Latar Belakang Fortification Fish Meal Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis) on the Characteristic of Sago Noodles

tumbuh mengelompok membentuk rumpun mulai dari anakan sampai tingkat pohon. Tinggi pohon dewasa berkisar 8-20 m, tergantung jenis dan tempat tumbuh. Batang sagu terdiri dari lapisan kulit bagian luar yang keras, dengan tebal sekitar 3-5 cm, bagian ini sering digunakan sebagai bahan bangunan di daerah Maluku. Bagian yang kedua yaitu bagian dalam berupa empulur yang mengandung serat-serat dan aci atau pati Lawalata 2004. Pohon sagu Metroxylon sp. merupakan tumbuhan yang berkembang biak melalui tunas akar sehingga tumbuh berkelompok atau dengan bijinya. Taksonomi sagu mengacu pada Haryanto dan Pangloli 1992 adalah : Divisio : Spermathophyta Ordo : Spadiciflorae Klas : Angiospermae Subklas : Monocotyledoneae Famili : Palmae Genus : Metroxylon Spesies : Metroxylon sp Sagu adalah produk pangan yang diperoleh dari empulur batang tanaman. Jenis sagu yang diketahui adalah Metroxylon sago atau Metroxylon rumphii. Pati sagu adalah pati yang diperoleh dari sari empulur pohon sagu. Sagu memiliki kadar air tidak lebih dari 13 BPOM 2006. Sagu Metroxylon sp merupakan sumber karbohidrat yang cukup penting di Indonesia dan menempati urutan ke 4 setelah ubi kayu, jagung dan ubi jalar. Tanaman sagu tersebar di kawasan Timur Indonesia terutama Papua, Maluku dan Sulawesi. Sebanyak 90 1.015 juta ha tumbuh dan berkembang di Propinsi Papua dan Maluku Lakuy dan Limbongan 2003. Sagu pati sagu dimanfaatkan sebagai makanan pokok masyarakat di kawasan Timur Indonesia. Pati sagu diolah dalam bentuk makanan tradisional seperti papeda, kapurung dan sagu bakar Lestari 2009. Menurut Hendrasari 2000 sagu memiliki fungsi sebagai pengganti dan pelengkap makanan. Sagu digunakan sebagai pengganti makanan pokok di beberapa daerah seperti di Melanesia sedikitnya 300.000 orang tergantung kepada sagu sebagai makanan pokok dan sekitar 1.000.000 orang mengkonsumsi sagu untuk diet. Sagu memiliki kandungan karbohidrat, protein, lemak, kalsium, dan zat besi yang tinggi. Dengan kandungan tersebut, sagu berpotensi dijadikan sebagai bahan baku sirup glukosa yang dapat meningkatkan nilai tambah sagu. Pati sagu mengandung 27 amilosa dan 73 amilopektin. Perbandingan komposisi kadar amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat pati. Semakin tinggi kadar amilosa maka pati bersifat kurang kering, kurang lekat dan mudah menyerap air higroskopis Wirakartakusumah et al. 1986. Menurut Hasbullah 2008, tepung sagu adalah pati yang diekstrak dari batang sagu. Produk ini digunakan untuk pengolahan makanan, pakan, kosmetik, industri kimia, dan pengolahan kayu. Batang sagu dapat diolah menjadi tepung sagu dengan cara sederhana menggunakan alat-alat yang biasa terdapat di dapur rumah tangga. Untuk industri kecil pengolahan memerlukan alat-alat mekanis untuk mempertinggi efisiensi hasil dan biaya. Cara pengolahan pati sagu memiliki beberapa tahapan proses pengolahan, yaitu meliputi penebangan pohon, pemotongan dan pembelahan, penokokkan atau pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan, dan pengemasan. Penebangan pohon dilakukan menggunakan peralatan sederhana, yaitu parang atau kampak, selanjutnya batang sagu dibersihkan dan dipotong-potong. Potongan-potongan batang sagu kemudian dibelah dua dan empulur batang yang mengandung aci dihancurkan dengan alat yang disebut nanni. Penghancuran empulur sagu dilakukan dengan pemarutan empulur. Pemarutan dilakukan untuk memisahkan aci dari serat-serat empulur. Empulur yang telah ditokok atau diparut akan berwarna kecoklatan. Empulur hasil tokokan dibawa ke tempat peremasan atau penyaringan yang disebut goti. Goti terdiri dari dua bagian, yaitu tempat peremasan yang disebut sahani dan tempat pengendapan aci yang disebut tawaer. Proses setelah pengendapan aci sagu adalah semua air dibuang kemudian aci sagu diangkat dan dijemur. Aci sagu yang sudah kering kemudian diayak dan menghasilkan tepung sagu yang siap dipasarkan Haryanto dan Pangloli 1992. Komposisi gizi aci sagu dalam setiap 100 g aci sagu, yaitu kalori 353 kkal, protein 0,7 g, lemak 0,2 g, air 14,0 g, karbohidrat 84,7 g, fosfor 13 mg, kalsium 11 mg dan besi 1,5 mg Direktorat Gizi 1979.

2.4 Mie

Mie noodle adalah salah satu produk pangan yang terbuat dari tepung dan menyerupai tali. Mie merupakan salah satu jenis produk pasta yang ditemukan pertama kali oleh bangsa Tiongkok 5000 tahun SM, lalu berkembang ke daerah Asia yang lain, sampai akhirnya terkenal di seluruh dunia. Seluruh dunia telah mengenalnya dengan masing-masing nama atau istilahnya. Dalam bahasa Inggris disebut noodle, bahasa Jepang terdapat beberapa istilah yaitu ramen dan udon. Mie merupakan salah satu bentuk pangan yang cukup populer dan disukai oleh berbagai kalangan masyarakat. Jenis makanan ini digemari oleh berbagai lapisan masyarakat, karena penyajiannya sangat mudah dan cepat. Mie dapat digunakan sebagai lauk pauk juga sebagai bahan alternatif pengganti nasi. Beragam jenis mie dijumpai di pasar, yang disebabkan oleh perbedaan bahan baku. Berdasarkan cara penyiapannya dikenal dengan mie basah, mie kering, dan mie instan Purwani et al. 2006a. Mie dapat diklasifikasikan berdasarkan 2 kategori, yaitu berdasarkan bahan baku dan proses pengolahannya. a Mie berdasarkan bahan baku Berdasarkan bahan bakunya, mie dapat dibagi menjadi 2 jenis mie, yaitu mie terigu dan mie non-terigu. Mie terigu yaitu mie yang bahan baku utamanya menggunakan terigu atau campuran dengan tepung yang lain buckwheat flour. Yang termasuk mie terigu tersebut, yaitu mie Jepang dan Cina. Mie Jepang yaitu udon biasanya berwarna putih dan memiliki tekstur yang lebih lunak. Mie ini terbuat dari tepung terigu soft dan medium yang memiliki kandungan protein 8-10, kadar abu 0,33-0,45, air, dan garam. Mie Cina biasanya berwarna kuning dan memiliki tekstur yang keras. Tepung terigu yang digunakan untuk membuat mie ini biasanya tepung terigu jenis hard. Tepung terigu jenis hard memiliki kandungan protein 10,5-12,0 dan kadar abu 0,33-0,38 Virtucio 2004.