2.5. Patogenesis
Infeksi primer terjadi apabila virion HIV dalam darah, semen atau cairan tubuh lain dari seseorang masuk ke dalam sel orang lain melalui fusi yang
diperantarai reseptor gp120 dan gp41. Sel yang pertama terkena infeksi HIV adalah sel T CD4+ dan monosit di darah atau sel T CD4+ dan makrofag di
jaringan mukosa, tergantung dari tempat masuknya virus. Kemudian, virus ditangkap oleh sel dendrit yang berada di epitel tempat masuknya virus dan
bermigrasi ke kelenjar getah bening. Protein yang diekspresikan oleh sel dendrit berperan dalam pengikatan dengan envelope HIV dan hal ini menyebabkan
penyebaran HIV ke jaringan limfoid. Di jaringan limfoid, melalui kontak langsung antara sel, sel dendrit dapat menularkan HIV ke sel T CD4+. Replikasi
virus dalam jumlah yang banyak setelah paparan pertama dengan HIV, menyebabkan viremia disertai dengan sindroma HIV akut gejala dan tanda
nonspesifik dan dapat dideteksi di kelenjar getah bening. Virus ini menginfeksi sel T subset CD4+ atau T helper, makrofag, dan sel dendrit di jaringan limfoid
perifer dan menyebar ke seluruh tubuh. Setelah itu, terjadi respons imun adaptif baik humoral atau seluler terhadap antigen virus Alergi-Imunologi Anak IDAI,
2010. Setelah infeksi akut, terjadi fase kedua atau disebut masa laten klinis,
dimana kelenjar getah bening dan limpa menjadi tempat replikasi HIV dan destruksi sel. Pada tahap ini, manifestasi klinis infeksi HIV belum muncul dan
sistem imun masih kompeten mengatasi infeksi mikroba oportunistik. Jumlah virus rendah dan sebagian besar sel T perifer tidak mengandung HIV pada fase
ini. Dalam jaringan limfoid, penghancuran sel T CD4+ terus berlangsung dan jumlah sel T CD4+ yang bersirkulasi semakin kurang. Akhirnya, terjadi
penurunan jumlah sel T CD4+ di jaringan limfoid dan sirkulasi setelah beberapa tahun karena siklus infeksi, kematian sel T dan infeksi baru yang terus berjalan
Alergi-Imunologi Anak IDAI, 2010.
Pada fase kronik progresif, pasien rentan terhadap infeksi lain. Produksi HIV dan destruksi jaringan limfoid distimulasi oleh respons imun terhadap infeksi
tersebut. Stimulus seperti antigen dan sitokin yang mengaktivasi sel T dapat meningkatkan transkripsi gen HIV. Sitokin contohnya TNF diproduksi dari
sistem imun alamiah. Perannya adalah sebagai respons terhadap infeksi mikroba dan sangat efektif untuk memacu produksi HIV Alergi-Imunologi Anak IDAI,
2010. Penyakit HIV ini berjalan terus dimana akan terjadi destruksi seluruh
jaringan limfoid perifer, jumlah sel T CD4+ dalam darah kurang dari 200 selmm3 dan viremia HIV meningkat drastik dan menyebabkan AIDS Alergi-Imunologi
Anak IDAI, 2010.
2.6. Manifestasi Klinis 1
Infeksi
Pneumonia pneumosistis PCP adalah infeksi oportunistik yang paling umum pada populasi pediatrik. Puncak kejadian PCP adalah pada usia 3-6 bulan
dengan angka kematian tertinggi pada anak kurang dari 1 tahun. Presentasi klinis PCP yang klasik termasuk onset akut demam, takipnea, dispnea. Pada beberapa
anak, terjadinya hipoksemia bisa mendahului manifestasi klinis. Temuan yang paling umum dari X-ray dada terdiri dari infiltrat interstitial difus atau penyakit
alveolar yang cepat berkembang. Lesi nodular, infiltrat bergaris atau lobar, atau efusi pleura kadang-kadang dapat terlihat. Kliegman et al., 2007.
Infeksi mikobakteri atipikal terutama Mycobacterium avium-intracellulare complex MAC, dapat menyebabkan penularan penyakit pada anak terinfeksi
HIV yang mengalami imunosupresi Kliegman et al.,2007. MAC yang menyebabkan demam, keringat malam, penurunan berat badan, diare, kelelahan,
limfadenopati, hepatomegali, anemia, dan granulositopenia terjadi pada anak-anak yang terinfeksi dan memiliki jumlah CD4 di bawah 50-100UL Hay et al., 2003.
Kandidiasis oral merupakan infeksi jamur yang paling umum terlihat pada anak yang terinfeksi HIV. Oral thrush yang terjadi melibatkan kerongkongan