Hepher dan Pruginin 1981 menyatakan bahwa peningkatan padat penebaran ikan tanpa disertai peningkatan jumlah pakan yang diberikan dan
kualitas air terkontrol akan menyebabkan penurunan pertumbuhan ikan critical standing crop
dan jika sampai batas tertentu carrying capacity maka pertumbuhan akan berhenti. Peningkatan hasil melalui peningkatan padat
penebaran hanya dapat dilakukan dengan pengelolaan pakan dan lingkungan Hepher dan Pruginin, 1981.
Perbedaan efisiensi pakan disebabkan oleh adanya stres sehingga menurunkan keagresifan ikan Bardach et al., 1972. Stres meningkat cepat
apabila batas daya tahan tubuh ikan sudah tercapai atau terlewati. Dampak stres ini mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun dan selanjutnya terjadi
kematian. Kondisi ikan yang tidak agresif dan tidak berdaya, disertai dengan kurangnya oksigen akan mengurangi penggunaan energi tubuh. Hal ini
mengakibatkan pertumbuhan tubuh akan menurun karena sebagian energi yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan beralih untuk pemeliharaan tubuh.
2.3 Pengaruh Padat Penebaran terhadap Fisika, Kimia dan Biologi Air
Kualitas air dalam budidaya ikan adalah kumpulan dari sifat-sifat kimia dan fisika termasuk mineral dan gas terlarut serta partikel yang terlarut dalam air
Saptoprabowo, 2000. Air sebagai media ikan memiliki peranan yang sangat penting baik kualitas maupun kuantitasnya. Sifat fisika, kimia dan biologi air
mencakup mineral, gas terlarut, partikel tersuspensi serta jasad renik dalam air Meade, 1989. Adanya peningkatan padat penebaran dalam suatu wadah yang
terbatas dapat mengakibatkan terjadinya perubahan fisika, kimia dan biologi air, karena pada kondisi padat penebaran ikan yang semakin tinggi maka konsumsi
oksigen dan akumulasi bahan buangan metabolik ikan akan semakin tinggi Stickney, 1979.
Pada dasarnya, pengawasan terhadap kualitas air pada sistem air mengalir bertujuan untuk menghilangkan zat yang tidak diinginkan dan menambahkan yang
dibutuhkan Zonneveld et al., 1991. Jika faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan maka peningkatan padat penebaran akan mungkin dilakukan tanpa
menurunkan laju pertumbuhan ikan Hepher dan Purigin, 1981. Tabel 2
menunjukkan pengaruh padat penebaran terhadap fisika kimia air pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Tabel 3. Fisika kimia air dalam wadah pemeliharaan ikan gurami Osphronemus gouramy
Lac. berbagai ukuran yang dipelihara dalam akuarium dengan padat penebaran yang berbeda.
Padat Tebar ekorL
Ukuran mg
DO mgl
pH Suhu
o
C NH
3
mgl Sumber
2,5 3,14-7,78 6,52-7,08
30-34,3 TD-0,005
5 2,19-6,73 6,61-6,93
30,2-33,2 TD-0,005
7,5 2,10-6,60 6,53-6,94
30-33 TD-0,005
10 13
1,52-6,51 6,21-6,90 30-33,6 TD-0,005 Sarah, 2002
2,5 300 6,88-7,40
6,28-7,73 28-29
0,10-0,97 Damayanti,
2003 6 3,02-5,04
7,22-7,60 28-29
0,001-0,16 8 2,15-4,67
7,19-7,57 28-29
0,002-0,19 10
100 1,21-5,19 7,12-7,51 28-29
0,001-0,17 Bugri 2006
10 3,06-7,73 7,01-7,73
28-29 0,001-0,075
15 3,68-7,17 6,59-7,77
28-29 0,001-0,095
20 230
2,17-6,69 7,10-7,77 28-29 0,002-0,094 Darmawangsa,
2008
Menurut Stickney 1979 suplai oksigen di perairan sebaiknya berbanding lurus dengan kepadatan ikan dan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan.
Konsentrasi oksigen terlarut dalam air bagi kehidupan ikan minimal tersedia sebanyak 5 ppm. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh biota air untuk proses respirasi
dan pembakaran bahan makanan dalam tubuh dan bagi lingkungan untuk proses oksidasi amoniak dan nitrit. Keterbatasan jumlah oksigen di air menimbulkan
persaingan ikan dengan jasad renik dan makhluk hidup air lainnya untuk memperoleh oksigen. Kelarutan oksigen yang rendah di air mengakibatkan laju
dekomposisi bahan organik yang berasal dari sisa pakan dan buangan metabolisme oleh bakteri terhambat, sehingga amoniak terus meningkat dan pH
semakin basa. Meskipun demikian konsentrsi oksigen terlarut 4,21-5,43 ppm masih dapat memberikan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang baik bagi
benih ikan gurami dengan bobot individu sekitar 10 mg atau berumur 10 hari Wahyudi dan Lim, 1986.
Amonia merupakan hasil akhir metabolisme protein yang dikeluarkan oleh insang dan melalui feses. Dalam bentuknya yang tidak terionisasi NH
3
amonia merupakan racun bagi ikan walaupun pada konsentrasi rendah Zonneveld et al.,
1991. Daya toksik NH
3
meningkat sejalan dengan meningkatnya pH dan suhu Boyd, 1982. Menurut Wardoyo 1975, konsentrasi NH
3
yang baik pada budidaya adalah kurang dari 0,1 ppm. Ikan tahan terhadap amonia karena dapat
menyesuaikan diri namun toksisitas amonia dapat terjadi pada lingkungan yang buruk pH 8.
Menurut Anonimous 1995, pH yang baik untuk pertumbuhan ikan gurami adalah 6,2-7,8. Sembilan puluh persen perairan alami memiliki kisaran pH
sebesar 6,7-8,2 dan ikan sebaiknya tidak dipelihara pada perairan dengan pH di luar kisaran 6,5-9,0 Schmittou dan Emeritus, 1993. Alkalinitas berperan sebagai
kapasitas penyangga buffer capacity terhadap perubahan pH perairan. Menurut Anonimous, 1995 benih ikan gurami dapat hidup dengan baik pada perairan yang
beralkalinitas 14-100 mgl CaCO
3.
Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas dalam air. Menurut Brown 1957, suhu air mempunyai arti penting
bagi organisme perairan, terutama ikan, karena berpengaruh terhadap laju metabolisme dan pertumbuhan. Ikan cenderung makan lebih banyak dan tumbuh
lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Meningkatnya suhu akan meningkatkan kebutuhan pokokbasal karena ikan lebih aktif sehingga kebutuhan ikan akan
makanan juga meningkat. Ikan gurami dapat hidup dengan baik pada suhu air 26,5-32,3
o
C. Namun, menurut Hermanto dalam Bugri 2006 benih gurami lebih tahan terhadap suhu antara 30-34
o
C daripada suhu 25
o
C. Menurut Suparyani 1994, benih ikan gurami berukuran 2,3 gram yang dipelihara pada suhu konstan
32
o
C dan diberi pakan dengan kadar protein 45 menghasilkan laju pertumbuhan yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya tingkat pemberian pakan.
2.4 Produksi