4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan terdiri dari dua tahap yaitu pengujian kimia pati sagu Metroxylon sp. dan tepung ikan cakalang tanpa proses deffating yang
meliputi kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Penelitian pendahuluan tahap kedua adalah pembuatan tepung ikan cakalang dengan perlakuan media
perendaman air, asam asetat 3, dan natrium bikarbonat 0,8 dan lama perendaman 2,4, dan 6 jam. Masing-masing tepung ikan cakalang dianalisis
yang meliputi rendemen, kadar air, abu, protein, dan lemak. Tepung ikan cakalang dengan protein tinggi dan lemak rendah yang digunakan dalam formulasi
mie sagu.
4.1.1 Komposisi kimia pati sagu dan tepung ikan cakalang
Sagu telah dimanfaatkan sebagai sumber bahan makanan pokok rakyat Maluku sejak ratusan tahun yang lalu, yaitu dikonsumsi dengan ikan, atau daging,
dan sayuran. Selain itu juga dalam bentuk makanan penyerta ataupun nyamikan dengan berbagai ragam kue bagea, bangket, sarut, sagu tumbuk dan sagu
mutiara. Pemanfaatan sagu sebagai sumber pangan juga dikembangkan seperti dalam pembuatan roti, biskuit, kerupuk, mie, dan sohun Lawalata 2004.
Ikan cakalang merupakan ikan pelagis yang memiliki protein dan lemak yang tinggi. Spesies ini merupakan jenis ikan yang komersial dan memiliki
kandungan gizi yang tinggi. Hasil analisis komposisi pati sagu dan tepung ikan cakalang tanpa proses deffating dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi kimia tepung ikan cakalang dan pati sagu Kandungan Gizi
Tepung ikan cakalang
Pati sagu Standar tepung
ikan Buckle et al.1987
Air 12,82 ± 0,20
16,08 ± 0,05 10,0
Abu 2,65 ± 0,08
0,19 ± 0,01 -
Protein 76,55 ± 0,57
0,27 ± 0,05 67,5
Lemak 1,25 ± 0,35
0,13 ± 0,02 0,75
Karbohidrat 6,74 ± 0,33
83,35 ± 0,11 -
tanpa proses deffating pengeluaran lemak
Hasil analisis pati sagu menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat sangat tinggi yaitu 83,35; sedangkan kandungan terendah adalah lemak 0,13; air
16,08; abu 0,19 dan protein 0,27. Kandungan karbohidrat yang tinggi pada pati sagu disebabkan karena tepung sagu merupakan bahan pangan lokal sumber
karbohidrat yang berpotensi dikembangkan dalam upaya mendukung pelaksanaan program diversifikasi pangan Lawalata 2004. Hal ini berbeda dengan tepung
ikan cakalang yang memiliki kandungan protein tinggi 76,55; sedangkan kandungan terendah adalah lemak 1,25; air 12,82; abu 2,65 dan karbohidrat
6,74. Tingginya kandungan protein menunjukkan bahwa ikan cakalang merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai gizi protein yang tinggi.
Bentuk pati sagu dan tepung ikan cakalang tanpa proses deffating dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Pati sagu A; tepung ikan cakalang tanpa proses deffating B. Pati sagu yang selama ini dimanfaatkan dalam pembuatan mie sagu ternyata
memiliki kandungan protein yang cukup rendah, oleh karena itu untuk meningkatkan kandungan gizi mie sagu maka perlu ditambahkan tepung ikan
cakalang, sehingga diharapkan kandungan protein pada tepung ikan cakalang dapat meningkatkan nilai gizi mie sagu.
4.1.2 Karakteristik tepung ikan cakalang Katsuwonus pelamis
Tahapan pembuatan tepung ikan cakalang Katsuwonus pelamis terdiri dari pencucian dan penyiangan, pemfiletan, perendaman ikan dalam air, asam asetat
3, dan natrium bikarbonat 0,8 masing-masing selama 2, 4, dan 6 jam. Tahap selanjutnya adalah pengukusan pada suhu 80
o
C selama 10 menit kemudian dilakukan pengepresan selama 10 menit, pengeringan di oven pada suhu 50
o
C selama 5 jam, dan penepungan dengan saringan 60 mesh. Bentuk tepung ikan
cakalang pada masing-masing kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5. A
B
Gambar 5 Tepung ikan cakalang proses perendaman air selama 2 jam A
1
; air selama 4 jam A
2
; air selama 6 jam A
3
; asam asetat 3 selama 2 jam B
1
; asam asetat 3 selama 4 jam B
2
; asam asetat 3 selama 6 jam B
3
; natrium bikarbonat 0,8 selama 2 jam C
1
; natrium bikarbonat 0,8 selama 4 jam C
2
dan natrium bikarbonat 0,8 selama 6 jam C
3
.
1 Rendemen tepung ikan cakalang Katsuwonus pelamis
Rendemen merupakan perbandingan antara produk akhir tepung ikan cakalang dengan bahan baku ikan cakalang. Rendemen dapat dijadikan sebagai
parameter yang sangat penting untuk mengetahui nilai ekonomis produk ikan tersebut. Rendemen tepung ikan cakalang yang dihasilkan dengan perendaman
dalam media air, asam asetat dan natrium bikarbonat selama 2, 4, dan 6 jam disajikan pada Gambar 6.
Hasil analisis ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa rendemen tepung ikan cakalang dipengaruhi secara nyata oleh penggunaan metode perendaman
A
1
C
3
C
2
C
1
B
3
B
2
B
1
A
3
A
2
B
43,95 a 42,96 a
42,93 a 40,06 a
41,91 a 41,85 a
38,79 b 38,44 b
38,32 b
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00
2 jam 4 jam
6 jam
R e
n d
e m
e n
Lama perendaman
berbeda p0,05, sedangkan lama perendaman dan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata p0,05.
Gambar 6 Histogram rerata rendemen tepung ikan cakalang setelah perlakuan perendaman
air, asam asetat 3, dan
natrium bikarbonat 0,8. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda a,b
menunjukkan berbeda nyata p0,05 pada metode perendaman. Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan metode perendaman dengan
natrium bikarbonat 0,8 dan asam asetat 3 menghasilkan rendemen yang lebih rendah dibandingkan dengan perendaman dalam air. Hal ini dikarenakan air tidak
banyak memecah protein dan lemak, sedangkan jenis asam dan alkali dapat mengurangi atau meminimalkan lemak Nolsoe dan Inggrid 2009. Menurut
Rawdkuen et al. 2009 pengurangan mioglobin dan lemak lebih mudah terjadi dalam proses alkali atau asam dibandingkan proses konvensional dalam air.
2 Kadar air tepung ikan
Kadar air tepung ikan cakalang dipengaruhi secara nyata p0,05 oleh kombinasi perlakuan metode perendaman dan lama perendaman Lampiran 5.
Kadar air terendah dan tertinggi berturut-turut dihasilkan oleh kombinasi perlakuan metode perendaman asam asetat 3 selama 2 jam sebesar 6,04 dan
metode perendaman air selama 2 jam sebesar 16,05 Gambar 7.