneumonia interstisialis. Menurut Vegad 2007 pneumonia interstisialis atau dikenal juga pneumonia lobaris adalah peradangan
pada paru-paru yang dicirikan dengan penebalan septa alveol karena adanya eksudat fibrinussereus, dan adanya infiltrasi sel radang neutrofil atau sel radang
mononuklear dan fibroblast.
Menurut McGavin dan Zachary 2001 kongesti yang berjalan lama juga dapat menyebabkan penebalan jaringan interstitial sehingga menimbulkan fibrosis
interstitial ringan. Kongesti paru seringkali disebabkan oleh kegagalan jantung,
dan bila berjalan lama akan berlanjut menjadi edema pulmonum yang terlihat dengan adanya endapan protein dalam alveolar.
Epitel bronkus dan bronchiolus mengalami hiperplasia sel goblet yang ditandai dengan banyaknya sel berbentuk gelembungbulat. Sel goblet
mensekresikan eksudat mukus. Menurut Beasley et al. 2009 hiperplasia sel goblet merupakan respon dari peradangan pada bronkus bronkitis. Pada lumen
bronchiolus ditemukan eritrosit dan eksudat yang menunjukkan adanya hemoragi dan peradangan akut. Pada paru-paru juga ditemukan endapan protein amiloid di
daerah interstisium.
Gambar 4 Gambar histopatologi paru-paru. A Alveol mengalami pelebaran emfisema E, terjadi penebalan lapis interstisium I dan akumulasi pigmen karbon anthracosis
An. Pewarnaan HE. Bar = 100 µm. B menunjukkan bahwa pada interstisial ditemukan sel epitel kubus sebaris dengan inti bulat bentuk kelenjar dalam jumlah
besar yang diduga merupakan tumor adenokarsinoma karena sel-sel ini menunjukkan ketidakseragaman Ad. Pewarnaan HE. Bar = 40 µm.
Pada paru-paru terdapat nodul yang memiliki garis tengah ± 1.5 cm berjumlah banyak multinodular. Setelah dilakukan pengamatan histopatologi
terhadap nodul tersebut ditemukan bahwa terjadi perubahan bentuk alveol serta terjadi pengurangan jumlah alveol. Jumlah alveol yang berkurang ini diduga
disebabkan karena alveol terdesak oleh multinodular tersebut. Interstisial paru- paru ditemukan sel epitel kubus sebaris dengan inti bulat bentuk kelenjar dalam
jumlah besar yang diduga merupakan tumor adenokarsinoma karena sel-sel ini menunjukkan ketidakseragaman Gambar 4B.
A B
Menurut Price dan Wilson 2006 adenokarsinoma merupakan tumor yang memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung
mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis
interstisial kronis Price Wilson 2006. Kemp et al. 2008 juga mengatakan bahwa lokasi adenokarsinoma adalah di perifer atau dekat dengan permukaan
pleura. Lesi adenokarsinoma seringkali meluas ke pembuluh darah dan limfe di stadium dini, dan seringkali bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan
gejala Price Wilson 2006. Etiologi adenokarsinoma belum diketahui Price Wilson 2006 akan tetapi polusi udara adalah salah satu faktor yang penting.
Kejadian adenokarsinoma juga berkaitan dengan aktivitas merokok Kemp et al. 2008. Pada kasus ini kemungkinan singa terpapar polusi udara atau menjadi
perokok pasif. Telah dilaporkan juga oleh Palmarini dan Fan 2001 bahwa retrovirus dapat menginduksi terjadinya adenokarsinoma pada paru-paru seekor
domba. Pada jaringan interstitium paru ditemukan pigmen karbon, yang
menunjukkan singa menderita antrakosis. Antrakosis merupakan akumulasi pigmen karbon yang masuk ke paru-paru melalui jalur inhalasi. Umumnya hewan
yang menderita antrakosis hidup di lingkungan yang berpolusi. Secara mikroskopik, pigmen karbon terlihat sebagai bercak-bercak berwarna hitam yang
ditemukan di dinding alveolar atau fokus hitam pada peribronkial McGavin dan Zachary 2001.
4.4.2. Gambaran Histopatologi Hati