pompa ion pada membran sel dan menyebabkan tekanan osmotik meningkat sehingga sel membesar. Sisterna dari retikulum endoplasmik membesar, ruptur,
kemudian membentuk vakuola-vakuola yang akhirnya sel mengalami degenerasi hidropis McGavin dan Zachary 2001.
Nekrosa hepatosit dicirikan oleh sitoplasma hepatosit yang berwarna lebih gelap dan inti sel yang piknosis hingga lisis. Menurut McGavin dan Zachary
2001, nekrosa hepatosit dicirikan dengan sitoplasma yang membesar, organel sel hancur, serta robeknya membran plasma. Nekrosis pada sel hepatosit biasanya
diikuti dengan reaksi fibrosis jika peradangan bersifat kronis. Respon hati lainnya terhadap peradangan adalah regenerasi dan hiperplasia buluh empedu.
Nekrosa hepatosit yang terjadi pada jaringan hati singa ini membentuk nekrosa pola sentrilobular. Menurut Jubb et al. 2007, degenerasi maupun
nekrosa hati dapat membentuk pola nekrosis periasinar atau sentrilobular, midzonal, periportal, parasentral, maupun nekrosa yang difus. Pada pola nekrosis
sentrilobular, sebagian besar nekrosis terjadi pada hepatosit yang berada di zona sentrilobular yaitu zona yang mengelilingi vena sentralis. Zona sentrilobular
merupakan daerah yang terjauh dari arteri maupun vena portal, sehingga merupakan zona terakhir yang mendapatkan oksigen dan nutrisi sehingga
hepatosit rentan terhadap hipoksia. Nekrosa sentrilobular umumnya disebabkan oleh gangguan jantung yang menyebabkan kongesti pasif. Kongesti terlihat dari
adanya akumulasi eritrosit baik pada vena sentralis, venula maupun sinusoid. Kongesti pasif yang berlangsung lama menyebabkan hepatosit mengalami
degenerasi lemak dan sinusoid meluas berisi eritrosit yang dikenal dengan hati biji pala Carlton et al. 2001.
4.4.3. Gambaran Histopatologi Ginjal
Gambaran histopatologi pada jaringan ginjal singa menunjukkan adanya perubahan baik pada parenkim maupun interstitium. Selain itu, ditemukan pula
beberapa glomerulus yang mengalami degenerasi dan nekrosis Gambar 6A, yang terlihat dari inti kapiler yang piknotis. Di banyak lapang pandang ditemukan
tubulus yang mengalami degenerasi hidropis hingga nekrosis Gambar 6B. Nekrosis tubulus ditunjukkan dengan epitel sitoplasma yang berwarna eosinofilik
dan inti yang piknosis. Pada tubulus yang mengalami nekrosis, terlihat epitel
tubulus terlepas dari membran basal. Pada daerah interstisium tubulus ginjal juga ditemukan infiltrasi sel radang, pembetukan jaringan ikat fibrosis, serta endapan
protein amiloid Gambar 6B. Infiltrasi sel radang ini menunjukkan terjadinya proses peradangan. Selain itu, ditemukan pula kongesti pada glomerulus Gambar
6A dan edema peritubular Gambar 6B. Kongesti dan edema menunjukkan terjadinya proses peradangan.
Gambar 6 Gambar histopatologi ginjal. A Terdapat glomerulus yang mengalami atrofi At serta kongesti yang dicirikan dengan akumulasi darah pada glomerulus. Pewarnaan
HE. B menunjukkan terdapat edema peritubular Ed, serta endapan protein P. Tubulus ginjal mengalami degenerasi D. Pewarnaan HE. Bar = 40 µm.
Degenerasi hidropis pada epitel tubulus ginjal merupakan bentuk lanjut dari pembengkakan sel secara akut akibat cairan yang masuk ke dalam sitoplasma
Cheville 2006. Perubahan lain pada tubulus singa adalah adanya endapan protein di lumennya, namun hanya ditemukan pada beberapa tubulus saja.
Endapan protein menunjukkan adanya gangguan reabsorpsi protein oleh tubulus. Kerusakan epitel tubulus dapat berasal dari infeksi yang terbawa sirkulasi darah,
infeksi ascending, toksin, dan iskemia McGavin dan Zachary 2001.
4.4.4. Gambaran Histopatologi Limpa
Limpa merupakan salah satu organ pertahanan tubuh hewan Rao 2010. Gambaran histopatologi organ limpa menunjukkan adanya deplesi pada pulpa
putih, yang terlihat dari renggangnya daerah pulpa putih sehingga terbentuk ruang-ruang kosong. Bagian pulpa merah terlihat mengalami kongesti yang
ditandai dengan akumulasi eritrosit serta ditemukan infiltrasi sel radang limfosit, makrofag, dan neutrofil. Hal ini menandakan limpa mengalami peradangan atau
splenitis. Akumulasi makrofag dan limfosit menunjukkan limpa mengalami
A B
peradangan kronis. Akumulasi eritrosit pada pulpa merah menunjukkan adanya kongesti kronis di limpa yang dapat terjadi akibat gangguan sirkulasi. Deplesi
pulpa putih pada limpa singa menunjukkan kondisi imunosupresi yaitu terjadinya pengurangan pembentukan sel-sel pertahanan Jubb et al. 2007. Menurut
McGavin dan Zachary 2001 peradangan pada limpa atau splenitis dapat terjadi akibat kondisi septikemia atau bakteriemia dimana bakteri yang masuk ke pulpa
merah limpa akan difagosit oleh makrofag. Selain itu, pada organ limpa juga ditemukan endapan protein amiloid. Menurut Rao 2010 endapan protein amiloid
pada limpa sebagai bagian dari amiloidosis sistemik.
4.4.5. Gambaran Histopatologi Pankreas