Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun.

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PEDAGANG IKAN DI KECAMATAN TANAH JAWA DAN HUTABAYU

RAJA DI KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI Diajukan Oleh :

ERA MARANATHA SINAGA 070501044

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Ekonomi 2011


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang luar biasa penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian sarjana yang diberlakukan oleh Fakultas Ekonomi, Departemen Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan skripsi ini agar selain skripsi ini menjadi salah satu utama syarat memperoleh gelar sarjana, tetapi juga skripsi ini dapat menjadi bahan bacaan yang bermanfaat bagi rekan – rekan mahasiswa atau pembaca yang lain. Namun, di sisi lain, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan kemampuan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna mencapai kesempurnaan tulisan ini pada masa mendatang.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan, baik berupa dorongan atau motivasi maupun sumbangan pikiran dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang setulus – tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan, terutama kepada :

1. Penghargaan tertinggi penulis sampaikan kepada kedua orangtua penulis Ayahanda Diamat Sinaga dan Ibunda Marha Jenny Tampubolon yang telah memberikan doa, motivasi, bantuan moril, dan materiil kepada penulis selama ini.


(3)

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, MEc, selaku Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Aryo Pratomo, SE, MEc, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Drs. Jonathan Sinuhaji, MSi (+) selaku dosen wali.

5. Bapak Drs. Murbanto Sinaga, SE, MA, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran dan motivasi di dalam membantu penulisan skripsi ini.

6. Bapak Paidi Hidayat, SE, Msi dan Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, Msi, selaku dosen Penguji I dan Penguji II yang telah memberikan waktu, petunjuk, dan saran hingga selesainya penulisan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai yang mengabdi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama studi di Fakultas Ekonomi.

8. Keluarga besarku Sinaga di Toba Samosir dan Tampubolon di Balimbingan, Tanah Jawa : Oppungku tersayang Op. Morina S, Tante Angelina Tampubolon, Tulang Golkar Tampubolon, dan kak Ame Sinaga yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis selama ini. 9. Kelompok Kecil UKM KMK : Bang Daniel Hutabarat dan Mirawati

Berutu yang telah memberikan waktu, pikiran, dan bimbingan rohani kepada penulis selama penulisan skripsi hingga selesai.

10. Adikku Mardia Sinaga dan kekasihku Chrisna Hemat M. Sihombing yang telah memberikan motivasi selama penulisan skripsi hingga selesai.


(4)

11. Sahabat – sahabatku : Antonius, Riris, Yakin, Teo, Bona, Ricky, Sherly, Yan, Ade, Jumasi, Nancy, dan seluruh teman –teman mahasiswa departemen Ekonomi Pembangunan, terkhusus stambuk 2007 yang telah memberikan doa, dukungan, dan motivasi selama penulisan skripsi.

12. Adik – adik kos yang terkasih : Dewi Sidauruk, Marlina Hutagalung, Novi Sinaga, Donny Sidauruk, dan Andy Sidauruk yang telah memberikan semangat kepada penulis selama ini.

13. Dan semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

Dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2011 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRACT ... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Hipotesis ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II URAIAN TEORITIS ... 10

2.1 Pertumbuhan Ekonomi ... 10

2.2 Pembangunan Ekonomi ... 21

2.3 Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Ekonomi ... 23

2.4 Pendapatan ... 25

2.5 Sektor Informal ... 25

2.6 Modal ... 32

2.7 Pendidikan ... 33


(6)

3.2 Lokasi Penelitian ……….. 36

3.3 Jenis dan Sumber Data ……….. 37

3.4 Teknik Pengumpulan Data ……….... 37

3.5 Populasi dan Sampel ……….. 38

3.6 Pengolahan Data ……….... 39

3.7 Model Analisis Data ……….. 39

3.8 Test Of Goodness of fit ……….. 41

3.9 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ………. 44

3.10 Defenisi Operasional Variabel ……….. 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 49

4.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Simalungun, Kecamatan Tanah Jawa, dan Hutabayu Raja ………. 49

4.2 Gambaran Umum Sampel Penelitian ……….... 66

4.3 Hasil Estimasi dan Interpretasi ………... 73

BAB V PENUTUP ……… 84

5.1 Kesimpulan ……… 84

5.2 Saran ……… 85 DAFTAR PUSTAKA


(7)

ABSTRACT

This study entitled “Factors Affecting Revenue of fish traders in the Tanah Jawa and Hutabayu Raja Sub-district in Simalungun District”. This study uses respondents as many 27 of people. The Purpose of this study was to see whether there are relationships affect each other or no relationship at all between the variables that become factors that affect the income of fish traders in the Tanah Jawa and Hutabayu Raja sub-district in Simalungun district.

This data was obtained from field and literature research and data collection conducted by questionnaire. This study uses linier regression analysis model and processed using Eviews 6.

The result showed that the variable quantity of fish sold has a positive and significant impact on the income of fish traders in the district of Tanah Jawa and Hutabayu Raja in Simalungun district. Variable capital effort will have positive but not significant to the income of fish traders. Variables levels of education with experience is not consistent with the hypothesis. This is because the level of education and experience does not guarantee increased revenues fish traders.

Keywords: income, the first invesment, Number of fish sold, level of education, and business experience.


(8)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun”. Penelitian ini menggunakan responden sebanyak 27 orang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada hubungan saling mempengaruhi atau tidak ada hubungan sama sekali antara variabel – variabel yang menjadi faktor – faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang ikan di kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun.

Data ini diperoleh dari penelitian di lapangan dan kepustakaan dan pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner. Penelitian ini menggunakan model analisa regresi linier dan diolah dengan menggunakan Eviews 6.

Hasil analisa menunjukkan bahwa variabel jumlah ikan yang terjual mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang ikan di kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun. Variabel Modal usaha berpengaruh positif akan tetapi tidak signifikan terhadap pendapatan pedagang ikan. Variabel tingkat pendidikan dengan pengalaman usaha tidak sesuai dengan hipotesis. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan dan pengalaman tidak menjamin meningkatnya pendapatan pedagang ikan.

Kata – kata kunci : Pendapatan, Modal awal usaha, Jumlah ikan yang terjual, tingkat pendidikan, dan pengalaman usaha.


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul

1.1 Pekerja Formal dan Informal Menurut Jenis Kelamin, 2006 – 2008 4.1 Luas Kabupaten Simalungun Berdasarkan Kecamatan 2008

4.2 Luas Kecamatan Tanah Jawa berdasarkan Desa/Kelurahan/Nagori 2009

4.3 Luas Wilayah Kecamatan Hutabayu Raja Berdasarkan Desa/Kelurahan/Nagori 2009

4.4 Jumlah Penduduk dan Jumlah Desa/Kelurahan/Nagori Menurut Kecamatan di Kabupaten Simalungun 2008

4.5 Jumlah Penduduk Kecamatan Tanah Jawa Berdasarkan Desa/Kelurahan/Nagori 2009

4.6 Jumlah Penduduk Kecamatan Hutabayu Raja Berdasarkan Desa /Kelurahan/Nagori 2009

4.7 Distribusi Umur Responden

4.8 Distribusi Tingkat Pendidikan Responden


(10)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Judul

4.1 Perbandingan Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Simalungun Pada Tahun 2008

4.2 Perbandingan Luas Wilayah Desa/Kelurahan/Nagori di Kecamatan Tanah Jawa 2009

4.3 Pebandingan Luas Wilayan Desa/Kelurahan/Nagori di Kecamatan Hutabayu Raja 2009

4.4 Perbandingan Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Simalungun 2008

4.5 Perbandingan Jumlah Penduduk Desa/Kelurahan/Nagori di Kecamatan Tanah Jawa 2009

4.6 Perbandingan Jumlah Penduduk Desa/Kelurahan/Nagori di Kecamatan Hutabayu Raja 2009

4.7 Perbandingan Distribusi Umur Responden 4.8 Perbandingan Tingkat Pendidikan Responden


(11)

ABSTRACT

This study entitled “Factors Affecting Revenue of fish traders in the Tanah Jawa and Hutabayu Raja Sub-district in Simalungun District”. This study uses respondents as many 27 of people. The Purpose of this study was to see whether there are relationships affect each other or no relationship at all between the variables that become factors that affect the income of fish traders in the Tanah Jawa and Hutabayu Raja sub-district in Simalungun district.

This data was obtained from field and literature research and data collection conducted by questionnaire. This study uses linier regression analysis model and processed using Eviews 6.

The result showed that the variable quantity of fish sold has a positive and significant impact on the income of fish traders in the district of Tanah Jawa and Hutabayu Raja in Simalungun district. Variable capital effort will have positive but not significant to the income of fish traders. Variables levels of education with experience is not consistent with the hypothesis. This is because the level of education and experience does not guarantee increased revenues fish traders.

Keywords: income, the first invesment, Number of fish sold, level of education, and business experience.


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun”. Penelitian ini menggunakan responden sebanyak 27 orang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada hubungan saling mempengaruhi atau tidak ada hubungan sama sekali antara variabel – variabel yang menjadi faktor – faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang ikan di kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun.

Data ini diperoleh dari penelitian di lapangan dan kepustakaan dan pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner. Penelitian ini menggunakan model analisa regresi linier dan diolah dengan menggunakan Eviews 6.

Hasil analisa menunjukkan bahwa variabel jumlah ikan yang terjual mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang ikan di kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun. Variabel Modal usaha berpengaruh positif akan tetapi tidak signifikan terhadap pendapatan pedagang ikan. Variabel tingkat pendidikan dengan pengalaman usaha tidak sesuai dengan hipotesis. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan dan pengalaman tidak menjamin meningkatnya pendapatan pedagang ikan.

Kata – kata kunci : Pendapatan, Modal awal usaha, Jumlah ikan yang terjual, tingkat pendidikan, dan pengalaman usaha.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi menjadi salah satu tujuan utama selama bertahun – tahun dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia. Selama bertahun – tahun itu pula Indonesia fokus memecahkan persoalan pembangunan ekonomi yang tidak pernah tuntas. Persoalan tersebut antara lain adalah tingkat kemiskinan yang tinggi dan ketimpangan distribusi.

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Setiap negara yang melakukan pencapaian keberhasilan pembangunan ekonomi dipengaruhi oleh dua unsur pokok, yaitu unsur ekonomi dan unsur non-ekonomi. Dilihat dari unsur ekonomi, pembangunan ekonomi dipengaruhi oleh Sumber Daya Manusia (labor supply, education, dicipline, motivation, etc), Sumber Daya Alam (Natural Resoureces), Pembentukan modal (Capital

Formation), serta teknologi dan kewirausahaan (Technology and Entrepreneurship). Sedangkan dari segi non-ekonomi, faktor faktor tersebut

adalah lembaga – lembaga sosial, keadaan politik, sikap mental, adat istiadat, motivasi, dan nilai – nilai yang ada dalam masyarakat. Beberapa ahli berpendapat bahwa pembangunan suatu daerah haruslah mencakup tiga nilai inti, yaitu :

a. Ketahanan (Sustance), adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok (pangan, papan, kesehatan, dan proteksi) untuk mempertahankan hidup.


(14)

b. Harga diri (Self Esteem), yakni pembangunan haruslah memanusiakan orang. Dalam arti luas pembangunan suatu daerah haruslah meningkatkan kebanggaan sebagai manusia yang berada di daerah itu.

c. Freedom from servitude, yakni kebebasan bagi setiap individu suatu

negara untuk berfikir, berkembang, berperilaku, dan berusaha untuk berpartisipasi dalam pembangunan.

Menurut Bauer, 1975 (dalam Suryana, 2000:32), penentuan utama yang mempengaruhi pembangunan ekonomi adalah bakat, kemampuan, kualitas, kapasitas, kecakapan, sikap, adat – istiadat, nilai, tujuan, dan motivasi, serta struktur politik dan lembaga. Syarat – syarat tersebut tidak sepenuhnya terjadi di negara – negara berkembang seperti Indonesia. Pencapaian pembangunan ekonomi tidak pernah terwujud sedemikan rupa, dikarenakan adanya faktor – faktor yang selalu menghambat proses pembangunan ekonomi. Faktor – faktor tersebut antara lain tidak sejalannya perkembangan penduduk dengan perkembangan tingkat kesejahteraan, perekonomian yang bersifat dualistik, adanya lingkaran kemiskinan, ketergantungan dalam mengekspor bahan mentah, dan faktor – faktor lain sebagainya.

Pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia tercatat sebesar 234,2 juta jiwa. Jumlah penduduk bertambah sebesar 29,1 juta jiwa dari tahun 2000 lalu. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena perkembangan penduduk tidak sejalan dengan tingkat kesejahteraan penduduk Indonesia. Berdasarkan data survei tenaga kerja Nasional tahun 2009 yang dikeluarkan BAPPENAS, mengungkapkan bahwa 4,1 juta orang adalah pengangguran dari 21,2 juta orang jumlah angkatan kerja. Jumlah penggangguran tersebut didominasi oleh penduduk yang lulusan Diploma


(15)

dan Universitas. Dari kondisi ini, diharapkan bahwa sektor informal dapat menjadi mata pencaharian penduduk yang mengalami situasi kronis tersebut.

Sektor informal merupakan sektor ekonomi yang bergerak dalam bidang kewirausahaan dan paling banyak menyerap tenaga kerja. Contoh sektor informal adalah pedagang kaki lima (PKL), becak, penata parkir, pedagang pasar, buruh tani dan lainnya. Lain halnya dengan sektor formal. Sektor formal adalah sektor lapangan usaha yang secara sah terdaftar, kegiatannya terhimpun dalam bentuk badan usaha serta mendapat izin dari pejabat berwenang. Contoh sektor formal adalah Perbankan, transportasi, retail, distribusi, komunikasi, properti, dan lain sebagainya. Para angkatan kerja sebagian besar tidak berhasil memperoleh pekerjaan di bidang sektor formal ini, sebab sektor ini membutuhkan kemampuan dan keterampilan di bidangnya masing – masing. Selain itu juga, sektor formal membutuhkan angkatan kerja yang berpengalaman di bidangnya, padahal sebagian besar penduduk baik lulusan Diploma dan Universitas belum pernah sekalipun berpengalaman dalam bidang yang ingin diraih tersebut. Kondisi ini menjadi pemicu meningkatnya jumlah angka pengangguran di Indonesia.

Pada dasarnya sektor informal memiliki peran yang besar di negara – negara berkembang, seperti Indonesia. Sekitar 70% tenaga kerja bekerja di sektor informal dan 30% mengambil bagian di sektor formal. Perkembangan sektor informal yang lebih besar ini dilatarbelakangi oleh rendahnya tingkat pendidikan penduduk di negara berkembang sehingga masyarakat tidak memiliki kualifikasi untuk bekerja di sektor formal. Kondisi ini juga dapat dikaitkan dengan tingkat pengangguran di negara berkembang. Tenaga kerja menganggur disebabkan tidak


(16)

memiliki kualifikasi untuk bekerja di sektor formal, sehingga mengambil bagian di sektor informal dalam rangka pemenuhan perekonomian masing – masing.

Kemajuan suatu negara pada umumnya dilihat dari penurunan tingkat pekerja blue collar (pekerja kasar). Blue collar (pekerja kasar) merupakan gambaran dari sektor informal dimana diartikan sebagai pekerjaan yang dilakukan dengan mengandalkan fisik. Sektor usaha pertanian, kehutanan, perburuan, perikanan, tenaga produksi, alat angkut, dan pekerja kasar merupakan beberapa elemen yang termasuk dalam kelompok usaha sektor informal. Semakin rendah jumlah pekerja sektor informal maka akan menunjukkan bahwa negara tersebut mengalami kemajuan dari segi perekonomiannya.

Pekerja manajerial (white collar) merupakan pekerja sektor formal yang yang terdiri dari tenaga yang profesional, teknisi, tenaga kepemimpinan, ketatalaksanaan, tenaga tata usaha, dan lain sebagainya.

Tabel 1.1 Pekerja Formal dan Informal menurut Jenis Kelamin, 2006-2008

Pekerja

2006 2007 2008

Laki –

laki

Perempuan

Laki –

laki

Perempuan

Laki -

laki

Perempuan

Formal 32,9 25,80 33,15 25,80 34,08 26,46

Informal 76,08 74,20 66,85 74,20 65,92 73,54

Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Pada tahun 2006 hingga 2008, perbandingan jumlah perkembangan sektor informal dengan sektor formal cukup tajam. Perkembangan sektor formal tetap berada di tingkat 30% dari total keseluruhan jumlah sektor informal dan sektor formal.


(17)

Di sisi lain, sektor informal merupakan sektor yang sering termarjinalkan dalam struktur masyarakatnya sehingga mereka harus mengembangkan potensi mereka sendiri yang sebagian besar potensi itu terhisap oleh masyarakat kelas atas. Selain itu juga, sektor informal tidak teratur ( unreguated ) dan tidak terdaftar (unregistered). Munculnya sektor informal diawali oleh adanya migrasi, akses atas modal, dan urbanisasi. Dengan adanya kondisi ini, masyarakat yang menjalani sektor ini dapat membangun perekonomian mereka sendiri.

Perkembangan sektor informal dewasa ini sangatlah pesat. Munculnya pedagang kaki lima menjadi salah satu bukti sudah semakin berkembangnya sektor ini. Selain di kota – kota besar, sektor informal juga sudah berkembang pesat di pedesaan. Pendidikan yang minim yang diterima seseorang di pedesaan menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi munculnya sektor ini.

Kabupaten Simalungun merupakan kabupaten yang mana sebahagian besar masyarakatnya sangat banyak bermata pencaharian bertani. Pendapatan seorang petani sangatlah kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan kebutuhan keluarga yang ditanggungnya. Maka dari itu, banyak masyarakat melakukan pekerjaan di sektor informal dengan membuka usaha kecil yang menggunakan modal keluarga atau pinjaman. Selain petani, terdapat juga beberapa masyarakat yang sudah memiliki pendapatan yang cukup dari pekerjaannya yang tetap, kembali menambah pendapatannya dengan membuka usaha sektor informal, contoh sektor ini adalah berdagang ikan.

Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja merupakan dua kecamatan yang menjadi lokasi penelitian bagi penulis. Lokasi dua kecamatan ini berdampingan, sehingga masyarakat yang menetap dapat berinteraksi dari satu


(18)

Kecamatan ke Kecamatan yang lain. Sebagian besar masyarakat di dua Kecamatan ini memasuki sektor informal. Sektor informal diyakini dapat menambah pendapatan yang cukup bagi keluarga. Terlihat terdapat beberapa masyarakat menjalankan usaha sebagai petani ikan dan kemudian menjualnya ke pasar – pasar tradisional atau hanya menjual di lokasinya tersebut. Di pasar – pasar tradisional juga, pedagang ikan menjadi objek yang bagus bagi penulis untuk mengetahui berapa besar pendapatan yang mereka punya, dengan membandingkan modal awal usaha, keuntungan yang diperoleh per hari, pendidikan, dan pengalaman usaha.

Besarnya modal yang digunakan untuk memulai usaha tidak menjadi penentu utama untuk memperoleh pendapatan yang maksimal. Hal ini disebabkan, masih banyak faktor lain yang perlu diperhatikan dari kehidupan seorang pedagang, baik dari segi pendidikan dan pengalaman pedagang dalam menjalankan usahanya. Sama halnya dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh seorang pedagang, tingkat pendidikan yang tinggi tidak menjadi jaminan bahwa seorang pedagang ikan akan menjadi pedagang yang memperoleh pendapatan yang lebih. Dari faktor – faktor di atas, pengalaman juga menjadi salah satu indikator khusus yang dilihat dari kehidupan seorang pedagang ikan. Lamanya waktu yang dijalani seorang pedagang dalam menjalani usahanya dapat menentukan tingkat pendapatan yang diperolehnya. Hal ini disebabkan bahwa seorang pedagang yang menjalani usahanya cukup lama, menjadi satu bukti bahwa pedagang tersebut cukup puas dengan pendapatan yang ia terima dari usaha tersebut dan pendapatan tersebut dapat ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan waktu yang lama itu.


(19)

Persepsi setiap orang dalam memberikan kesimpulan mengenai tingkat pendapatan pedagang ikan di dua Kecamatan ini tentu sangat berbeda. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk meneliti dan menulis skripsi dengan judul ”Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pendapatan

Pedagang Ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun” untuk mengetahui hubungan variabel – variabel yang

mempengaruhi pendapatan para pedagang ikan. .

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas, maka permasalahan pokok yang akan diteliti adalah :

1. Bagaimanakah pengaruh modal awal usaha terhadap pendapatan pedagang ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun?

2. Bagaimanakah pengaruh jumlah ikan yang terjual terhadap pendapatan pedagang ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun?

3. Bagaimanakah pengaruh tingkat pendidikan pedagang terhadap pendapatan pedagang ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun?

4. Bagaimanakah pengaruh pengalaman usaha terhadap pendapatan pedagang ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun?


(20)

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih terus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :

1. Modal awal usaha mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan pedagang ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun, cateris paribus.

2. Jumlah ikan yang terjual mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan pedagang ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun, cateris paribus..

3. Tingkat pendidikan pedagang mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan pedagang ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun, cateris paribus.

4. Pengalaman usaha mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan pedagang ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun, cateris paribus.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh modal awal usaha terhadap pendapatan pedagang ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah ikan yang terjual terhadap pendapatan pedagangan ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun.


(21)

3. Untuk mengetahui bagamana pengaruh tingkat pendidikan pedagang terhadap pendapatan pedagang ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun.

4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengalaman usaha terhadap pendapatan pedagang ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan studi dan tambahan pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi USU, khususnya bagi mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

2. Melengkapi, menambah serta dapat menjadi bahan perbandingan dengan hasil – hasil yang sudah ada yang menyangkut topik atau penelitian yang sama

3. Sebagai informasi bagi masyarakat khususnya pedagang ikan yang ingin memulai usaha atau yang ingin meningkatkan tingkat pendapatannya. 4. Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan penulis dalam menerapkan

ilmu yang telah dipelajari selama menjadi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(22)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 PERTUMBUHAN EKONOMI 2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Semua negara baik negara – negara kaya maupun miskin, yang menganut sistem kapitalis, sosialis, maupun campuran selalu menomorsatukan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Kondisi ini terlihat dari tindakan pemerintah dan politisi di masing – masing negara yang selalu mengumpulkan data – data statistiknya yang berkenaan dengan tingkat pertumbuhan GNP relatifnya. Setiap negara mengharapkan bahwa angka – angka pertumbuhan ekonomi dapat mencapai angka yang signifikan dan mengalami peningkatan.

Menurut Milton H. Spencer (dalam Winardi: 1983, 184), Pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pertambahan dalam output nyata atau pendapatan sebuah perekonomian dengan berlangsungnya waktu maksudnya kenaikan dalam output “full employmentnya” dengan harga – harga konstan.

Ada beberapa komponen utama yang melatarbelakangi terjadinya proses pertumbuhan ekonomi, yakni tanah dan kekayaan alam, akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi.

a. Tanah dan Kekayaan Alam

Luas tanah, kesuburan tanah, kondisi iklim dan cuaca, kekayaan hasil hutan, kekayaan barang tambang, dan lain sebagainya merupakan kekayaan alam yang dimiliki suatu negara. Pada dasarnya, suatu negara yang memiliki kekayaan


(23)

alam yang melimpah akan lebih mudah untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya dibandingkan negara yang kurang memiliki kekayaan alam.

Negara – negara yang sedang berkembang yang kaya akan sumber daya alam telah berlomba untuk menerobos keterbelakangan melalui impor modal dan teknologi dari negara – negara yang sudah maju. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat proses pembangunan ekonomi. Proses pembangunan ekonomi yang cepat akan memudahkan suatu negara untuk menghimpun modal, sehingga modal yang sudah tersedia tersebut dapat digunakan untuk mempersiapkan teknologi. Kemajuan teknologi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan diharapkan bahwa sumber kekayaan alam yang masih potencial dapat diubah menjadi sumber kekayaan riil.

b. Akumulasi Modal (capital accumulation)

Modal (capital) adalah semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan, langsung maupun tidak langsung, dalam produksi untuk menambah output (dalam Irawan dan Suparmoko: 1987, 93).

Pada dasarnya, yang menentukan pertumbuhan ekonomi bukanlah capital yang terutama, melainkan harus diperhatikan terlebih dahulu sisi permintaan dan penawaran capital tersebut. Penawaran rendah bila tabungan rendah; tabungan rendah bila pendapatan rendah dan pendapatan rendah apabila produktivitas rendah. Penambahan capital yang banyak tidak selalu menyebabkan dimulainya proses perkembangan ekonomi, akan tetapi kadang – kadang kapital yang sedikit pun menyebabkan tumbuhnya perekonomian dengan cepat atau dengan kata lain bahwa kapital lebih merupakan hasil daripada perkembangan ekonomi.


(24)

Dalam arti uang, sumber – sumber kapital untuk pembangunan adalah tabungan sukarela (voluntary saving), pajak (forced saving), dan pinjaman luar negeri (foreign loans).

Sebagian dari pendapatan yang ditabung, diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan di kemudian hari disebut sebagai akumulasi modal (capital accumulation). Akumulasi modal berkaitan erat dengan tabungan yaitu proporsi pendapatan sesuatu perekonomian yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Akumulasi modal meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia. Investasi ini merupakan investasi produktif dimana harus dilengkapi dengan investasi penunjang yang disebut dengan investasi infrastruktur ekonomi dan sosial.

Peningkatan investasi yang dilakukan di setiap negara khususnya di Indonesia seperti investasi terhadap pengadaan pabrik baru, mesin – mesin, peralatan, dan bahan – bahan yang dapat meningkatkan stok modal (capital stock) diharapkan dapat meningkatkan ouput di masa – masa yang akan datang. Investasi ini juga sangat baik diterapkan terhadap pembinaan sumber daya manusia, yang pada akhirnya proses ini akan membawa dampak positif yang sama terhadap angka produksi. Investasi terhadap SDM ini dapat berupa seperti peningkatan pendidikan formal, program pendidikan dan pelatihan dalam kerja dan magang, kursus – kursus dan aneka pendidikan informal lainnya yang perlu diefektifkan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang terampil dan terdidik.

Konsumsi yang harus dikorbankan agar terbentuknya tabungan untuk tujuan akumulasi modal dikenal sebagai biaya pertumbuhan ekonomi. Biaya


(25)

pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan pengorbanan – pengorbanan masyarakat yang perlu ditangguhkan masa sekarang untuk mencapai kepuasan lebih besar dikemudian hari. Biaya dasar pertumbuhan ekonomi dapat berupa :

1. Pengorbanan waktu luang untuk mencapai kesempatan kerja. 2. Pengorbanan konsumsi untuk mencapai investasi.

3. Pengorbanan masa sekarang untuk masa yang akan datang.

4. Pengorbanan kualitas lingkungan untuk mendapatkan lebih banyak barang. 5. Pengorbanan “kepastian” untuk mencapai kemajuan.

b. Pertumbuhan Penduduk dan Angkatan Kerja

Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja merupakan salah satu faktor positif untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar sedangkan jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif. Di sisi lain, pertumbuhan jumlah penduduk diragukan dapat menjadi faktor penghambat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan bahwa meningkatnya pertumbuhan penduduk tidak seimbang dengan tingkat kesejahteraan penduduk. Maka dari itu, setiap negara harus mampu menangani kondisi ini. Adapun kemampuan tersebut lebih lanjut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input atau faktor – faktor penunjang, seperti kecakapan manajerial dan administrasi.

c. Kemajuan Teknologi

Menurut Hadi Prayitno (dalam Suryana: 2000, 80), teknologi adalah cara bagaimana berbagai sumber alam, modal, tenaga kerja, dan keterampilan dikombinasikan untuk merealisasikan tujuan produksi.


(26)

Menurut sifatnya, teknologi digolongkan ke dalam tiga macam, yakni :

1. Teknologi maju, yaitu suatu teknologi yang dipersiapkan untuk menghadapi persoalan – persoalan yang besar bagi suatu bangsa dalam perkembangan di masa depan. Contoh teknologi tersebut adalah teknologi yang menyangkut sumber energy, mineral, nuklir, angkasa, lautan, dan udara.

2. Teknologi adaptif, yaitu teknologi yang bersumber pada penelitian dan pengembangan teknologi di negara – negara maju yang disesuaikan dengan perimbangan – perimbangan keadaan masyarakat agar dapat dimanfaatkan sebaik – baiknya untuk pemecahan masalah – masalah konkrit, misalnya bidang pangan, pemukiman, pemeliharaan tanah, dan perkembangan industri.

3. Teknologi protektif, yaitu suatu teknlogi untuk memelihara, melindungi, dan mengamankan ekologi dan lingkungan hidup masa depan yang bisa meliputi konservasi, restorasi, dan regenerasi sumber daya alam.

Ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu :

1. Kemajuan teknologi yang bersifat netral (neutral technological progress). 2. Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja (labor saving technological

progress).

3. Kemajuan teknologi yang hemat modal (capital-saving technological

progress).

Kemajuan teknologi yang netral (neutral technological progress) terjadi apabila teknologi dapat mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama. Atau dengan kata


(27)

lain adalah terjadi bila tingkat pengeluaran (output) lebih tinggi dicapai dengan kuantitas dan kombinasi faktor – faktor pemasukan (input) yang sama.

Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja (labor saving technological

progress) adalah kemajuan teknologi yang terjadi sejak akhir abad 19 yang

banyak ditandai oleh meningkatnya secara cepat teknologi yang hemat tenaga kerja dalam memproduksi sesuatu, yang mana pada saat itu dimulai dari kacang – kacangan sampai sepeda hingga jembatan. Kemajuan teknologi yang hemat modal (capital- saving technological progress) dibuktikan dengan adanya semua riset teknologi dan ilmu pengetahuan di dunia dilakukan di negara – negara maju, yang lebih ditujukan untuk menghemat tenaga kerja, bukan modal.

2.1.2 Teori – teori Pertumbuhan Ekonomi

Adapun teori – teori yang membahas mengenai pertumbuhan ekonomi adalah teori pertumbuhan ekonomi klasik, teori pertumbuhan ekonomi Schumpeter, teori pertumbuhan ekonomi neoklasik, dan teori pertumbuhan ekonomi Rostow.

a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik

Ahli ekonomi klasik yang membahas teori ini adalah Adam Smith dan David Richardo. Menurut Adam Smith dan David Richardo, ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu :

1. Jumlah penduduk.

2. Persediaan barang – barang modal. 3. Luas tanah dan kekayaan alam. 4. Penerapan teknologi.


(28)

Para ahli ekonomi klasik menitikberatkan teorinya pada pertambahan penduduk dengan asumsi bahwa faktor luas tanah dan penerapan teknologi adalah tetap. Para ahli memberikan kesimpulan terhadap teori ini, yakni :

(1). Pertumbuhan penduduk tergolong tinggi saat jumlah penduduk masih sedikit, persediaan barang modal cukup banyak, dan tersedianya luas tanah yang masih luas, dan

(2). Pertumbuhan ekonomi tidak berkembang (stationary state) saat produktivitas penduduk menurun karena berkurangnya kapasitas produksi sehingga kemakmuran masyarakat dan frekuensi kegiatan ekonomi pun ikut menurun.

b. Teori Pertumbuhan Ekonomi Schumpeter

Schumpeter dalam teorinya menekankan bahwa peranan pengusaha dan wirausahawan sangat berpengaruh penting dalam pertumbuhan ekonomi. Pada kenyataannya, dalam meningkatkan keuntungan usaha, pengusaha dan wirausahawan selalu melakukan inovasi yang mana dapat berguna bagi usahanya. Inovasi – inovasi tersebut antara lain mencari lokasi pasar yang baru, meningkatkan efektivitas dan efisiesi proses produksi, dan mencari sumber bahan mentah. Dalam melakukan inovasi, modal sangat dibutuhkan. Pengusaha dan wirausahawan akan meminjam modal untuk investasi usahanya. Adapun dua jenis investasi yang timbul adalah, (1). Investasi otonom (investasi yang timbul akibat adanya kebutuhan modal untuk keperluan inovasi), dan (2). Investasi terpengaruh (investasi yang timbul akibat kenaikan pendapatan nasional yang mendorong terciptanya investasi baru).


(29)

Pada dasarnya adanya investasi akan meningkatkan pendapatan nasional yang mendorong peningkatan konsumsi masyarakat. Konsumsi yang meningkat akan meningkatkan produksi usaha para pengusaha dan wirausahawan. Schumpeter berpendapat bahwa tingkat kemajuan ekonomi yang semakin tinggi maka kemungkinan untuk melakukan inovasi semakin terbatas. Kesulitan dalam melakukan inovasi akan membuat pertumbuhan ekonomi berjalan lambat hingga akhirnya berhenti pada titik tertentu (stationery state).

c. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik

1. Teori Pertumbuhan Harrod - Domard

Adapun faktor – faktor pendukung pertumbuha ekonomi dinyatakan dalam empat asumsi, yakni :

a) Barang modal telah digunakan secara penuh.

b) Besarnya tabungan proporsional dengan fluktuasi pendapatan nasional. c) Perbandingan antara modal dan hasil produksi (capital output ratio)

adalah tetap.

d) Perekonomian hanya terdiri dari dua sektor (perekonomian tertutup). Investasi yang terjadi pada tahun tertentu akan menyebabkan peningkatan barang modal pada tahun berikutnya. Agar seluruh penambahan barang modal tersebut digunakan seluruhnya maka total pengeluaran harus meningkat sebesar penambahan barang modal tersebut. Kenaikan total pengeluaran menyebabkan kenaikan pendapatan nasional (PDB). Pertumbuhan ekonomi terjadi karena adanya peningkatan PDB dari suatu negara atau masyarakat. Oleh karena itu, investasi harus terus mengalami peningkatan agar tingkat pertumbuhan ekonomi juga ikut mengalami kenaikan.


(30)

2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow

Teori pertumbuhan ekonomi Solow dikembangkan oleh Abramovitz dan Solow. Teori ini menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada perkembangan faktor – faktor produksi. Ada tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu :

a) Pertumbuhan modal,

b) Pertumbuhan penduduk, dan c) Pertumbuhan teknologi.

Dalam teori ini, faktor pertumbuhan teknologi dianggap sebagai faktor yang paling menentukan pertumbuhan ekonomi.

d. Teori Pertumbuhan Ekonomi Rostow

Menurut Rostow (dalam Google Books; Ekonomi Edisi 2), pertumbuhan ekonomi terdiri ats beberapa tahap, yaitu :

1. Perekonomian Tradisional (The Traditional Society)

Perekonomian tradisional (The Traditional Society) adalah suatu masyarakat yang strukturnya berkembang di dalam fungsi produksi yang terbatas yang didasarkan pada teknologi dan ilmu pengetahuan dan sikap yang masih primitif, dan berfikir irasional.

Ciri – ciri suatu perekonomian pada tahap ini adalah :

a. Teknologi yang digunakan dalam kegiatan produksi masih sederhana b. Produksi yang dihasilkan rendah sehingga hanya cukup untuk

memenuhi kebutuhan sendiri, dan

c. Kegiatan produksi dilakukan secara tradisional.


(31)

Perekonomian Transisi (The Precondition for Take Off) adalah suatu masa transisi dimana suatu masyarakat mempersiapkan dirinya atau dipersiapkan dari luar untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (self-sustained growth). Ciri – ciri perekonomian yang telah mencapai tahap ini adalah

a. Timbulnya pemikiran mengenai pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan

b. Terjadinya perubahan nilai – nilai dan struktur kelembagaan yang berlaku di dalam masyarakat, dan

c. Perekonomian mulai menciptakan kerangka ekonomi yang kokoh untuk mencapai tingkat perekonomian yang lebih maju.

3. Perekonomian Lepas Landas (The Take Off)

Perekonomian lepas landas (The Take Off) adalah suatu masa dimana berlakunya perubahan yang sangat drastis dalam masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi atau berupa terbentuknya pasar baru. Ciri – ciri perekonomian yang telah mencapai tahap ini adalah:

a. Kegiatan ekonomi berlangsung secara terus – menerus dengan hasil yang memuaskan.

b. Nilai investasi yang bersifat produktif meningkat sebesar sepuluh persen dari nilai produk nasional neto.

c. Terciptanya kondisi yang dapat membuat semua lembaga dapat berfungsi sesuai dengan harapan masyarakat.


(32)

Selain ciri – ciri di atas, Rostow juga mengemukakan ciri – ciri untuk mengetahui suatu negara yang sudah mencapai tahap lepas landas (The Teke Off), yaitu :

a) Berlakunya penanaman modal yang produktif dari 5% menjadi 10% dari produksi nasional nettonya,

b) Berlakunya perkembangan satu atau beberapa sektor industri dengan tingkat laju yang tinggi,

c) Adanya atau terciptanya suatu rangka dasar politik sosial dan institusional yang akan menciptakan pertumbuhan yang terus – menerus atau self-sustained growh.

4. Perekonomian Menuju Kedewasaan (The Drive to Maturity)

Perekonomian menuju kedewasaan (The Drive to Maturity) adalah suatu masa dimana suatu masyarakat secara efektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor – faktor produksi dan kekayaan alam. Ciri – ciri suatu perekonomian yang telah mencapai tahap ini adalah :

a. Tenaga kerja yang terlibat pada proses produksi bersifat profesional. b. Berkurangnya peranan dari sektor pertanian sedangkan sektor industri

dan jasa memiliki peranan yang semakin dominan.

c. Adanya perubahan di dalam struktur organisasi perusahaan dimana jabatan manajer sebagai pengambil keputusan tertinggi tidak lagi dipegang oleh pemilik perusahaan melainkan oleh tenaga – tenaga profesional yang dipekerjakan oleh perusahaan.

d. Timbulnya kesadaran di dalam masyarakat untuk memelihara dan melestarikan lingkungan.


(33)

4. Perekonomian dengan Tingkat Konsumsi yang Tinggi (The Age of High Mass Consumption).

Perekonomian dengan tingkat konsumsi yang tinggi (The Age of High

Mass Consumption) adalah suatu masyarakat dimana perhatian masyarakat lebih

menekankan pada masalah konsumsi dan kesejahteraan masyarakat dan bukan lagi pada masalah produksi. Ciri – ciri suatu perekonomian yang telah mencapai tahap ini adalah :

a. Sektor industri telah berjalan dengan baik sehingga tidak ada lagi masalah pada kegiatan produksi.

b. Tujuan utama konsumsi masyarakat adalah untuk meningkatkan arti hidup sehingga masyarakat lebih cenderung untuk memenuhi kebutuhan tersier dibanding kebutuhan primer dan sekunder.

c. Timbulnya usaha – usaha untuk menciptakan kesejahteraan yang merata yang mana salah satu caranya adalah dengan menerapkan pajak progresif yang bertujuan untuk mentransfer pendapatan dari penduduk kaya ke penduduk miskin.

2.2 PEMBANGUNAN EKONOMI

Menurut Meier (dalam Suryana : 2000, 3), pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang.

Pembangunan ekonomi suatu negara dikatakan meningkat apabila diikuti dengan kenaikan pendapatan nasional, pendapatan per kapita dan perubahan struktur ekonomi dan struktur masyarakat. Besarnya pendapatan nasional akan


(34)

menentukan besarnya pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita merupakan gambaran daripada tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Di sisi lain, pendapatan per kapita sangat berkaitan erat dengan pertambahan penduduk. Oleh karena itu, apabila pertambahan pendapatan nasional lebih besar daripada tingkat pertambahan penduduk maka tingkat pendapatan per kapita penduduk juga meningkat.

Pendapatan nasional dan pendapatan per kapita dapat dilihat kenaikannya dari adanya peningkatan produktivitas per kapita. Produktivitas per kapita berasal dari perubahan struktur ekonomi, struktur produksi, teknik produksi, serta masyarakat statis berkembang menjadi masyarakat dinamis.

Menurut Hasibuan (dalam Suryana, 2000:8), pembangunan ekonomi baru dikatakan ada kemajuan apabila pendapatan nasional atau pendapatan per kapita naik diikuti dengan perubahan struktur ekonomi, teknik produksi, adanya modernisasi, dan masyarakat tradisional berkembang menjadi masyarakat dinamis yang berfikir rasional ekonomi dalam tindakan – tindakannya. Dan menurut Soemitro (dalam Suryana, 2000: 9) , produktivitas diartikan sebagai besarnya produksi yang dihasilkan per jiwa, per satu jam kerja (productivity per man hour) yang dapat dicari dengan rumus Y/N x h, dimana Y adalah besarnya pendapatan nasional, N menunjukkan jumlah tenaga kerja, dan h menunjukkan jumlah jam kerja rata – rata. Selain perhitungan tersebut, produktivitas juga dapat dihitung dengan cara ICOR (incremental capital output ratio). ICOR merupakan perbandingan antara capital yang diinvestasikan dengan satuan output. Apabila ICOR tinggi maka produktivitasnya masih rendah.


(35)

Pada kenyataannya, dari tahun ke tahun tingkat produktivitas negara – negara berkembang selalu dalam kondisi yang maish rendah. Kondisi ini diakibatkan adanya faktor ekonomis dan dan nonekonomis dalam pembangunan, yakni :

1. Jumlah dan mutu produksi yang terbatas

2. Alokasi sumber – sumber daya yang kurang efektif 3. Distribusi pendapatan yang tidak adil

4. Aspek – espek kehidupan masyarakat yang kurang seimbang dan produktif, seperti corak hidup, kebudayaan tradisi, politik, dan nilai – nilai sosial masyarakat.

2.3 HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN

PEMBANGUNAN EKONOMI

Pertumbuhan ekonomi (economic growtht) dan pembangunan ekonomi (economic development) memiliki hubungan yang erat satu sama lain. Akan tetapi di sisi lain, defenisi keduanya memiliki perbedaan sehingga sangat perlu untuk diketahui defenisinya masing – masing.

Pertumbuhan ekonomi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) dari suatu negara atau daerah, sedangkan pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menaikkan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara atau daerah dalam jangka panjang. Dalam pembangunan ekonomi terkandung arti adanya usaha untuk meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat atau GDP dimana kenaikannya dibarengi oleh perombakan dan modernisasi serta memperhatikan aspek pemerataan pendapatan


(36)

(income equity). Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP (Gross Domestic Product) tanpa memandang kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk dan tanpa memandang apakah ada perubahan dalam struktur ekonominya atau tidak.

Pada umumnya pembangunan selalu dibarengi dengan pertumbuhan, tetapi pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan. Pada tingkat permulaan mungkin saja pembangunan ekonomi selalu dibarengi pertumbuhan atau sebaliknya.

Apabila diperhatikan, perbedaan pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut :

1. Keduanya menekankan pada kenaikan PDB. Namun, pertumbuhan ekonomi hanya menekankan kenaikan PDB tanpa membandingkan dengan laju pertumbuhan. Sedangkan dalam pembangunan ekonomi, disebut ada kenaikan jika laju kenaikan PDB melebihi kenaikan pertumbuhan penduduk.

2. Pertumbuhan ekonomi hanya melihat kenaikan tanpa melihat akibat atau perbaikan kondisi yang ada. Jadi, penekanannyahanya pada pertambahan sarana seperti jembatan, mesin – mesin, dan sarana listrik. Sedangkan, pembangunan ekonomi tidak hanya menekankan pada pertumbuhan secara fisik, melainkan juga perbaikan kelembagaan, kondisi ekonomi, sikap, dan struktur yang ada supaya lebih berhasil guna dan berdaya guna.


(37)

2.4 PENDAPATAN

Dalam mengukur kondisi ekonomi seseorang atau rumah tangga, salah satu konsep pokok yang paling sering digunakan yaitu melalui tingkat pendapatannya. Pendapatan dapat menunjukkan seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa – jasa yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga salaam jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi (Winardi, 1998).

Dengan kata lain pendapatan juga dapat diuraikan sebagai keseluruhan penerimaan yang diterima pekerja, buruh atau rumah tangga, baik berupa fisik maupun non fisik selama ia melakukan pekerjaan pada suatu perusahaan, instansi atau pendapatan selama ia bekerja (usaha). Setiap orang bekerja (usaha) akan memperoleh pendapatan dengan jumlah yang maksimal agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Maksud utama pekerja yang bersedia melakukan berbagai pekerjaan adalah untuk mendapatkan pendapatan yang cukup baginya dan keluarganya.

2.5 SEKTOR INFORMAL

2.5.1 Latar Belakang Munculnya Sektor Informal

Pertumbuhan penduduk yang terkonsentrasi di kota – kota besar di negara – negara Dunia Ketiga sangatlah cepat. Kondisi ini menjadi salah satu masalah penting yang dihadapi negara – negara Dunia Ketiga. Pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan pertumbuhan industrialisasi dan kesejahteraan penduduk di negara – negara tersebut. Fenomena ini disebut sebagai urbanisasi berlebih (over urbanization).


(38)

Urbanisasi ini dilihat dari adanya arus migrasi dari desa – desa yang cukup besar, dimana penduduk yang melakukan migrasi bertujuan mencari nafkah untuk memenuhi perekonomiannya masing – masing. Akan tetapi, sektor industri di kota tidak mampu menyerap tenaga kerja yang begitu besar dikarenakan keterbatasan sektor industri modern dan selain itu juga, banyak penduduk tidak memiliki skill dan keterampilan untuk masuk ke dalam sektor industri. Oleh karena itu, banyak penduduk mengambil bagian di sektor informal, dimana sektor informal mudah untuk dimasuki tanpa membutuhkan skill yang kuat.

Penduduk masuk ke dalam sektor informal dengan pertimbangan bahwa mereka tidak ingin mengganggur dan tidak punya penghasilan. Adapun beberapa jenis pekerjaan yang termasuk dalam sektor ini adalah warung nasi, penjual rokok, penjual Koran dan majalah, penjual makanan kecil dan minuman, dan lain – lain. Pekerja sektor informal dapat dengan mudah dijumpai di pinggir – pingir jalan di pusat – pusat kota. Sektor informal menyediakan barang – barang kebutuhan bagi golongan menengah ke bawah dengan harga yang dapat dijangkau oleh golongan tersebut. Dan sangat sering dijumpai bahwa masyarakat yang sudah bekerja di sektor formal dan memiliki penghasilan yang tinggi tetap mengambil bagian di sektor informal untuk menambah penghasilan mereka.

Sektor informal mempunyai peran penting dalam memberikan sumbangan bagi pembangunan perkotaan, karena sektor ini mampu menyerap tenaga kerja (terutama bagi masyarakat kelas bawah) yang cukup signifikan sehingga dapat mengurangi masalah pengangguran di perkotaan dan sektor informal juga memberikan kontribusi bagi pendapatan pemerintahan kota.


(39)

Namun, di sisi lain pertumbuhan sektor informal yang cukup pesat mengakibatkan ketidakteraturan tata kota sehingga diperlukan penanganan yang baik. Pedagang kaki lima terlihat selalu menjalankan aktivitasnya di tempat – tempat yang seharusnya menjadi Public Space. Public Space adalah tempat umum dimana masyarakat bisa bersantai, berkomunikasi, dan menikmati pemandangan kota, misalnya taman, trotoar, halte bus, dan lain sebagainya.

Kondisi ini sangat mengganggu para pejalan kaki dan para konsumen pengguna jasa yang hendak memarkirkan kendaraannya di pinggir jalan. Ketidakteraturan tersebut mengakibatkan Public Space kelihatan kumuh sehingga tidak nyaman lagi untuk bersantai ataupun berkomunikasi. Permasalahan ini dibutuhkan ketegasan pemerintah kota. Pada kenyataannya pemerintah hanya melakukan penertiban, akan tetapi tindakan tersebut tidak efektif karena beberapa hari setelah kebijakan dilakukan, para pekerja sektor informal mulai bergerak kembali menjalani aktivitasnya. Tindakan tersebut dikatakan sebagai tindakan melanggar hukum.

2.5.2 Pengertian Sektor Informal

Sektor informal merupakan jenis kesempatan kerja yang kurang teroganisir, sulit dicacah, dan sering dilupakan dalam sensus resmi, serta merupakan kesempatan kerja yang persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan – aturan hokum.

Istilah kata ‘sektor informal’ pertama kali dikemukakan oleh Keith Hart (1971). Keith Hart menyatakan bahwa sektor informal merupakan sebagai bagian dari angkatan kerja kota yang berada di luar pasar tenaga terorganisasi. Pada


(40)

dasarnya, tenaga kerja yang masuk ke dalam sektor informal merupakan pekerja yang tidak terikat dan tidak terampil dengan pendapatan rendah dan tidak tetap. Aktivitas – aktivitas informal tidak hanya terbatas pada pekerjaan – pekerjaan di pinggiran kota – kota besar tetapi juga meliputi berbagai macam aktivitas ekonomi. Aktivitas – aktivitas informal tersebut merupakan cara melakukan sesuatu yang ditandai dengan mudah untuk dimasuki, bersandar pada sumber daya lokal, usaha milik sendiri, operasinya dalam skala kecil, padat karya dan teknologi yang digunakan bersifat adaptif, keterampilan dapat diperoleh di luar sistem sekolah formal, dan tidak terkena secara lansung oleh regulasi dan pasarnya bersifat kompetitif.

Menurut Tokman (2001) (dalam adalah sektor dengan perusahaan – perusahaan dengan kepemilikan terbatas yang mempekerjakan keluarga sebagai tenaga kerja yang tidak dibayar, tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang rendah, dan mempunyai tenaga kerja kurang dari 5 orang. Adapun beberapa karakteristik dari sektor informal adalah :

- Merupakan jenis unit usaha yang berskala kecil

- Kepemilikan unit usaha biasanya dimiliki oleh individu atau keluarga - Teknologi yang digunakan sederhana dan padat tenaga kerja

- Tingkat pendidikan, keterampilan, produktivitas, dan tingkat upah tenaga kerja cukup rendah

- Akses keuangan yang dilakukan ke lembaga keuangan rendah - Hambatan untuk masuk (barrier to entry) sangat minim - Mengandalkan sumber daya lokal.


(41)

Peran sektor informal sangat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Sektor informal dapat menjawab semua permasalahan yang cenderung tidak pernah hentinya di negara dunia ketiga seperti Indonesia. Permasalahan tersebut antara lain ketenagakerjaan yang masih rendah, rendahnya tingkat pendidikan, dan perkembangan angkatan kerja yang tidak selalu diimbangi dengan peningkatan kesempatan kerja. Sektor informal mampu merangsang tumbuhnya kewiraswastaan masyarakat dan mampu menyediakan peluang kerja..


(42)

Peran sektor informal terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dalam skema berikut ini :

\\

SEKTOR INFORMAL Identifikasi macam sektor infornal berdasarkan lokasi (kota, desa), kaitan sektor informal dan identifikasi masalah – masalah sektor informal.

POTRET KONDISI

Dampak Positif - Sektor lain

(keterkaitan) - Individu pelaku

Dampak Negatif Lingkungan, tata ruang, pencemaran,dll Supply input murah bagi sektor informal Peningkatan pendapatan dan peningkatan konsumsi Sisi penawaran/sektoral (PDRB) :

- Pertanian

- Pertambangan dan Penggalian

- Industri pengolahan - Listrik, gas, dan air

bersih - Bangunan

- Perdagangan, hotel, dan Restaurant - Pengangkutan dan

komunikasi - Keuangan - Jasa- jasa Sisi permintaan/pengguna

(PDRB): - Konsumsi

- Pengeluaran pemerintah - Investasi

- Perdagangan internasional STRATEGI

TUJUAN

PERTUMBUHAN EKONOMI


(43)

2.5.3 Permasalahan Sektor Informal a. Ketidakefisienan

Adanya sektor informal di perkotaan secara umum sebenarnya juga menunjukkan adanya ketidak efisienan ekonomi perkotaan. Pada masalah perparkiran misalnya, kota-kota seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya bisa mendapatkan pemasukan yang sangat besar dari perparkiran yang saat ini lebih banyak dilakukan oleh sektor informal. Informasi yang belum dikonfirmasikan menyatakan bahwa di Bandung uang yang didapatkan dari perparkiran ini bisa mencapai lebih dari 4,5 - 5 Milyar Rupiah setahun. Hal yang sama juga terjadi pada aktifitas perdagangan informal. Retribusi informal yang dikenakan kepada pedagang kaki lima oleh preman-preman bisa mencapai angka yang hampir sama dengan perparkiran dalam setahunnya.

Keadaan itu juga menunjukkan ada distribusi pendapatan yang tidak merata. Preman, ataupun apapun namanya yang mengelola secara informal pelaku sektor informal ini menerima uang yang sangat besar jumlahnya sementara pelaku sektor informal bisa dikatakan tidak menerima peningkatan pelayanan apapun dari kota, selain “keamanan” pelaku sector informal dari perusakan.

Dari sisi konsumen, sebenarnya tidak pula semua diuntungkan dengan harga murah, karena untuk beberapa jenis jasa tertentu konsumen dari sektor informal ini sebenarnya membayar lebih mahal. Sebagai contoh adalah konsumen air bersih dari penjaja air informal. Konsumen untuk jenis ini sangat dirugikan oleh ketidak mampuan pemerintah kota menyediakan air bersih.


(44)

b. Tidak teratur

Banyaknya sektor informal dalam bentuk penyedia barang; yang dilakukan dengan cara membuka lapak ataupun menjaja dalam kereta dorong, seringkali menjadikan kesemrawutan pada ruang-ruang kota. Jika mereka ini menjajakan secara sembarangan dipinggir jalan, maka yang terjadi adalah kemacetan. Lagi-lagi keadaan ini menyebabkan pemborosan yang besar, baik dilihat dari segi energy dan waktu.

Ketidak aturan seperti itu tidak hanya menyebabkan kemacetan tetapi juga pemandangan yang tidak baik dan seringkali sektor informal seperti ini menyebakan kerusakan lingkungan dengan buangannya yang sembarangan. Pedangang Kaki Lima sebagai salah satu bentuk aktifitas sektor informal ini juga seringkali mengganggu pejalan kaki karena menutupi jalan yang seharusnya dipakai oleh pejalan kaki.

2.6 MODAL

Modal merupakan barang – barang atau peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal dapat digolongkan berdasarkan sumbernya, bentuknya, kepemilikan, serta berdasarkan sifatnya.

Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua yaitu modal sendiri dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam perusahaan sendiri. Misalnya setoran dari pemilik perusahaan. Sementara itu, modal asing adalah modal yang bersumber dari luar perusahaan. Misalnya modal yang berupa pinjaman dari Bank.


(45)

Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal abstrak. Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam proses produksi. Misalnya mesin, gedung, mobil, dan peralatan. Sedangkan yang dimaksud dengan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata, tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalnya hak paten, nama baik, dan hak merek.

Berdasarkan kepemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari perorangan dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya. Contohnya adlaah rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di Bank. Sedangkan yang dimaksud dengan modal masyarakat adalah modal yang dimiliki oleh pemerintah dan digunakan untuk kepentingan umum dalam proses produksi. Contohnya adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan.

Berdasarkan sifatnya, modal dibagi menjadi modal tetap dan modal lancer. Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang – ulang. Misalnya mesin – mesin dan bangunan pabrik. Sementara itu, yang dimaksud dengan modal lancer adalah modal yang habis digunakan dalam satu kali proses produksi, misalnya, bahan – bahan baku.

2.7 PENDIDIKAN

Pendidikan menjadi salah satu prioritas Pemerintah dimana berkaitan dengan agenda – agenda pembangunan nasional. Dalam Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJM) tahun 2004 – 2009 terdapat tiga agenda yang dilaksanakan yang menjadi arah kebijakan pembangunan jangka menengah, yakni


(46)

menciptakan Indonesia yang aman dan damai, menciptakan Indonesia yanga adil dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pendidikan berkaitan erat hubungannya terhadap kesejahteraan masyarakat. Dalam APBN 2010, anggaran yang digunakan untuk pendidikan adalah 20% dari APBN. Kondisi ini disebabkan kebijakan tersebut merupakan salah satu prioritas belanja pemerintah untuk mendukung sasaran – sasaran pembangunan sesuai Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2010 dalam APBN 2010. Kebijakan tersebut kini dilaksanakan dimana telah disediakan anggaran pendidikan untuk tahun 2010 sebesar 195,6 Triliun, dengan komponen anggaran pendidikan melalui pemerintah pusat Rp. 82,5 Triliun, dan transfer ke daerah sebanyak Rp.113,1 Triliun.

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Menurut UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik. Dalam Undang – undang SISDIKNAS, pendidikan dibagi dalam 3 kategori, yakni:

a. Kegiatan bimbingan; guna menanam, memupuk, mengembangkan, sikap mental, pembaharuan, pembangunan dalam diri dan peserta didik.

b. Kegiatan pengajaran; menyampaikan pengetahuan informasi, fungsional untuk meningkatkan mutu dan taraf hidup.


(47)

Menurut UNESCO Jaques Delors (dalam www.slideshare,net; Ideologi dan Pendidikan), prinsip pendidikan terdiri atas dua bagian, yakni :

1. Berlangsung sepanjang hayat

2. Pendidikan mempunyai empat pilar, yaitu :

a. Learning to know

Defenisi Learning to know berarti belajar sepanjang hayat (Life long of

education) dan belajar bagaimana caranya untuk belajar (Learning how to learn).

b. Learning to do

Learning to do merupakan belajar untuk mengaplikasikan ilmu, bekerja sama

dalam team, belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi, belajar untuk berkarya atau mengaplikasikan ilmu yang didapat oleh seseorang.

d. Learning to be

Learning to be adalah belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang

bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama.

e. Learning to live together

Learning to live together adalah belajar memahami dan menghargai orang

lain, sejarah mereka dan nilai – nilai agamanya.

Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup dan kemajuan yang lebih baik. Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan keterampilan / pendidikan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Metode penelitian ini digunakan untuk mengetahui permasalahan apa yang sedang dihadapi dan bagaimana memecahkan permasalahan tersebut. Dengan adanya data atau informasi yang tepat serta relevan diharapkan dapat menggambarkan kesimpulan yang lebih baik dan berguna.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini yaitu menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun.

3.2 Lokasi Penelitian

Ruang lingkup penelitian dilakukan di Kabupaten Simalungun. Dimana yang menjadi fokus penulis adalah Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja. Lokasi ini dipilih dengan alasan bahwa sekitar 75% mata pencaharian masyarakat di dua Kecamatan ini adalah bertani dan sedikit jumlah masyarakat yang memiliki usaha kecil seperti berdagang ikan atau usaha lainnya. Hal ini diakibatkan sebahagian besar masyarakat belum mampu memulai usaha dan masyarakat juga bekerja mencari upah bagi orang lain. Penulis juga melihat bahwa dua Kecamatan ini saling berdampingan sehingga terlihat aktivitas masyarakat satu sama lain. Dari kondisi tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian terhadap masyarakat


(49)

yang telah mampu memulai usaha tersebut sehingga penulis mengambil satu sampel usaha yang digeluti oleh masyarakat yakni berdagang ikan.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Dalam pengumpulan data dan informasi yang menyangkut tentang modal awal usaha pedagang, jumlah ikan yang terjual, pengalaman usaha, tingkat pendidikan pedagang, dan informasi lain yang berkaitan dengan pendapatan pedagang ikan tersebut diperoleh melalui wawancara langsung dengan pedagang ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan yakni setiap pedagang ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja baik yang berdagang di pasar tradisional atau di lokasi milik pedagang itu sendiri. Penulis menggunakan daftar pertanyaan atau kuisioner yang telah dipersiapkan penulis sebelumnya.

Data sekunder adalah data yang sudah diolah dan pada umumnya diperoleh dari buku literature, internet, jurnal, Badan Pusat Statistik (BPS), perpustakaan, dan bacaan hasil – hasil penelitian sebelumnya.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi adalah salah satu teknik operasional pengumpulan data melalui proses pencatatan secara cermat dan sistematis terhadap objek yang akan diteliti. Dalam hal ini pengamatan langsung ke Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun dengan melihat faktor – faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang ikan.


(50)

2. Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data dan informasi dengan mewawancarai masyarakat yang berdagang ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun.

3. Kuisioner ( Daftar Pertanyaan ) adalah salah satu teknik pengumpulan data dan informasi dengan cara menyebarkan angket (daftar pertanyaan) kepada responden yang dijadikan sampel penelitian.

4. Studi kepustakaan adalah mengumpulkan data dan informasi melalui berbagai literature yang relevan yang berhubungan dengan permasalahan yang ada dalam penulisan skripsi ini, dapat diperoleh dari buku – buku, jurnal, internet, dan lain – lain.

3.5 Populasi dan Sampel 3.5.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti. Dalam hal ini adalah seluruh masyarakat yang berdagang ikan di Kecamatan Tanah jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun.

3.5.2 Sampel

Sampel adalah suatu bagian dari populasi tertentu yang menjadi perhatian. Dalam hal ini adalah beberapa orang pedagang ikan yang diambil untuk mewakili secara keseluruhan jumlah pedagang ikan di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja di Kabupaten Simalungun.

Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling. Purposive sampling artinya bahwa penentuan sampel mempertimbangkan kriteria – kriteria tertentu seperti pedagang ikan yang terdapat di Kecamatan Tanah Jawa dan Hutabayu Raja yang sesuai dengan tujuan penelitian dan sampel yang


(51)

dipergunakan adalah para pedagang ikan dengan jumlah responden sebanyak 27 orang.

3.6 Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengolahan data dengan menggunakan program E-Views 6.0.

3.7 Model Analisis Data

Pada umumnya untuk menganalisis hubungan antara variabel – variabel bebas terhadap variabel terikat menggunakan model ekonometrika. Menurut Samuelson (dalam Amudi Pasaribu: 1976, 3), ekonometrika merupakan cabang ilmu ekonomi yang bertugas mengadakan analisa kuantitatif mengenai gejala ekonomi yang sebenarnya dengan cara menghubungkan teori ekonomi dengan hasil pengamatan dengan pertolongan metoda – metoda penarikan kesimpulan yang sesuai.

Teknik ekonometrika merupakan gabungan antara teori ekonomi, matematika ekonomi, statistik ekonomi dan matematika statistik. Oleh karena itu, model ekonometrika dapat memberi kesimpulan seberapa besar pengaruh variabel – variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Untuk meregres variabel – variabel yang ada, maka metode ekonometrika yang digunakan adalah metode OLS (ordinary least square) atau metode kuadrat terkecil biasa. Metode ini pertama kali dikemukakan oleh Carl Friedrich Gauss, seorang matematik bangsa Jerman. Data – data yang digunakan, dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan persamaan regresi linier berganda.

Variabel – variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat dinyatakan dalam fungsi berikut :


(52)

Y = ………. (1)

Berdasarkan jumlah variabel bebas yang ada, maka dibentuk model persamaan linier yang menunjukkan pengaruh variabel bebasnya terhadap variabel terikat. Transformasi fungsi di atas menjadi model persamaan linier adalah sebagai berikut :

Y = ……… (2)

Dimana :

Y = Pendapatan pedagang ikan (Rp) = Modal awal usaha (Rp)

= Jumlah ikan yang terjual (Kg) = Pendidikan pedagang (dalam angka) = Pengalaman usaha (tahun)

= Koefisien Regresi

= Tingkat kesalahan (Error term)

Bentuk hipotesis di atas secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

artinya jika (Modal awal usaha) meningkat maka Y (Pendapatan pedagang ikan) akan mengalami peningkatan, cateris paribus. artinya jika (Jumlah ikan yang terjual) meningkat maka Y

(Pendapatan pedagang ikan) akan mengalami peningkatan,


(53)

artinya jika (Pendidikan pedagang) meningkat maka Y (Pendapatan pedagang ikan) akan mengalami peningkatan,

cateris paribus.

artinya jika X4 (Pengalaman usaha) meningkat maka Y (Pendapatan pedagang ikan) akan mengalami peningkatan, cateris

paribus.

Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) Koefisien Determinasi (R-square)

Koefisien determinasi digunakan untuk melihat seberapa besar variabel – variabel independen secara bersama mampu memberikan penjelasan mengenai variabel terikat. Nilai koefisien determinasi ( ) berkisar antara 0 sampai dengan 1 (0≤R2

Koefisien determinasi (R

≤1).

2

) bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel – variabel bebas dengan variabel terikat, sebaliknya koefisien determinasi (R2

3.8.2 Uji t-Statistik (Partial Test)

) bernilai 1 berarti ada hubungan sempurna antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Uji t-Statistik merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing – masing koefisien signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan.

Dalam uji t-Statistik ini digunakan hipotesis : Ho : bi = b


(54)

Dimana bi adalah koefisien variabel independen pertama nilai pertama hipotesis, dan biasanya b = 0. Artinya pengaruh tidak signifikan pada α tertentu. Bila nilai

t-hitung > t-tabel maka tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa

variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus :

Dimana :

bi = Koefisien variabel independen ke-i

Se(bi) = Simpangan baku dari variabel independen ke-i Kriteria pengambilan keputusan :

1. Ho : β = 0 Ho diterima (t* < t-tabel) artinya variabel independen secara

parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

2. Ha : β≠ 0 Ha diterima (t* > t-tabel) artinya variabel independen secara

parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ho diterima

Ha diterima Ha diterima

0


(55)

3.8.3 Uji F-Statistik (Overall Test)

Uji F-Statistik adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama – sama terhadap variabel dependen.

Dalam pengujian F-Statistik digunakan hipotesis :

Ho : b1 = b2 = …………= bk = 0, tidak ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Ha : b1 ≠ b2 ≠………….≠ bk ≠ 0, terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan antara F-Statistik dengan F-tabel. Apabila nilai F-hitung > F-tabel maka Ho ditolak yang berarti variabel independen secara bersama – sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat ditulis dengan rumus:

Dimana : R2

k : Jumlah variabel independen : Koefisien determinasi


(56)

Ha diterima Ho diterima

Gambar 3.2 Kurva Uji F-Statistik

Kriteria pengambilan keputusan:

1. Ho : β1 = β2 = 0 Ho diterima (F* < F-tabel) artinya variabel independen secara bersama – sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. 2. Ha : β1 ≠ β2 ≠ 0 Ha diterima (F* .> F-tabel) artinya variabel

independen secara bersama – sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

3.9 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Gujarati (dalam Wahyu dan Paidi : 2007, 88) mengemukakan bahwa uji penyimpangan asumsi klasik dimaksudkan untuk suatu hasil estimasi regresi linier agar hasil tersebut dapat dikatakan baik dan efisien. Uji penyimpangan asumsi


(57)

klasik digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dan heterokendastisitas dalam hasil estimasi.

Uji penyimpangan asumsi klasik dapat dipenuhi dengan asumsi sebagai berikut :

a. Model regresi adalah linier, yaitu linier di dalam parameter.

b. Residual variabel pengganggu ( µi ) mempunyai nilai rata – rata nol (zero

mean value disturbance µi

c. Homokendastisitas atau varian dari µ ).

i

d. Tidak ada autokorelasi antara variabel penganggu µ .

i

e. Kevarian antara µ

. i dan variabel independen (x1

f. Jumlah data (observasi) harus lebih banyak dibanding dengan jumlah parameter yang akan diestimasi.

) adalah nol.

g. Tidak multikolinearitas

h. Variabel pengganggu harus berdistribusi normal. 3.9.1 Uji Multikolinearitas (Multikolinearity)

Ragnar Frinch (dalam Wahyu Ario Pratomo & Paidi Hidayat : 2007, 88) menyatakan bahwa sebuah model regresi dikatakan terkena multikolinearitas apabila terjadi hubungan linier yang sempurna di antara beberapa atau semua variabel babas dari suatu model regresi. Untuk mengetahui ada tidaknya multikoliearitas dapat dilihat dari nilai R2

Ada tidaknya multikolinearitas ditandai dengan :

(R-square). F-statistik, t-statistik, serta

standard error.


(58)

- Tidak ada satupun nilai t-statistik yang signifikan pada α = 1%, α = 5%,

dan α = 10%.

- Standard error tidak terhingga.

- Terjadinya perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori. 3.9.2 Heterokedastisitas

Heterokendastisitas adalah suatu kondisi dimana sebaran atau variance (σ2

Heterokendastisitas merupakan salah satu asumsi OLS (Ordinary Least

Square) jika varian residualnya dilakukan dengan white test yaitu dengan cara

meregres logaritma residual kuadrat terhadap semua variabel penjelas. Pada Uji White (White Test) dapat dilakukan dengan tahap – tahap berikut :

) dari error term (µ) tidak konstan sepanjang observasi. Jika harga X semakin besar maka sebaran Y makin lebar atau makin sempit.

a. Buat regresi persamaan dan dapatkan nilai residualnya b. Uji dengan Chi-square tabel (X2

c. X

) 2

= n R Dimana : 2

N = Jumlah observasi R2

Keputusan ada tidaknya heterokendastisitas ditentukan jika : = koefisien determinasi

- X2hitung > X2tabel - X

, maka ada heterokendastisitas 2


(59)

3.9.3 Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan untuk melihat apakah spesifikasi model untuk digunakan sudah benar atau tidak. Salah satu uji yang digunakan untuk menguji linieritas adalah uji Ramsey (Ramsey Reset Test).

3.9.4 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk memastikan apakah faktor pengganggu (µ) berdistribusi normal atau tidak. Untuk melakukan uji normalitas digunakan

Jarcue-Berra Test. Yang perlu diperhatikan dalam Jarcue-Berra Test adalah

angka probability-nya > 0,05 maka data berdistribusi normal, sebaliknya apabila angka probability-nya < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.


(60)

3.10 Defenisi Operasional Variabel

1. Pendapatan (Y) adalah sejumlah uang yang diterima oleh pedagang ikan per hari sebagai hasil penjualan ikan yang dinyatakan dan dimaksudkan untuk digunakan dalam konsumsi pemenuhan kebutuhan hidup (dalam Rupiah).

2. Modal awal usaha (X1

3. Jumlah ikan yang terjual (X

) adalah sejumlah uang baik berasal dari harta atau pinjaman yang dimiliki seseorang atau keluarga pedagang ikan untuk memulai usahanya (dalam Rupiah).

2

4. Pendidikan (X

) adalah kuantitas jenis ikan yang terjual atau dibeli oleh konsumen per hari (dalam Kilogram).

3

5. Pengalaman usaha (X

) adalah tingkat pendidikan yang diperoleh pedagang ikan dari pendidikan formal yang diselenggarakan sekolah secara teratur dan berdasarkan atas program wajib belajar 9 tahun yang dinyatakan dalam satuan angka (Dummy Variabel).

4) adalah lamanya waktu yang dialami oleh pedagang ikan dalam menjalani usahanya yang dinyatakan dalam satuan waktu (bulan).


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Simalungun, Kecamatan Tanah Jawa, dan Huta Bayu Raja

4.1.1 Letak Geografis

Kabupaten Simalungun terletak antara 02 0 36' – 03 0 18' Lintang Utara dan 98 0 32' – 99 0 35' Bujur Timur. Kabupaten Simalungun terletak di

o Batas sebelah Utara : Kabupaten Serdang Bedagai

ketinggian sekitar 20 – 1500 meter dari permukaan laut. Kabupaten yang memiliki motto

Habonaran do Bona ini memiliki batas – batas sebagai berikut :

o Batas sebelah Timur : Kabupaten Asahan

o Batas sebelah Selatan : Kabupaten Toba Samosir / Kabupaten Samosir o Batas sebelah Barat : Kabupaten Karo

Kabupaten Simalungun memiliki luas wilayah sebesar 4.386,60 Km2. Kecamatan yang paling luas di Kabupaten ini adalah Kecamatan Raya. Kecamatan Raya memiliki luas wilayah 335,60 Km2 atau sama dengan 7,65% dari luas total wilayah Kabupaten Simalungun dan Kecamatan yang paling kecil luas wilayahnya adalah Kecamatan Haranggaol Horison dengan luas wilayah 34,50 Km2

Secara administrasi, wilayah Kabupaten Simalungun terbagi menjadi 31 Kecamatan dengan 345 desa dan 22 kelurahan dengan ibukota Kabupaten yaitu Pematang Raya. Berikut tabel luas wilayah Kabupaten Simalungun ditinjau dari per Kecamatan.


(62)

Tabel 4.1 :

Luas Kabupaten Simalungun erdasarkan Kecamatan

No. Nama Kecamatan Luas Wilayah (Km2) Persen

1. Silamakuta 77,50 1,77

2. Pematang Silimakuta 68,20 1,55

3. Purba 172,00 3,92

4. Haranggaol Horison 34,50 0,79

5. Dolok Pardamean 99,45 2,27

6. Sidamanik 83,56 1,90

7. Pematang Sidamanik 125,19 2,85

8. Girsang Sipangan Bolon 123,00 2,80

9. Tanah Jawa 213,95 4,88

10. Hatonduhan 275,80 6,29

11. Dolok Panribuan 154,30 3,52

12. Jorlang Hataran 92,25 2,10

13. Panei 72,30 1,65

14. Panombeian Panei 82,20 1,87

15. Raya 335,60 7,66

16. Dolok Silau 288,45 6,58

17. Silau Kahean 220,50 5,04

18. Raya Kahean 226,25 5,16

19. Tapian Dolok 116,90 2,66


(63)

21. Siantar 79,11 1,80

22 Gunung Malela 108,97 2,48

23. Gunung Maligas 58,52 1,33

24. Hutabayu Raja 156,13 3,56

25. Jawa Maraja Bah Jambi 73,72 1,68

26. Pematang Bandar 95,00 2,17

27. Jawa Bandar Huluan 102,35 2,33

28. Bandar 109,18 2,49

29. Bandar Masilam 97,72 2,23

30. Bosar Maligas 294,40 6,71

31. Ujung Padang 223,50 5,09

Kabupaten Simalungun 4.386,60 100,00


(64)

Grafik 4.1 :

Perbandingan Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Simalungun

2% 2% 4% 1% 2% 2% 3% 3% 5% 6% 4% 2% 2% 2% 8% 7% 5% 5% 3% 3% 2% 2% 1% 4%2% 2%2% 2%2% 7% 5%

Silimakuta Pematang Silimakuta Purba Haranggaol Horison Dolok Pardamean Sidamanik Pematang Sidamanik Girsang Sipangan Bolon Tanah Jawa Hatonduhan Dolok Panribuan Jorlang Hataran Panei Panombeian Panei Raya Dolok Silau Silau Kahean Raya Kahean Tapian Dolok Dolok Batu Nanggar Siantar Gunung Malela Gunung Maligas Hutabayu Raja Jawa Maraja Bah Jambi Pematang Bandar Jawa Bandar Huluan Bandar Bandar Masilam Bosar Maligas Ujung Padang

pada Tahun 2008

Kecamatan Tanah Jawa merupakan kecamatan yang memiliki luas wilayah di urutan ke tujuh sebagai wilayah kecamatan yang paling luas. Kecamatan Tanah Jawa berdampingan dengan kecamatan Hutabayu Raja. Kecamatan Hutabayu Raja memiliki luas wilayah yang lebih kecil dari luas wilayah kecamatan Tanah Jawa yakni sebesar 156,13 Km2 sedangkan kecamatan Tanah Jawa adalah sebesar 213,95 Km2.


(1)

Uji Multikolinearitas Variabel Jumlah Ikan yang Terjual

Dependent Variable: X2 Method: Least Squares Date: 01/24/11 Time: 12:57 Sample: 1 27

Included observations: 27

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -21.11297 12.85441 -1.642469 0.1141 X1 1.46E-06 9.20E-07 1.591111 0.1252 X3 19.94275 11.38323 1.751941 0.0931 X4 1.994683 0.618537 3.224843 0.0037

R-squared 0.328343 Mean dependent var 14.70370 Adjusted R-squared 0.240736 S.D. dependent var 29.97924 S.E. of regression 26.12264 Akaike info criterion 9.499435 Sum squared resid 15695.02 Schwarz criterion 9.691411 Log likelihood -124.2424 Hannan-Quinn criter. 9.556520 F-statistic 3.747896 Durbin-Watson stat 1.297095 Prob(F-statistic) 0.025061


(2)

Uji Multikolinearitas Variabel Tingkat Pendidikan

Dependent Variable: X3 Method: Least Squares Date: 01/24/11 Time: 12:59 Sample: 1 27

Included observations: 27

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.880320 0.144770 6.080799 0.0000 X1 -3.53E-08 1.50E-08 -2.361462 0.0270 X2 0.005904 0.003370 1.751941 0.0931 X4 -0.027208 0.011501 -2.365612 0.0268

R-squared 0.287225 Mean dependent var 0.592593 Adjusted R-squared 0.194254 S.D. dependent var 0.500712 S.E. of regression 0.449456 Akaike info criterion 1.374395 Sum squared resid 4.646240 Schwarz criterion 1.566371 Log likelihood -14.55433 Hannan-Quinn criter. 1.431479 F-statistic 3.089410 Durbin-Watson stat 2.133092 Prob(F-statistic) 0.047076


(3)

Uji Multikolinearitas Variable Pengalaman Usaha

Dependent Variable: X4 Method: Least Squares Date: 01/24/11 Time: 13:04 Sample: 1 27

Included observations: 27

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 13.30872 2.597450 5.123761 0.0000 X1 -5.10E-07 2.50E-07 -2.041173 0.0529 X2 0.156100 0.048405 3.224843 0.0037 X3 -7.192569 3.040469 -2.365612 0.0268

R-squared 0.401628 Mean dependent var 9.777778 Adjusted R-squared 0.323579 S.D. dependent var 8.885309 S.E. of regression 7.307705 Akaike info criterion 6.951689 Sum squared resid 1228.259 Schwarz criterion 7.143665 Log likelihood -89.84780 Hannan-Quinn criter. 7.008774 F-statistic 5.145872 Durbin-Watson stat 1.771592 Prob(F-statistic) 0.007205


(4)

LAMPIRAN VI

Heterokendastisitas

Uji White Test

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 0.292543 Prob. F(13,13) 0.9826 Obs*R-squared 6.110949 Prob. Chi-Square(13) 0.9420 Scaled explained SS 6.885029 Prob. Chi-Square(13) 0.9080

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 01/10/11 Time: 13:29 Sample: 1 27

Included observations: 27

Collinear test regressors dropped from specification

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.597279 3.645232 -0.163852 0.8724 X1 8.67E-07 1.64E-06 0.528858 0.6058 X1^2 8.60E-14 9.14E-14 0.941378 0.3637 X1*X2 -1.36E-07 1.53E-07 -0.891128 0.3891 X1*X3 -9.78E-07 1.16E-06 -0.841511 0.4153 X1*X4 -5.76E-08 1.64E-07 -0.351484 0.7309 X2 0.425006 0.394797 1.076516 0.3013 X2^2 -0.002091 0.006760 -0.309256 0.7620 X2*X3 0.101099 0.146320 0.690943 0.5018 X2*X4 -0.001036 0.033117 -0.031275 0.9755 X3 -0.229919 3.902434 -0.058917 0.9539 X3*X4 0.068942 0.355474 0.193944 0.8492 X4 0.116940 0.366579 0.319004 0.7548 X4^2 -0.002748 0.009914 -0.277157 0.7860 R-squared 0.226331 Mean dependent var 1.168015 Adjusted R-squared -0.547337 S.D. dependent var 2.192796 S.E. of regression 2.727663 Akaike info criterion 5.150917 Sum squared resid 96.72192 Schwarz criterion 5.822833 Log likelihood -55.53738 Hannan-Quinn criter. 5.350713 F-statistic 0.292543 Durbin-Watson stat 1.735880 Prob(F-statistic) 0.982648


(5)

LAMPIRAN VII

Uji Linieritas

Ramsey RESET Test:

F-statistic 6.167602 Prob. F(1,21) 0.0215 Log likelihood ratio 6.952573 Prob. Chi-Square(1) 0.0084

Test Equation:

Dependent Variable: LOGY Method: Least Squares Date: 01/25/11 Time: 07:17 Sample: 1 27

Included observations: 27

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 109.0434 39.12266 2.787218 0.0110 X1 9.67E-07 3.71E-07 2.605223 0.0165 X2 0.817161 0.311585 2.622595 0.0159 X3 -11.12087 4.238198 -2.623963 0.0159 X4 -0.941204 0.356492 -2.640178 0.0153 FITTED^2 -0.695435 0.280026 -2.483466 0.0215 R-squared 0.665686 Mean dependent var 11.71562 Adjusted R-squared 0.586087 S.D. dependent var 1.674658 S.E. of regression 1.077409 Akaike info criterion 3.180125 Sum squared resid 24.37700 Schwarz criterion 3.468088 Log likelihood -36.93168 Hannan-Quinn criter. 3.265751 F-statistic 8.363037 Durbin-Watson stat 1.749810 Prob(F-statistic) 0.000177


(6)

LAMPIRAN VIII

Uji Normalitas

0 1 2 3 4 5 6 7 8

-2 -1 0 1 2 3

Series: Residuals Sample 1 27 Observations 27 Mean 1.17e-15 Median -0.303313 Maximum 3.313949 Minimum -1.815420 Std. Dev. 1.101335 Skewness 1.094770 Kurtosis 4.393980 Jarque-Bera 7.579424 Probability 0.022602