2 Transfusi Darah
Skrining donor darah telah berkurang tetapi belum sepenuhnya dihilangkan risiko karena orang-orang yang baru terinfeksi, viremic tapi
seronegatif selama 2-4 bulan dan juga karena dari beberapa orang yang terinfeksi, sebanyak 5 sampai 15 persentase adalah seronegatif. Risiko penularan HIV saat
ini per unit transfusi adalah 1 dalam 225,000 Gomella et al., 1999. 3
Pemberian ASI ASI adalah cara penularan HIV yang utama pasca kelahiran untuk bayi.
RNA dan DNA provirus HIV-1 telah terdeteksi di sel ASI. Viral load dalam kolostrum tampaknya sangat tinggi. Risiko tertinggi dari ASI adalah ketika infeksi
primer ibu terjadi dalam beberapa bulan pertama setelah dilahirkan Gomella et al., 1999.
4 Anak yang terpapar pada infeksi HIV dari kekerasan seksual Alergi-
Imunologi Anak IDAI, 2010. 5
Anak remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti pasangan Alergi- Imunologi Anak IDAI, 2010.
2.4. Klasifikasi Tabel 2.1:
Stadium klinis untuk HIVAIDS pada anak dengan infeksi HIV menurut WHO, 2007
Stadium 1
- Tanpa gejala asimtomatis
- Limfadenopati generalisata persisten
Stadium 2
- Hepatosplenomegali persisten tanpa alasan
- Erupsi papular pruritis
- Infeksi virus kutil yang luas
- Moluskum kontagiosum yang luas
- Infeksi jamur di kuku
- Ulkus mulut yang berulang
- Pembesaran parotid persisten tanpa alasan
- Eritema lineal gingival LGE
- Herpes zoster
- Infeksi saluran napas bagian atas yang
berulang atau kronis ototis media, otore, sinusitis, atau tonsilitis
Stadium 3 -
Malnutrisi sedang tanpa alasan jelas tidak membaik dengan terapi baku
- Diare terus-menerus tanpa alasan 14 hari
atau lebih -
Demam terus-menerus tanpa alasan di atas 37,5°C, sementara atau terus-menerus, lebih
dari 1 bulan -
Kandidiasis oral terus-menerus setelah usia 6-8 minggu
- Gingivitis atau periodonitis nekrotising
berulkus yang akut -
Oral hairy leukoplakia OHL -
Tuberkulosis pada kelenjar getah bening -
Tuberkulosis paru -
Pneumonia bakteri yang parah dan berulang -
Pneumonitis limfoid interstitialis bergejala -
Penyakit paru kronis terkait HIV termasuk brokiektasis
- Anemia 8gdl, neutropenia 0,5 × 109l
danatau trombositopenia kronis 50 × 109l tanpa alasan
Stadium 4 -
Wasting yang parah, tidak bertumbuh atau malanutrisi yang parah tanpa alasan dan
tidak menanggapi terapi yang baku -
Pneumonia Pneumosistis PCP -
Infeksi bakteri yang parah dan berulang mis. empiema, piomisotis, infeksi tulang
atau sendi, atau meningitis, tetapi tidak termasuk pneumonia
- Infeksi herpes simpleks kronis orolabial
atau kutaneous lebih dari 1 bulan atau viskeral pada tempat apa pun
- Tuberkulosis di luar paru
- Sarkoma Kaposi
- Kandidiasis esofagus atau kandidiasis pada
trakea, bronkus atau paru -
Toksoplasmosis sistem saraf pusat setelah usia 1 bulan
- Ensefalopati HIV
- Infeksi sitomegalovirus: retinitis atau infeksi
CMV yang mempengaruhi organ lain, yang mulai pada usia lebih dari 1 bulan
- Kriptokokosis di luar paru termasuk
meningitis -
Mikosis diseminata endemis histoplasmosis luar paru, kokidiomikosis
- Kriptosporidiosis kronis
- Isosporiasis kronis
- Infeksi mikobakteri non-TB diseminata
- Limfoma serebral atau non-Hodgkin sel-B
- Progressive multifocal leucoencephalopathy
PML -
Nefropati bergejala terkait HIV atau kardiomiopati bergejala terkait HIV
2.5. Patogenesis
Infeksi primer terjadi apabila virion HIV dalam darah, semen atau cairan tubuh lain dari seseorang masuk ke dalam sel orang lain melalui fusi yang
diperantarai reseptor gp120 dan gp41. Sel yang pertama terkena infeksi HIV adalah sel T CD4+ dan monosit di darah atau sel T CD4+ dan makrofag di
jaringan mukosa, tergantung dari tempat masuknya virus. Kemudian, virus ditangkap oleh sel dendrit yang berada di epitel tempat masuknya virus dan
bermigrasi ke kelenjar getah bening. Protein yang diekspresikan oleh sel dendrit berperan dalam pengikatan dengan envelope HIV dan hal ini menyebabkan
penyebaran HIV ke jaringan limfoid. Di jaringan limfoid, melalui kontak langsung antara sel, sel dendrit dapat menularkan HIV ke sel T CD4+. Replikasi
virus dalam jumlah yang banyak setelah paparan pertama dengan HIV, menyebabkan viremia disertai dengan sindroma HIV akut gejala dan tanda
nonspesifik dan dapat dideteksi di kelenjar getah bening. Virus ini menginfeksi sel T subset CD4+ atau T helper, makrofag, dan sel dendrit di jaringan limfoid
perifer dan menyebar ke seluruh tubuh. Setelah itu, terjadi respons imun adaptif baik humoral atau seluler terhadap antigen virus Alergi-Imunologi Anak IDAI,
2010. Setelah infeksi akut, terjadi fase kedua atau disebut masa laten klinis,
dimana kelenjar getah bening dan limpa menjadi tempat replikasi HIV dan destruksi sel. Pada tahap ini, manifestasi klinis infeksi HIV belum muncul dan
sistem imun masih kompeten mengatasi infeksi mikroba oportunistik. Jumlah virus rendah dan sebagian besar sel T perifer tidak mengandung HIV pada fase
ini. Dalam jaringan limfoid, penghancuran sel T CD4+ terus berlangsung dan jumlah sel T CD4+ yang bersirkulasi semakin kurang. Akhirnya, terjadi
penurunan jumlah sel T CD4+ di jaringan limfoid dan sirkulasi setelah beberapa tahun karena siklus infeksi, kematian sel T dan infeksi baru yang terus berjalan
Alergi-Imunologi Anak IDAI, 2010.