UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tanpa obat sebanyak 17,5 3,2 dan ketidaktepatan penyesuaian dosis sebanyak 15,4 13,2. Hasil penelitian Manley, H. J., et al. 2003b diketahui
66 pasien dengan 354 DRPs berusia 62.6 ± 15.9 tahun, memiliki 6.4 ± 2.0 kondisi penyerta, yang menerima 12.5 ± 4.2 obat, menunjukkan bahwa DRPs yang paling
sering terjadi ialah reaksi obat yang merugikan ADRAdverse Drug Reactions sebanyak 20,7 pada penelitian ini tidak diamati dan indikasi tanpa obat
sebanyak 13,5 3,2 Penelitian lain yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al. 2005, untuk
mengetahui frekuensi, jenis dan keparahan DRPs pada pasien hemodialisis di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DRPs teridentifikasi
sebanyak 1.593 kasus pada 395 pasien 51,2 pria; usia, 52,4 ± 8,2 tahun; 42,7 dengan diabetes. Jenis DRPs yang paling sering ditemukan adalah ketidaktepatan
pemantauan laboratorium sebanyak 23,5 pada penelitian ini tidak diamati dan indikasi tanpa obat sebanyak 16,9 3,2. Ketidaktepatan penyesuaian dosis
ditemukan sebanyak 20,4 13,2 pada penelitian ini dari seluruh DRPs yang
teridentifikasi, dimana dosis subterapi 11,2 2,0 dan overdosis 9,2 11,2.
Salah satu penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Faizzah, N. 2012 menunjukkan bahwa DRPs yang terjadi, diantaranya ketidaktepatan
penyesuaian dosis, dimana dosis berlebih sebanyak 6 kasus 5,55 39 kasus 11,2 pada penelitian ini; dosis kurang sebanyak 1 kasus 0,92 7 kasus
2,0, ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 8 kasus 7,40 6 kasus 1,7 dan interaksi obat sebanyak 14 kasus 12,96 285 kasus 81,9.
Berdasarkan masing-masing stadium dilihat dari jumlah DRPs yang terjadi, diketahui bahwa pada stadium 3 mengalami 1
– 3 DRPs, dimana jumlah DRPs yang paling banyak terjadi ialah 3 DRPs; stadium 4 mengalami 1
– 4 DRPs, dimana jumlah DRPs yang paling banyak terjadi ialah 2 DRPs dan stadium 5
mengalami 0 – 5 DRPs, dimana jumlah DRPs yang paling banyak terjadi ialah 2
DRPs.
4.1.3.1 DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa terdapat 6 pasien 13,64 dengan 6 kasus 1,7 yang mengalami kejadian DRPs ketidaktepatan pemilihan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
obat pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo. Kejadian DRPs ketidaktepatan pemilihan obat dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.6 Data Distribusi Pasien DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat
Nomor Penilaian DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat
Pasien Jenis Obat
Keterangan
13 Obat antidiabetes
PGK stg 5, LFG 30 mlmnt; OAD oral yang diterima: akarbose.
17 Obat antidiabetes
PGK stg 5, LFG 30 mlmnt; OAD oral yang diterima: glimepirid, akarbose.
34 Obat antidiabetes
PGK stg 5, LFG 30 mlmnt; OAD oral yang diterima: akarbose.
35 Obat antidiabetes
PGK stg 5, LFG 30 mlmnt; OAD oral yang diterima: metformin.
40 Obat antidiabetes
PGK stg 5, LFG 30 mlmnt; OAD oral yang diterima: akarbose.
43 Obat antidiabetes
PGK stg 5, LFG 30 mlmnt; OAD yang diterima: akarbose.
Keterangan: LFG = laju filtrasi glomerulus; OAD = obat antidiabetes; PGK = penyakit ginjal kronik; stg = stage.
Hasil data deskriptif pada tabel 4.6 menunjukkan sebanyak 6 pasien mengalami DRPs ketidaktepatan pemilihan obat. Jenis obat yang tidak tepat
adalah obat antidiabetes, dikatakan tidak tepat karena tidak sesuai dengan kondisi patologi yang dialami pasien. Berdasarkan hasil tes fungsi ginjal diketahui bahwa
keenam pasien tersebut merupakan pasien PGK dengan stage 5. Pada pasien nomor 13, 17, 34, 40 dan 43 obat antidiabetes oral yang diterima masing-masing
pasien, salah satunya adalah akarbose. Akarbose merupakan obat antidiabetes oral golongan alfa-glukosidase yang kontraindikasi pada pasien PGK dengan LFG 30
mlmnt atau SCr 2 mgdl. Penggunaan akarbose sebagai antidiabetes oral pada pasien PGK dengan LFG 30 mlmnt atau SCr 2 mgdl menghasilkan
konsentrasi puncak peak 5 kali lebih tinggi dari populasi normal dan nilai AUC 6 kali lebih tinggi Ashley, C., dan Currie, A., 2009. Jadi, penemuan pada
penelitian ini ialah penggunaan akarbose harus dihindari pada pasien PGK dengan LFG 30 mlmnt atau SCr 2 mgdl. Pasien nomor 17 juga menerima obat
antidiabetes glimepirid, dimana pasien dengan LFG 10 mlmnt dibutuhkan penyesuaian dosis pada dosis awal terapi, yaitu 1 mghari. Pasien nomor 35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menerima obat antidiabetes oral metformin. Metformin merupakan obat antidiabetes oral golongan biguanida yang pemakaiannya harus dihentikan pada
pasien PGK dengan LFG 30 mlmnt. Metformin akan terakumulasi pada pasien dengan kerusakan ginjal yang signifikan, yang dapat mengakibatkan terjadinya
asidosis laktat. Asidosis laktat jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi metabolik yang serius Ashley, C., dan Currie, A., 2009.
Menurut KDOQI 2012, Harh dan Molitch 2015, Ashley, C. dan Currie, A. 2009 terdapat alternatif obat antidiabetes untuk pasien PGK, seperti
golongan sulfonilurea, diantaranya glipizid, glikuidon aman untuk pasien PGK, glimepirid, gliklazid, glibenklamid aman, tetapi butuh penyesuaian dosis;
golongan tiazolidindion, diantaranya pioglitazon, rosiglitazon aman untuk pasien PGK. Selengkapnya dapat dilihat pada literatur.
4.1.3.2 DRPs Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis