60 Kenyataan yang terjadi pada responden pengolah fillet ikan kelompok BM
dan LM di atas telah sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Rogers bahwa semakin pengguna user merasakan suatu adopsi memiliki keuntungan relatif,
sesuai dengan nilai yang dianut, tidak rumit, dapat diamati dan diuji coba sampai batas tertentu, maka proses adopsi inovasi tersebut akan semakin mudah dan
cepat. Hal sebaliknya adalah apabila pengguna user tidak merasakan suatu adopsi memiliki keuntungan relatif, sesuai dengan nilai yang dianut, mudah, dapat
diamati dan diuji coba sampai batas tertentu, maka proses adopsi inovasi tersebut akan semakin lambat dan kemungkinan besar akan ditolak.
4.4 Kondisi Penerapan CPB dan SPOS
Kondisi penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan sesungguhnya menggambarkan kelayakan unit pengolahan dalam melaksanakan proses
pengolahan fillet ikan. Kondisi penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan dapat dilihat dengan menghitung jumlah penyimpangan yang ada di unit
pengolahan fillet ikan. Secara rinci, jumlah penyimpangan dalam penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan pada unit pengolahan kelompok BM dan LM
dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Perbandingan rata-rata jumlah penyimpangan di unit pengolahan fillet
antara kelompok BM dan LM
Jenis Peyimpangan Rata-rata penyimpangan di Unit Pengolahan
Fillet BM
LM
Minor 10,28
1,27 Mayor
27,00 3,45
Serius 28,33
0,63 Kritis
3,06 Keterangan: BM = berhenti menerapkan CPB dan SPOS
LM = lanjut menerapkan CPB dan SPOS Berdasarkan Tabel 16 diketahui, bahwa pada unit pengolahan fillet
kelompok BM, seluruhnya dikatakan memiliki penerapan CPB dan SPOS
61 pengolahan fillet ikan yang sangat buruk. Hal ini disebabkan tingginya tingkat
penyimpangan yang terjadi di unit-unit pengolahan fillet ikan tersebut. Berdasarkan Tabel 16, rata-rata jumlah penyimpangan yang terjadi di unit
pengolahan fillet ikan kelompok BM adalah 10,28 penyimpangan minor, 27,00 penyimpangan mayor, 28,33 penyimpangan serius dan 3,06 penyimpangan kritis.
Pada unit pengolahan fillet ikan kelompok LM, nilai kelayakan pengolahan fillet
ikan bervariasi antara A, B hingga C. Dari 11 unit pengolahan fillet kelompok LM, satu unit pengolahan fillet atau 9,09 diantaranya layak dengan
kriteria C, tiga unit pengolahan fillet atau 27,27 layak dengan kriteria B dan 6 unit pengolahan fillet atau 63,63 lulus dengan nilai A.
Pada unit pengolahan fillet ikan kelompok BM, penyimpangan yang terjadi pada umumnya meliputi aspek lingkungan, konstruksi bangunan dan lay out,
ventilasi dan fasilitas karyawan, penerangan, saluran pembuangan, persyaratan konstruksi ruang penanganan dan pengolahan fillet, bahan baku, penanganan
limbah, pencegahan hewan penggangu, kebersihan dan kesehatan karyawan, proses sanitasi, perlindungan produk dari kontaminasi dan penanganan produk
produk yang tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan. Secara rinci, deskripsi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di unit
pengolahan kelompok BM dijabarkan sebagai berkut: 1. Penyimpangan Minor
- Kondisi kebersihan lingkungan tidak dijaga - Tempat cuci tangan tidak digunakan hanya untuk mencuci tangan dan bahkan
tidak tersedia - Tidak tersedia loker untuk menyimpan barang karyawan
- Lantai sebagian retak sehingga air sisa pengolahan fillet tidak lancar terbuang ke saluran pembuangan
- Pertemuan antar dinding sulit untuk dibersihkan - Peralatan kebesihan tidak cukup
- Pasokan air panas dan dingin tidak cukup - Frekuensi pembersihan dan desinfeksi tidak cukup mencegah kontaminasi
- Tidak tersedia peta distribusi air dengan outlet dan keran yang diberi kode tertentu
62 - Tidak tersedia prosedur pengendalian serangga dan binatang penggangu
lainnya - Tidak tersedia posedur pembuangan binatang yang mati
- Karyawan banyak yang tidak memelihara tingkat kebersihan - Proses sanitasi tidak direncanakan dan dimonitor
- Tidak tersedia prosedur penarikan barang yang sudah beredar 2. Penyimpangan Mayor
- Area unit pengolahan fillet tidak memadai untuk pekerjaan dan kondisinya tidak saniter dan higienis
- Kondisi lingkungan tidak dipelihara untuk mencegah kontaminasi dari serangga dan binatang penggangu lainnya
- Konstruksi unit pengolahan fillet tidak dirawat sehingga tidak dapat mencegah masuknya serangga dan binatang penggangu lainnya
- Aliran udara tidak mengalir dengan baik - Pintu masuk tidak dilengkapi dengan bak cuci kaki dan tangan yang cukup
- Bak cuci kaki tidak dilengkapi dengan air bersih dan disinfeksi - Fasilitas cuci tangan tidak tersedia dalam jumlah cukup dan dilengkapi dengan
sabun dan pembersih - Keran air dioperasikan dengan tangan
- Ruang ganti tidak tersedia dalam jumlah cukup - Toilet tidak dilengkapi dengan sistem siram
- Toilet tidak dilengkapi dengan ventilasi yang memadai - Saluran pembuangan tidak bersih
- Dinding tidak kedap air - Dinding yang memiliki tonjolan dan kabel tidak ditutup dengan baik
- Jendela tidak dilengkapi dengan kasa yang mudah dibersihkan - Permukaan yang kontak dengan produk seperti meja tidak memiliki saluran
pembuangan yang baik - Peralatan tidak dijaga selalu dalam keadaan bersih dan saniter
- Pembersihan peralatan kerja tidak dilengkapi dengan air yang memenuhi persyaratan air minum
- Bahan pembungkus disimpan dengan cara yang tidak mencegah kontaminasi
63 - Es digunakan secara berulang dalam setiap tahapan proses pengolahan
- Tempat penampungan limbah kurang tersedia dan tidak dirawat kondisi kebersihannya
- Penanganan limbah dilakukan secara tidak higienis - Tidak tersedia peta penempatan perangkap tikus
- Karyawan tidak menggunakan perlengkapan kerja sebagaimana yang dipersyaratkan
3. Penyimpangan Serius - Konstruksi unit pengolahan fillet tidak dapat mencegah kontaminasi dari
kotoran, kondensasi, jamur dan lainnya - Kondisi tempat penanganan dan pengolahan fillet tidak dalam keadaan saniter
dan higienis - Kondisi tidak memadai untuk mengolah dalam temperatur yang dipersyaratkan
- Ketersediaan ventilasi kurang memadai - Fasilitas cuci tangan tidak tersedia dipintu masuk dalam jumlah memadai, tidak
dilengkapi sabun dan lap - Tempat cuci tangan tidak tersedia dalam jumlah cukup di ruang pengolahan
- Toilet tidak tersedia dalam jumlah yang cukup dan memadai - Saluran pembuangan tidak dikonstruksi untuk mencegah kontaminasi dan
mengalir dari tempat yang bersih ke kotor - Permukaan dinding banyak yang retak
- Konstruksi jendela tidak dapat mencegah kontaminasi serta akumulasi kotoran dan debu
- Pintu masuk tidak mudah dibersihkan dan didisinfeksi - Peralatan kerja tidak dijaga kebersihannya
- Rancang bangun dan penempatan peralatan tidak menjamin sanitasi dilakukan secara efektif
- Limbah tidak ditempatkan pada wadah yang tertutup - Prosedur pengawasan dan pencegahan pest tidak efektif
- Produk fillet tidak dipertahankan pada suhu yang mendekati suhu es mencair - Produk tidak terlindung dari kontaminasi yang menyebabkan tidak layak
dikonsumsi atau membahayakan kesehatan
64 - Bahan setengah jadi tidak disimpan dalam suhu yang mendekati titik leleh es
melalui rantai dingin - Air lelehan dari bahan baku tidak mengalir dengan baik
- Bahan baku tidak disimpan dalam suhu dingin pada saat penerimaan - Pembuangan isi perut dan kepala sebelum proses dilakukan secara tidak
higienis - Setelah dibuang isi perut dan kepala, produk fillet tidak segera dicuci dengan
air yang sesuai persyaratan - Peralatan penampungan digunakan tidak dalam kondisi bersih
- Produk yang tidak segera diproses, disimpan dalam kondisi yang tidak dingin dan tidak diberi es
- Tidak dilakukan pengesan produk setelah di es secara teratur - Pemfilletan dan pemotongan dilakukan ditempat yang sama dengan
pembuangan sisi perut dan kepala - Proses pemotongan dan pemfilletan dilakukan secara tidak higienis
- Terjadi proses penundaan dalam pembuatan fillet atau pemotongan ikan - Fillet tidak segera didinginkan
4. Penyimpangan Kritis - Penerangan ruang pengolahan tidak dilengkapi dengan pelindung yang aman
- Ketersediaan air yang memiliki kualitas sesuai air minum tidak cukup - Produk yang tidak segera diproses tidak diberikan es dan tidak berada dalam
sistem rantai dingin - Konstruksi jendela di ruang pengolahan dan pengepakan tidak mencegah
kontaminasi Pada unit pengolahan fillet yang termasuk kelompok LM, penyimpangan
yang terjadi dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Penyimpangan Minor
- Pasokan air panas dan dingin tidak cukup - Tidak adanya loker untuk menyimpan barang karyawan
- Tidak tersedianya peta distribusi air dengan outlet dan keran yang diberi kode tertentu
65 2. Penyimpangan Mayor
- Keran air dioperasikan dengan tangan - Ruang ganti tidak tersedia dalam jumlah cukup
- Toilet tidak dilengkapi dengan ventilasi yang memadai 3. Penyimpangan Serius
- Permukaan dinding banyak yang retak - Ventilasi tidak cukup memadai
Banyaknya penyimpangan yang terjadi di unit pengolahan kelompok BM menggambarkan bahwa unit pengolahan tersebut tidak layak untuk melaksanakan
proses pengolahan fillet ikan. Akibat yang ditimbulkan dari penyimpangan- penyimpangan tersebut adalah rentannya fillet terkontaminasi oleh mikroba,
bahan kimia dan partikel fisik yang bersumber dari lingkungan pengolahan, sarana pengolahan, teknis pengolahan yang salah dan karyawan yang tidak
menjaga kebersihannya. Penyimpangan yang terjadi di unit pengolahan fillet milik responden kelompok BM menggambarkan tidak adanya jaminan mutu dan
kemanan pangan produk fillet serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum oleh instansi berwenang. Hal tersebut tidak perlu terjadi mengingat dalam
Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan disebutkan bahwa pemerintah berhak melakukan pengawasan dan melakukan tindakan administratif
maupun penyidikan apabila patut diduga terdapat pelanggaran pidana di bidang pangan.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata responden kelompok BM dan LM memiliki pendapat berbeda dalam menilai faktor internal, eksternal dan
karateristik inovasi yang mempengaruhi penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet
ikan. Pada faktor internal, tingkat pengetahuan responden kelompok BM akan aspek-aspek teknis CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan lebih rendah jika
dibandingkan dengan responden kelompok LM. Demikian juga dalam hal pengalaman menerapkan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan, dimana reponden
kelompok BM ternyata kurang berpengalaman apabila dibandingkan dengan kelompok LM. Pada faktor eksternal, dukungan pemerintah yang diberikan dalam
bidang sosial, pengawasan serta penegakan hukum dalam penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan berbeda antara responden kelompok BM dan LM
66 tergantung pada kesiapan responden untuk menerapkan CPB dan SPOS
pengolahan fillet ikan serta respon atas tuntutan pasar. Pada aspek permintaan pasar, pembeli fillet responden kelompok BM tidak mensyaratkan penerapan CPB
dan SPOS pengolahan fillet ikan, sedangkan pembeli fillet responden kelompok LM mensyaratkan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Pada faktor
karateristik inovasi, responden kelompok BM lebih mempersepsikan negatif inovasi penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Mereka menilai bahwa
penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan tidak memberikan keuntungan relatif, rumit dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut. Sedangkan
responden kelompok LM lebih mempersepsikan positif inovasi penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan. Mereka menilai bahwa penerapan CPB dan
SPOS pengolahan fillet ikan memberikan keuntungan relatif, tidak rumit, sesuai dengan nilai-nilai yang dianut, dapat dilihat dan diuji coba keunggulannya.
67
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan oleh responden kelompok BM adalah faktor internal,
yaitu rendahnya tingkat pengetahuan dan kurangnya pengalaman. Selain itu, faktor eksternal nampaknya juga tidak mendukung. Hal ini antara lain dapat
dilihat dari kurangnya sosialisasi, kurangnya fasilitas sumber air bersih, es dan rantai dingin, kurangnya pembinaan, lemahnya pengawasan dan
penegakan hukum serta tidak adanya permintaan pasar. Selain itu, pada faktor karateristik inovasi, responden kelompok BM mempersepsikan secara
negatif inovasi penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan, yaitu tidak dirasakannya keuntungan relatif, tidak sesuainya penerapan CPB dan SPOS
pengolahan fillet ikan dengan nilai-nilai yang dianut dan rumitnya penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan.
2. Penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan di unit pengolahan kelompok BM sangat buruk kondisinya. Hal ini dapat dilihat dari besarnya
jumlah penyimpangan minor dan mayor yang terjadi serta masih adanya penyimpangan serius dan kritis melebihi batas yang ditentukan.
5.2 Saran
Berkenaan dengan kesimpulan di atas, untuk mendorong dilanjutkannya penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan oleh pengolahan fillet kelompok
BM, direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: 1. Meningkatkan sosialisasi, pembinaan, pengawasan, dan pendampingan
penerapan CPB dan SPOS pengolahan fillet ikan secara berkelanjutan dalam bentuk lokus binaan khusus.
2. Meningkatkan pengawasan terhadap industri pengolahan ikan lanjutan, seperti otak-otak, baso ikan, nugget yang selama ini menjadi pasar kelompok
BM agar menerapkan CPB dan SPOS.